Cinta Ayudia 21
A story by Wati Darma
Part 21
“Suster ... suster !!”
Teriakan seorang pria yang tengah menggendong wanita muda, membuat keributan di ruangan IGD. Perawat dan dokter yang tengah berjaga, langsung menghampiri asal suara sambil membawa brankar untuk pasien.
“Dia terjatuh, sepertinya mengalami luka di daerah kewanitaannya. Tolong diperiksa oleh perawat dan dokter perempuan. Saya tidak mau pemeriksaannya dilakukan oleh laki-laki!!” perintah pria itu.
“Al, Ayu harus ditangani secepatnya. Perempuan atau laki-laki biar saja, yang penting dia diberi tindakan dulu,”
Bujuk seorang wanita paruh baya yang mengekorinya dari belakang.
“Tidak, Mami. Ayu tidak pernah mau jika ia disentuh oleh sembarangan pria. Dia pernah trauma. Al saja butuh dua tahun bersamanya baru bisa menyentuh tangannya, apalagi mereka yang bukan siapa-siapa dan melihat daerah intimnya,” tolak Alden.
“Mereka dokter dan perawat. Sudah tugas mereka seperti itu, Al.”
“Tentu saja itu tugas mereka, tapi jika ada perawat dan dokter perempuan itu lebih baik lagi. Al cuma tidak ingin Ayu ketakutan lagi, Mami.”
Bu Riana hanya mengangguk dan menghela napasnya, lelah harus berdebat dengan putranya yang keras kepala.
“Ya sudah, Sus, tolong carikan dokter perempuan untuk memeriksanya, ya?”
Ucap bu Riana pada perawat di sampingnya.
“Baik Bu, kami mengerti. Kami juga akan bawa pasien ke ruangan tertutup,”
Ucap suster itu yang kemudian mendorong brankar Ayu ke dalam ruangan tertutup di pojok IGD.
Di belakang Alden dan bu Riana, menyusul Alicia bersama suaminya— Matthew yang tengah menggendong Baby K— juga Della, dengan langkah tergopoh-gopoh mendekati ke ruang IGD.
“Bagaimana Kak Ayu, Mi?” tanya Alicia .
“Baru masuk, lagi nunggu dokter perempuan untuk observasi” jawab bu Riana.
Alden melangkah menuju Della yang sedari tadi terdiam, sambil menggenggam tangan Alicia. Ia memeluk dan mengangkat tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. Tak lama isakan tangisnya keluar lagi dari bibirnya.
“Cup … cup ... Bunda akan baik-baik saja, Sayang. Jangan nangis ya.”
“Maafin Della ya, Daddy. Kalau saja Della tidak ajak Bunda balapan, Bunda tidak akan jatuh dan terluka. Della nakal, Daddy” isak Della.
“No, Della tidak nakal. Itu kecelakaan. Tidak disengaja. Semua orang bisa mengalaminya, bukan karena Della. Jadi, jangan bersedih ya. Nanti Bunda tambah sedih, kalau lihat Della menangis dan menyalahkan diri sendiri,”
Ucap Alden sambil menghapus lelehan air mata di pipi Della, mengecup lembut keningnya dan membawa kepala gadis kecil itu ke lekukan lehernya untuk menenangkan.
“Al, kamu belum macem-macemin Ayu ‘kan?” celetuk Matthew.
Mata Alden melotot mendengar pertanyaan adik ipar yang sebaya dengan dirinya. Ia tidak menanggapi pertanyaan itu memilih untuk mengabaikannya.
“Penasaran aja, kok bisa sampe berdarah. Kecuali ... tapi itu nggak mungkin,”
Gumam Matthew lagi.
“Apa sih, Hon! Nggak usah menduga-duga nggak jelas, deh. Kita tungguin aja hasil observasinya,” ucap Alicia
Setelah dua jam pemeriksaan, seorang dokter perempuan keluar dari ruang IGD.
“Keluarga Nona Ayudia ?” panggil dokter itu.
Alden dan bu Riana langsung berdiri dan mendekati dokter itu.
“Kami keluarganya,” ucap Alden.
“Kita bicarakan di ruangan saya, ya. Mari,”
Ajak dokter yang memiliki nama tertera di jasnya, Aisyah.
Alden dan bu Riana mengikuti langkah Dokter Aisyah ke ruangannya, begitupun dengan Alicia sambil menggendong Baby K yang tengah tertidur lelap. Sedangkan Della tertidur di kursi tunggu, ditemani oleh Matthew.
“Ibu orang tuanya Ayudia?” tanya Dokter Aisyah.
Bu Riana tampak terdiam sebentar lalu menjawab,
“Dia calon menantu saya.”
Tampak seulas senyum muncul dari bibir Alden juga Alicia.
Kata 'calon menantu' itu terdengar begitu indah di telinga Alden. Akhirnya, maminya mau mengakui dan menerima Ayu sebagai orang yang dia cintai.
“Kebetulan kalau begitu. Jadi, tidak akan ada masalah ke depannya,”
Ucap Dokter Aisyah.
“Masalah apa, Dok? Apa yang terjadi?” tanya Alden.
“Begini … benturan keras saat Nona Ayu terjatuh tadi, menyebabkan selaput daranya robek. Bukan pendarahan karena luka terbuka atau sejenisnya, tapi sedikit darah dari selaput dara yang robek.”
“Selaput dara?” tanya Alden.
“Perawan?!”
Pekik Alicia dan bu Riana bersamaan.
Wajah mereka bertiga tampak kaget.
“Nggak salah, Dok?” tanya Alden lagi.
“Bapak calon suaminya, ya?”
Tanya Dokter Aisyah, yang langsung dibalas anggukan cepat Alden.
“Iya, Pak. Tapi tenang saja, walaupun selaput dara Nona Ayu sudah robek tapi dia benar-benar perawan dalam artian belum tersentuh siapa pun,”
Jelas Dokter Aisyah sambil tersenyum.
Bu Riana menyandarkan bahunya ke bangku yang diduduki, masih tak percaya dengan apa yang ia dengar.
Melihat ketiga orang di depannya yang tampak terdiam, Dokter Aisyah mengira mereka kecewa dengan hasil pemeriksaannya. Ia pun melanjutkan penjelasannya.
“Ada beberapa kasus yang seperti ini walaupun jarang terjadi. Selaput dara bisa robek tidak hanya karena hubungan seksual antara perempuan dan laki-laki, bisa karena jatuh atau kecelakaan yang menimbulkan luka di organ intimnya, sehingga menyebabkan selaput daranya robek atau rusak. Kegiatan berkuda, bersepeda atau latihan split juga bisa memicu robeknya selaput dara, hanya saja kerusakannya mungkin tidak sampai dasar seperti saat berhubungan intim. Pada kejadian seperti ini, biasanya kami akan melampirkan hasil visum dan surat keterangan dokter Rumah Sakit. Beberapa orangtua pasien meminta dokumen itu supaya anaknya tidak menemui hambatan jika menikah nanti. Untungnya, dalam kasus ini saya bisa langsung sampaikan langsung kepada calon suami dan keluarga calon mertuanya.”
Alden mengangguk.
“Keadaannya sekarang bagaimana, Dok?” tanyanya.
“Nona Ayu bisa diajak pulang. Saya akan resepkan obat penghilang nyeri, untuk mengurangi sakit dan ngilu yang dirasakannya,” jelas Dokter Aisyah.
“Baik, Dok. Kalau begitu, kami akan membawa pasien pulang,” ucap Alden.
“Terima kasih penjelasannya, Bu Dokter,” kata bu Riana.
“Iya, Pak, silahkan. Sama–sama, Bu,”
Balas Dokter Aisyah sambil tersenyum.
πππ
Ketiga orang itu plus Baby K yang masih terbuai mimpi, keluar dari ruangan dokter. Langkah mereka tertuju pada Ayu yang sudah menunggu di ruang IGD sendirian.
“Ayu nggak pernah cerita mengenai penyebab perceraiannya sama kamu, Al?” tanya bu Riana.
Alden yang masih shock hanya menggelengkan kepala.
“Al nggak pernah memperdulikan masa lalunya Ayu seperti apa Mam, yang Alden tahu dia adalah seorang wanita baik-baik, mandiri, juga tegar. Untuk apa Al tau masa lalu mereka, jika nanti malah bikin Al cemburu,” jawab Alden.
“Mami cuma penasaran, pernikahan macam apa yang ia jalani selama empat tahun? Lalu Della anak siapa?” gumam bu Riana.
“Udahlah Mi, nggak mungkin juga Kak Ayu ceritain masalah seperti itu kepada kita yang belum jadi siapa-siapanya. Menutup aib suami itu wajib. Mungkin itu yang Kak Ayu lakukan sekarang, menutub aib pernikahannya terdahulu. Lagian Mami juga bisa tenang ‘kan sekarang, karena ternyata 'calon menantu' Mami itu masih perawan ting ting,” bela Alicia.
“Whattt ?!”
Suara pekikan kaget, terdengar dari arah belakang mereka berempat. Matthew melongo mendengar perkataan istrinya.
“Jadi tebakanku bener, Hon?” tanya Matthew.
“Hundred percent correct!” jawab Alicia tegas.
“Hushh ... sudah diam, jangan dibahas sekarang,”
Delik bu Riana kesal pada Alicia.
Dalam hatinya ia merasa lega karena wanita yang dipilih anaknya bukan bekas orang lain, tapi di sisi lain ia juga penasaran tentang masa lalu wanita itu.
Selama ia mengenal Ayu sebagai asisten sekretaris Alden, bu Riana akui Ayu adalah wanita mandiri, pintar juga berbakat walau hanya berijasah SMU.
Ia juga gigih dalam menggapai cita-citanya, memilih untuk melanjutkan kuliah demi impiannya. Ia mengenalnya lebih jauh, karena Alicia begitu menyukai masakan gadis itu.
Ia baru mengetahui bahwa setiap pesanan yang dibawakan Alden, adalah hasil olahan tangan Ayu. Dan mereka sering janjian makan siang bersama dengan Sarah, sekretaris Alden.
Ayu juga pernah berkunjung ke rumahnya membawa Della karena undangan Alicia, dari situlah ia mengetahui bahwa gadis itu adalah seorang janda.
Ia tidak pernah curiga bahwa Alden akan menyukai Ayu, apalagi wajah gadis itu mengingatkan seseorang yang dibenci oleh putranya.
Namun kenyataannya, Alden jatuh hati pada Ayu juga Della. Siapa pun akan jatuh hati dengan putri kecil bernama Della, begitupun dengan Alden.
Pertama kali dalam hidupnya ia melihat Alden begitu menyayangi dan peduli pada anak kecil. Bahkan pada keponakan kecilnya, Baby K, dia tidak pernah seperti itu.
Panggilan Daddy yang disematkan Della pada Alden, karena kedekatan antara putranya dan gadis kecil itu.
Alden selalu bersemangat jika menghadiri pertunjukkan bakat Della di sekolahnya.
Dia dengan senang hati akan datang ke sekolah Della sebagai Daddy-nya, tampak menikmati peran sebagai ayah pengganti bagi Della.
Entah ke mana Ayah kandungnya, bu Riana tidak pernah berniat menanyakan itu kepada Ayu.
Alden juga tampak menikmati panggilan itu bahkan jika dia bertemu dengan para penggemar wanitanya ataupun anak klien yang dijodohkan dengannya, dia akan membawa dan menggunakan Della sebagai tamengnya.
Panggilan Daddy cukup ampuh membuat para wanita yang mengejar putra tampannya itu mundur satu persatu, sedangkan dirinya tak mampu berbuat apa-apa dan melarang putranya. Cukup pengalaman di masa lalu ia memaksa Alden menikahi wanita pilihannya, dan berakhir dengan tragis.
πππ
Suasana menuju hotel tempat mereka menginap diliputi kesunyian.
Hari sudah beranjak malam, semua orang tampaknya lelah dan shock atas apa yang terjadi pada hari ini.
Mereka memilih makan malam di kamar masing-masing dan beristirahat.
Bu Riana dan Alden masih berada di kamar Ayu dan Della. Gadis kecil itu kembali terlelap setelah ditemani Alden berbaring di atas ranjang berukuran king size.
Sementara Ayu duduk berdua di ruang tengah, bu Riana memastikan Ayu untuk meminum obatnya. Rasa penasaran yang begitu tinggi membuatnya terus berada di sisi wanita yang dicintai anaknya itu.
“Ayu, apa semuanya terasa berat?”
Tanya bu Riana, sambil membawa kedua tangan Ayu ke dalam genggamannya.
Ayu terdiam. Ia tahu pasti ke mana arah pertanyaan Riana.
Ia sadar bahwa kejadian tadi siang, telah membuka rahasia yang selama ini ia simpan.
Ia tak menyangka bahwa semuanya akan terungkap di depan keluarga Alden, pria yang beberapa tahun gencar mendekatinya dan telah menyatakan perasaannya kepadanya.
Bu Riana kembali mengeratkan genggamannya, satu tangannya bergerak menyentuh pipi Ayu dengan lembut.
Ayu terkejut dengan perlakuan wanita paruh baya di hadapaanya. Ia merasakan kehangatan yang sudah hilang dari hidupnya, kehangatan seorang ibu.
“Bagaimana kamu bisa melalui pernikahan semacam itu, tanpa disentuh sama sekali? Dan kenapa kamu harus membesarkan anak yang bukan darah dagingmu?” tanya bu Riana lagi.
Mata bu Riana menatap ke dalam mata Ayu, yang masih diam terpaku mendengar pertanyaan dari bibirnya.
Wanita itu bisa melihat mata penuh kesedihan dan luka dari dalam mata Ayu, dan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata indah itu.
“Apa semuanya terasa sangat berat?” ulang Riana.
“Semuanya sudah berlalu, Tante. Tak ada lagi yang perlu diingat,”
Jawab Ayu pelan.
Kedua tangan Riana langsung menarik bahu Ayu, membawanya ke dalam pelukannya. Tangannya yang sudah berkerut menua, mengelus rambut Ayu juga menepuk-nepuk pelan punggungnya.
“Mulai saat ini panggil Mami, jangan Tante lagi. Ceritakanlah semuanya pada Mami, jangan tanggung semuanya sendiri. Sekarang kamu punya Mami, Alden, Alicia, Matthew yang akan selalu menjaga dan menyayangi kamu,” ucap bu Riana.
Air mata Ayu mengalir dari kedua sudut matanya.
Pelukan bu Riana terasa menghangatkan hatinya, sama seperti pelukan mendiang sang ibu.
Sudah lama ia ingin merasakan pelukan dan usapan lembut seorang ibu, yang akan menghibur dirinya saat sedih dan menguatkan dirinya saat jatuh terpuruk.
Bu Riana melepaskan pelukannya lalu memandangi wajah Ayu yang bersimbah air mata. Jemarinya menghapus lelehan air mata yang ada di pipi putih Ayu.
“Apakah itu juga yang membuatmu menolak lamaran Alden? Kamu masih takut untuk kembali menikah?” tanya bu Riana.
Ayu dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Bukan itu, Mam. Ayu tahu suatu hari nanti pasti akan menikah lagi, tapi Ayu masih butuh waktu. Masih banyak keinginan yang belum Ayu raih dalam hidup ini. Dan mengenai Della, dia tetap anak Ayu terlepas dari siapa pun orang tua kandungnya. Karena hanya itu yang putriku ketahui,” jawab Ayu.
“Apakah kamu mencintai putraku?” tanya bu Riana.
Wajah Ayu merona. Ia menundukkan wajahnya.
Ayu tidak berani memberi harapan, pada pria yang telah membantu banyak dirinya saat tertatih mengumpulkan kembali serpihan hidupnya.
Pria baik hati dengan senyuman yang mampu membuat hati Ayu berdebar, yang juga telah mencuri perhatian putrinya, menjadi sosok 'Ayah' untuk Della.
“Maafkan Ayu yang belum bisa menjawab perasaan Alden. Selama ini saya selalu merasa nyaman jika bersamanya. Saya hanya perlu waktu menelaah perasaan ini, agar pernikahan saya nantinya akan menjadi pernikahan yang terakhir,” balas Ayu.
Sesosok tubuh besar melingkupi tubuhnya dari belakang, memeluknya hangat.
“Aku akan selalu menunggu, sampai kamu bisa menyadari bahwa perasaanku selama ini tulus untuk kamu. Bukan karena iba dan kasihan seperti yang kamu pikirkan,” ucap Alden.
Tubuh Ayu menegang menerima pelukan tiba-tiba dari Alden.
Sudah lama ia tidak pernah berinteraksi dekat dengan lawan jenis, membuat tubuhnya kaku terdiam.
Bu Riana memukul pelan lengan Alden yang melingkari tubuh Ayu.
“Hush, belum sah belum boleh peluk-peluk kayak gitu. Katanya mau nunggu, tapi main nyosor aja,” sergah bu Riana.
Alden melepas pelukannya pada Ayu.
Ia turun dari sofa tempat mereka mengobrol, lalu berlutut di depan Ayu dan menggenggam kedua tangannya erat.
“Walau aku rela menunggumu, tapi aku tidak akan membiarkan dirimu lepas dari diriku. Maukah kamu jika kita bertunangan terlebih dulu? Supaya semua lelaki di dunia ini tahu, bahwa kamu telah menjadi milikku,” tanya Alden.
Jantung Ayu berdebar kencang. Terkejut dan gugup menjadi satu.
Tak disangka pria ini akan kembali 'meminta' dirinya untuk menjadi miliknya di depan ibunya. Hatinya kembali ingin menolak, tapi tubuhnya menginginkan untuk menerima, karena ia sadari saat bersama pria itu ada rasa aman dan nyaman, yang membuatnya tenang jika bersamanya.
Ayu mengangguk.
“Aku mau. Semoga aku bisa menghilangkan semua keraguan itu tanpa bekas. Kumohon, bersabarlah padaku,” jawab Ayu.
Bersambung
No comments:
Post a Comment