Pelukan Cinta Sang Dokter 05
Seminggu sudah Hawa tidak masuk ke kampusnya, dan ini hari pertama memulai aktivitasnya kembali di kampus. Ia melihat teman-temannya mengobrol di kelas.
"Hawa! Gua kangen elu," sapa Rossa ketika melihat Hawa saat memasuki kelas.
"Ehm ... kangen ... apaan ... jengukin aku aja nggak."
"Iya maaf, Sayangku ... tapi gua kan pantau terus keadaan lu, lewat pesan WA."
"Terserah elu deh."
Alya dan Dara hanya tersenyum saja melihat kelakuan dua temannya itu. Dosen kelas pertama tidak masuk untuk mengajar. Rossa mengajak teman-temannya ke kantin.
"Yuk ikutan, Wa."
"Ehm, kalian saja ya, aku masih sedikit pusing, males sama yang berisik-berisik."
"Ya udah, kalau ada apa-apa cepat kabari kita ya?"
"Siap ...," jawab Hawa.
_
Adam baru saja selesai mengajar di kelas lain, melihat Hawa sendirian dia menghampiri gadis itu.
'Hawa, sudah sembuh dia,' gumamnya. Ia pun lalu masuk menghampiri gadis itu.
"Kamu sudah sehat?" tanya Adam tiba-tiba.
"Alhamdulillah sudah, Pak."
"Kenapa sendiri? Mana yang lain?"
"Mereka ada di kantin, Pak."
Hening ....
Sesekali Adam tampak mencuri-curi pandangan kepada Hawa.
'Aduh ...! Bagaimana caranya agar Pak Adam mau jalan dengan Rossa, ya," gumam Hawa.
' Ngapain sih, dia di sini lihat- lihat gua kaya gitu lagi.'
"Kamu mikir apa? " tiba-tiba Adam bersuara.
Hawa sedikit kaget saat mendengar suara Adam.
'Ngagetin aja nih orang.'
"Tidak, Pak ... gak ada apa- apa."
'Kenapa sih, dia tak pergi-pergi, mana sepi, entar ada yang salah paham lagi, apa gua aja yang pergi, ya?'
Kemudian Hawa pun menyusun buku-bukunya, dan berniat meninggalkan Adam.
"Permisi, Pak." Hawa berdiri dari tempat duduknya, lalu Adam menarik lengan Hawa.
"Tunggu, Wa...," cegah Adam.
Hawa membalikan badan bersamaan dengan Adam yang berdiri dari kursinya, dan tidak sengaja bibir gadis itu menyentuh pipi Adam. Sontak membuatnya kaget dan menjadi gugup.
"Eh ... maaf, Pak!"
Hawa tertunduk menahan malu. Namun, Adam bersikap cuek saja.
"Wa, kamu bisa temani saya ke toko buku? Ada beberapa buku yang ingin saya cari, buat bahan tambahan skripsi."
Hening ....
Tampak Hawa sedang berpikir. 'Ah! Ini kesempatan buat aku ngedeketin Pak Adam dengan Rossa.'
"Hawa!" Adam mengibaskan tangannya tepat di hadapan wajah gadis itu.
"Eh, iya ... bisa! Kapan, Pak?"
"Sekarang!"
"Ah? Sekarang?"
"Iya, bisa kan?" tanya Adam.
Hawa pun mengangguk. "Bisa, Pak!"
*
Sesampainya di mall Adam tak langsung mengajak Hawa ke toko buku, ia mengajak gadis itu ke Kafe yang ada dalam pusat perbelanjaan itu.
"Wa, kita makan dulu ya," ajak Adam.
"Tetapi saya tidak lapar, Pak."
"Saya yang lapar," jawab Adam datar.
'Ikh, ini cowok, kok begini amat ya, aneh gua, kok bisa ... Rossa naksir sama cowok beginian ya ... jadi penasaran gua sama mantanya yang bernama Kayla itu,' ucap Hawa dalam hatinya.
Hawa terus berpikir bagaimana caranya dia dapat mendekatkan Rossa dan Adam. Teringat akan pekerjaan orang tua sahabatnya itu yang bekerja sebagai kepala perpustakaan.
"Pak, kalo mau cari referensi tambahan minta pada Rossa saja, Pak. Di rumah dia, ayahnya bikin semacam perpustakaan begitu."
"Oh ya ... sayangnya saya tidak tertarik, saya maunya sama kamu," jawab Adam dengan cueknya.
"Maksud, Bapak? "
'Aduh ini anak, kenapa sih bikin gua jadi seperti ini,' gumam Adam.
"Pak, kok diam?" tanya Hawa.
"Haura natasya putri, sudah berapa kali saya katakan ... jangan panggil saya dengan kata, 'Pak'."
"jika tidak osedang berada di dalam kelas, kalau kamu manggil 'Pak' terus kepada saya, nanti dipikir orang kamu jalan sama om-om, mau dikatakan seperti itu?"
"Ehm ... Iya, maaf, Pak ... Eh, Kak. Lagian iya kali om- om masih muda gini, pikiran bapak aja kali."
Adam hanya dapat menahan senyumnya melihat tingkah gadis yang duduk di hadapannya itu.
*
Selesai dari toko buku, Adam mengantarkan Hawa pulang ke rumahnya. "Terimakasih, Kak."
"Tak nyuruh mampir, nih?"
Hawa menggeleng. "Di rumah saya tak ada siapa-siapa, Pak."
Adam mengerti maksud gadis yang bersamanya. "Ya sudah ... makasih ya, sudah mau menemani saya."
Hawa mengangguk, dan langsung masuk ke rumahnya.
'Ya Allah ... perasaan apa ini,' ucap Adam sambil melihat Hawa yang perlahan menghilang dari penglihatannya.
'Kenapa setelah kejadian malam itu perasaanku menjadi seperti ini, ketika dekat dengan dia, jantung ini serasa mau lepas, apalagi kejadian di kelas tadi,' gumam Adam. Ia memegangi pipinya.
'Ah!' lalu ia menjalankan motornya.
*
Di kamarnya Adam masih teringat kejadian siang tadi, yang sebenarnya membuat dia deg-degan. Namun, harus bersikap cuek.
'Hawa ... Hawa ....'
"Kamu itu cuek, tapi perhatian, terkadang jutek tapi tingkah kamu bikin aku salah tingkah," Adam mengoceh lalu tertawa sendiri.
"Gua sudah seperti orang gila."
'Arrrghhhhhhhh.'
'Menyebalkan, tapi apakah kamu mau menerima aku, sedangkan kamu tau masa laluku yang buruk, aaaaaahhhh ...,' Adam mengacak acak rambutnya.
_
Sejak kejadian pergi ke toko buku bersama, mereka semakin dekat, banyak kejadian-Kejadian yang sudah di lewati antara mereka.
Adam semakin sering mengajak Hawa pergi. Namun, ada aja alasannya untuk menolak lelaki itu untuk bertemu atau berpergian, dan dia selalu digantikan Rossa sahabatnya.
Rossa sendiri tidak mengetahui jika Adam mencintai Hawa, begitu juga dengan Hawa dia tidak mau mengerti tentang perasaan Adam terhadapnya.
*
Dara, Hawa dan Alya mengobrol di taman kampus, tanpa Rossa.
Alya menanyakan sampai kapan Hawa akan terus bersikap seperti itu, menjodohkan Rossa dan Adam, sedangkan yang dia tahu sang Dosen tak memiliki perasaan apa pun terhadap sahabatnya itu.
"Lu tak ngerasa apa? Pak Adam itu sukanya sama lu, bukan Rossa."
Hawa menggeleng.
"Andai pun dia suka, sebisa mungkin aku buat agar dia tidak suka padaku, Al. Tak mungkin aku nyakitin perasaan sahabat sendiri."
"Yang ada, Rossa yang harus memahami elu!"
"Wa, Kakak gua itu maunya sama lu, bukan Rossa," timpal Dara.
"Tidak bisa! Dar, Al. Pokoknya pak Adam harus sama Rossa."
"Lu jahat dong, Wa, itu sama aja elu mempermainkan dua hati yang sebenarnya tidak saling cinta," ucap Alya lagi.
"Kok jadi jahat?"
Hawa sedikit kaget mendengar ucapan Alya.
"Apa namanya kalau tak jahat?"
"Ngaku aja, Wa ... lu juga suka sama kak Adam kan, Wa?" tanya Dara.
Hening....
"Jawab!" titah Dara.
"Oke! Iya ... gua ngaku .... "
Hawa mengakui perasaannya pada Adam yang mulai ada. Namun, dirinya harus menepis semua itu.
Alya dan Dara hanya menunduk, keadaan hening. H
"Kenapa diam? Tanya dong kenapa? Mau tahu kenapa?"
Hawa menjelaskan dia harus menepis perasaan itu karena Rossa, sang sahabat memiliki perasaan yang sama terhadap satu pria, dirinya lebih memilih persahabatan dari pada rasanya.
Air mata Hawa mulai turun membasahi pipinya." Kamu tahu alasan kedua, Dar?"
"Gua penderita leukemia stadium dua."
Dara terkejut, dia menutup mulutnya yang terbuka lebar saat mendengar pernyataan Hawa.
"Aku leukemia, Dar ... stadium dua, lu tau kan penyakit itu berbahaya? Mikir tidak, apa jadinya jika gua membalas perasaan kakak lu?"
"Jika gua mati bagaimana?"
Dara terdiam, dia menatap tajam sahabatnya itu, air mata pun ikut jatuh membasahi pipinya, lalu memeluk Hawa. Dia tidak menyangka sahabat yang ceria, dan selalu semangat, memiliki masalah yang sangat besar.
Tanpa disadari oleh meraka, ternyata Rossa mendengar percakapan mereka, ia pun ikut menangis lalu pergi meninggalkan mereka.
*
"Ssa, kemana aja" ? tanya Hawa.
Rossa yang melihat Hawa datang bersama teman- temannya langsung marah-marah. Mengingat kejadian di taman tadi.
"Gua benci sama lu, Wa. Gua benci! Lu sahabat yang paling jahat yang pernah gua kenal."
Hawa diam, merasakan sakit mendengar kata-kata sahabatnya, ia hanya dapat meneteskan air matanya.
"Aku salah apa, Sha? " tanya Hawa.
"Tak usah lagi lu anggap gua teman!" hardik Rossa.
Dara dan Alya yang melihat kejadian pertengkaran kedua sahabatnya, langsung memarahi Rossa dan membela Hawa.
Dara geram dengan tingkah Rossa, merasa ikut sakit mendengar perkataan gadis itu, khilaf, ia menggampar gadis bawel itu.
"Maksud lu apa? Ngomong seperti itu, ah ?" bentak Dara.
"Sudah-sudah, tidak malu apa kalian bertengkar seperti ini, buat lu, Sha ... gua kecewa ama elu!" ucap Alya.
Bersambung
No comments:
Post a Comment