Sunday, November 1, 2020

Pelukan Cinta Sang Dosen 17

PELUKAN CINTA SANG DOSEN 17
By : Fahriani

https://www.facebook.com/groups/KomunitasBisaMenulis/permalink/2468174736577736/

Adam duduk sendiri di ruang tamu rumahnya, sang bunda menghampiri anak lelakinya itu, dan mengajaknya  mengobrol. 

"Dam ...." 

Adam menoleh kepada sang bunda. 

"Iya, Bun," jawab Adam. 

"Bunda mau ngobrol" 

Wanita paruh baya itu menanyakan sampai kapan Adam menunggu Hawa. Karena sampai detik ini dia tidak ada kabar berita. 

"Selamanya, Bun, sampai Hawa kembali."

"Tapi, Dam ... " 

"Bun ... Apa pun yang terjadi, Adam tetap menunggu Hawa kembali, mengertilah." 

"Umur kamu sudah berapa sekarang?" Sang bunda mengatakan jika tunangan Dara juga sudah mengajak  adiknya untuk menikah. 

Tetapi Dara menolak, karena dirinya menunggu kakaknya terlebih dahulu menikah. 

"Apa kamu tidak kasihan pada Dara? Bunda heran dengan kamu, menunggu yang tidak pasti kembali."

Adam melihat kepada sang bunda, dan memegang erat tangan wanita paruh baya itu. 

"Bunda ... aku hanya mau menikah dengan Hawa,  Adam yakin, dia akan kembali padaku."

"Lalu ... kalau dia tidak kembali? Apa kamu selamanya akan seperti ini,  lalu Dara adikmu bagaimana?" 

Adam mengatakan jika sang adik ingin menikah, dia mengijinkan, dirinya tak mempermasalahkan jika Dara melangkahinya.

"Terserah kamu lah, Dam. Bunda pusing lihat kamu seperti ini," ucap wanita paruh baya itu lalu pergi meninggalkan putranya. 

***

Kemudian Adam menemui Dara yang sedang di kamarnya, ia mengetuk pintu kamar sang adik. 

"Dar,  boleh aku masuk?" 

"Masuk aja, Kak," jawab Dara yang baru selesai salat. 

"Kenapa, Kak?" 

Tanpa basa basi, Adam menanyakan apa yang dikatakan sang bunda tadi pada dirinya. 

"Apa benar begitu, Dar?" 

Dara menunduk. Tidak menjawab pertanyaan Adam. 

"Kamu tidak perlu menunggu kakak, menikahlah ... Kakak tidak apa- apa," ucap Adam sambil mengusap rambut adiknya. 

Dara memeluk Adam. "Aku ingin kakak bahagia,  aku tak ingin kakak seperti ini." 

"Aku ijin, Dar,  menikahlah," ucap Adam. 

"Aku doakan yang terbaik buat kamu, Kak, semoga apa yang kakak harapkan dapat tercapai,  semoga Hawa kembali,  dan mimpi kalian berdua akan terlaksanakan." 

"Aamiin ...," jawab Adam. 

"Ya sudah,  kakak ke kamar dulu ya, aku belum salat."

***

Adam memandangi setiap sudut kamarnya yang dihiasi foto-foto Hawa. 

"Cinta akan berarti ketika hati menemukan keikhlasan," ucap Adam sambil memandangi foto kekasihnya itu. 

"Kamu di mana, Wa ... aku sangat merindukanmu." 

***

Seminggu terlewati

Hawa dan Doni telah kembali ke Indonesia. Namun, mereka tidak lagi menempati rumah yang lama. 

"Bagaimana, Dek ... apa perasaan kamu setelah kembali?" 

"Takut!" jawab Hawa sambil menunduk. 

"Apa yang kamu takutkan lagi,  peristiwa kelam itu? atau cerita tentang kamu dan Adam." 

"Kedua-duanya."  

"Untuk peristiwa itu,  kamu tidak perlu takut, Rama sudah menerima hukuman, dan menyesali perbuatannya."

"Kamu harus tahu dia yang membantu menyelamatkanmu. Rama yang menjadi pendonor sum-sum tulang belakang itu. Jika tentang Adam ...  kakak yakin dia akan memaafkan kamu, dia pria yang baik."

"Entahlah, Kak, aku takut,  takut bertemu dengan kak Adam,  takut  jika nanti dia akan membenci aku." 

"Ya sudah, jangan terlalu dipikirkan hal-hal yang belum tentu terjadi,  siapa orang pertama yang akan kamu beritahu, Wa?" 

"Alya ...."

"Kenapa Alya,  kenapa tidak Adam langsung?" 

"Aku belum siap menemuinya, Kak ...." 

***

Pagi ini Hawa sudah bersiap untuk bertemu Alya di rumahnya, dirinya mendapatkan informasi dari Haykal jika sahabatnya itu telah menikah dan tinggal dekat dengan rumah Adam. 

Hawa memasuki area perumahan itu,  entah mengapa dirinya merasakan ketakutan yang mendera, bagaimana reaksi sahabatnya itu jika melihatnya, bagaimana jika dia tiba-tiba bertemu Adam. 

Hawa berjalan menyusuri  komplek tersebut mencari rumah Alya, tiba tiba kaki Hawa tersandung dan nyaris terjatuh,  untung saja ada seseorang yang dengan cepat menangkap tubuhnya. 

Kini tubuh Hawa berada di dalam pelukan orang tersebut,  wajah mereka saling berdekelatan. Mata teduhnya menghujam tepat di bola mata orang tersebut.

Entah Apa yang dirasakannya, Hawa ingin menangis dan berlari. Namun, seketika tangan orang itu menariknya kembali. 

"Hawa!" Adam memeluk erat tubuh Hawa. 

Tersadar dengan kondisi dan pakaian yang dikenakan Hawa, Adam melepaskan pelukannya. 

Hawa hanya bisa menunduk, sedikit pun dia tidak berani memandang wajah kekasihnya itu. 

"Kamu kembali, Wa. Kamu sudah sehat?" ucap Adam yang masih memegang erat tangan Hawa seakan takut jika gadis yang dia cintai itu akan pergi meninggalkannya lagi. 

"Jangan pergi lagi, Wa," ucap Adam. 

Hawa masih diam,  merasakan jantungnya berdetak lebih kencang, napas yang memburu dalam kepanikan serta ketakutannya. Ia memberanikan diri melihat pria yang lama dia tinggalkan. 

Adam menghapus air mata yang jatuh membasahi pipi Hawa dengan jarinya. 

"Kenapa menangis?"

Adam menyadari, betapa dia merindukan semua yang ada di dalam diri kekasihnya itu. Sedangkan Hawa masih tidak mampu mengeluarkan kata-katanya sedikit pun.

"Ma-af ... maafkan saya, Kak." Hawa membuka suaranya. 

"Tidak ada yang perlu dimaafkan,  aku senang kamu sudah kembali,"  ucap  Adam. 

"Kakak tidak benci sama aku?" 

Adam menggeleng. "Aku memahami kepergian kamu, aku tetap setia menunggumu kembali." 

"Aku masih untuk kamu,  kamu juga begitu kan?  Kamu masih menjaga hati aku kan?" tanya Adam. 

Hawa kembali bungkam, dirinya tak percaya dengan apa yang baru saja didengar dari ucapan Adam. Pemuda itu meraih jemari Hawa, dan berkata, "Wa, saat tangan kamu ada di dalam genggamanku, aku tidak ingin melepaskannya lagi,  karena aku merasa, kamu lah satu-satunya wanita yang kubutuhkan." 

Kata- kata yang diucapkan Adam membuat jantung Hawa berdetak semakin tak beraturan,  dia melihat dan mengerti sikap tulus pria yang ada di depannya. 

"Wa, kamu tinggal di mana sekarang?" tanya Adam yang memecahkan lamunan Hawa. 

"Nanti aku kasih tahu alamatnya, Kak. Oh iya,  Bunda dan Ayah apa kabarnya, Dara?"  

"Mereka semua sehat. Dara juga sebentar lagi akan menikah. Kita bertemu Bunda, yuk. Pasti beliau dan Dara senang melihat kamu." 

"Salam aku buat mereka semua, maaf Kak, aku belum punya keberanian untuk bertemu dengan mereka, biar nanti kak Doni yang menjelaskan semuanya," ucap Hawa. 

Adam mengerti apa yang dirasakan Hawa. Tidak terasa sudah cukup lama mereka melepaskan kerinduan, sampai Hawa lupa telah berjanji dengan Alya. 

"Sudah sore, Kak, saya lupa tadi ada janji dengan Alya." 

"Ya sudah, aku antar kamu pulang ya,  biar aku tahu juga rumah kamu," ucap Adam. 

____

Doni menemui Hawa yang sedang duduk menonton tv, ingin menanyakan pertemuannya dengan Alya. Sang adik menceritakan jika dia tidak jadi bertemu dengan sahabatnya itu, melainkan bertemu dengan Adam. 

Hawa pun menceritakan semua kejadian pertemuannya dengan Adam kepada kakaknya Doni. 

"Jadi bagaimana, apakah kalian akan melanjutkan rencana pernikahan yang sempat gagal, Dek? " tanya Doni. 

"Aku tidak tau, Kak, aku pasrah dan terima semua apa yang menjadi keputusan keluarga Kak Adam, "  jawab Hawa

"Adamnya sendiri bagaimana,  apakah dia sudah menikah? "

"Kak Adam belum menikah, Kak.  Dia masih menunggu aku,  tetapi tidak tahu bagimana dengan orang tuanya,  apakah masih mau menerima aku." 

"Aku mengatakan padanya,  apa pun keputusan orang tuanya, dia harus terima."

"Kamu jangan pesimis,  kakak akan jelaskan semuanya pada keluarga Adam, dan kamu benar, apa pun keputusan dari keluarga Adam,  kalian berdua harus terima segala resikonya."

***

TAMAN

"Assalamualaikum ... bagaimana kabar kamu?" sapa Adam ketika melihat Hawa menghampirinya. 

"Waalaikumsalam ... alhamdulillah, Aku sehat." 

Hawa duduk di samping Adam, suasana hening, tidak ada pembicaraan antara mereka berdua. 

"Kak ... kenapa diam, dan memandangku seperti itu?" Hawa memecahkan keheningan, dirinya diliputi rasa cemas. 

"Entahlah, yang aku tahu, saat ini aku bahagia,  tidak menduga akan berjumpa dengan kamu kembali," ucap Adam. 

"Kakak sudah memberitahu keluarga, tentang kembalinya aku ke sini?" tanya Hawa

"Sudah ... mereka senang mendengarnya,  apalagi saat tahu kamu sudah sembuh." 

Adam duduk menghadap Hawa, mengenggam tangan sang gadis. Dirinya mempertanyakan Hal yang pernah tertunda dulu. 

"Wa ... kamu mau 'kan, melanjutkan apa yang pernah kita impikan bersama dulu?" 

"Ayah dan Bunda akan kembali menemui keluarga kamu."

Sejenak Hawa diam,  dirinya tidak mampu berkata-kata di hadapan kekasihnya itu. 

"Haura Natasyah Putri,  sekali lagi aku ingin bertanya kepada kamu,  mau kah kamu menikah denganku,  kita lanjutkan mimpi yang pernah tertunda?" ucap Adam sambil menatap penuh harap pada Hawa.

Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER