Saturday, October 31, 2020

Pelukan Cinta Sang Dosen 16

PELUKAN CINTA SANG DOSE 16
By :Fahriani

Doni mengingat-ingat apa yang dikatakan sang adik, mengajak dirinya pergi meninggalkan kota di mana mereka dibesarkan. 

'Kenapa kamu jadi seperti ini, Dek' 

Doni membantin, menatap sang adik yang tertidur akibat obat penenang. 

'Kakak tidak mau kamu seperti ini, apa pun yang kamu mau kakak akan turutkan,  tapi jangan meminta untuk pergi, Dek.' 

Tiba-tiba Hawa terbangun, kembali berteriak histeris. 

"Aku mau pergi ... mau pergi dari sini. Kita pergi ... ayo kak ... kita pergi ..." Kata- kata itu terus diucapkan berulang kali oleh Hawa sambil berteriak dan menangis. 

Doni mencoba menenangkan sang adik.

"Iya ... kita pergi dari sini, sekarang kamu harus tenang dulu, kuasai emosi, Dek ... Istighfar." 

"Ayo pergi ... kita pergi!" 

Dengan nada yang sudah melemah dan kehilangan tenaga Hawa masih mengulang dan terus meminta untuk pergi. 

Hawa kini sudah terlihat tenang kembali,  karena dokter terus memberikannya obat penenang lagi. 

"Dok ... apa ini tak berbahaya,  jika Anda terus-terusan memberikan obat penenang pada adik saya, kenapa dia masih seperti ini,  masih saja berteriak teriak, dan sekarang dirinya minta pergi, separah itu kah traumatis yang dialami Hawa, Dok?"

"Coba turuti permintaan dia,  bawa dia pada suasana yang baru,  beri dia kenyamanan,  dan perhatian lebih," saran sang dokter. 

Doni memikirkan apa yang dikatakan dokter padanya, dan dia juga berpiir tentang kondisi Hawa yang makin memprihatinkan, serta pernikahan sang adik yang tidak lama lagi.

Buuuuukkkk

"Ini semua gara- gara lu, Ram." Doni  memukul tembok di salah satu sudut rumah sakit itu. 

***

Adam selesai mengajar kembali kerumah sakit, dirinya ingin mencoba memberanikan diri untuk melakukan  pendekatan kepada Hawa kembali. 

"Wa ... Bagaima- ..."  

"Pergii ... jangan dekat," ucap Hawa dengan wajah yang mulai ketakutan.

Ucapan Adam terpotong ketika Hawa kembali histeris ketika dia mendekati Hawa. Pria semakin kuat untuk mendekatkan dirinya pada Hawa. 

"Wa ... ini aku, Adam, aku tunangan kamu."

Hawa menutup mata dengan kedua telapak tangannya. "Pergi ... kak tolong ... Kak!"  teriak Hawa. 

"Kenapa kamu jadi tidak mengenali aku, Wa ... aku Adam." 

Adam terus berusaha meyakinkan gadis yang dicintainya itu. Mencoba membuka telapak tangan yang menutupi wajah Hawa, Dengan cepat Hawa mencakar dan menampar dan mengigit tangan pemuda itu. 

"Gua bilang pergi!" teriak Hawa sambil menutupi wajahnya kembali. 

"Wa, dengarkan  ...  aku tidak ingin menyakiti kamu, coba sekarang lihat cincin yang ada jarimu,  sama dengan yang kupakai. Kita sebentar lagi akan menikah!" 

Adam menunjukan jarinya pada Hawa. 

"Kita saling mencintai,  Wa ...," ucap Adam. 

Hawa menutup telinga dengan kedua tangannya, ia membuang cincinnya ke lantai.

"Pergi ..." Hawa mulai mengamuk dan memberontak sehingga membuat infus yang di tangannya mengeluarkan darah. 

Tidak tahan melihat Hawa bertingkah seperti itu, akhirnya Adam mengalah dan meninggalkan gadis itu dapat tenang. 

***

"Kak,  aku khawatir dengan Hawa," ucap Adam. 

"Itu juga yang aku rasakan, Dam,  aku tak tega lihat adikku seperti itu." 

"Bahkan dengan aku, dia sempat tidak mengenali kakaknya sendiri," ucap Doni. 

"Tapi aku akan terus tetap meyakinkannya Kak, hingga dia kembali nyaman padaku," ucap Adam. 

"Aku mohon maaf, Dam, sepertinya pernikahan kalian harus ditunda, sampai keadaan adikku benar-benar stabil seperti dulu," ucap Doni. 

"Kak ... apa pun keadaan Hawa aku terima kak, kenapa harus ditunda?"

"Aku yakin dan tahu itu,  kamu akan tetap menyanyangi adikku apa pun kondisinya, meskipun keadaannya seperti itu, tapi kamu harus tau, Dam ... Adik aku sekarang gi ... " 

"Hawa tidak gila, Kak ... " Adam memotong ucapan Doni. 

"Hawa tidak gila, aku akan tetap ada untuk dia ..., "  ucap Adam. 

Doni tidak membalas ucapan Adam lagi,  otaknya berpikir,  apakah dia akan membawa Hawa pergi tanpa sepengetahuan atau seizin Adam. 

[Maafkan aku, Dam,  bukan aku jahat ingin memisahkan kalian, aku hanya ingin adikku kembali normal seperti dulu.] 

[Kamu pun akan mendapatkan cinta yang utuh dari Hawa jika dia sembuh, maafkan aku, Dam ... Aku harus membawa adikku pergi dari kota ini.] 

[Jika Allah menakdirkan kalian bersatu,  suatu saat Allah akan mempertemukan kalian kembali] 

Kata-kata itu ditulis Doni pada selembar kertas yang ditujukan pada Adam. 

----

Pagi ini Adam sudah bersiap menuju rumah sakit, sebab Hawa sudah diperbolehkan pulang. 

Sesampai di rumah sakit Adam sudah tidak menemui Hawa di kamarnya, lalu ia keluar menemui perawat dan bertanya tentang keberadaan Hawa. 

"Sus ...  saya mau tanya pasien di ruangan VIP 1, atas nama Haura natasya putri kemana ya?  Kok tidak ada di kamarnya?" tanya Adam. 

"Oh ... pasien itu sudah keluar dari tadi malam, Mas,  dan kakak pasien ada  menitipkan surat untuk orang yang bernama Adam, Mas mengenalnya?  

"Surat? Ya, saya Adam."

Lalu suster tersebut memberikan surat itu kepada Adam,  lalu ia pun pergi dari rumah sakit tersebut. 

***

Adam membaca surat yang diterimannya,  dan meremas  kertas tersebut,  lalu dia mencoba menelpon Hawa. Namun,  hasilnya nihil,  nomor Hawa sudah tidak dapat dihubungi lagi. Begitu juga dengan Doni. 

Kemudian Adam menuju rumah Hawa. Namun, ia juga tidak menemui gadis itu,  bahkan rumahnya terlihat sepi. Pemuda itu menemui Haikal di rumahnya. Menanyakan keberadaan Hawa pada sahabatnya itu. 

Begitu juga dengan Haikal yang terkejut atas kepergian Hawa dan Doni, dirinya sama sekali tidak mengetahui keberadaan mereka. 

Adam memberikan surat yang diberikan suster tadi kepada Haikal. "Masa sih ... gua tak percaya ...," ucap Haikal yang juga  kaget membaca isi surat itu.

"Coba lu telpon Hawa, Kal." 

"Oke!" Haikal mencoba menelpon Hawa maupun Doni. Namun, hasilnya nihil. 

"Gak bisa, Dam, Nomor gua diblokir kedua-duanya." 

Haikal mencoba menenangkan Adam, mengusulkan untuk mendatangi kantor Doni, mana tahu bisa mendapatkan informasi keberadaan mereka. 

***

KAMPUS

"Al, Hawa dan kakaknya menghilang, mereka pergi, apa kamu tahu ke mana mereka?" tanya Dara. 

"Ah ...  masa! Aku ... tak tahu, dan aku baru tau dari kamu ini ...." 

"Ke mana ya mereka ... masa Hawa tega banget ninggalin kakak gua, gua khawatir dengan kak Adam jika seperti ini jadinya."

"Kamu tenang aja dulu,  nanti kita  cari keberadaan mereka,  dan berdoa biar Pak Adam bisa menerima keadaan ini, aku yakin kakak kamu pasti kuat." 

Sama halnya dengan Haikal yang tak mendapatkan informasi kebaradaan Doni di kantornya. 

_____

Dua bulan kemudian

Adam tidak berhenti terus mencari keberadaan Hawa yang menghilang tidak ada kabar. 

Sampai di saat hari pernikahaan mereka, Hawa tidak kembali, setiap hari pemuda itu selalu mendatangi rumah gadis itu dan menunggunya. 

Haikal yang sering melihat prilaku Adam yang seperti itu mencoba meyakinkan temannya itu. 

"Dam, apa elu gak capek tiap hari seperti ini,  elu punya masa depan, Dam ... jangan sampai elu terpuruk seperti ini,  gua sedih lihat elu seperti ini." 

"Gua yakin dia kembali, Kal,  dia pasti kembali." 

"Kalau elu yakin dia kembali,  bangkit dong,  jangan seperti ini."

"Lu masih mending dari pada gua, Dam,  jika nanti Hawa kembali sehat seperti dulu lagi,  kalian ditakdirkan berjodoh, dia kembali,  kalian pasti akan bersatu,  beda sama gua yang kehilangan Rossa selama-lamanya."

Adam menantap Haikal, dia mencerna dan menyerap apa yang dikatakan sahabatnya. 

"Lu benar, Kal,  gua harus yakin dia kembali dan akan melanjutkan pernikahan dengan gua." 

"Gua akan menunggu dia sampai kapan pun, tak akan ngebuka hati buat siapa pun,  karena hati gua hanya untuk dia." 

***

TIGA TAHUN  BERLALU... 

INGGRIS

"Pagi, Sayang,  bagaimana hari ini ...?" sapa Doni pada adiknya yang baru saja bangun. 

"Pagi, Kak, aku telat ya? "

"Enggak kok, ayo sarapan dulu." 

Hawa kini telah sembuh dari traumatisnya, tiga tahun dia harus berjuang melawan semua ketraumaannya pada lelaki yang mendekatinya. Dengan usaha Doni yang tidak berhenti mengajaknya terus berobat dan terapis. 

"Dek ... Kakak rindu pulang ke Indonesia. Kamu tak rindu kah? Tak pengen pulang ke sana kah? tanya Doni.

"Aku masih takut, Kak .... "

"Apa kamu tak rindu sama Alya, Dara, dan si buaya Haikal dan terutama Adam, Dek ...."

"Kak Adam," Hawa menunduk. 

"Apa kabarnya dia ya, Kak,  aku besalah sama dia ...  Dara dan Alya pasti sudah selesai kuliahnya." 

"Makanya dari itu,  kita kembali ke Indonesia ya," bujuk Doni. 

"Pasti, Kak Adam sudah menemukan penggantiku, Kak, dia pasti sudah menikah .... "

"Belum tentu, bagaimana jika dia menunggu kamu kembali, makanya, kamu mau kan kita pulang ...?" 

Hawa tidak menjawab, dia berdiri dari kursinya,  lalu menuju teras di depan rumahnya. 

Doni pun menyusul Hawa dan duduk di sebelah sang adik, lalu gadis itu menjatuhkan kepalanya di pundak sang kakak. 

"Apa yang kamu takut kan lagi, Dek? " 

"Aku takut Kak Adam akan benci padaku, Kak, aku belum siap menerima kebenciannya. "

"Kakak yakin,  Adam tidak akan  benci sama kamu. " 

"Seandainya dia membecimu, kamu harus siap dan jika Adam sudah menikah dengan wanita lain juga,  kamu harus terima itu."

Setelah berpikir lama, Hawa menyetujui permintaan sang kakak untuk kembali ke Indonesia. 

"Baiklah. Seminggu lagi kita kembali ke Indonesia ya ...," ucap Doni lalu mengecup kening sang adik. 

To be continue

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER