Pelukan Cinta Sang Disen 09
By : Fahriani
Azan subuh sudah berkumandang, Adam bangun dari tidurnya, masih terlintas dalam pikiran berjuta rasa haru dan bahagia, dan sujud syukur tak henti dia pajatkan pada Allah.
Tak henti bibir Adam melafazkan dzikir di antara butiran tasbih yang ia genggam. Selesai lelaki itu mengambil ponselnya lalu menelpon Hawa.
"Assalamualaikum, Wa," ucap Adam dari ujung teleponnya.
"Waalaikumsalam, Kak."
"Dah bangun?"
"Belum."
Terdengar suara Adam yang sedang tertawa geli mendengar jawaban Hawa.
"Jutek amat, lari pagi yuk?"
"Males, ah."
"Yah ... sudah kalau begitu aku pulang deh."
"Emang Kak Adam di mana?" tanyanya.
"Di hati kamu," jawab Adam sambil tertawa.
"Saya matikan nih teleponnya ya ...!" ancam Hawa.
"Jangan!"
Adam menyuruh Hawa berjalan ke arah jendela kamarnya, gadis itu pun menurutinya.
Hawa berjalan ke arah jendela kamarnya, dia melihat sosok Adam yang melambaikan tangan kepadanya.
"Kak Adam," Hawa pun turun dan menemui Adam.
"Kok tak bilang-bilang mau ke sini," tanya Hawa.
"Sudah, ayo! Kita jalan-jalan."
Adam langsung menarik lengan Hawa dan ia pun menuruti kemauan pria itu untuk lari bersamanya.
"Kak, pelan-pelan saya capek..., " ucap Hawa. Gadis itu membungkuk sambil memegangi perutnya.
Adam melihat Hawa, wajahnya tampak pucat, ia baru tersadar akan kondisi fisik Hawa.
"Astaghfirullah, aku lupa ..." Adam mendekati Hawa, dan membantu membawanya untuk menepi duduk di bangku taman yang ada.
"Maafin aku, Wa, apa yang sakit?" tanya Adam dengan penuh kekhawatiran.
"Tidak ada, hanya pusing sedikit, Kak."
Tunggu sebentar, lalu Adam pergi dan kembali dengan membawakan air mineral untuk Hawa.
"Di minum ...." Adam membukakan tutup botol mineral dan memberikannya pada Hawa.
Hawa masih kesulitan dalam mengatur napasnya, dan masih menahan rasa pusingnya.
"Masih pusing?"
Hawa mengangguk, Adam memegang lengan gadis itu, ia merasakan badan dan tangannya dingin.
"Maafin aku, kamu jadi seperti ini, tak seharusnya kamu aku ajak lari seperti ini," ucap Adam lirih.
Hawa tersenyum, meskipun ia menahan rasa sakit pada tubuhnya, tetapi dia tetap berusaha untuk tidak terlihat sedang kesakitan.
"Tak apa-apa, Kak."
"Kita pulang saja, Wa ...."
"Sebentar lagi, Kak, aku masih sedikit pusing, takut jatuh."
Kita pulang sekarang, Adam berjongkok membelakangi Hawa.
"Naik kepunggung aku, biar kugendong." perintah Adam.
Hawa menggeleng
"Gak mau. Malu, Kak ... banyak orang."
Adam membalikan badannya, dia menatap Hawa.
"Kenapa liatin saya seperti itu?" tanya Hawa.
"Apa mau aku gendong seperti waktu kaki kamu cidera dulu?"
"Nggak!" jawab Hawa dengan cepat.
"Kalau begitu naik, jangan bandel dan banyak alasan lagi."
"Tapi, kita pesan taksi aja, kan jauh rumahnya, nanti Kakak capek."
"Bawel ikh, naik deh ... cepat!" perintah Adam.
Akhirnya Hawa tidak bisa menolak ajakan Adam, saat di perjalanan pulang, Hawa tiba-tiba memberikan pertanyaan kepada Adam.
"Kak, saya ada pertanyaan."
"Apa itu?"
"Jika suatu saat nanti, saya khilaf dan salah, apakah kakak akan membenciku?"
"Pertanyaan macam apa itu? Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Ya jawab saja, Kak."
Adam mengatakan dirinya akan berjanji tidak akan pernah membenci dan melupakan Hawa. Tak ada kata capek untuk gadis yang bersamanya, pemuda itu mengatakan dia tak akan pernah lelah untuk mencintainya, sekali pun Hawa berbuat kesalahan.
"Kamu harus tahu, Wa. Aku tidak pernah bermain-main dalam urusan hati, seumur hidupku, aku hanya mengenal dua wanita yang pernah mengisi hatiku."
"Siapa?" tanya Hawa.
"Kayla dan kamu."
"Kamu tahu, Wa, selama bersamanya, aku tidak pernah sekali pun berkhianat, karena takut karma untuk adik dan bundaku, jika memainkan perasaan wanita."
Hawa tersenyum mendengar jawaban Adam. "Makasih, Kak Adam."
'Kamu tahu Kak, kamu juga alasan aku bertahan dan semangat menjalankan hidup, setelah aku tau penyakit itu,' ucap Hawa dalam hatinya.
____
Hampir enam bulan Hawa menjalin kasih dengan Adam, dan acara pertunangan pun telah dilaksanakan. Pernikahan juga semakin dekat, mereka sudah memutuskan untuk menikah pada bertepatan ulang tahun Hawa mendatang.
Hawa dan Adam pun sudah masing-masing sibuk mempersiapkan hari bahagia mereka.
Kini Hawa sedang berbelanja untuk keperluan hantaran pernikahan, ditemani bunda dan Dara adiknya Adam.
Sang bunda menyuruh Hawa memilih barang-barang keperluannya yang disukai gadis manis itu.
"Duh, Tante, terserah aja, Hawa tak mau memilihnya, tante saja yang pilihkan untuk saya," jawab Hawa.
"Wa, kok lu masih manggil tante sih, kamu panggil bunda juga dong, iya kan, Bun ...."
"Iya nih, kamu panggil bunda ya ... Sayang."
"Hawa boleh sebut Tante dengan sebutan Bunda?"
"Ya tentu saja dong, sangat boleh, kan kamu anak Bunda juga."
"He he ... iya maaf, Tan ... eh Bun."
"Gitu dong!"
Hawa tersenyum, dan mengangguk pelan. Selesai semua ritual berbelanja hantaran saat itu, kini mereka menuju Kafe untuk makan.
***
"Assalamualaikum, Sayang ... sudah selesai belanjanya?" tanya Adam dari ujung telponnya.
"Wa'alaikumsalam, sudah Kak, ini lagi makan bareng bunda dan Dara" jawab Hawa.
Adam berpesan kepada Hawa, dirinya tak boleh terlalu capek, serahkan semuanya pada bunda dan adiknya, dia tak ingin jika terjadi apa-apa pada gadis yang dicintainya itu.
Hawa mengakhiri teleponnya dengan Adam, dengan alasan tak enak hati kepada sang bunda jika terlalu lama berbicara dengan Adam.
"Iya, salam sama bunda, dari anaknya yang ganteng."
"In syaa Allah aku sampaikan ... Assalamualaikum," ucap Hawa.
" Waalaikumsalam.... "
Hawa mengatakan kepada sang bunda jika berbelanjanya hari ini sudah lebih dari cukup, dan mengajak mereka kembali pulang.
"Kamu serius Wa? Yakin? Tidak mau cari yang lain lagi," tanya bunda Adam.
"Cukup, Bun ...."
***
Saat berjalan keluar kafe Hawa tak sengaja bertubrukan dengan seorang wanita yang hendak masuk.
"Aduh ... Mbak, kalau jalan tuh pake mata dong!" ucap wanita itu.
"Iya, maaf, Mba ... saya tidak sengaja. "
"Kamu?" ucap Dara dan bundanya bersamaan.
"Dara, Tante? Apa kabar?" tanya wanita itu.
Hawa hanya memandangi dengan rasa heran, saat mengetahui wanita yang bertubrukan dengannya mengenali Dara dan sang bunda.
"Ayo Wa, kita pergi dari sini." ajak wanita paruh baya itu yang tidak mengubris gadis yang menabrak Hawa.
"Bunda duluan saja sama Hawa, aku kebelet," ucap Dara
"Jangan lama-lama, Dar, " ucap bundanya.
Lalu wanita paruh baya itu dan Hawa pergi meninggalkan Dara, setelah keduanya tak terlihat lagi olehnya, gadis itu menghampiri wanita yang menabrak Hawa tadi.
"Hey!" sapa Dara.
"Dara ... apa kabar? Adam ... bagaimana sekarang? Siapa wanita yang bersama kalian tadi?"
"Dia calon istri kakak gua, dan gua harap lu jangan pernah temui kak Adam lagi. Kakak gua udah bahagia lepas dari elu, Key!" ucap Dara.
Dara lalu pergi meninggalkan Kayla. Yang tak lain mantan pacar Adam yang pergi meninggalkan kakak tercintanya.
Kayla hanya tersenyum saat mendengarkan apa yang dikatakan adik dari mantan kekasihnya itu.
'Ah! Adam mau menikahi wanita itu.'
'Adam tak boleh menikah dengan gadis itu, dia hanya mencintai aku.'
'Jika aku tak dapat bersamamu, tak satu wanita mana pun yang akan memilikimu, Dam.' gumam Kayla.
***
RUMAH ADAM
"Sudah selesai belanjanya, Bun? Bagaimana tadi ...," tanya Adam.
"Sudah, nih semuanya, " Wanita paruh baya itu menunjukan barang-barang belanjaannya tadi.
"Kak, aku mau ngomong." Dara menarik lengan Adam menjauh dari sang bunda.
"Kenapa, Dar? Jangan tarik-tarik kakak kayak begini."
Dara menatap kakaknya dengan tatapan tajam, membuat sang kakak merasa heran atas sikapnya.
Lelaki itu menyerengitkan keningnya.
"Ada apa?" tanya Adam.
"Kayla kembali."
"Terus kenapa?"
"Kakak jangan macem-macem ya, jangan aneh-aneh," ucap Dara.
Adam tertawa geli saat mendengar perkataan sang adik, "Dengarkan kakakmu ini ...."
"Kakak tak perduli lagi dengan dia, sekarang, kakak lagi bahagia bersama-sama wanita yang kakak cintai sekarang."
"Jadi ... kamu tak usah takut, kakak sayang banget sama sahabat kamu, Dek. Tak pernah punya pikiran untuk mengkhianati dia, tenang aja."
"Aku takut, Kak Adam mengecewakan Hawa, kalau bisa jangan ketemu dengan Kayla lagi ya, Kak. Jika bisa Hawa juga tak perlu tahu tentang Kayla."
"Kalau itu kakak tak yakin bisa, Dar, pasti sulit ... kamu tau bagaimana Kayla, yang pasti dia akan kembali ke kampus itu lagi."
Adam meyakinkan Dara agar tidak usah khawatir, dirinya tidak akan berpaling kepada Kayla lagi, dan dirinya sudah melupakan wanita yang pernah bersamanya.
***
Adam kembali ke kamarnya, mengambil ponsel lalu mengubungi Hawa.
"Wa, bagaimana belanjanya tadi? tanya Adam.
Hawa menceritakan keseruannya berbelanja dengan ibu sang kekasih, sangat menyenangkan ternyata mempunyai seorang ibu, yang tak pernah dirasakannya sebelum ini.
"Iya, Sayang, dan sekarang bunda aku, bunda kamu juga," jawab Adam.
"Makasih, Kak."
"Iya, Sayang." ucap Adam.
Mereka mengobrol cukup lama via telepon malam itu.
"Aku istirahat dulu ya, Kak, kamu juga istirahat, jangan bergadang."
____
KAMPUS
Hawa bertemu dengan Kayla di kampus secara tidak sengaja. "Hai!" ucap Kayla pada Hawa, gadis itu sengaja menemuinya.
"Eh, yang kemaren di Kafe bertabrakan dengan aku kan ?" tanya Hawa.
Kayla mengangguk, "Kenalin, aku Kayla!"
"Hawa."
"Ngampus di sini juga ya? Kok aku tak pernah lihat ya?" timpal Hawa.
"Iya, tapi sempat cuti dulu, dan ini mau lanjut kembali."
"Ohw ... ya sudah, aku duluan ya." ucap Hawa.
Adam yang baru datang melihat Hawa dan Kayla mengobrol, timbul rasa cemas di hatinya, lalu ia mengejar Hawa.
"Hawa ... tunggu!" Adam berlari kecil mengejar gadis itu.
"Kenapa lari-lari, Kak?"
"Kangen ...," jawab Adam sambil tertawa.
"Oh!"
"Sudah hilang kangennya kan? Saya mau ke kelas Kak, eh ... Pak," ucap Hawa.
"Tunggu dulu, aku masih kangen nih."
Adam mengajak Hawa untuk duduk sebentar, gadis itu pun menurutinya.
"Kamu tadi ngobrol dengan siapa?"
"Yang tadi? Namanya Kayla, dia anak lama di kampus ini, sekarang mau lanjut kuliah lagi, Pak Adam kenal ?"
"Eggak!" jawab Adam berbohong.
"Ya sudah, saya mau masuk dulu, daaah ... my prince," bisik Hawa.
Adam menarik lengan Hawa, membuat badan Hawa berbalik berhadapan dengannya.
"Tadi aku tidak dengar kamu ngomong apa, my apa ... gitu? " tanya Adam.
"My lecture!" jawab Hawa sambil tertawa.
"Huuhh ...."
Adam sambil menarik hidung Hawa.
"Sakit ikh! Udah ah, aku mau ke kelas dulu, Assalamu'alaikum Pak Adam tersayang." u
"Waalaikumsalam ... Khumairahku."
___
Adam berniat menemui Kayla sepulang mengajar. Namun, gadis itu terlebih dahulu yang telah menghampirinya.
Kayla langsung memeluk Adam saat bertemu dengannya. "Adam, aku kangen!"
Adam melepaskan pelukan Kayla.
"Ini kampus! Apaan sih lu, main peluk-peluk aja," ucap Adam kasar.
"Galak amat, kamu kan pacar aku," jawab Kayla
"Itu dulu!"
"Sekarang gua punya masa depan dengan wanita lain, jangan ganggu hidup gua lagi!"
"Dengan cewek penyakitan bernama Hawa itu? " ucap Kayla.
"Tutup mulut lu! Untung lu cewek, kalau cowok udah gua gampar tuh mulut," ucap Adam dengan nada kesal lalu meningglkan Kayla.
"Dam! Bagaimana jika Hawa sampai tau tentang hubungan masa lalu kita, kamu yakin tunangan lu itu masih mau menikah dengan lu? " ucap Kayla.
Adam membalikan tubuhnya.
"Maksud lu apa?" bentak Adam.
"Slow ... Beb, gua cuma tanya, apa Hawa masih mau menikah dengan lu, jika dia tau tentang hubungan kita yang sudah jauh?"
"Kamu ingat, Dam, hubungan kita sudah lebih dari sekedar pacaran loh, lu harus ingat itu! Gua pastikan, Hawa bakalan menolak menikah dengan lu ...."
"Jika dia tau masa lalu lu dengan gua. " ucap Kayla lagi.
"Apa mau lu ..." ucap Adam.
"Tinggalkan Hawa!"
"Tidak akan! Dasar cewek gila! Lu pikir gua takut ancaman itu? " Adam pergi meninggalkan Kayla.
Kayla mendengus kasar, menatap tajam kepergian Adam. "Kita lihat nanti ya, Dam! Siapa yang akan menang ... Gua atau Hawa."
Bersambung
No comments:
Post a Comment