SA.AT HATI BICARA 02
(Tien Kumalasari)
Dita kembali duduk bersimpuh dibawah sofa tempat ibunya berbaring. Mobil teman Maruti tadi masih terbayang didepan matanya. Namun ingatan tentang mobil itu segera dikibaskannya. Bukankan banyak orang memiliki mobil serupa?
"Siapa teman mbakmu itu tadi?"
"Kayaknya mbak Laras. Entah kenapa dia nggak mau masuk dulu kedalam."
"Mungkin tergesa gesa, biasanya dia mampir dulu."
"Tapi mobil itu....." Laras tak melanjutkan kata2nya, ia tak tau harus bicara apa tentang mobil yang membuatnya berdebar. Aneh.. pikirnya untuk dirinya sendiri. Mengapa aku ini...
Dita mengambil minyak gosok yang tadi diletakkannya dimeja. Beruntung tampaknya sang ibu tak memperhatikan kata2nya ketika dia menggumamkan mobil itu.Tapi ketika ia akan kembali menggosokkan minyak gosok dikaki ibunya, bu Tarjo menolaknya.
"Sudah.. sudah.. katanya kamu mau belanja kepasar? "
"Lha nanti ibu sama siapa? Kan mbak Ruti pergi?"
"Ya nggak apa2.. kayak belum pernah ninggalin ibu sendiri aja kamu ini. Memangnya ibu harus selalu ditungguin?"
"Bukan begitu bu, kan ibu bilang kakinya nyeri, dan Dita lihat ibu sedikit pucat. Benar ibu nggak apa2?"
"Enggak.. mungkin ibu hanya kecapean saja. Sudah sana, ingat ya.. hati2 menyeberang jalan, kakakmu sudah cerita perihal kamu mau keserempet mobil kemarin."
Dita tertawa.
"Mbak Ruti berlebihan, Dita kan nggak apa2.. Mana catatannya bu?" tanya Dita sambil berdiri dan melangkah kebelakang. Ia cepat2 pergi.. khawatir kakaknya juga menceriterakan tentang cowok gantheng pemilik mobil yang membuatnya terpesona, lalu dia akan malu menjawab apabila ibunya menanyakannya juga.
"Itu dimeja, sudah ibu tulis semua, gula masih banyak, nggak usah beli lagi dulu."
"Dita ganti baju dulu ya bu."
Bu Tarjo menghela nafas. Memang akhir2 ini tubuhnya terasa sedikit lemas. Ada rasa nggak enak, tapi ia tak ingin membuat anak2nya khawatir. Ketika kemudian Dita berangkat untuk belanja, ia bangkit dan menuju almari obat. Diambilnya sebutir obat pusing dan diminumnya, kemudian dibaringkannya lagi tubuhnya disofa. Ia mematikan televisi yang sejak tadi menyala tapi tak ingin ditontonnya.
***
Jalanan sedikit rame, Laras.. teman Maruti mengendarai mobilnya pelan. Mereka baru saja ketemuan dengan teman2 sekelasnya dan sekarang mereka sedang menuju pulang. Laras harus mengantarkan Maruti.
"Aku kembalikan mobil ini dulu kerumah sepupu aku ya Rut,aku janji mengembalikannya sebelum Ashar," kata Laras sambil memutar mobinya kearah berlawanan.
"Ya, terserah kamu saja. Aku pikir ini mobil barumu Ras.."
"Bukan, sejak ayahku meninggal ibu tak mengijinkan lagi ganti2 mobil. Kami hanya hidup dari peninggalan almarhum ayah, jadi harus berhemat. Ibuku bukan perempuan yang pintar mencari uang.Ia benar2 seorang ibu rumah tangga yang hanya bisa mengandalkan pemberian suami. Itulah sebabnya aku ingin mencari pekerjaan dan tak usah melanjutkan kuliah."
"Ooh.. mau bekerja dimana kamu?"
"Belum tau, lagi mau nyari. Mungkin kakak sepupu ku bisa membantu, entahlah, aku juga belum ngomong."
"Kakak sepupu?"
"Yang punya mobil ini. Tadi tuh mobilku mogok... aku taruh dibengkel.. mas Panji aku suruh jemput lalu aku pakai mobilnya. Nanti aku kenalkan kamu sama dia, dia ganteng lho.."
Maruti tersenyum. Tiba2 ia teringat Dita adiknya tentang laki2 ganteng yang ditemuinya. Ah, ada apa dengan lelaki ganteng? Maruti tidak tertarik kata2 laras tentang lelaki ganteng sepupunya itu. Ia lebih tertarik tentang pekerjaan yang akan dicari sahabatnya. Siapakah mas Panji? Pejabat tinggi atau pengusaha kaya raya yang bisa mencarikan pekerjaan? Maruti ingin mendapatkan juga pekerjaan itu. Barangkali dengan ia bekerja ibunya tak usah bersusah payah mencari penghasilan dengan masak memasak setiap hari. Ibunya sudah semakin tua, dan ia serta Dita sama sekali tidak menyukai dunia itu. Bu Tarjo selalu bilang masakannya kurang sedap.. apabila dia atau Dita yang memasaknya. Berbeda dengan tangan ibunya yang piawai mengolah segala macam masakan dan dipuji semua orang, sehingga banyak pelanggan yang menyukainya.
"Kok melamun?" ujar Laras tiba2.
"Oh.. eh.. apa?" Gugup Maruti menjawabnya.
"Bener lho, nanti aku kenalkan kamu sama dia."
"Kamu itu ada2 saja. Aku berfikir tentang pekerjaan. Kalau kamu ma cari pekerjaan, bisakah kamu juga mencarikannya untuk aku?Tapi aku kan hanya lulusan SMA." tiba2 Maruti sedih mengingatnya. Tak mudah bagi lulusan SLTA untuk mendapatkan pekerjaan bukan?
"Kamu? Mau cari pekerjan juga? Bukankah kamu setiap hari sibuk membntu ibumu?"
"Iya sih, tapi aku berfikir ibuku itu sudah semakin tua, tidak akan bisa selamanya aku bergantung pada ibu."
"Tapi kan kamu bisa meneruskan usaha ibu itu?"
"Aku dan Dita sama2 tidak menyukai dunia masak memasak. Bisanya kami hanya membantu. Masakanku nggak seenak masakan ibu, jadi kami kurang menyukai dunia itu."
"Nanti aku bilang sama mas Panji, barangkali dia bisa mencarikan pekerjaan untuk kamu."
"Tapi... nggak ah.. aku kan hanya lulusan SLTA... " kemudian Maruti ragu2.
"Siapa tau dia bisa. Mas Panji itu seorang pengusaha, banyak yang dia bisa lakukan. Siapa tau bisa membantu."
Maruti terdiam. Ia membayangkan, barangkali ditempat perusahaan sepupu Laras yang bernama Panji itu ia akan menjadi cleaning servis.. atau..tukang kebun.. atau...
"Kita sudah sampai," kata Laras tiba2, kemudian mobilnya memasuki sebuah halaman luas sebuah perkantoran, dan memarkirnya ditempat parkir.
Mereka keluar dari mobil itu, Laras menggandeng tangan Maruti masuk kedalam. Sebuah perkantoran yang megah. Tampaknya Laras sudah biasa memasuki tempat itu, kaena beberapa kayawan tampak mengangguk hormat padanya.
"Pak Panji ada dikantornya?" tanya Laras pada salah seorang staf yang duduk didepan ruangan dengan tulisan menarik... DIREKTUR
"Ada mbak, didalam.. "
Tanpa menunggu Laras menarik tangan Maruti dan langsung masuk kedalam ruangan yang cukup luas dan tertata asri. Seorang laki2 yang masih terbilang muda duduk disudut ruangan, memandangi kedatangan mereka dengan wajah berseri.
"Laras? Sudah selesai senang2nya?"
"Sudah lah mas.. mm.. ini kunci mobilmu, aku akan ke bengkel mengambil mobilku." Laras mengulurkan kunci kontak mobil yang diterima laki2 muda itu sambil tersenyum ramah. Dan tanpa diperslahkan Laraspun duduk didepan meja sambil menarik Maruti duduk disebelahnya.
"Eh.. oh ya, silahkan duduk," si pemilik kantor itu baru menyadari bahwa ada orang lain selain Laras sepupunya.
"Ini....."
"Oh ya mas, kenalkan, ini teman SMA ku.. ayo kenalkan.. ini Maruti.. dan ini mas Panji.."
Mereka bersalaman dan menyebutkan nama masing2. Tapi Panji memandangi Maruti lekat2. Ia tampak sedang mengingat ingat sesuatu.
"Apa.. kita pernah bertemu?" tanya Panji.
Maruti menggeleng dengan gugup. Tak urung hatinya berdebar dipandangi laki2 yang.. ehem.. emang tampan sih.. dan tangannya masih digenggam erat oleh si tampan itu.
"Tapi.. kayaknya aku pernah melihat wajah seperti ini... haaaa.. baru kemarin... baru kemarin.. ya.. aku ingat.."
Maruti menarik tangan yang masih digenggam Panji, pelan tapi yakin kemudian basah oleh keringat dingin. Maruti merasa laki2 dihadapannya sedang ingin berakrab akrab dengannya dan pura2 sudah mengenal sebelumnya. Hm.. tapi suka sih... hahh.. Maruti menundukkan mukanya, malu oleh perasaannya.
"Mas Panji gimana sih? Kalau belum kenal tuh jangan suk kenal.. orang baru pertama kali bertemu mengaku kenal." Akhirnya Laras membuka mulut melihat adegan yang seperti membuat Maruti tegang itu.
"Bukan.. aku bukan sok kenal..eh.. apa mirip ya... ya.. mirip. Dengar.. kemarin aku nyaris menabrak seorang gadis, wajahnya ada miripnya sama Maruti."
Dan Marruti pun tercengang.
*****
No comments:
Post a Comment