Cinta Ayudia 20
A story by Wati Darma
Part 20
Beberapa tahun kemudian …
“Daddy...”
Seorang gadis kecil dengan mata bulat dan pipi chubby, berlari ke arah pria tampan yang menoleh kepadanya dengan senyuman lebar.
Pria itu berdiri dari duduk lalu membuka tangannya lebar, menerima pelukan gadis kecil cantik yang menghempaskan tubuh mungil itu ke tubuh kekarnya.
“Miss you so bad, lil' princess,”
Ucap pria itu. Ia mencium gemas pipi bulat itu dan menggerakkan hidungnya beradu dengan hidung mungil si gadis kecil.
“I miss you too, Daddy,”
Balas gadis kecil itu, sambil membalas mengecup pipi Daddy-nya.
“Ehem!” Suara dehaman seorang wanita, membuat kedua orang itu menoleh.
Ternyata di meja itu ada seorang wanita muda cantik nan anggun, tengah memperhatikan interaksi kedua orang yang tengah melepas rindu.
“Oh maafkan saya, Miss Watson. Saya terlalu excited melihat putri kecil saya. Sweetie, sapa dulu tantenya, Sayang.”
Gadis kecil itu tersenyum cantik dan mengulurkan tangan ke arah Miss Watson, lalu menarik ke arah pipinya dengan sopan.
“Selamat sore Aunty, nama saya Aradella Cantika Aditya. You can call me Della or princess, just like Daddy,”
Ucap gadis kecil itu, dengan mata berbinar dan senyuman riang.
“Dia sangat cantik dan pintar. Dia putri anda Pak Alden?” tanya Miss Watson.
“Tentu saja! Untuk apa aku memanggilnya Daddy, jika bukan Daddy-ku,”
Jawab Della dengan bersemangat,
“Iya ‘kan, Dad?” lanjutnya, sambil merangkul leher pria yang dipanggilnya Daddy.
“Of course, Sweetie. Selamanya kamu putri Daddy yang paling cantik,”
Jawab Alden, sambil mengecup kening Della.
“Daddy, apakah Daddy mau ikut makan malam denganku, Oma dan Bunda?!” tanya Della.
“Ikut dong. Sekarang Oma dan Bunda ada di mana?” tanya Alden.
“Oma lagi ngajak Bunda jalan-jalan di pantai sama Aunty Alicia. Baby K sama Uncle Matthew ada di kamar hotel,” jelas Della.
“Good. Lebih baik kita segera menyusul ke sana,” ucap Alden.
“Miss Watson, jika tidak keberatan saya undur diri terlebih dahulu. Saya ingin menghabiskan waktu bersama keluarga saya, mumpung masih di sini,” pamit Alden.
Sekilas ada gurat kecewa di wajah cantik wanita muda itu.
Kecewa, karena tidak bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan pria tampan di hadapannya, juga kecewa karena ternyata pria itu sudah berkeluarga.
“Oh, baiklah. Selamat bersenang-senang, Pak Alden.”
“Jika terjadi sesuatu, hubungi saja sekretaris saya. Sampai jumpa, Miss Watson.”
Wanita itu tersenyum kecut melihat pemandangan yang menyesakkan hati.
Interaksi ayah dan anak, yang membuat semua kaum hawa menoleh terpesona sekaligus iri.
🍀🍀🍀
Dua orang wanita dan seorang wanita paruh baya tengah duduk di tengah taman dekat pantai, menikmati kelapa muda yang tersuguh di depan meja mereka.
Juga sambil merasakan semilir angin laut yang membelai rambut-rambut halus mereka.
Tak lama sebuah sepeda tandem melintas di depan mereka, yang dikendarai oleh Alden dan Della.
“Hai Oma, Aunty, Bunda. Kita balapan sepeda yuk,”
Ajak Della, sambil duduk memegangi stang sepeda, di belakang tempat duduk Alden.
“Aduh, Cantik! Oma nggak sanggup kalau disuruh gowes sepeda. Bisa encok pinggang Oma. Sama Aunty dan Bunda aja, ya,” tolak bu Riana Richards.
“Aunty juga nyerah princess, tangan aunty kebas gendong Baby K. Mau istirahat aja,” tolak Alicia.
Della mengerucutkan bibirnya.
Tidak suka atas penolakan oma dan aunty-nya. Ayu yang melihat itu pun terkikik geli melihat gaya merajuk putri kecilnya.
“Cantik … biar Oma sama Aunty istirahat, ya. Bunda aja yang temenin naik sepeda, ya?” bujuk Ayu.
Senyuman manis itu pun terbit dari bibir mungil Della.
“Yeyyy… kita balapan sama Bunda, Dad!” seru Della.
Alden tertawa lalu mengacak-acak rambut Della yang sedang tertawa gembira.
Ayu pun bergegas menuju tempat penyewaan sepeda, lalu bergerak mengejar Alden dan Della.
“Al, hati-hati, Nak! Della, pegangan yang kencang, ya, Cantik!”
Seru bu Riana kepada Alden, dibalas acungan jempol putranya yang tengah tertawa gembira bersama Della dan Ayu.
“Alice nggak nyangka Bang Al bisa ketawa lagi kayak gini, setelah apa yang terjadi,” gumam Alicia.
“Mami pun tidak bisa melakukan apa-apa saat abangmu mengutarakan keinginannya untuk melamar Ayu, karena hanya dia yang mampu membuat anak kesayangan Mami kembali seperti dulu. Walaupun sebenarnya Mami masih ragu,” ucap Riana.
“Ragu kenapa, Mami? Kak Ayu kan baik, dia beda dengan wanita-wanita yang selama ini mendekati Abang. Malahan Kak Ayu-nya cuek, Bang Al yang agresif ngejar-ngejar terus. Untungnya Abang pinter ngambil hati Della, minta restu duluan sama anaknya. Jadi, Ayu nggak bisa nolak Abang. Apa Mami ragu karena status Kak Ayu?”
Bu Riana menghela napasnya pelan, lalu menganggukkan kepalanya.
“Status janda beranak satu, cukup membuat kuping Mami panas karena cibiran teman-teman Mami.”
“Astaga, Mami! Ngapain denger omongan orang. Mereka ngomong gitu, karena bukan anak mereka yang Bang Al pilih untuk jadi istrinya. Lagian Mi, Kak Ayu juga pasti nggak mau pernikahannya hancur seperti ini, walaupun kita nggak tau alasan mereka berpisah. Kalau Kak Ayu masih menikah, mungkin sampai saat ini Abang nggak akan sebahagia ini. Kalau sudah jodoh nggak bisa dihalangi, Mi, yang penting Abang Al bahagia. Itu aja yang perlu Mami pikirkan. Mami nggak mau kan Abang Al seperti dulu lagi?”
Bu Riana menggelengkan kepalanya kuat.
Ia tidak mau lagi melihat sang putra, di titik terendah hidupnya seperti dulu. Apalagi saat ini suaminya telah tiada. Tidak ada yang membantu menguatkan dirinya, jika terjadi sesuatu lagi dengan putra kesayangannya itu.
Brakkk!
Suara berdebum keras diiringi teriakan dan tangisan, terdengar oleh Alicia dan bu Riana.
Mereka langsung berdiri dan berlari menuju arah suara. Mereka melihat Della yang tengah menangis, berdiri di samping Ayu yang duduk di pinggir sepedanya sedangkan Alden berusaha membantu Ayu berdiri.
“Bundaaaa!!”
Della menangis histeris, melihat Ayu yang tengah meringis kesakitan.
Bu Riana bergegas memeluk dan menenangkan gadis kecil itu. Alicia bergegas membantu Ayu untuk berdiri, tapi Ayu menepis tangan Alden dan Alicia
“Kenapa, Ayu? Kamu nggak bisa berdiri?” tanya Alden.
“Tunggu dulu, Al.”
Ayu menarik napas dan mengeluarkannya pelan-pelan.
Ia mencoba menahan rasa ngilu yang terasa di selangkangan dan pinggulnya. Setelah dirasa cukup, ia menarik tangan Alicia dan Alden untuk membantunya berdiri.
“Ouchh!!”
Ayu kembali meringis saat kakinya menjejak di tanah, sakitnya merambat ke paha dalam dan pinggangnya.
“Kok bisa jatuh sih?” tanya bu Riana.
“Namanya musibah, Mi. Ayu nggak lihat lubang yang ada di situ, makanya sepedanya oleng dan jatuh kena bebatuan itu,” jawab Alden.
“Aarghhh!”
Della teriak histeris, tangannya menunjuk ke bagian bawah tubuh Ayu.
“Bunda berdarah !!” pekik Della.
Semua mata termasuk Ayu, lalu melihat ke arah yang ditunjukkan Della.
Benar saja, ada darah yang tercetak jelas di celana bahan berwarna putih bersih yang dikenakan Ayu. Darah yang merembes ke kain celana, persis di daerah kewanitaannya.
“Ka-kamu lagi haid, Kak?” tanya Alicia.
“Enggak, ini bukan waktunya aku haid.”
Ayu menggelengkan kepalanya.
“Lalu itu darah apa?” gumam bu Riana.
Tanpa pikir panjang, Alden langsung menaruh lengannya di belakang lutut dan punggung Ayu. Menggendong dan membawanya untuk mendapatkan pengobatan secepatnya.
Bersambung
No comments:
Post a Comment