Friday, October 30, 2020

Pelukan Cinta Sang Dosen 13

PELUKAN CINTA SANG DOSEN 13

Hawa yang baru saja bangun, keluar dari kamarnya. Ia langsung turun dan gabung di ruang tamu bersama Adam dan Doni. 

"Tuh! Adek gua udah bangun, ngomong gih!" titah Doni pada Adam. 

Pemuda itu pun mendekati Hawa. Ia duduk di tepat di samping gadis yang tak memperdulikan kehadirannya. 

"Masih marah ya ...?" tanya Adam kemudian duduk di sebelah Hawa. 

Namun, Hawa tetap tidak memperdulikan Adam, tangannya sibuk memutar siaran televisi melalui remote yang dipencetnya,  melihat sikap cuek sang tunangan, ia menarik napas pelan, lalu mengambil benda pipih itu dari tangan gadis itu. 

"Aku pengen ngejelasin, dengar ya, kamu salah paham, Sayang ...," ucap Adam. 

Namun, tetap tak ada respon dari Hawa sedikit pun. 

"Aku harus apa lagi?" 

Hening .... 

Adam mengatakan, Kayla akan datang ke rumah ini. Untuk menjelaskan mengapa mereka bisa terlihat bersama beberapa waktu kemaren. Ia juga memanggil kedua orang tuanya untuk hadir guna meluruskan permasalahan yang ada. 

Hawa masih tetap cuek, tak mau mendengarkan Adam, ia meninggalkan pemuda itu kembali ke kamarnya. 

Akhirnya, Adam pun pergi meninggalkan Hawa kembali menghampiri Doni. 

"Bagaimana, Dam?" 

"Serem ya kalo dia marah, Kak, aku dicuekin habis, " jawab Adam.  

Doni pun tertawa mendengar jawaban Adam. "Ya sudah, tunggu orang tua kamu dan Kayla aja," ucap Doni. 

Tidak berapa lama kemudian orang tua Adam datang, setelah mempersilahkan masuk, Doni pun memanggil Hawa kembali. 

Lelaki paruh baya berkharismatik itu menanyakan ada permasalahan apa di antara mereka berdua, Hawa menceritakan semuanya pada kedua orang tua Adam. Ia juga menceritakan keinginan untuk membatalkan pernikahaannya. 

Tak tahan dengan sikap Hawa, Adam kembali menjelaskan di depan kedua orang tuanya juga Doni.

"Wa, kamu salah paham," Adam membela diri lalu mengenggam tangan Hawa. Gadis itu menepis genggaman Adam. 

"Kamu salah paham, Wa...," ucap Adam sekali lagi. 

Adam menceritakan semuanya pada orang tuanya,  tentang apa yang sebenarnya terjadi, tidak berapa lama kemudian, Kayla pun datang. 

***

Begitu juga dengan Kayla, dia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada semua orang yang ada di rumah itu. 

Kayla mendekati Hawa, memeluk tubuh gadis yang sedang dibakar api cemburu itu. "Maafin aku ... Adam tak salah, Wa. Cabut keputusan kamu ya, dia laki-laki baik, dirinya tidak akan pernah mengkhianati kamu."

"Adam sayang banget dengan kamu," ucap Kayla. 

Hawa melirik Adam. "Maafkan aku juga ya, Mba," ucapnya seraya membalas memeluk Kayla. 

Melihat kedua gadis itu saling berpelukan, Adam menarik napas, dan mengembusnya dengan kasar, ia merasa lega, masalah ini dapat selesai dengan baik. Kemudian mencoba kembali mendekati Hawa. 

"Maafin aku, Wa. Seandainya aku jujur ...."  

Hawa berdiri mendekati calon ibu mertuanya, kemudian memeluk wanita paruh baya itu. Meminta maaf atas keeegoisannya. 

Keduanya mendapat nasehat dari orang tua Adam. 
Selesai memberikan petuah, mereka pun kembali pulang. 

"Aku punya sesuatu untuk kamu," ucap Kayla, dan memberikan sebuah bungkusan pada Hawa. 

"Ini untuk apa? " tanya Hawa. 

Kayla menjelaskan itu hanya sebagai kenang-kenangan, dan permohonan maaf pada Hawa. 

"Dam,  jangan pernah sakiti dia, dan selamat ulang tahun ya," ucap Kayla. 

"Thanks, Key," jawab Adam

***

Setelah Kayla pamit, Adam pun kembali duduk mendekati Hawa,  masih dengan usahanya untuk mendapatkan kata maaf dari sang gadis. 

"Masih marah?" tanya Adam 

Hawa menundukan wajahnya lalu menggeleng. melirik lelaki yang kini berganti duduk di hadapannya. 

"Kita jadi nikahkan?" tanya Adam dengan polosnya. 

Melihat wajah dan pertanyaan Adam,  Hawa pun tertawa kecil dan meraup wajah Adam pelan. 

"Kok ketawa?" tanya Adam heran.  

"Jelek amat muka kakak, lucu akh," Hawa masih tertawa melihat Adam. 

Adam pun tersenyum melihat sang gadis dapat tertawa lepas kembali. 

"Sebentar ya, Kak," ucap Hawa. 

Dia meninggalkan Adam ke kamarnya, tidak berapa lama Hawa turun membawa bingkisan, memberikannya pada lelaki yang berstatus tunangannya. 

"Selamat ulang tahun calon imamku,  semoga usianya berkah, semakin sayang sama aku, dan jangan pernah berubah," ucap Hawa lalu menyerahkan bingkisannya pada Adam. 

"Makasih ya, Sayang ...," ucap Adam. 

"Tapi ... bungkusnya kena darah Ocha," ucap Hawa yang kembali sedih. 

Adam mengusap kepala Hawa. 

"Tak apa-apa, jangan sedih lagi dong." 

***

KAMPUS

Bruuukk

Terbuyar dari lamunan, Hawa yang sedang berjalan tergesa-gesa saat tubuh mungilnya menghatam seseorang. 

"Maaf saya tergesa-gesa, ada yang sakit?"  tanya seseorang tersebut yang membuatnya tersentak kaget dan sangat mengenal suara itu. 

Hawa mendongakan kepalanya, dirinya kaget melihat sosok tinggi, putih, dan cukup tampan  yang sedang berdiri di hadapannya seraya mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. 

"Mas Ra-ma? " ucap Hawa terbata bata. 

"Hawa ...! Alhamdulillah kita bertemu lagi, aku sangat berharap dapat bertemu dengan kamu lagi, Wa," ucap pria  yang bernama Rama. 

Rama adalah seseorang yang pernah dekat dengan Hawa, ia sahabatnya Doni. 

"Maaf, Mas, aku buru-buru," ucap Hawa lalu pergi meninggalkan Rama.

"Hawa ... kamu makin cantik aja, semoga Tuhan mempersatukan kita kembali," ucap Rama yang melihat kepergian Hawa. 

Hawa berlari, napasnya tersengal-sengal saat sampai di kelasnya. 

"Kamu kenapa, Wa ... " tanya Alya yang sudah menunggunya. 

"Ah ... gua pikir ... udah telat,"  ucap Hawa. 

"Bohong! Hayo, ada apa? Jangan bilang lu belum baikan sama pak Adam."

Hawa menatap tajam wajah sahabatnya itu. 

'Kapan gua bisa boong dari lu, Al' ucap Hawa dalam hatinya. 

"Alya,  kamu masih ingat Rama?" tanya Hawa. 

"Hey! Elu, kenapa tiba-tiba ingat dia," tanya Alya kaget. 

"Aku bertemu dia," jawab Hawa. 

"Terus ...?"

"Gua takut, kita berdua belum ada kata putus." 

"Gila ... jadi selama ini? Lu jalan sama Pak Adam,  tapi lu masih ngejalin hubungan dengan Rama? Parah lu, Wa!" ucap Alya.

"Nggak lah, gila aja! Lu pikir gua cewek apaan, Al? "

"Lalu ...  ini ceritanya bagaimana? Pernikahan lu tiga bulan lagi, tak usah macem-macem deh." 

"Lu kok marah sama gua, seakan-akan gua mempermainkan Kak Adam,  gua tidak seperti itu, Al, justru gua takut dengan Rama."

Hening ....

"Maafin Gua, sekarang gua lagi ada kelas, Wa, nanti kita bicarakan lagi ya." Alya meninggalkan Hawa. 

Hawa duduk sendirian di taman kampus, pikirannya kacau membuat dia melamun sehingga tak menyadari kehadiran Adam di sebelahnya. 

"Melamunin apa ...?" tanya Adam. 

"Kak Adam ...!" 

"Kenapa ... kok kaget? Pasti lagi melamuni cowok lain ya?" tanya Adam. 

Hawa membulatkan matanya, dirinya kaget kenapa Adam berpikiran seperti itu.

"Co-wok lain ... cowok mana?" jawab Hawa terbata- bata. 

"Kamu kenapa, Wa, beneran ya ... hayo mikirin siapa?" tanya Adam sambil tersenyum. 

Hening .... 

Hawa seperti kehilangan nafsu untuk berbicara pada Adam, apalagi menyanggah pertanyaan pria itu, dalam hatinya, ia tidak dapat membantah apa yang dipikirkan kekasihnya.

"Mikirin Kakak lah, kok tumben tidak menyapa aku hari ini," ucap Hawa dengan senyum yang di paksakan. Lalu kembali diam. 

"Sayang ... kamu kenapa diam lagi, aku ada salah? Maaf ya ... aku  tak akan bertanya tentang hal itu lagi,"  ucap Adam. 

Hawa masih diam. 

"Kamu marah ya, karena aku mengatakan jika kamu sedang melamuni pria lain, maaf Wa ...,"  Adam kembali merasa bersalah. 

Hawa semakin merasa bersalah atas sikap Adam yang merasa dirinya yang salah, ia menahan agar air matanya tidak tumpah saat itu.

'Sekarang di depanku ada pria yang tulus mencinta aku,  aku yang salah kak ... maafkan aku,' ucap Hawa dalam hatinya. 

"Saya mau pulang, Kak!" 

Langkah Hawa gontai,  dan hampir saja terjatuh, jika saja tak ditangkap Adam. 

"Kamu sakit ya, Wa? " Adam memegangi kening Hawa. 

"Nggak, Kak" 

"Lalu ... kamu kenapa? Kok seperti memikirkan sesuatu, ada tugas yang tidak dimengerti? Atau bagaimana?  Ayo ngomong, jangan bikin aku cemas," tanya Adam. 

"Mau pulang aja, saya tak apa-apa, kak, benaran deh," ucap Hawa dengan senyum yang dipaksakan. 

"Senyumannya tak tulus? " 

"Emang senyum yang tulus bagaimana, Kak? Ada-ada aja deh."

"Ya sudah aku antar kamu."

"Saya naik taksi online aja, tadi mobilnya dipakai Kak Doni," 

"Kalo gitu aku antar."

Adam menggandeng tangan Hawa berjalan ke parkiran. Tidak sengaja mereka bertemu Rama yang kebetulan juga baru selesai mengurus keperluannya. 

"Ketemu lagi ...," sapa Rama. 

Hawa tersenyum, "Ya, Mas...."

"Kamu dengan siapa?" tanya Rama kembali. 

"Saya, Adam."

"Rama."

"Oh ya kita duluan ya."

"Aku duluan, Mas," ucap Hawa lalu pergi meninggalkan Rama, menyusul Adam dari belakang, Hawa langsung menggandeng tangan Adam.

"Tumben ... belum di suruh udah gandeng aja," ucap Adam. 

Hawa melepaskan gandenganya dan memukul pelan punggung Adam. 

"Udah mulai genit nih," goda Adam. 

"Apasih," jawab Hawa kesal. 

Di perjalanan, tiba-tiba Adam memecahkan keheningan yang membuat Hawa tersentak dari lamunannya. 

"Wa ... Rama itu siapa? Mantan pacar kamu ya?"

Hawa kaget mendengar pertanyaan Adam, dan melepaskan pegangannyanya kembali, pemuda itu mengeremkan motornya tiba-tiba. 

"Kok di lepas, kalau jatuh bagaimana? Pegangan lagi," perintah Adam. 

"Apaan sih Kak? Aneh deh pertanyaannya, dia itu teman kak Doni."

"Oh ...  begitu," jawab Adam. 

'Aku tahu kamu bohong, Wa ...  terlihat ada sesuatu antara kalian,  itu terlihat jelas dari mata pria itu saat menatapmu.' 

'Tapi apa pun yang terjadi,  aku akan tetap mempertahankan kamu, dan terus berjuang untukmu,' Adam bergumam. 

***

"Sudah sampai dengan selamat di istana calon bidadariku," ucap Adam.

"Lebay! Makasih ya, Kak ... mampir dulu," ajak Hawa. 

"Sudah sore,  nanti-nanti saja aku datang, pamit ya ... assalamu' alaikum, Sayangku," ucap Adam sambil mengacak- acak rambut Hawa. 

"Waalaikumsalam, hati- hati, Kak."

Sore harinya, saat Doni yang baru saja pulang kerja, Hawa melihat sang kakak langsung mengejar dan memeluk kakaknya. Doni kaget melihat penampilan yang berbeda dari adiknya. .

"Kok beda? Mau pengajian?"  tanya Doni yang melihat Hawa berpakaian tidak seperti biasanya. 

Hawa kini menutup auratnya, ia memakai hijab, dan berbusana tertutup,  meskipun belum terlihat sempurna seperti yang diharuskan.

"Gak kemana-mana, cantik gak?" tanya Hawa. 

"Kamu pakai hijab sekarang? Kenapa?  Kok tiba-tiba berubah?  tanya Doni. 

"Karena aku sayang kakak, aku tak mau kakak menaggung dosaku, begitu juga sama papa, aku tidak mau orang-orang yang aku sayang masuk neraka karenaku,  apalagi aku takut nanti,  kalo aku tiba-tiba ma-" 

"Stop, jangan bicara tentang kematian,  kakak tak mau dengar kamu bicara mati lagi."

"Allhamdulillah, kakak senang lihat kamu seperti ini, semoga istiqomah dalam hijrahmu ya, Dek,  kamu cantik banget,  sumpah deh ...." 

Doni memeluk Hawa dan mengecup pucuk kepala sang adik. 

"Aku juga sayang kakak." 

"Kakak malahan sayang banget sama kamu." 

Terdengar suara pintu rumah Hawa diketuk. 

"Ada tamu,  Adam ya?"

"Bukan deh, dia tidak ngomong kalau mau datang, aku lihat deh. "

"Assalamualaikum .... "

"Waalaikumsalam.... " 

Hawa membuka pintunya, "Mas Rama?" 

"Boleh masuk, Wa?"  tanya Rama. 

Hawa menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal, dan mengangguk mempersilahkan Rama masuk. 

"Kapan sampai di jakarta, Mas?" tanya Hawa. 

"Sudah satu minggu, rencana pengen bikin kejutan untukmu, ternyata aku yang terkejut mendengar kabar terbarumu ...," jawab Rama. 

"Kabar? Maksudnya?"

"Kabar pernikahan kamu dengan dosen muda di kampus, dia yang aku temui di siang tadi kah? " tanya Rama

Hawa mengangguk, "Iya, dia calon suami aku."

"Kamu benar mencintai Adam, Wa?" tanya Rama. 

Hawa mengangguk, Rama merasa dirinya dikhianati Hawa seketika itu mengamuk dan memarahinya.

"Kenapa kamu jahat kepada aku?" cerca Rama. 

"Apa selama ini aku mengecewakan kamu?  Pernahkah aku berkhianat? Aku di sana setia menunggumu, ternyata? " ucap Rama. 

Hawa mengetahui Rama orang yang nekad dan bisa berbuat apa saja,  berusaha meredam emosinya berusaha mengalah. 

"Maafin aku, Mas."

"Mudah banget hanya mengatakan maaf ...." 

"Kamu dengar, aku janji ...  jika aku tidak dapat memilikimu, Adam pun tidak akan pernah memiliki kamu, aku pastikan itu!" ancam Rama.

"Jangan ancam adek gua seperti itu, Ram! " ucap Doni. 

"Don, gua tidak sedang mengancam adek lu,  tapi  lihat aja apa yang terjadi nanti. "

Doni hampir saja menghajar Rama. Namun, di tahan Hawa. "Pergi lu dari rumah gua!"

"Maafin aku, Mas, aku harap kamu tak membenci aku." ucap Hawa. 

"Kamu lihat aja, Wa, yang pasti saya akan hancurkan hubungan kalian, karena tak ada pria mana pun yang boleh miliki kamu selain aku, kamu ingat itu!"

"Mas ngancam aku?" 

"Iya! Karena kamu udah jahat sama aku," ucap Rama. 

***

Hawa terpaksa harus menahan air mata karena fakta pengkhianantannya kepada Adam
Masih terngiang jelas di telinganya  atas ancaman Rama terhadapnya. mengingat sang calon suami yang begitu tulus dan mau terima dirinya apa ada nya membuat dia semakin diliputi rasa bersalah yang semakin dalam. 

Hawa dikejutkan dari bunyi ponselnya. 

[Cinta akan membantumu melewati rintangan,  dan akan menghadapi satu kedukaan. I love you,  jangan pernah takut, aku selalu bersama kamu.]

'Kak Adam,  apa maksudnya dia mengirim pesan seperti ini,' ucap Hawa dalam hatinya. 

"Apa dia tau tentang Rama? Oh my god ...." Hawa membantingkan tubuh pada kasurnya.

'Aku akan jujur pada kamu, Kak, siapa Rama sebenarnya,' gumam Hawa. 

Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER