Monday, March 30, 2020

Lastri 31

LASTRI  31
(Tien Kumalasari)
 
Hati Lastri terasa teriris, sudah lebih setengah tahun lalu ada iklan ini. Pasti Bayu yang memasangnya. Ia tak pernah membaca koran, tentu saja tak membaca iklan ini. Lagipula kalau Bayu memintanya pulang, apakah dia juga akan menurutinya? Tidak, ayahnya membenci dia, merendahkan dia, kalau dia kembali pasti akan menjadi bahan umpatan pak Marsudi. Toh dia mendengar sendiri bahwa pak Marsudi ingin agar dia pergi.
"Ma'af mas Bayu, ma'af ya...,Walau tak bia memiliki, aku akan tetap mencintai kamu, kamu tak tergantikan mas, aku cinta kamu," isaknya perlahan. Bergulir air matanya, tak mampu ditahannya.
Itu sudah lama sekali. Barangkali sekarang Bayu sudah menemukan gadis lain yang lebih cantik, berpendidikan, berkedudukan dan tentu saja kaya.Hal-hal yang juga dimiliki keluarga Marsudi.
Lastri mengusap air matanya dan kembali menyapu wajahnya dengan bedak. Marni tak boleh melihat dia menangis. Bekas tangis itu harus sudah lenyap.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.
Lastri melihat wajahnya sekali lagi di cermin. Mata merah sudah tak tampak, tapi sedikit sembab, tak apa. Lastri kemudian bergegas keluar. Dilihatnya lurah Mardi berdiri didepan pintu.
"Haa, Lastri, cantik benar kamu," seru Mardi sambil terus menatap wajah Lastri.
"Kenapa kemari kang? Bukankah kamu mau melamar yu Marni?"
"Iya, tapi aku minta kamu menjadi bagian dari keluargaku, jadi aku samperin kamu. Tuh, ada ibu dan beberapa saudara di mobil."
"Aduh kang, nggak enak aku, biar aku berangkat sendiri saja."
"Jangan Tri, kamu kan bagian dari keluargaku, jadi harus berangkat bersamaku."
Lastri tak bisa menolak, ia pakai sepatunya dan mengambil tas kecil yang kemudian diikatkan dibahunya.
"Kamu habis menangis?" tiba-tiba kata Mardi.
"Enggak.. eh.. keliatan seperti itu ya?"
"Kelihatan dong."
"Tapi aku tadi mengantuk sekali, tak heran mataku merah."
"Benarkah? Biasanya kalau lagi rindu kamu pasti menangis," goda Mardi.
"Bisa aja sih," jawab Lastri tersipu.
Lastri berjalan mengikuti Mardi ke mobil yang berhenti didepan rumahnya. 
"Kamu didepan sama aku Lastri," kata Mardi sambil membukakan pintu depan.
Lastri masuk kedalam, lalu mengangguk kepada beberapa saudara Mardi yang duduk dibelakang.
"Ibu, ma'af saya didepan ya," sapa Lastri.
"Lastri, kamu cantik sekali,"puji bu lurah.
"Ah, ibu bisa aja, nanti calon menantu ibu pasti juga jauh lebih cantik lho."
"Benarkah ?"
"Benar bu. Ya kan kang?"
"Iya benar bu," jawab Mardi yang kemudian disambut ketawa oleh saudara-saudaranya dibelakang.
Mardi memacu mobilnya, karena Marni sudah mengontak bahwa mereka sedang ditunggu.
Acara lamaran itu berjalan lancar. Lastri merasa lega karena akhirnya Marni akan segera menjadi isteri lurah Mardi. Marni lega karena Mardi memenuhi janjinya. Tiga bulan lagi mereka menikah.
Begitu membahagiakan.
***
Hari itu Marni dan Lastri tetap mengantarkan dagangannya kekota. Kemarin salah seorang pelanggannya di pasar menanyakan, apakah Lastri mau mengirim dagangannya ke Solo?
"Gimana Tri, harus bisa ya, namanya cari uang, biar keujung dunia juga harus kita kejar."
Mendengar nama kota itu hati Lastri bergetar. Kekasih hatinya ada disana.
"Mengapa kamu tampak ragu ? Kamu takut ketemu kekasihmu> Kalau aku sih malah kebetulan, bisa melepas rindu dong !"
"Ah, kamu yu, kamu itu nggak tau ya, kalau aku melarikan diri dari dia?  Ya pastilah aku enggan ketemu. Apalagi aku juga belum tau keadaannya seperti apa. Siapa tau dia sudah punya isteri. .Aku sudah lama meninggalkannya, hampir setahun yu."
"Tapi kamu ya nggak usah ketakutan begitu lah, Solo itu kan luas, penduduknya juga banyak, apa kalau ke Solo lalu pasti bisa ketemu?"
"Nggak juga, lagian alamat yang diberikan itu jauh dari rumahnya."
"Ya sudah, aku jawab pesannya bahwa kita bersedia ya? Ini kesempatan untuk mengembangkan sayap. Lebih banyak pelanggan kan lebih banyak peluang untuk menjual lebih banyak. Kita untung, saudara-saudara kita di desa juga senang."
"Ya sudah yu, terserah kamu saja, aku kan hanya kenek," canda Lastri.
"Oke kenek, siap ya, nggak tau apa yang dipesannya, mudah-mudahan kita siap. Kalau begitu tolong tulis nih, Ada di nomor bu Sinah."
Lastri menerima ponsel Marni dan mencari nomor yang dimaksud. Intinya adalah mereka siap merambah kota Solo.
Siang itu Marni tidak langsung pulang. Ia duduk sebentar dirumah  Lastri karena tadi membeli dawet dijalanan. Mereka asyik meminum dawet tadi setelah memberikannya sebungkus untuk mbah Kliwon.
"Minum dawet jadi kebayang kalau kamu nikah nanti yu,"kata Lastri .
"Lho, apa hubungannya dawet sama pernikahanku?"
"Kalau pengantin di Solo, ada yang namanya upacara siraman. Siraman itu penganten dimandikan, lalu ibunya pengantin perempuan  menjual dawet untuk tamu-tamunya, tapi uangnya bukan uang beneran lho yu."
"Uang palsu?"
"Uangnya pake wingka, wingka itu pecahan genting, tau kan?"
"Oh ya? Aduuh, tinggal dua bulanan lagi aku nikah, rasanya kok deg-degan ya Tri?"
"Ya nggak tau lah aku, orang aku belum pernah nikah."
"Iya bener, deg-degan aku Tri, membayangkan bagaimanaaa gitu."
"Pokoknya nanti kamu akan bahagia yu, aku juga akan ikut bahagia," kta Lastri sendu. Tak terbayang dibenaknya dia akan menikah. Tidak, menikah dengan siapa? Mimpinya tersangkut di awang sana. Jauh untuk dijangkau. Ketika hati rindu maka ia  hanya bisa melambaikan tangan kepada bintang, agar sang bintang menyampaikannya pada kekasih hati. Dan pasti ada air mata berderai, ada perih merebak didada.  Hm, romantis yang memilukan.
***
Bu Marsudi kesal melihat penampilan Bayu. Sudah berbulan bulan dibiarkannya wajahnya bercambang. Menurut bu Marsudi, itu buruk sekali, kelihatan dekil dan tak terawat. Rambutnya juga jarang dicukur. Ia melakukannya kalau ibunya menegur, tapi hanya rambutnya, cambangnya dibiarkan lebat, hampir menutupi seluruh wajahnya.
"Nggak apa-apa bu,  Bayu masih ganteng kok."
"Ganteng apanya. Lebih ganteng kalau wajah kamu itu bersih. Terkadang ibu pangling melihat wajah kamu. Benarkah kamu anakku, atau anak orang lain?"
Bayu tertawa. Ia memang malas mengurus rambutnya, wajahnya. Baginya semangat untuk melakukan apapun itu sudah tak ada. Dunia begitu suram, hatinya selalu muram.
"Nanti kalau tiba-tiba ketemu Lastri, pasti dia tak mau kamu dekati," goda bu Marsudi.
"Nggak mungkin bu, kan baunya lain?"
"Baunya kamu itu juga asem, so'alnya kamu juga jarang mandi. Kalau bukan mau berangkat kerja, malas mandi. Benar lho Yu, Lastri tak akan mau kenal sama kamu."
Bayu menghela nafas berat.
"Kapankah Bayu bisa ketemu Lastri? Hampir setahun dia menghilang, dan tak perduli lagi sama Bayu," kata Bayu sendu.
"Jangan putus asa, biar sepuluh tahun, kalau memang dia jodohmu, pasti akan ketemu," hibur ibunya.
"Kalau sepuluh tahun lagi, bukankah aku sudah tua bu?"
"Teruslah berharap Yu, dan berdo'a, ibu akan membantumu."
"Terimakasih bu, ibu selalu mendukung Bayu."
"Kalau kamu sedih ibu juga sedih. Jadi jangan patah semangat, ya."
Bayu memeluk ibunya erat.
"Bayu rindu sekali bu," rintihnya dibahu ibunya.
"Sabar Yu, Lastrimu pasti akan kembali."
***
Sudah hampir sebulan Timan mendengar hal yang mengherankannya. Para penjual sayur bilang bahwa sekarang lebih suka mengambil sayur dari seorang pengusaha bernama Lastri.  Tapi ketka Timan melihat seorang wanita yang mengirim sayuran itu, ternyata bukan Lastri yang dikenalnya. Memangnya cuma satu nama Lastri didunia ini? Kemudian Timan tak perduli.
Lastri sebenarnya segan, karena bukan hanya kerabat yu Sinah yang minta dikirim, tapi juga temannya lagi yang berjualan di Pasar Gede. Ia sangat mengenal pasar itu karena ada mas Timan yang sangat dikenalnya. Kalau dia tau bahwa pengirim sayur itu dirinya, maka pasti dia akan mengatakannya pada Bayu. Hal yang sangat ditakutinya. Tapi karena Marni bersedia, maka Lastri menyerah, dengan janji, Lastri tak mau turun kepasar itu. 
Sudah sebulan dilakoninya mengirim ke Pasar Gede, dan tak pernah sekalipun Lastri turun untuk mengurusnya.
***
"Hm, curang kamu Tri." kata Marni pada suatu siang dirumah Lastri.
"Aku kan sudah bilang bahwa aku tak mau kesitu."
"Penjual sayur mana sih yang namanya Timan?"
"Dia nggak jualan sayur, tapi buah. Tapi jangan sekali-sekali kamu menawari dia. Bisa kacau semuanya."
"Baiklah, baiklah. Tapi sekarang aku mau ngomong. Kalau begini caranya, tidak akan terkejar semua langganan kita. Semua minta pagi, jangkauannya jauh semua, mana mungkin?"
"Aku jua sedang memikirkan itu. Lalu apa yang harus kita lakukan? Hentikan saja pengiriman ke Solo."
"Jangan Tri, sayang kalau dihentikan."
"Lalu bagaimana? Kita sudah berkali-kali ditegur langganan karena mengirim kesiangan." 
"Harus ada satu mobil lagi, Dan kamu yang harus membawanya."
"Apa? Aku menyetir ?Tidak yu, aku tidak berani."
"Kamu harus belajar, masa sih, aku bisa kok kamu tidak bisa?"
"Ngeri aku, jalanan begitu ramai."
"Mulai besok sepulang dari bekerja aku akan mengajari kamu."
"Tunggu dulu, mengenai tambahan mobil itu kan harus segera, mana bisa menunggu aku bisa menyetir? Ayo cari mobil lagi, nggak usah baru, yang penting bagus, dan terjangkau oleh kita. Lalu kita cari sopir."
"Nanti aku bicara sama mas Mardi."
"Nanti kita hitung uang kita, kalau perlu kredit mobil."
"Jangan berhutang lagi, kalau mau berhutang, sama aku saja atau mas Mardi."
"Aduh, aku sungkan. Kalau begitu cari mobil seharga uang kita. "
" Kamu itu diamlah, biar aku yang mengurusnya."
***
Waktu terus berjalan. Lastri benar-benar menjadi pengusaha yang berhasil. Marni sudah menikah, dan berbahagia. Ada dua  mobil pengirim buah dan sayur dengan warna yang sama, dan tulisan yang sama dikedua pintunya. LASTRI. Lastri sudah menolaknya, tapi Mardi dan Marni tak menggubrisnya. Katanya nama Lastri ternyata membawa berkah. Aduhai, Lastri merasa lucu mendengar alasan mereka. Tapi sekarang pengemudi mobil itu adalah benar-benar sopir, bukan Lastri ataupun Marni. 
Lastri dan Marni hanya duduk manis dirumah dan ada orang kepercayaan yang bisa menyelesaikan semuanya.Tapi Lastri tidak berdiam diri. Ia berbincang dengan Mardi mengenai dusun mereka yang tertinggal.  Beberapa orang dusun yang semula meganggur, harus dipekerjakan.. Anak-anak yang tidak sekolah, dipaksanya agar sekolah. Dusun itu harus maju, bukan karena terpencil lalu menjadi  terbelakang, Mardi berterimakasih karena usulan-usulan  Lastri sangat membantu. Dan ternyata kemajuan dusun itu juga menjadi perhatian pemerintah. Jalan mulai diperbaiki, pendidikan diperhatikan dengan didirikannya sekolah-sekolah. Tapi Lastri enggan kalau itu dikaitkan dengan dirinya. Lastri hanya memberi masukan dan Mardi yang melaksanakannya. Kalau ada lurah teladan yang berhasil membangkitkan desanya menjadi desa yang bermartabat, maka dia adalah  lurah Sumardi. 
"Jangan ada nama Lastri, kalau kang Mardi melakukannya maka aku akan pergi dari sini," ancam Lastri.
Tak perlu ada sanjungan, tak perlu ada ukiran nama tertulis disana, karena pengabdian adalah perbuatan mulia yang tak berharap balas. Kepuasan batin lebih berharga daripada kepuasan lahiriah karena dipuja dimana-mana. Lastri adalah Lastri, gadis dusun sederhana, yang tak punya pangkat dan derajat, yang tersingkir karena merasa dihujat. Tapi Lastri memiliki sejagat minat, sejagat hasrat dan memiliki sejagat berkat, dengan menyaksikan mimpinya menjadi nyata.
***
Sore itu Timan baru saja mengambil dagangan di Tawangmangu. Ia singgah disebuah Pom Bensin untuk mengisi bahan bakar.
Antrian sangat panjang dan panas terasa menyengat hari itu. Timan membuka kaca mobilnya dan melihat kesekeliling. Ia ingin membeli sebotol air mineral karena bekal minum yang tadi dibawanya telah habis diperjalanan. Tiba-tiba kira-kira tiga atau empat mobil dibelakangnya dilihatnya sebuah mobil colt terbuka yang menurutnya menarik. Warna mobil itu kuning telur, pintunya ada lukisan bunga-bunga dan ada tulisan besar, LASTRI.
Timan melongok kebelakang, benarkah apa yang dibacanya? Walau banyak nama Lastri didunia ini, tapi entah mengapa Timan tertarik untuk mengetahui siapa pemilik mobil itu. 
Begitu selesai mengisi bahan bakar. Timan menunggu sampai mobil bertulisan LASTRI itu lewat disampingnya. Timan memarkir mobilnya agak ketemu dan terus mengawasinya.
***

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER