Part 13
A SURROGATE MOTHER
( CINTA SEORANG IBU PENGGANTI )
“Kau tahu, Dad? Awalnya aku pikir aku jatuh cinta pada Kirana.” Tak biasanya Rayyan menceritakan isi hati pada sang ayah. Mereka tengah menikmati sore dengan memberi makan ikan koi di kolam belakang rumah.
William terdiam, lalu menatap remaja itu dengan seksama.
“Tapi, saat tahu Om Wildan naksir dia ... eh seneng banget. Om Wildan orangnya baik, meski sempat mikir ... seru kali kalo Teh Kirana nikah sama ayah terus jadi ibu aku hehe,” canda Rayyan.
William tersenyum miris sembari melemparkan pakan ke kolam yang disambut puluhan koi warna merah, kuning dan putih.
“Ada yang bilang kami mirip, makanya kupikir kami jodoh," lanjut Rayyan, "tapi dia ketuaan buat aku."
William menarik napas panjang, “Rayyan, mungkin sudah saatnya kau tahu satu hal.” Seraya menatap putranya, “bacalah tentang surrogate mother. Nanti malam kita akan membahasnya dengan mommy,” tutup William, dia berdiri dan meninggalkan Rayyan yang mengerutkan alis.
Awalnya Rayyan tak terlalu penasaran dengan apa yang disampaikan ayahnya barusan. Karena itu dia tetap melemparkan pakan ke kolam. Namun setelah beberapa menit, rasa penasarannya datang. Dia membuka iPhone dan mencari tahu apa itu Surrogate mother atau ibu pengganti.
Surrogate mother atau ibu pengganti adalah wanita yang mengikat janji atau kesepakatan (gestational agreement) dengan pasangan suami-istri. Intinya, ibu pengganti bersedia mengandung benih dari pasangan suami-istri, dengan menerima suatu imbalan tertentu.
Praktik ibu pengganti dan sewa rahim bukanlah hal yang baru. Teknologi yang dipakai untuk praktik surrogate mother diciptakan oleh Robert G. Edwards. Ia adalah pria berkebangsaan Inggris, yang bersama rekannya, Patrick Steptoe, mengembangkan teknologi bayi tabung pada tahun 1969. Dengan secepat kilat, metode ini diterapkan oleh masyarakat Eropa, dan makin populer pada awal tahun ’70-an. Persisnya setelah program acara BBC menayangkan liputan tentang bayi tabung yang dilakukan dua ilmuwan tersebut.
Antara tahun 1976 hingga awal 1988, di Amerika Serikat (AS) dan Eropa begitu banyak pasangan yang menyewa rahim ibu pengganti. Pada kurun waktu tersebut tercatat 600 anak-anak lahir dari hasil penyewaan rahim, walaupun nyatanya di saat itu pemerintah AS belum pernah membuat aturan yang baku.
Ada hubungan yang saling menguntungkan, itulah hal yang menjadi landasan mengapa surrogate mother banyak diminati. Bukan saja hambatan reproduksi calon ibu yang terselesaikan masalahnya, sewa rahim membawa keuntungan finansial bagi wanita-wanita yang memerlukan tambahan uang.
Tidak hanya itu, Rayyan juga membaca bahwa di Indonesia praktik ini dilarang dan diharamkan agama. Meski di beberapa negara telah melegalkannya.
Rayyan menautkan kedua alisnya, lalu berjalan penuh rasa penasaran menuju kamar sang ayah. Namun dia tidak disana. Pelayan mengatakan ada di ruang perpustakaan. Dengan cepat dia menuju ruang baca dan mengetuk pintu perlahan. Setelah ada perintah masuk, segera dia dorong pintu besar itu dengan rasa tidak sabar.
“Apa Dad ingin mengatakan, bahwa aku terlahir dengan proses ini? Lalu siapa ibu pengandungku?” rentetan pertanyaan keluar dengan spontan dari bibir mungilnya, “apa dia Kirana? Kenapa kau tahu bahwa dia memiliki kekasih bernama Rega di masa lalu? Kenapa kalian tampak kenal baik? Dan kenapa ... aku begitu nyaman bersamanya? Apa karena aku pernah berada di rahimnya?”
Rayyan tak memberikan jeda dari setiap pertanyaan yang dia lontarkan. Bahkan napasnya tampak cepat dan sorot mata sedikit basah.
Willliam menatap Rayyan dengan lekat, lalu menyentuh kedua pundak rapuh itu.
“Semua pertanyaanmu, jawabannya adalah ... ya.” William menarik putranya ke dalam pelukan, lalu mendekap dengan erat. Berharap sang putra dapat merasakan cinta tulus darinya.
“Kurasa sudah saatnya kamu tahu semua ini, tapi kumohon, nak. Jangan benci daddy-mu ini. Meski dad sadar, Tuhan seolah menghukum dad karena abai padamu, dan mengembalikanmu pada Kirana.” William mendekap erat Rayyan yang menatap kosong penuh kegamangan.
“Kau serius, dad?” tanya Rayyan dengan suara hampir tak terdengar. Dan dijawab anggukan oleh William, kemudian keduanya berjalan ke sofa. Saling menatap satu sama lain.
Cerita pun dimulai, bagaimana kisah cinta dia dan Anna bermula. Hingga menikah dan kehilangan anak pertama mereka. Rahim Anna diangkat separuh, hingga menyisakan dinding rahim dan juga indung telur yang dapat terus memproduksi sel telur. Beruntung kedua indung telur itu masih berfungsi baik, hingga tidak diangkat dan tetap memproduksi hormon ergesteron, dan hormon lain yang berhubungan dengan kewanitaan. Yang menjadikan sang istri tetap memiliki hasrat untuk berhubungan intim, menstruasi dan harapan untuk memliki anak dengan cara menyewa rahim.
William tidak menceritakan detail tentang proses fertilasi yang terpaksa menggunakan sel telur asli milik Kirana. Yang menjadikan dia sebagai anak kandung sekaligus anak biologis ibu yang mengandungnya. Dia belum siap untuk membuka kesalahannya di masa lalu, karena takut kehilangan putranya.
“Dad, boleh aku menemui Kirana dan mengatakan aku senang sekali mengetahui ini? Tapi ... aku takut mommy terluka, meski dia memang tidak pernah peduli padaku, tapi dia tetap ibu asliku iya kan?”
Lagi, William dibuat tertegun dan kesulitan menjawab. Dia memang berencana memperbaiki hubungan buruk dengan sang istri agar kembali harmonis.
“Kita akan mengatakan ini pada mommy, bahwa kau sudah tahu. Dan kau harus tunjukkan kau menyayangi dia.” William mencoba bijak.
Rayyan sepakat dan langsung memeluk ayahnya dengan erat, “I love you, Dad," bisiknya
***
Ternyata Anna pulang larut semalam. Rayyan telah tertidur ketika dia tiba, namun William telah menceritakan semuanya.
“Aku ingin kita berubah, Ann. Aku ingin kita lebih dekat pada Sang Pencipta.” William menatap sang istri yang tampak terkejut.
“Will, aku tidak mengerti maksudmu. Kau tidak menyuruh aku berhijab kan? Maksudku ... kita cukup bersikap baik tidak menyakiti orang lain, tidak mencuri dan membunuh, tidak harus fanatik dengan penampilan.” Anna sepertinya masih enggan memperbaiki diri.
“Aku tidak akan memaksa, tapi aku akan mencari guru mengaji agar aku bisa belajar bersama Rayyan.” Tentu dia berharap sang istri akan turut serta nantinya.
“Terserah kalian,” jawab Anna, “kalian jadi fanatik gara-gara si Kirana ya? Duh, jangan-jangan kalian di brainwash kaya teroris nanti.”
“Anna ..., sejak kapan kamu jadi terkena islamphobia seperti ini? Ayolah, jika tidak mau belajar ya sudah, jangan mengatakan yang tidak-tidak.”
Anna langsung memunggungi sang suami yang masih ingin berdiskusi dengannya. William menyerah, dia mencoba memejamkan mata. Meski bayangan kebersamaan Wildan dan Kirana terus mengusiknya.
Sementara Kirana tak juga sulit memejamkan mata malam ini, dia masih gugup dan tidak menyangka dengan keputusan Wildan. Dia membuka ponsel dan memandang layar chat whatsapp dengan Wildan. Ada rasa gugup ketika harus berdialog dengan pria yang menyatakan siap menikahinya tersebut.
[Mas, sudah tidur? Mau tanya sesuatu.]
Tulisnya dengan sedikit gemetar. Tampak satu centang hitam di layar, lalu dua. Dan tak lama berubah jadi biru. Dia segera menarik napas dalam.
[Belum, ada apa? Pentingkah?]
[Bukan apa, takut jadi kebiasaan kita chat. Menjurus lebih jauh bisa bahaya (emoji senyum)]
Balasan Wildan membuat Kirana tersenyum dan semakin takjub.
[Iya, Cuma mau memastikan alasan Mas Wildan bersedia nikahin aku. Mas tahu kan, masa laluku. Bahkan ... anak itu, anak yang aku kandung, telah diketahui keberadaannya.]
Balas Kirana lebih panjang. Lama, tak ada balasan dari Wildan, hanya dibaca. Lalu tampak sang lawan chating sedang mengetik.
[Awalnya memang masih ragu, tapi saat ketemu dan menatap kamu kemarin ... jadi semakin yakin. Tuh kan jadi menjurus pengen gombalin kamu hehe.]
Membaca balasan Wildan, wanita yang tengah galau itu jadi tersenyum.
[Ya sudah, maaf tadi sempat ragu ya. Assalaamu’alaikum.]
Tutup Kirana, dia juga tidak mau jadi makin keranjingan ngobrol, dan benar lama-lama jadi makin mengumbar syahwat. Mereka ingin menjaga hubungan hingga benar-benar halal.
Setelah ada kelegaan di hati, Kirana mencoba kembali memejamkan mata. Kini, yang terbayang adalah William dan candaan-candaan dia beberapa hari ini.
“Ya Rabb, jangan bikin aku galau begini. William pasti hanya bercanda, dia masih menyamakan aku dengan yang dulu. Lagipula dia sudah beristri,” gumamnya sambil menekan kepalanya ke bantal. Berharap kantuk melenyapkan kegelisahnnya.
Wildan sendiri sesungguhnya spontan menyatakan itu setelah menyadari ada pria lain yang mengincar wanita yang sedang dia dekati. Entah kenapa dia cemburu ketika melihat William selalu memperhatikan gerak gerik Kirana, bahkan jelas menyimpan rasa terlihat dari sorot matanya. Saat itu dia yakin merasa cemburu, dan kecemburuan itu dia anggap sebagai jawaban bahwa dia masih mengiginkan Kirana sebagai istrinya. Maka terjadilah kalimat spontan itu.
Bahkan lusa, dia akan melamar secara resmi pada Paman Kirana yang merupakan wali pengganti Abah yang telah tiada. Rencana itu dia katakan tadi pada orang tuanya selepas kembali dari rumah Kirana. Abi dan Ummi tentu senang Wildan tidak lagi ragu, mereka melihat Kirana sebagai wanita baik-baik dan taat. Mereka belum tahu masa lalu Kirana, karena Wildan memilih tetap merahasiakannya.
***
Baru saja Kirana berniat memejamkan mata, pesan masuk ke whatsapp membuatnya menoleh dan membaca nama Rayyan disana.
[May i call you, mama?]
Rasa kantuknya seketika lenyap, dia menekan tombol call di ponsel. Tak lama suara Rayyan terdengar memberi salam.
Setelah menjawab salam, Kirana langsung pada fokus bahasan, “Kamu sudah tahu?” tanyanya serius.
“Iya, Dad memberitahuku tadi sore. Dan kau tahu? Aku senang sekali,” jawabnya dengan suara renyah.
“Tapi permintaanmu ...,”
“Aku tahu, itu tidak akan aku lakukan. Kau masih gadis di hadapan banyak orang. Akupun akan menjaga nama baikmu.” Rayyan terdengar bijaksana, “tapi ... tahu tidak? Aku jadi malas bertemu mommy,” lanjutnya pelan.
“Rayyan, aku ibu yang mengandungmu. Tapi dia ibumu, kau harus tetap bersikap baik dan berbakti padanya. Jangan malah jadi durhaka dengan bersikap seperti itu.” Kini Kirana lebih leluasa menasehati anak itu. Terlebih respon Rayyan justru bahagia bukan kecewa saat tahu dia yang telah mengandungnya selama kurang lebih sembilan bulan.
“I’ll try,” katanya pelan.
“Sekarang tidur, besok kau sekolah. Aku juga ngantuk.” Kirana mulai menguap dan menutup mulutnya segera.
“Hmm, apa Om Wildan tahu? Aku juga akan senang artinya dia jadi papa aku juga kan kalau kalian menikah?”
Kirana kembali tertegun, dia jadi gamang kembali. Haruskah Wildan tahu bahwa anak yang pernah ada dalam rahimnya adalah Rayyan?
“Aku akan pikirkan dulu, sekarang tidur saja dulu ya.” Kirana mengakhiri obrolan, lalu menaruh ponsel dan menatap kosong. Semakin hari semakin rumit.
Dia tak pernah menyangka keputusan yang dia ambil di masa lalu dengan mudah, justru menjadi masalah besar di kehidupan saat ini. Bahkan sangat rumit. Dia kembali beristighfar, memohon petunjuk pada Allah SWT, karena hanya Dia sebaik-baiknya Penolong dan tempat mengadu.
"Ya Rabb ... kenapa jadi serumit ini?" Kirana bersujud dengan lelehan bening di mata.
Haruskah dia katakan pada calon suaminya, bahwa Rayyan adalah anak yang pernah dikandungnya? Yang artinya anak dirinya juga. Lalu, haruskah dia mengambil anak itu dari William? Mengingat sangat jelas dia tak bahagia bersama orang tuanya.
Kirana benar-benar tersiksa akibat keputusan di masa lalunya. Karena bukan hanya kehilangan cita-cita yang telah dia rancang, ia juga kehilangan Abah yang pergi dalam keadaan marah dan tidak pernah tahu yang sesungguhnya. Namun juga kini, masa depannya untuk membina rumah tangga bagai sebuah jalanan terjal bahkan berapi.
Jika diurutkan, korban dari keputusannya tidak hanya menimpa dirinya sendiri. Tapi banyak orang. Bahkan anak yang pernah dikandungnya, yaitu Rayyan.
"Ampuni aku Ya Allah ... berikan petunjukmu, astaghfirullah ...." Kirana terisak dan hanya bersujud sepanjang malam ini.
bersambung.....
No comments:
Post a Comment