Pelukan Cinta Sang Dokter 06
Hawa tidak menduga kalau Rossa akan semarah itu padanya, dia ingin menjelaskan, tetapi Alya dan Dara melarangnya.
"Biarkan dia dulu, Wa," ucap Alya.
"Lu kok tega ngegampar dia, Dar?" tanya Hawa.
"Kesal, dia ngerocos tak jelas, kalau gua tidak gampar, mungkin dia tak bakalan diam, gua capek kalau hanya ribut-ribut pake mulut, berisik aja yang ada."
"Aku mau pulang!" ucap Hawa, lalu pergi meninggalkan Dara dan Alya.
Hawa berjalan, dia melihat Adam berdiri dekat mobilnya, lelaki itu memang sengaja menunggunya datang.
"Permisi, Pak, saya mau lewat."
Adam tidak memperdulikan apa kata Hawa, dia hanya menatap gadis itu tajam, dirinya tidak memperdulikan berapa pasang mata yang melihat mereka di parkiran tersebut.
"Saya mau bicara penting dengan kamu."
"Tapi saya tidak ingin berbicara dengan bapak, saya tidak bisa, Pak! Tak ada waktu."
Hawa menunduk dan langsung melewati Adam, dengan cepat lelaki itu menarik lengan Hawa.
"Lihat, saya!" ucap Adam dengan nada meninggi.
Hawa memutari mobilnya bermaksud masuk dari arah pintu yang lain.
Adam kembali menarik lengan Hawa dan memutarkan tubuh Hawa lalu menyenderkannya pada pintu mobil.
"Kamu, wanita terjahat yang pernah saya kenal, kamu jahat!" hardik Adam.
Kepala Hawa terasa panas mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh dua orang sekaligus dalam waktu bersamaan, tetapi ia masih tetap diam.
"Kamu mainkan perasaan saya, kamu mainkan perasaan Rossa, hebat banget kamu ya ...?"
"Kamu pikir perasaan saya seperti apa? Kamu datang disaat saya terluka, mengobati luka saya, tapi ... kamu yang berdarahkannya lagi."
Hening....
"Kenapa diam? Jawab! Haura Natasha putri, Jawab! Jangan diam saja...! Bicara, Wa!" ucap Adam sambil mengguncang-guncangkan tubuh Hawa. Ia terlihat sangat marah pada gadis itu.
Hawa merasakan tubuhnya yang semakin lemas, seakan tak sanggup berdiri di atas kedua kakinya, dan dia tetap berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata di hadapan Adam.
Hawa mengangkat kepalanya. "Iya! Saya jahat, tapi ... satu yang perlu Bapak tahu, saya tidak pernah datang menawarkan untuk menyembuhkan luka di hati Anda."
"Benar, saya wanita yang paling jahat, saya juga bukan sahabat yang baik buat semuanya."
"Saya hanya bisa menyakiti hati sahabat-sahabat saya, saya hanya bisa menyakiti hati orang, Anda puas, Pak?" ucap Hawa dengan mata mulai berkaca-kaca.
Adam hanya dapat diam mendengar jawaban Hawa, ia tak dapat berkata apa-apa lagi.
"Masih ada yang mau dikatakan lagi, Pak?"
Masih hening....
"Permisi! Saya mau pulang!"
*
Sesampainya di rumah, Adam masih teringat apa yang dikatakan Hawa padanya, ia menyesali ucapannya kepada gadis itu.
'Tak seharusnya aku berkata seperti itu kepadanya.'
Adam memukul kaca rias dengan tangannya sendiri berulang kali, Dara yang melihat kejadian itu langsung mencegah. Dengan cepat ia berdiri tepat di hadapan Adam, pria itu menghentikan aksinya, saat melihat sang adik tepat di depannya..
"Minggir! Dar!" bentak Adam.
"Cukup, Kak! cukup menyiksa diri sendiri seperti ini, kalau kakak mau pukul kaca itu, pukul aja aku."
Adam duduk di ranjangnya, memegangin tangannya yang bengkak dan berdarah, Lalu Dara mengambil air dingin untuk membersihkan darah yang ada di tangan kakaknya.
"Jadi lelaki itu yang kuat kenapa sih, Kak, hanya karena cinta selalu seperti ini, aku tak mau lihat kakak seperti ini lagi."
"Kakak marah sama diri sendiri, aku nyesal memarahi Hawa seperti tadi, Dar, Kakak nyesal."
Adam menjambaki rambutnya.
"Apa? Kak Adam, memarahi Hawa? Kenapa?
Dia salah apa sama Kakak? "
Dara memberondong kakaknya dengan berbagai pertanyaan. Namun, Adam diam saja tak menjawab.
Dara menyarankan sang kakak agar berbicara kepada Rossa, agar dirinya tak berharap lebih kepada sang kakak.
"Iya, Kakak yang salah, kurang tegas, tak bisa mengambil keputusan, sehingga ada salah paham antara Rossa dan Hawa seperti ini, tapi ini semua ada alasannya, Dar."
"Hawa juga sebenarnya mempunyai perasaan yang sama pada kakak," ucap Dara.
Adam membulatkan matanya mendengar apa yang dikatakan adiknya.
"Kamu serius? Dar!"
Dara menangguk lalu tersenyum.
*
Beberapa hari kemudian....
Sebenarnya Rossa tak marah pada Hawa, dirinya hanya kecewa, kenapa sahabatnya itu tidak berterus terang kepadanya, jika ia juga mencintai Adam. Terlebih menutupi penyakitnya.
Dirinya kecewa kenapa Hawa lebih mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri. Akhirnya Rossa berinisiatif untuk menemui Adam, guna meluruskan semua masalah yang ada.
Rossa mengirimkan pesan pada Adam, awalnya tak ada tanggapan dari pria itu. Dirinya tak menyerah, ia kembali mengirimkan pesan pada sang dosen.
[Temui saya di Kafe kemala jam empat sore,]
[Baik] Adam membalas pesan Rossa.
*
Di Kafe tampak Adam sedang menunggu, tak lama kemudian tampak gadis berbaju biru mendekatinya.
"Maaf, Kak. Saya terlambat."
"Tidak apa-apa, saya juga belum lama, duduk."
"Pak, langsung saja ya ... saya mau minta maaf pada Bapak dan Hawa."
"Saya sadar sudah egois, tapi jujur, saya tidak tahu jika Hawa memiliki rasa yang sama seperti saya kepada Pak Adam, saya janji akan memperbaiki hubungan Bapak dengan Hawa," tutur Rossa.
"Sebelumnya, saya juga mau meminta maaf dengan kamu, Sha, tak seharusnya juga menuruti permintaan Hawa."
Adam menjelaskan jika dia mau menuruti permintaan Hawa untuk jalan dengan Rossa, ia dapat dekat dan selalu bertemu dengan gadis yang dicintainya itu.
"Tapi ... rasanya, dengan kejadian kemarin Hawa tidak akan memaafkan saya, dia sudah kecewa."
"Maksud, Pak Adam?" tanya Rossa heran.
Adam menjelaskan pada Rossa, jika kemarin dia memarahi Hawa, gadis itu telah menutup semua akses dirinya untuk menghubungi Hawa.
"Nomor handphone saya diblokir, datang ke rumahnya dia tidak keluar, dan di kampus juga dia tidak kelihatan beberapa hari ini," jelas Adam.
"Kenapa ya Hawa, atau jangan-jangan ...."
"Jangan-jangan apa, Sha?" tanya Adam.
Tak menjawab pertanyaan sang dosen, Rossa mengambil ponselnya, lalu menghubungi Doni, kakak Hawa. Wajah gadis itu mendadak menjadi pucat, saat mendengar jawaban Doni.
"Pak, Hawa kemaren kecelakaan, sekarang di rumah sakit, kita ke sana, ya ...," ucap Rossa panik.
Lelaki itu bengong saat mendengar Hawa kecelakaan, dirinya tak percaya, kini yang ada di dalam pikirannya semua karena dirinya.
Adam merasa bersalah, karena dia penyebab Hawa menjadi celaka. Begitu juga dengan Rossa berpikiran hal yang sama, karena dialah sahabatnya itu mengalami kecelakaan, seketika Rossa tidak dapat menahan tangisnya.
"Jika ada apa-apa dengan Hawa, saya tidak bisa memaafkan diri saya sendiri, Pak," lirih Rossa.
Begitu juga dengan Adam yang merasa dirinya yang lebih bersalah.
'Maafin saya, Wa, Maafin...,' ucap Adam dalam hatinya.
*
RUMAH SAKIT
Rossa berlari menemui Doni, dan langsung memeluk kakak sahabatnya, gadis itu sudah menganggap pria itu seperti kakaknya sendiri.
Ia menanyakan kabar Hawa, tangisnya semakin pecah saat mendengar jika Hawa tidak dapat berjalan normal tanpa penyangga untuk sementara. Karena kakinya mengalami cidera, karena terjepit saat kecelakaan.
"Apa Hawa lumpuh, Kak?" tanya Adam.
"Bukan, Hawa tidak lumpuh, hanya saja dia tidak bisa berjalan tanpa alat bantu, mungkin, sementara ini Hawa akan menggunakan penyanggah untuk berjalan," jelas Doni.
Rossa menangis sejadi-jadinya. Melihat sahabat sang adik menangis, ia mencoba menguatkan gadis itu.
"Sudah, jangan nangis gitu, Sha, Sana, temui Hawa, katanya ... dia kangen sama kamu."
Rossa menggeleng.
"Kalian lagi ngambekan ya ...."
Rossa bergeming, dia menunduk.
"Masuk..., " titah Doni.
"Takut ... Kak, Alya galak," jawab Rossa manja.
"Udah, tak apa-apa, masuk sana!"
Gadis itu pun masuk ke ruangan rawat inap, ia langsung memeluk Hawa.
"Maafin aku, Wa ... Maafin ...," isak Rossa.
"Kamu, kenapa Sha? Kenapa minta maaf? " tanya Hawa heran.
"Gara-gara gua, lu jadi seperti ini."
"Hey, bukan gara-gara lu, Sha, murni kejadian ini salah gua."
"Gua yang ceroboh, dan bukan salah lu, ini musibah, teguran dari Allah untuk gua," jawab Hawa sambil tersenyum. Dirinya senang sahabatnya telah kembali.
"Cha, lu kan tau sahabatmu ini paling ceroboh, gak pernah bisa diomongin, kalau bawa mobil, jangan main handphone, jangan terima telpon, masih juga diabaikan, nih begini akibatnya, bandel," Alya menimpali.
Rossa tersenyum lalu memeluk Alya. "Gua juga minta maaf sama lu, Al, jangan galak-galak lagi, gua takut!"
"Iya, sama-sama, Sha, maafin gua juga ya?" balas Alya.
Rossa memberitahu Hawa jika ada Adam di luar ingin menjenguknya. Ia dan Alya pun pamit ke luar.
"Eh ngapain, tak usah, gua masih kangen sama kalian," ucap Hawa.
"Biarin, Pak Adam juga kangen lu, udah ya, Sayang, gua dan Alya keluar dulu." Rossa mencium pipi Hawa lalu keluar dan menarik Alya.
"Ayo, Pak! Gantian masuk gih," ucap Rossa pada Adam.
*
Lelaki itu memasuki ruangan rawat Hawa, saat melihat Adam masuk gadis itu berpura-pura tidur.
Adam mengetahui, jika Hawa hanya berpura-pura tidur, ia duduk di samping ranjang gadis itu.
"Assalamu'alaikum, Wa."
'Waalaikumsalam,' Hawa menjawabnya dalam hati. Ia masih melanjutkan aksi berpura-pura tidurnya.
"Bagaimana keadaan kamu, Wa?"
Hawa masih tetap diam, tak ingin menjawab pertanyaan Adam.
"Saya paham kamu marah, maafkan ... saya khilaf, sa---"
"Pak Adam yang terhormat, jika tidak ada kepentingan lagi, silahkan keluar, saya mau istirahat," ucap Hawa memotong omongan Adam yang belum selesai.
"Saya tak akan pergi dari sini," ucap Adam.
"Tadi, kak Doni menitipkan kamu kepada saya."
Adam menjelaskan jika Doni pergi setelah menerima telepon dari kantornya.
"Saya tidak perlu ditemanin, rumah sakit ini banyak perawat, jadi bapak tidak usah repot-repot."
"Saya tidak pernah merasa direpotkan, dan saya tetap di sini."
"Terserah! Saya mau tidur."
Hawa membalikan badannya memunggungi Adam, melihat tingkah gadis yang bersamanya, ia hanya tersenyum.
'Meskipun kamu masih marah, saya tak akan pergi dari sini' gumamnya.
Bersambung
No comments:
Post a Comment