PELUKAN CINTA SANG DOSEN 11
Adam mengikuti Hawa pergi, dan meninggalkan Kayla.
"Sha ... susulin," titah Alya.
"Biarin mereka berdua menyelesaikan masalahnya dulu."
"Hawa ... tunggu, Wa, kamu tak boleh bawa kendaraan sendiri, mana kuncinya, aku yang antar kamu pulang, " ujar Adam.
Namun Hawa tetap diam, dia hanya memberikan kunci mobil pada Adam.
Di dalam mobil pun tidak ada sepatah kata yang keluar dari bibir Hawa, Hanya Adam yang berbicara sendiri.
"Kamu jangan diam aja dong, Wa, Aku takut lihat kamu seperti ini," ucap Adam.
"Aku Harus seperti apa lagi, Wa? Agar kamu yakin kepadaku, aku berani bersumpah, Kayla memfitnahku."
"Kamu percaya sama aku dong, Wa."
Adam masih terus berbicara, dan meyakinkan Hawa. Namun, Hawa masih tetap bungkam.
"Kamu jangan diam aja, Wa, aku takut lihat kamu seperti ini," Adam berulang kali memaksa Hawa berbicara.
Merasakan ada sesuatu yang mengalir dari hidungnya, Hawa sibuk mencari sesuatu di dalam mobilnya.
"Kamu cari apa?" tanya Adam.
Hawa tetap tak menjawab, masih sibuk dengan aktivitasnya, Adam menepikan mobilnya, dan melihat ke arah Hawa.
Hawa menutupi hidung dengan tangannya, saat Adam melihat dirinya. Menutupi darah yang terus keluar dari hidungnya.
Adam membuka tangan Hawa yang menutupi hidungnya. "Aku sudah lihat, kenapa harus kamu tutupi?"
Adam mengeluarkan sapu tangannya, lalu membersihkan darah yang mengalir dari hidung Hawa. Hawa jatuh ke dada Adam.
"Wa? Astaghfirullah...."
Adam panik langsung membawa Hawa ke rumah sakit. Di perjalanan tak lupa dia menelpon Doni kakak Hawa.
"Dok, bagaimana adik saya," tanya Doni pada dokter itu.
"Hawa sudah tidak apa-apa, dia hanya kecapean dan terlalu banyak pikiran, pastikan adik kamu harus benar-benar istirahat yang cukup, jangan bebani dia dengan pikiran- pikiran berat, yang akan membuat dia drop," ucap dokter pada Doni.
"Baik, Dok, terimakasih!"
Doni menanyakan kepada Adam apa yang terjadi sehingga Hawa bisa seperti ini.
Adam menjelaskan semuanya pada Doni, tidak ada yang ditutupi oleh pemuda itu.
"Jika begitu adanya, kamu tinggal meyakinkan adikku saja, mungkin Hawa kali ini akan memaafkanmu. Terbukti, dia mau kembali, dan ikut mencari cincin yang ia buang sendiri, tapi jangan bikin adikku kecewa sekali lagi, aku bisa pastikan, dia akan meninggalkan kamu, Dam," ucap Doni.
"Iya, Kak, aku janji."
***
Hawa sudah sadar, kini dirinya sudah di pindahkan ke ruangan peristirahatan rawat inap, gadis itu melihat Adam dan Doni masuk ke kamarnya.
Doni langsung izin sama adiknya jika dia mau ke kantor lagi, dan sang kakak meminta Adam untuk menjaga Hawa.
"Titip adik gua ya, Dam, jika ada apa- apa tolong cepat hubungi gua."
Adam mengangguk. "Iya, Kak."
***
"Saya mau duduk, Kak."
Adam membantu Hawa untuk duduk di bed rumah sakit tersebut.
"Kak, saya mau muntah ...."
Hawa menahan mualnya agar tidak tumpah di kasur tersebut, cepat-cepat Adam mengambil wadah untuk muntahannya.
Hawa memintanya untuk mengantarkannya ke kamar mandi, tetapi Adam tidak mengizinkannya.
"Muntahin di sini aja, biar nanti aku yang bersihiin," ucap Adam.
"Tapi kotor, Kak, nanti kakak jijik ...."
"Cepat ... keluarkan di sini!" ucap Adam.
Dirinya tidak memperdulikan ocehan Hawa. Selesai itu, Adam membersikan sisa muntahan yang tekena di lantai dan di sekitar mulut Hawa.
Melihat Adam yang begitu tulus membantu, hatinya luluh kembali, dan merasa bersalah atas keegoisannya, sehingga tanpa sadar ia meneteskan air mata.
Adam duduk di dekat Hawa, dan menatap gadisnya.
"Kenapa nangis, ada yang sakit?" tanya Adam, penuh dengan rasa khawatir.
Hawa hanya menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa- apa, Kak."
"Nanti ... aku akan menjelaskan semuanya kepada kamu, yang terpenting, kuharap kamu jangan pikirkan apa kata Kayla."
Hawa merasa tidak enak hati mendengar nada bersalah dari Adam. Dia mengenggam tangan pria yang bersamanya dan meminta maaf atas keegoisannya.
Begitu juga dengan Adam, yang merasa lebih bersalah, karena hampir saja menghilangkan kepercayaan sang gadis terhadap dirinya.
"Maafkan saya, Kak," ucap Hawa.
"Kamu tidak salah, ini semuanya salah aku, yang tak seharusnya membiarkan Kayla menyakiti kamu seperti ini."
"Aku harap, yang terpenting kamu tidak usah mikir yang macem- macem ya ...."
Hawa mengangguk lalu tersenyum. Adam merasa sedikit lega atas sikap Hawa yang memaafkannya.
"Terima kasih ya, Wa. Atas kepercayaan kamu dan maaf untukku," ucap Adam kembali.
"Hidung kamu, Wa."
Adam kembali mencari tissu saat melihat hidung Hawa mengeluarkan darah kembali. Gadis itu memegangi hidungnya kembali
Adam hendak membersihkan darah di hidung Hawa lagi. Namun, ia menahannya.
"Biar saya saja, Kak," pinta Hawa sambil mengambil tissu dari tangan Adam.
"Ini tissu siapa?" tanya Adam.
"Gak tau, tissu kakak mungkin..., " jawab Hawa masih dengan memegangi Hidungnya.
"Nah itu tau, ini tissu aku, berarti aku yang berhak membersihkan darah itu," ucap Adam sambil tersenyum kemenangan.
"Ini hidung siapa?"
"Hidung pesek ...," ledek Adam sambil tertawa geli.
Hawa mencubit Adam. "Ikh, nih anak, dikit-dikit main cubit ya...."
"Huh ... ini hidung mancung ya, Kak."
"Iya deh mancung, tapi ... ke dalam," ledek Adam.
Hawa langsung memasang wajah cemberutnya. "Enak aja, mancung ikh! "
"Dasar pesek! "
"Kulkas," balas Hawa lagi.
"Enak aja kulkas, udah tak ada lagi sebutan itu ya ... semenjak aku mengenal si pesek."
"Tetap aja kulkas ...," ledek Hawa.
Adam tertawa riang, merasa lega melihat Hawa kembali ceria, di tengah kebercandaan mereka, tiba-tiba Hawa kembali membicarakan Kayla.
"Kayla cantik ya kak," ucap hawa
"Cantik? Iya dia Cantik, tapi jauh lebih cantik kamu."
"Kamu menang segalanya dari dia, Wa, fisik, dan hati. Meskipun ada yang mengatakan kamu tidak cantik, saya tidak perduli. Bagi saya cantik fisik itu tidak penting."
Hawa tersenyum, "Gombal! Kenapa tidak kembali padanya saja, Kak?" tanya Hawa.
"Kembali pada cewek gila itu?"
"Kamu dengar ini baik-baik, di hadapan aku ada wanita yang lebih pantas diperjuangkan untuk aku miliki hatinya, menjadi teman hidupku sampai akhirnya nanti, meskipun dia berhidung pesek, " ucap Adam.
"Ledekin aja terus!"
"Tapi ... biar pun dia pesek, aku tetap cinta kok, aku cinta mati dengan gadis berhidung pesek itu." Adam menarik hidung Hawa lagi.
Hawa menepis tangan Adam.
"Jangan tarik-tarik nanti mimisan lagi bagaimana?"
Adam tertawa, "Iya maaf ya, aku lupa."
Adam kembali serius, memohon kepada Hawa untuk tidak membicarakan tentang Kayla lagi, dia tak ingin hal itu akan membuat sang gadis akan menjadi kepikiran membuatnya drop kembali.
"Sekarang kamu tidur, ingat apa kata dokter tadi!" perintah Adam.
"Gak ngantuk, lagian kak Doni belum datang."
"Kak Doni kan kerja, Sayang ... kasihan kakak kamu, pasti dia capek. Kamu tidak mau kan, kalau dia sakit dan sedih karena mikirin kamu?"
Hawa menggelengkan kepalanya.
"Iya pasti kak Doni udah lelah banget, apa lagi kamu, Kak."
"Kenapa? Tak ada kata lelah untuk kamu, aku akan tetap menjagamu, sampai kapan pun, sampai sisa umurku, sekarang tidur!"
"Bawel ikh!"
"Biarin bawel, ini untuk kebaikan kamu juga kan?"
***
Tiga hari mendapatkan perawatan di rumah sakit,Hawa diperbolehkan pulang.
Seorang wanita yang berdiri di tepi jalan sendiri bersama mobilnya yang mogok, diganggu preman yang terlihat sedang mabuk.
"Mau abang bantuin, Neng?"
"Neng malam-malam jangan keluyuran, mending temani abang, yuk."
Gadis itu tampak ketakutan, Hawa yang melihat kejadian itu meminta Doni untuk berhenti dan menyuruh kakaknya menolong wanita itu.
"Kak tolongin, Kak."
Doni memberhentikan mobilnya, menepikan agak jauh dari tempat kedua preman dan wanita itu berada.
"Kamu di sini aja, jangan keluar dari mobil, kalau ada apa- apa langsung bawa mobilnya," ucap Doni pada Hawa.
Hawa mengangguk. "Hati-hati, Kak."
"Iya, kamu juga ya."
Doni keluar, lalu berjalan ke arah mereka.
"Kalau ngakunya preman masih gangguin wanita yang sedang sendirian namanya itu banci, Bang," ucap Doni yang berjalan ke arah mereka.
"Wah bozz ... ada pahlawan ke siangan, Bos, hajar!"
Terjadi perkelahinan antara Doni dan kedua preman tersebut, tak butuh waktu lama untuk menghajar kedua preman tersebut. Keduanya terkulai lemas di tangannya.
"Makasih, Mas," ucap gadis itu.
"Sama- sama, Mba, ehm ... kenapa mobilnya?"
Gadis itu menjelaskan kerusakan pada mobilnya, lalu Doni menyarankan agar wanita yang di tolongnya menunggu di mobil miliknya bersama Hawa.
"Ya sudah, tinggal aja mobilnya sebentar, Mba ke mobil yang ada di sana aja dulu, ada adik saya di dalam, biar coba saya perbaiki dulu mobilnya."
Wanita itu berjalan ke arah di mana Hawa menunggu Doni, dan samar Hawa melihat gadis yang berjalan ke arahnya.
'Kayla? Jadi yang di tolongin kak Doni itu Kayla.'
Kayla mengetuk kaca mobil, Hawa membuka pintu mobilnya dan menyuruhnya masuk.
"Hawa...?" Kayla kaget saat melihat Hawa.
"Masuk!"
"I-Itu siapa?" tanya Kayla terbata- bata.
"Kakakku, lu pikir siapa?"
"Kakak kamu?"
Kayla tertunduk, dia menyadari kesalahannya pada Hawa, orang yang dia sakiti malah mmbantunya di saat ia membutuhkan pertolongan.
"Kenapa kamu mau menolong aku, orang yang udah jahat sama kamu?"
"Yang butuh ditolong pasti akan ditolong, tak peduli siapa pun itu."
Kayla menunduk.
"Hawa ... maafin aku ya? "
"Untuk apa?"
"Untuk ... yang kulakukan sama kamu selama ini, aku sadar itu jahat banget."
"Adam itu lelaki baik, Wa, Dia tak bersalah, tak seperti apa yang aku katakan kepadamu, please jangan putuskan pertunangan kalian," ucap Kayla.
"Siapa yang mau putus?"
Tidak beberapa lama Hawa dan kayla melihat Doni melambaikan tangannya ke arah mereka, ia menjalankan mobilnya mendekati Doni.
"Mobil kamu udah bisa hidup tuh," ucap Doni.
"Makasih, Mas, Wa...," ucap Kayla.
***
KAMPUS
Di kantin, Hawa sedang duduk bersama Kayla, karena gadis itu meminta Hawa menemuinya.
Saat Adam melihat tunanganya bersama Kayla, ia merasa cemas, takut akan fitnah yang ditebarkan sang mantan. Dirinya langsung menghampiri mereka berdua, dia duduk di sebelah Hawa.
"Mau apa lagi kamu, Key, mau memfitnah gua lagi dengan Hawa," ucap Adam yang langsung bicara.
"Apasih, Kak, datang-datang kok marah," ucap Hawa.
Kayla hanya tersenyum, "Aku pergi dulu ya," ucap Kayla.
"Oh ya, Dam, jaga baik-baik Hawa ya, kamu benar. Dia pantas kamu perjuangkan."
Adam yang merasa heran dengan sikap Kayla yang berubah 180 derajat, langsung bertanya kepada Hawa, "Kenapa lagi tuh anak, sandiwara apa dia, kamu gak apa-apakan, Wa?"
Hawa menggelengkan, dan dia pun menceritakan semuanya pada Adam kejadian kemarin malam.
"Aku kok tak percaya ya, Wa, Kayla berubah secepat itu."
"Shudzon itu tak baik, Kak, saya mau ke kelas dulu ya."
Hawa yang hendak jalan ditarik lengannya oleh Adam, hingga terjatuh di pangkuan Adam.
"Hisss ... Ini kantin, Pak, malu dilihat mahasiswa lain?"
Ia langsung berdiri dan pindah duduk, Adam hanya tertawa geli yang melihat wajah Hawa memerah.
"Aku belum habis ngomong, kamu dah main pergi aja, bukan shudzon, Sayang, tetapi tak yakin dia berubah, karena aku kenal lama dengannya."
"Sama aja ... berpikir positif saja, Kak, " jawab Hawa dan langsung pergi meninggalkan Adam.
***
Seminggu kemudian....
Kayla meminta Adam menemuinya untuk terakhir kali, awalnya mendapat penolakan dari lelaki itu.
Kayla terus berusaha meyakinkan Adam, untuk menemui dirinya, dan berjanji tak akan mengganggu hubungannya dengan gadis yang dicintai mantan kekasihnya itu.
"Tidak bisa gua katakan ya tidak, jangan ganggu gua dan Hawa, mungkin dia bisa percaya dengan lu, tidak dengan gua."
Kayla kembali menjelaskan, jika dirinya akan pergi dari kota ini lagi, dia hanya memohon bertemu untuk terakhir kalinya.
"Oke, habis dari ini lu menjauh dari gua dan Hawa! "
"Baik, Dam, aku janji, kamu datang ke apertemenku, nanti aku sms alamatnya."
"Oke!" jawab Adam lalu pergi meninggalkan Kayla.
Bersambung
No comments:
Post a Comment