Saturday, September 26, 2020

Bagai Rembulan 01

BAGAI REMBULAN
SERI 01

 By : Tien Kumalasari

Anandayu berjalan ke luar dari kampus, menyusuri rimbunnya tumbuhan disekelilingnya, menghirup wangi daun-daun, dan menikmati warna- warni bunga bermekaran di sore itu.  Kampus sudah sepi. Hanya satu dua orang bersepeda motor meluncur pulang, dan terkadang  menyapa Dayu yang berjalan sendirian.

“Yuk... mau bareng?” Seseorang menawarkan bocengannya.

“Eh... nggak, terimakasih,” jawab Dayu ramah.

Dayu ingin terus berjalan, menikmati udara sore yang terasa nyaman. Angin nakal terkadang menerbangkan anak rambut yang kemudian melambari dan terjurai dikeningnya. Dayu menyibakkannya sambil terus melangkah. Ia menyukai alam sore yang membuatnya tenang. Didalam angannya mulai tertorehkan kata-kata indah yang nanti akan ditulisnya pada selembar kertas, sebelum disimpannya  di dalam laptopnya.

Sekarang ia menyusuri anak sungai  yang mengalir dengan riak-riak kecil. Dayu berhenti sejenak, mengamati bayangan wajahnya yang berpendar-pendar, menampakkan pemandangan lucu yang membuatnya tersenyum.  Angannya melayang ke arah wajah tampan yang beberapa hari lalu mengucapkan selamat berpisah karena harus melanjutkan studynya di luar negeri. Ditepi sungai kecil itulah pertemuannya yang terakhir. Wajah tampan itu membuat rindu menyesak dadanya, tapi sebenarnya ia meragukan kata-katanya.

“Hm... anak orang kaya, mengapa menaruh perhatian begitu besar padaku? Bukankah aku anak orang biasa, sederhana dan tak memiliki kelebihan yang patut dibanggakan?” Gumam Dayu sambil melemparkan kerikil kecil ke dalam anak sungai bening itu, dan membuat bayangan wajahnya tampak terburai aneh.

“Dayu, bukan hanya karena kamu cantik maka aku suka sama kamu, tapi karena kamu sederhana dan baik. Jarang ada yang sepertimu  diantara teman-teman gadisku yang lain. Kamu istimewa, kamu akan membuat hatiku tertinggal disini ketika aku pergi nanti.”

Dayu menatap priya tampan bermata tajam itu tak berkedip. Ada desir-desir halus merayapi hatinya. Apakah itu bahagia? Dayu tak mengerti, tapi debaran-debaran yang tak seperti biasanya membuatnya gemetar. Apalagi ketika Aliando, laki-laki tampan itu meraih tangannya dan mengecupnya lembut. Aduhai, ketika itu angannya serasa terbang. Adakah perempuan menolak laki-laki setampan itu? Tapi Dayu kembali meragukan apa yang dikatakannya. Setelah Liando jauh, lalu bertemu dengan gadis-gadis cantik yang lain, gadis indo bermata biru berambut pirang dan...

Tiba-tiba Dayu melihat bayangan lain berdiri dibelakangnya. Dayu terkejut, lalu membalikkan tubuhnya.

“Hai, cantik, mengapa termenung sendiri disini?”

Dayu tak memperdulikan sapaan itu. Ia kemudian melangkah pergi dari sana, secepatnya. Tapi langkah kecil itu seperti mengejarnya.

“Tunggu dong cantik, sombong sekali sih. Yuk pulang bareng...” katanya sambil menunjuk mobil sport yang diparkir tak jauh dari sungai itu.

“Tidak, terimakasih,” kata Dayu sambil terus melangkah.

“Ayo dong Dayu, kenapa sih, bukankah naik mobil lebih nyaman daripada berjalan kaki?” 

Dan kali itu laki-laki itu dengan berani menarik tangan Dayu.

“Aku bilang tidak, ya tidak.” Kata Dayu ketus sambil mengibaskan tangan laki-laki itu.

“Aku tidak akan melepaskan kamu, sombong. Kenapa sih? Aku cuma ingin pulang bareng sama kamu.”

“Tidak Anjas, tolong lepaskan tanganku,” kata Dayu lebih pelan, agar laki-laki itu mau melepaskan tangannya.

Laki-laki itu Anjasmara, berwajah tampan tapi mata jeranjang. Banyak gadis dipacarainya kemudian ditinggalkannya begitu ada yang lebih menarik hatinya. Berkali-kali Anjas mendekatinya tapi Dayu tak pernah mengacuhkannya.

Dayu  meronta, tapi cengkeraman laki-laki gagah itu terlalu kuat.

“Lepaskan !!” Dayu terus meronta.

Tiba-tiba terdengar sebuah sepeda motor mendekat, lalu langkah cepat mendekat, dan dengan sebuah ayunan tangan, ia menghantam Anjas.

“Aauugh !!”

Dan pegangan tangannya terhadap Dayu terlepas.

“Adit !! Beraninya kamu menyakiti aku.” Kata Anjas sambil mengelus pipinya yang kemerahan.

“Jangan sentuh adikku, kalau kamu tak ingin aku menghajarmu!!”

“Aku tidak takut sama kamu, brengsek !!”

“Kamu yang brengsek!!”

Lalu Anjas bergerak untuk membalas perlakuan Adit.  Tangan kanannya terayun dan siap menghantam pelipis Adit, namun Adit sudah siap mengelak, dan elakan itu membuat Anjas jatuh tersungkur.

*“Maaas, sudah mas.. sudaaah...!”* Teriak Dayu ketakutan melihat Kakaknya berantem dengan Anjas.

Aditya adalah Kakaknya. Dayu tak tahu kalau Kakaknya belum pulang. Mereka kuliah di Universitas yang sama tapi beda jurusan.

Anjas bangkit, mengusap wajahnya yang berdarah, bukan karena pukulan Adit, tapi karena teraantuk batu.

Adit menunggu, siap kembali bertarung. Tak ada yang ditakutinya. Matanya merah, semerah mata lawannya, karena keduanya dibakar oleh amarah.

Dayu menubruk Kakaknya,  manariknya agar menjauh. Tapi kesempatan itu dipergunakan oleh Anjas untuk menghantam tubuh Adit.

*Bukk!!!*

Adit terhuyung dengan Dayu masih dalam pelukannya. Kemarahannya memuncak,  didorongnya Dayu ketepi dan dengan kedua tangan terkepal dia menghantam Anjas. Sebelah tangan Anjas menahan hantaman itu, tapi kembali dia terhuyung dan jatuh.

“Mas Adiiit, ayo pergi, jangan hiraukan mas...” Dayu kembali menarik tangan Kakaknya. Anjas berusaha bangun, Adit mendekatinya.

“Sekali lagi kamu mengganggu Dayu maka kamu akan berhadapan dengan aku!!” hardiknya. 

Kemudian membalikkan tubuhnya, menarik adiknya agar naik di boncengan motornya, lalu membawanya pergi dari sana.

Anjas bangun dengan susah payah. Ia mengusap darah diwajahnya, lalu melangkah ke arah mobilnya. Jelas amarah itu masih dibawanya, tapi dia mengakui bahwa dirinya tak sekuat Aditya.

*****  

Sesampai di rumah Adit mengomeli adiknya.

“Mengapa kamu pulang sendiri? BIasanya kamu menunggu aku.”

“Aku tak tahu kalau kamu masih ada di kampus, lagipula aku ingin berjalan-jalan ditepian sungai itu.”

“Anjas itu bukan orang baik.”

“Ya aku tahu.”

“Kalau sekali lagi melihat kamu berjalan sendirian dia pasti akan mengganggu kamu !”

“Iya aku tahu.”

“Aku tahu... aku tahu...” kata Adit sambil menjewer kuping adiknya.

“Aaaauuw... Mas Adiiit Buuuu..” teriak Dayu.  

Tapi keduanya tak ingin mengatakan apa yang terjadi tadi kepada Ibunya.

Ibunya yang mendengar hanya tersenyum saja tanpa memperdulikan keduanya. Sudah biasa kedua anak itu bertengkar, tapi tak lama kemudian sudah rukun dan saling memeluk dengan manis.

“Sudah... segera mandi, dan jangan biarkan Ibu mencium bau asam  dari badan kalian.”

“Mas Adit  Bu...marahin dong.”

“Manja!!” ejek Adit sambil lebih dulu lari ke kamar mandi.

“Dayuuu... tolong handuk akuuu!” teriaknya dari dalam kamar mandi.

“Ogaaah!!” Teriak Dayu dengan sengit.

“Dayuu...sayaaaang...” Teriak Adit lagi.

Dan Dayupun mendekat sambil membawakan handuk Kakaknya.

“Terimakasih, sayang”

“Weeeekk!!  Dayu membalikkan tubuhnya setelah memeletkan lidahnya dan membuat Kakaknya tertawa geli.

*****

Sepulang kuliah, Adit melihat Anandayu adiknya sedang mengotak-atik sesuatu disebuah kertas. Rasa usilnya timbul. Tiba-tiba ia menarik kertas yang penuh coretan tangan Dayu.

Dayu terpekik kaget, lalu mengejar Kakaknya yang lari menjauh sambil membawa kertas miliknya.

“Mas Adiiittt...!” Teriaknya kesal.

Adit hanya terkekeh senang, lalu masuk ke dalam kamar, dan membaca coretan yang dibuat adiknya keras-keras, sehingga terdengar dari luar kamar.

Menunggu datangmu

Bukan dibawah kamboja seperti pesanmu

Diantara daun dan pepohonan perdu

Diantara wangi kembang merah dan ungu

Kubisikkan dengan lembut melalui angin lalu

Hei.. apa kabarmu?

Rinduku merebak memenuhi kalbu

Kapan kau datang, cintaku...

“Maaaasss!!! Mas Adiiit !!
Teriak Dayu, hampir menangis.

Saat itulah terdengar sepeda motor memasuki halaman. Dayu berlari ke depan, merangkul Ayahnya dengan terisak.

“Ada apa ini?”

“Mas Adit Bapak...” katanya sambil menunjuk ke arah kamar. Dan saat itu juga Adit ke luar sambil mengacungkan sebuah kertas sambil tertawa-tawa.

“Adiiit, kamu selalu mengganggu adikmu ya!” tegur Ayahnya.

“Bapak... bapak tahu tidak, Dayu sedang jatuh cinta,” kata Aditya sambil tertawa-tawa.

“Bohong Bapak... bohong!” pekik Dayu sambil merebut kertas itu.

“Haa, benarkah anak Bapak jatuh cinta?” kata Tikno sambil tertawa dan menatap lucu kepada anak gadisnya.

“Bapak jangan percaya... dia sukanya mengganggu saja, Bapak.”

“Lha itu buktinya, coba Bapak baca puisi yang dibuatnya,” kata Adit tak mau kalah.

“Bohoong... bohoong... !!”

“Ya sudah... ya sudah... kalaupun iya juga nggak apa-apa kok, anak-anak Bapak sudah dewasa, hanya... jatuh cinta itu jangan sampai mengganggu proses belajar kalian. Kuliah dulu dengan baik, pelihara cinta itu, dan biarkan nanti berlabuh di muaranya.”

“Hm... rupanya Bapak juga puitis, pantas Dayu juga suka menulis puisi.”

“Ah... kamu ini. Sudah sana, jangan suka mengganggu adikmu dong Adit.”

Dayu meleletkan lidahnya mengejek Kakaknya, ketika mendengar ayahnya membelanya.  Adit ingin mengejarnya tapi Dayu bergayut pada lengan Ayahnya.

“Ih, kolokan, manja!!” gerutu Adit.

“Ada apa ini, Bapaknya pulang kerja kok disambut dengan suasana bertengkar begini?” kata Ibunya yang tiba-tiba muncul dari belakang.

“Itu Bu, Mas Adit... mengganggu saja..”

“Siapa? Aku kan hanya membantu membaca puisi kamu, puisinya orang jatuh cinta,” Adit masih terus menggoda adiknya.

“Adiit, kamu itu lho.“

“Biarkan saja Bu, aku suka rumah ini rame dengan seloroh anak-anak.” Kata Tikno sambil merangkul kedua anaknya dikiri kanannya. Keduanya menggelendot manja, tapi saling melongok sambil saling meleletkan lidahnya. Surti tersenyum, lalu beranjak ke belakang untuk menyiapkan teh hangat bagi suaminya.

*****  

Anandayu seorang gadis cantik anak kedua dari pasangan Tikno dan Surti. Dia pintar dan lembut hati. Punya hobi bikin puisi. Ia kuliah di jurusan sastra, sesuai kesukaannya. Kakaknya, Aditya, kuliah di jurusan tehnik. Dia gagah dan ganteng, sangat mengasihi adiknya, tapi terkadang kelihatan bahwa ia punya watak temperamen. Hanya Ayah dan Ibunya yang bisa meluruhkan hatinya.

Mereka hidup bahagia dalam satu keluarga yang damai dan penuh kasih sayang.

Karena banyak waktu senggang, setelah anak-anaknya masuk sekolah, Surti mengisi waktunya dengan masak memasak untuk memenuhi pesanan. Ia suka, walau sedikit bisa untuk menambah uang belanja. Apalagi kedua anaknya sudah masuk kuliah.

“Dayu, puisimu bagus sekali, Ibu suka membacanya.”

“Benarkah Ibu suka? Dayu memang sering corat-coret begini, tapi Mas Adit selalu mengejek... sebel deh!” Kata Dayu sambil cemberut.

“Jangan hiraukan Kakakmu, dia memang suka mengganggu, tapi dia sayang banget sama kamu.”

“Iya sih Bu.”

“Benarkah kamu sedang jatuh cinta?” 

Dayu mengangkat wajahnya, menatap Ibunya sambil tersenyum malu.

“Apakah puisi selalu merupakan tumpahan isi hati?”

“Terkadang iya, terkadang tidak.”

“Dayu hanya suka merangkai  kata-kata indah.. dan itu belum tentu mengutarakan isi hati Dayu.”

“Nggak apa-apa Nak, kalaupun jatuh cinta itu kan wajar, kamu sudah dewasa. Hanya saja pesan Ibu, kamu harus bisa menempatkan cinta itu ditempat yang baik.”

“Baik itu maksudnya bagaimana Bu?”

“Baik itu, bersih dan jangan ternodai. Apalagi kamu seorang gadis, jaga jiwa raga kamu seputih melati, bersih dan wangi.”

Dayu tersenyum.

“Ibu juga puitis seperti Bapak.”

“Ibu ini biasa saja Nduk, Ibu tidak berpendidikan tinggi seperti Bapak. Ibu hanya lulusan SMP, jadi tidak pintar seperti Bapak atau kaiian.”

“Bagi Dayu, Ibu adalah wanita yang pintar, istri yang baik. Dan Ibu yang penuh kasih sayang, Ibu yang tak ada duanya..” Kata Dayu sambil memeluk Ibunya.

“Tuh, kan..  kalau deket Ibu pasti langsung kelihatan manjanya..” 

Tiba-tiba Adit muncul sambil mengcak-acak rambut adiknya.

“Iih.. Mas Adit, “

Surti memelototi anak laki-lakinya yang memang usil terhadap adiknya. Yang dipelototi  merangkapkan kedua tangannya dan berlalu. Surti geleng-geleng kepala sambil tersenyum bahagia.

*****  

Dayu berada dalam kamarnya. Ia mengunci pintunya karena ada pesan singkat yang ia tak ingin siapapun mengetahuinya, apalagi Kakaknya yang usil itu. Dayu membuka ponselnya. Emotition berbentuk jantung mengawali pesan singkat itu.

_“Apa kabarmu cantik?”_ 

Dayu tersenyum senang.

_“Aku baik-baik saja, ganteng, bagaimana dengan dirimu?”_ Balas Dayu.

_“Aku menrindukan kamu.”_

_“Iiih... kebiasaan deh.”_

_“Itu benar.. apa kamu tidak rindu sama aku?”_ 

_“Hm... kasih tahu nggak ya...”_ 

Dayu menggoda kekasihnya.

_“Kasih tahu dong... aku cubit kalau nggak dikasih tahu.”_

_“Coba aja...kalau bisa...”_

_“O.. bisa dong, nanti malam aku akan datang dalam mimpi kamu.”_

_“Wouuw.. serem ih..”_

_“Biarin, yang nyenengin tuh yang serem-serem.. tahu.”_

_“Nggak, aku nggak tahu..”_

_“Nanti kamu akan tahu..“_

Begitu asyiknya Dayu berbincang dan bercanda melalui pesan singkat dengan Liando sampai tak mendengar pintu kamarnya diketuk berkali-kali.

“Dayu... Dayu... apa kamu sudah tidur?”

Ketukan yang ke sekian kalinya barulah menyadarkan Dayu.

_“Besok disambung lagi ya, aku juga rindu sama kamu,”_ 

Pesan singkat penutup itu  menjawab pertanyaan Liando sebelumnya.

Dayu turun dari pembaringan dan membuka pintu.

“Kok pakai dikunci segala sih kamarnya? O, aku tahu, pasti lagi telponan sama pacar ya,” goda Adit sambil menarik tangan adiknya.

“Iih, sok tahu deh.”

“Ditungguin makan malam tuh.. Ibu mengira kamu tertidur, tapi tidak, masa orang tidur matanya bisa sebening itu?” 

Goda Adit disepanjang langkah mereka ke ruang makan.

Dayu tak menjawab, wajahnya cemberut.

“Jelek ih kalau cemberut begitu,” goda Adit tak henti-hentinya sampai mereka duduk dihadapan Ayah Ibunya.

“Bapaaaak, Mas Adit tuh..”

“Kolokan, manja...!”

Tikno dan Surti hanya tersenyum melihat ulah kedua anaknya.

“Oh ya Dit, besok kamu pulang kuliah jam berapa?”

“Besok nggak ada kuliah Bu, ada apa?”

“Ada pesanan snack dari Bu Indra, hanya 50 kotak sih, tapi harus dikirim sorean, kamu bisa mengantar?”

“Bisa dong Bu, biar nanti Adit antarkan.”

“Aku ikut lho Mas...” sela Dayu.

“Kamu juga libur kuliah?”

“LIbur Bu, biar nanti Dayu membantu Ibu bikin kue-kuenya.”

“Syukurlah kalau begitu, jadi Ibumu ada yang membantu,” kata Tikno.

“Aku juga bisa membantu lho Pak..” sambung Adit.

“Bantu ngicipin tuh kalau kamu.”, seloroh Dayu.

“Enak aja. Bisa ya Bu?”

“Iya.. iya, anak-anak Ibu pasti bisa membantu.”

*****  

Sore itu, dengan memboncengkan Dayu, Adit membawa 50 kotak snack pesenan Bu Indra. Adit dan Dayu senang karena lama tidak bertemu Naya dan Yayi  adiknya.

Di sebuah belokan, tampak sebuah mobil berhenti, dan salah seorang mengotak- atik mesinnya.

Karena kasihan, Adit berhenti dan bermaksud menolong. Ia meninggalkan Dayu yang menenteng tiga bungkusan besar kotak snack pesanan itu.

“Ada yang bisa dibantu Mas?” tanya Adit.

Bukannya menjawab, orang itu membalikkan tubuhnya dan tanpa berkata apa-apa langsung mengayunkan tangannya ke wajah Adit, dan membuatnya terpelanting.

“Oooh... Mas Adit!!!"

Seorang laki-laki muda tampan turun dari mobil itu, mendekati Adit dan memukuli wajahnya berkali-kali, dibantu oleh seorang temannya yang tadi pura-pura memperbaiki mesin mobil dan memukulnya pertama kali.

Dayu berteriak-teriak, dan tiba-tiba seorang laki-laki tua dengan tongkat penopang tubuhnya, menyabetkannya ke tubuh salah seorang dari mereka, dan membuatnya terpelanting sambil mengaduk kesakitan.

*****  

Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER