PELUKAN CINTA SANG DOSEN 14
By : Fahriani
KANTIN KAMPUS
Rama menghampiri Hawa saat sedang bersama Alya di kantin, pemuda itu duduk di hadapan mereka.
"Hai, Al ... masih ingat saya?" sapa Rama.
Rama sudah mengenal Alya sejak mempunyai hubungan bersama Hawa.
Alya mengangguk. "Mas Rama ...."
"Maaf Al, boleh aku mengobrol berdua dengan Hawa sebentar?" pinta Rama kepada Alya.
Hawa mencubit Alya bermaksud agar jangan pergi. Tetapi dirinya tidak mengerti malah meninggalkan Hawa berdua dengan Rama.
"Thanksk, Al."
Tak berani melihat lelaki yang sedang menatap tajam kepadanya, Hawa hanya menunduk dan sesekali mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Kamu cantik dengan penampilan barumu!"
Tak menanggapi keberadaan Rama. Membuat pemuda itu semakin geram.
"Kamu mau 'kan meninggalkan Adam, dan kembali padaku?"
Hawa tetap tak menanggapi pertanyaan Rama, kini dia sibuk dengan ponselnya. Semakin membuat pemuda itu geram.
"Sayang ... kamu belum menjawab pertanyaan aku," ucap Rama, pemuda itu hendak menyentuh wajah Hawa.
Dengan cepat Hawa menepis tangan Rama yang hampir menyentuh wajahnya.
"Tidak ada yang mengharuskan aku menjawab pertanyaan kamu 'kan, Mas?"
Rama mengedigkan bahunya.
"Oke, paham ... kamu tidak nyaman karena aku ada di sini sekarang, takut ketahuan calon suami kamu kan?" ucap Rama dengan sinis.
Rama kembali mencoba memegang tangan Hawa, dengan cepat gadis itu menepisnya.
Mendapat perlakuan kasar dari Hawa, Rama berubah menjadi marah. "Sok suci!"
"Kamu tahu ...! Hanya karena kamu, aku kembali ke kota ini, karena aku masih sangat mencintai kamu!" ucap Rama dengan keras.
"Aku menghargai perasaan Mas, tetapi ... aku tak pernah menjanjikan apa pun untuk kamu, cerita kita hanya bagian dari masa lalu, enam tahun sudah berlalu ...."
"Itu hanya cinta monyet belaka, sekarang aku sedang menjalin hubungan yang serius dengan seseorang, jadi kuharap Mas Rama mau mengerti," ucap Hawa.
Rama sangat marah mendengar apa yang dikatakan Hawa, dirinya berdiri langsung menggebrak meja dengan kuat. Sehingga membuat beberapa pandangan mata tertuju kepada mereka berdua.
"Kamu jahat, Wa ...!" ucap Rama.
"Mengertilah, Mas ..."
"Lihat saja! Apa yang akan kulakukan pada kamu dan Adam, jika aku tak dapat memilikimu, begitu juga dengan pria itu!" ancam Rama. Kemudian dia pergi meninggalkan Hawa.
Melihat Rama pergi, Hawa hanya dapat menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya.
Alya kembali mendekati Hawa.
"Kenapa bisa seperti ini Wa?"
"Aku tak tahu ... aku takut!"
"Aku tak bisa memikirkannya apa yang harus aku lakukan, tapi ... aku harus jujur pada Kak Adam," ucap Hawa.
"Wa, apa pun itu ... aku tetap dukung kamu, jangan jadikan ini suatu beban, pikirkan juga kesehatanmu." Alya memberikan semangat buat Hawa.
"Jadi ingat kata bunda, kalau orang mau menikah emang seperti ini, banyak hambatannya, aku sebagai adik dari kak Adam, hanya bisa memberikan dukungan dan doa yang terbaik buat kamu," ucap Dara yang ikut menguatkan Hawa.
"Makasih, Dar, Al," ucap Hawa.
***
"Kamu kenapa? Beberapa hari ini murung terus, cerita sama aku," ucap Adam.
Saat sedang bersama Hawa, Adam melihat keanehan dari sikap gadis yang duduk di sampingnya.
Adam mencoba bertanya pada Hawa atas hal yang sebenarnya dia sudah tau.
Hawa hanya menatap tajam mata Adam, rasa bersalah yang begitu besar terhadap sang kekasih membayang-bayangi dirinya akan kemarahan pemuda itu saat mengetahui tentang Rama sebenarnya.
"Kenapa sih? Cerita dong ...," tanya Adam lagi.
"Menatap aku seperti itu banget, aku kurang ganteng ya?" ucap Adam sambil menyunggingkan senyuman manisnya.
Hening ....
Hawa sibuk mengaduk-aduk minumannya.
"Masih diam juga, baiklah. Aku tebak, kamu seperti ini karena kedatangan Rama ya?"
Hawa membulatkan matanya karena kaget. Menghentikan aktivitasnya.
"Wa, harus kamu tau, aku sayang banget sama kamu.
Adam mengatakan akan tetap terus bersama dirinya apa pun yang terjadi. "Ehm ... aku jadi tahu kenapa pada waktu itu, kamu pernah bertanya kepadaku, tentang khilaf itu, apakah aku akan meninggalkan kamu ...."
"Kamu sudah tahu jawabannya, 'kan? Aku tidak akan pernah berubah, ancaman Rama kepadamu jangan pernah dianggap serius dan jangan terlalu dipikirkan."
"Ancamannya tidak berarti apa-apa bagiku, jadi jangan jadikan beban ya," ucap Adam.
"Terimakasih, Kak, maaf banget atas kesalahan saya yang tidak jujur tentang keberadaan Rama," ucap Hawa sambil menundukkan wajahnya.
Adam tersenyum pada Hawa, "Tak ada yang perlu dimaafkan, bukan salah kamu juga."
"Aku hanya menjaga apa yang ingin kujaga, siapa dia? Kamu, hatimu, dan cintamu," ucap Adam.
Hawa tersenyum, hatinya lega mendengar jawaban Adam, sedikit membuatnya tenang dan bersyukur dipertemukan dengan lelaki seperti pria yang kini bersamanya.
"Oh ya, Wa ...," ucap Adam.
"Apa, Kak?"
Kini Adam menatap Hawa tajam, dan senyum-senyum sendiri, membuat Hawa menjadi salah tingkah.
"Kenapa sih ... senyum-senyum, aku aneh ya? Duh kaca mana nih," ucap. Hawa sambil mencari kaca dalam tasnya.
"Gak perlu kaca, aku yang akan menjadi kaca kamu ...," ucap Adam, dan Hawa kembali melihat Adam dengan penuh keanehan.
"Siapa yang bilang kamu aneh? Aku cuma mau bilang, kamu cantik banget pakai hijab, Istiqomah ya, Sayang," ucap Adam.
"Alhamdulillah ... terimakasih Kak, in syaa Allah, bantu doa dan dukungannya," balas Hawa.
"Pasti!" jawab Adam sambil memegangi kepala Hawa.
'Kamu lelaki baik, Kak. Aku juga akan berusaha untuk menjaga kepercayaan dan cintamu," gumamnya.
***
Di perjalanan pulang, Hawa merasakan ada yang aneh pada mobilnya. beberapa sepeda motor yang lewat di samping mobilnya menunjuk ke arah ban mobil.
Dia melihat dari spion mobilnya, tanpa rasa curiga sedikit pun, Hawa turun dari mobil, untuk mengganti ban yang bocor. Saat ia turun sebuah tangan membekap mulutnya dari belakang, dan sekita membuatnya tak berdaya.
Tersadar dirinya sudah berada dalam satu ruangan, Hawa merasakan kepalanya teramat sakit.
Samar-samar dirinya mendengar langkah kaki memasuki ruangan tempat dia berada, tak lama terdengar seperti ada yang sedang membuka kunci pintu.
____
Seorang Lelaki memasuki ruangan itu, Hawa melihatnya dengan samar samar.
"Mas Rama?"
Pemuda itu menyeringai, perlahan mendekati Hawa.
"Apa yang Mas lakukan terhadap aku, lepaskan! Aku mau pulang!" ucap Hawa.
"Lepaskan? Enak saja kamu ...."
"Takdir mempertemukan kita lagi, seenaknya saja kamu memintaku melepaskanmu ...."
Rama berdiri di depan Hawa, lalu mendorong tubuh gadis itu dengan keras sehingga membuat Hawa terlempar ke atas kasur.
"Mas mau apa?"
Rama tersenyum sinis.
"Sabar ya, Sayang ... permainan belum dimulai, kamu santai saja dahulu, " ucap Rama.
Hawa mencoba berlari ke arah pintu yang terbuka, tetapi dengan cepat Rama menangkap tubuh Hawa dan mendorongnya ke kasur lagi.
"Jangan bikin aku marah ya?"
Rama keluar dari ruangan itu, dan mengunci Hawa dari luar.
"Mas, bebaskan aku! Tolong, Mas," pinta Hawa sambil mengetuk pintu.
***
Doni mondar-mandir di depan rumah, tangannya tak berhenti memencet ponsel yang dipegangnya, tidak berapa lama Haikal pun datang.
Haikal menanyakan kenapa Doni memanggilnya, lelaki itu pun menceritakan tentang sang adik yang belum kembali sampai sekarang.
"Coba hubungi Adam," titah Doni.
Tak lama setelah selesai menelpon Adam, Haikal kembali menemui Doni.
"Adam bilang Hawa udah pulang dari tadi, Don," ucap Haikal.
Tidak lama kemudian, Adam pun muncul di rumah Doni.
"Bagaimana, Kak? Hawa sudah pulang?" tanya Adam.
Doni menggeleng.
Adam langsung mencoba menelpon Hawa, tapi hasilnya nihil, kemudian mencoba menelpon Alya, menanyakan apakah Hawa ada bersamanya. Namun, tetap sama. Alya tidak tahu keberadaan sahabatnya itu.
'Kamu kemana, Wa ... please jangan bikin aku khawatir,' gumam Adam.
"Kamu tenang dulu, Dam, kita cari sama-sama, " ucap Haikal.
"Bagaimana gua tidak khawatir sama Hawa ... lu tahu 'kan ... keadaan dia, Kal? " jawab Adam.
"Apa mungkin ini perbuatan Rama?" ucap Doni.
"Lu kenapa bisa nuduh dia?" tanya Haikal
"Gua ingat dia pernah mengancam Hawa, tak salah lagi ini, pasti Rama."
Tidak beberapa lama kemudian ponsel Adam berbunyi. Menerima pesan dari nomer yang tidak di kenal.
[TEMUI GUA, KALAU LU MAU HAWA SELAMAT, JANGAN LAPOR POLISI, DAN DATANG SENDIRI.]
"Fix! Kak Doni ... Hawa diculik," ucap Adam, kemudian menunjukan pesan yang baru di. terimanya.
***
Rama kembali ke kamar Hawa disekap, ia marah karena gadis itu tidak memakan makanan yang dia berikan.
"Kamu tenang aja, permainan akan segera kita mulai, Wa," ucap Rama.
"Apa mau Lu!"
"Mau aku? Kamu!" jawab Rama.
Rama mencoba memegang pipi Hawa, tetapi Hawa menampik tangan Rama.
"Jangan sentuh gua!"
"Auw ... takut ...."
Rama memeluk dan mencium pipi Hawa.
"Kurang ajar!"
Plaaaaakkk!
Hawa menggampar pipi Rama.
Tamparan Hawa membuat Rama semakin menggila dan marah pemuda itu menarik dan ingin melepas hijab gadis yang disekapnya. Namun, Hawa menahan dengan memegangi kepalanya agar kain persegi itu tidak terlepas.
"Wah! Hebat lu ya... berani gampar gua ...," ucap Rama.
"Itu masih jilbab yang gua tarik. Bagaimana kalo baju elu yang gua buka?" ucap Rama.
Pemuda itu kian marah sambil memegangi pipinya yang terasa panas bekas digampar Hawa. "Gua mau lihat bagaimana reaksi kekasih lu, setelah dia tau pacar tercintanya, disiksa dan gua tidurin."
"Kamu tak usah takut, Sayang, aku sayang kamu, tak akan nyakitin, aku hanya ingin membuatmu senang."
"Kita menikmatinya bersama-sama ...," ucap Rama yang semakin dirasuki setan.
Namun, Hawa terus memberontak. Rama mulai mencoba mendekati Hawa kembali, mendekap tubuh sang gadis, tendangan melayang di perut Rama.
cuiiiihhh!
Hawa meludahi Rama.
Pemuda itu semakin marah melihat perlakuan Hawa. Ia menampar pipi Hawa berulang kali, menarik hijab gadis itu hingga terlepas dan merobek baju Hawa.
Hawa merintih kesakitan akibat perlakuan buruk Rama. "Ini 'kan mau lu? sekarang gua mau lakuin yang lebih kasar dari ini."
"Jangan, Mas...," Hawa berkata lirih.
"Kan sudah gua katakan ... jangan melawan. Gua mau membuat lu senang ...," ucap Rama.
Menahan sakit yang mendera tubuhnya, Hawa hanya dapat mengeluarkan airmata. Darah segar mulai keluar dari kedua lubang hidungnya.
Tubuhnya semakin lemas, tapi ia tetap berusaha untuk melawan sekuat tenaga yang tersisa agar Rama tidak bisa melakukan hal yang lebih bejad lagi terhadapnya.
"Jangan lakukan itu, Mas ...!" Dirinya semakin ketakutan dan mulai menangis.
"Jangan Mas lakuin hal itu padaku, Aku minta maaf," ucap Hawa.
"Makanya nurut! Kamu diam aja, kita mulai permainannya," ucap Rama,pemuda itu menyeringai mendekati Hawa.
Rama kini kembali ingin memeluk Hawa, dengan tenaga yang tesisa, gadis itu mencoba untuk bangun dan lari, Rama mencekal kaki Hawa hingga terjatuh.
"Kamu gemesin banget sih, Sayang ...," ucap Rama.
Saat Rama hendak melancarkan aksinya terhadap Hawa, di saat gadis itu sudah benar- benar tidak berdaya, satu tendangan melayang dari belakang tepat di punggung Rama.
"Berani lu sakiti adik gua! "
Bukkkkk!
Doni menginjak perut Rama.
"Ini untuk perlakuan bejat lu pada adik gua!"
Buuuuugh
Satu pijakan lagi menghantam perut Rama.
Adam melihat Hawa dengan kondisinya yang lemah menangis ketakutan langsung menghampiri dan mendekatinya.
Mengambil kembali jilbab yang di tarik Rama, untuk dipakaikan ke Hawa kembali, lalu memberikan jaketnya kepada Hawa untuk menutupi tubuh gadis itu akibat baju yang disobek Rama.
"Kamu tenang ya, Wa, Sudah tidak ada apa-apa lagi," ucap Adam menenangkan Hawa yang masih ketakutan dan terus menangis.
Doni masih terus menghajar Rama sampai babak belur, lalu Haikal mencoba melerai keduanya.
"Cukup, Don, biar polisi yang menindak lanjutkannya, aku udah telpon polisi," ucap Haikal.
"Kak Doni ... Hawa, Kak ...," teriak Adam lalu mengangakat Hawa yang pingsan dan membawanya keluar ruangan itu.
"Kita bawa ke rumah sakit, dan elu Rama ... lu udah nyakitinn adik gua, jika terjadi apa-apa lu harus tanggung jawab."
"Nyawa harus dibayar nyawa, urusan lu dengan gua belum selesai!"
Gua bunuh lu, jika adik gua sampai ternodai," ucap Doni, lalu memberikan satu hantaman kembali yang di layangkannya tepat pada wajah Rama.
"Bersyukurlah elu tidak dibikin mati sama Doni, Ram!" ucap Haikal, kemudian membenturkan kepala Rama pada dinding.
Kedua pemuda itu pun menyusul Adam yang membawa Hawa ke rumah sakit.
Bersambung
No comments:
Post a Comment