Wednesday, October 28, 2020

Pelukan Cinta Sang Dosen 04

Pelukan Cinta Sang Dokter  04

Hawa menangis di dalam kamar, bingung dengan kondisinya. Pada sikap sang kakak yang merahasiakan semua darinya. 

Gadis itu mengambil ponselnya, dia menelpon Alya. Dalam keadaan menangis Hawa menelpon, meminta sang sahabat untuk datang ke rumahnya. 

"Kamu kenapa, Wa?" jawab Alya dari ujung telpon.

"Kamu datang, aku ceritain semuanya." 

"Ya sudah, kamu tunggu, aku segera datang."

Tidak beberapa lama kemudian, Alya sudah sampai di rumah Hawa. Megucapkan salam serta menyapa kakak sang sahabat yang tengah duduk sendirian di teras rumah. Doni pun mempersilahkan gadis berhijab itu langsung menemui adiknya. 

Alya pun langsung ke kamar Hawa, dan melihat sahabatnya masih menangis. Ia langsung memeluk Hawa. 

"Kenapa ... ayo cerita sama aku." 

Hawa melepas pelukan Alya, lalu menghapus air mata dengan tangannya, ia menceritakan semua yang dirahasiakan Doni padanya. 

"Apa? Leukemia? kamu tidak sedang bercanda kan, Wa? Tidak mungkin ... " 

Hawa mengangguk, menyuruh sang sahabat menurunkan nada bicaranya, serta mengatakan tak mungkin ia bercanda mengenai hal yang seserius ini. 

Alya berusaha menyangkal apa yang baru saja dia dengar, dan mengatakan jika itu hanya kesalahan, dirinya tidak percaya sahabatnya yang periang menderita suatu penyakit yang mematikan itu. 

"Aku tak tahu, Al. Aku hanya heran, kenapa Kak Doni menutupi ini semua dariku."

Alya menanyakan kenapa Hawa tak langsung bertanya kepada kakaknya. 

Hawa menggelengkan kepalanya. 

"Aku tak berani, Al ...." Airmata Hawa pun menetes kembali. Alya mencoba memberi semangat pada sahabatnya itu, menyarankan agar tidak berpikir yang berlebihan atas sikap kakaknya yang menutupi semua ini darinya. 

Alya menyarankan agar Hawa tetap berpikir positif. Ia memeluk sahabatnya itu, mencoba agar tidak menangis, karena ia tak ingin menambah beban sang sahabat. 

Setelah mengobrol lama, Alya pun pamit pulang ke rumahnya. Hawa meminta ia untuk merahasiakan hal ini pada kedua sahabatnya. 

*

"Bete!" ujar Rossa. 

"Kenapa lu, datang-datang ngomel? " tanya Alya

Kesal mendapatkan nilai yang rendah dari dosen yang terkenal dengan sikapnya yang dingin. Membuat Rossa uring-uringan. Terlebih ketika melihat adik sang dosen, ia mengomeli Dara. 

"Kakak lu pelit, ngasih nilainya, Dar. Nyebelin ... " 

"Kok nyalahin gua, nih! Lihat ... sama tidak? Padahal, gua adiknya loh," balas Dara. 

"Lu dapat berapa, Al ?" tanya Rossa dengan kepo. 

Alya menunjukan hasil ujian yang dia dapatkan pada Dara dan Ocha, lalu berkata, "Hanya Haura natasyah putri yang dapat B+, dan gua dapat nilai B," jawab Alya. 

"Kalau Hawa jangan ditanya, kita malah heran kalau dia malahan dapat nilai C, " jawab Rossa. . 

"Bye the way, mana tuh anak? Kok belum nongol? " 

"Bentaran juga datang," jawab Rossa. 

---

Hawa yang baru saja datang langsung di tarik paksa oleh Rossa. 

"Wa ... makan yuk, gua pengen curhat sama lu, mau ya, mau dong?"

Hawa hanya menyerengitkan keningnya melihat tingkah aneh Rossa. 

"Lu yang nanya, lu yang jawab sendiri, aneh lu ga lenyap-lenyap ya, Sha, heran gua," jawab Hawa. 

Gadis itu pun mengikuti Rossa ke kantin. "Mau ngomong apa, Lu?"

"Wa, gua suka dengan Pak Adam," ucap Rossa. 

Hawa yang hendak minum menjadi tersedak mendengar pernyataan sahabatnya itu, sontak ia langsung membulatkan matanya. "Serius? Wah, pas nih," ucap Hawa dengan girang. 

"Lu pelan-pelan ngapa, kenceng amat suara lu, dan ... pas apa maksud lu?"

"Gua dukung lu berdua, kalian cocok, yang satu kulkas, yang satu kompor. Cocok! Ntar kalau sudah nikah, anak lu berdua kasih namanya dispenser," ucap Hawa sambil tertawa geli. 

"Lu, ngatain gua kompor? Sembarangan, tapi ... Wa, lu jangan ngomong ke yang lain dulu ya, gua kan malu." Gadis itu menyembunyikan rona kemerahan pada wajahnya. 

"Beres, kalau soal itu, terus ... lu mau apa dari gua?"

"Bantuin gua dekat dengan pak Adam, mau ya Wa ... ya ... mau ya?" rengek Rossa.

"Oke! Bawel ..." 

*

Di tempat lain

"Sibuk, Bos?" tanya Haikal pada Adam yang sibuk pada kertas- kertas di mejanya. 

"Eggak, kenapa?" 

"Eh, tapi ... tunggu sebentar, Kal. Gua selesaikan ini dulu, coz ada yang pengen gua obrolin sama elu."

"Okey ... Bos," jawab Haikal

Sesaat kemudian, Adam telah selesai pada kerjaannya. "Finish!" ucap Adam. 

Tanpa basa-basi Adam bertanya pada Haikal mengenai hubungan sahabatnya itu dengan Hawa. 

"Kal, lu pacaran ya sama Haura?" 

Haikal tertawa keras saat mendengar pertanyaan dari Adam. "Apa? Pacaran sama Hawa?" 

"Terima kasih ya, Tuhan ... akhirnya, Engkau sudah menyadarkan teman hamba kembali." 

"kenapa lu tanya-tanya Hawa? Naksir ya? " tanya Haikal. 

"Eh ... Panjul, emang gua selama ini kenapa?" jawab Adam sambil ngegetok kepala Haikal. 

"Busyet dah lu, Dam, main getok aja," Haikal memegangi kepalanya. 

"Gua dan Hawa itu sahabatan dari orok, gua udah anggap dia itu adik sendiri, secara ... lu tau kan gua anak tunggal ..." 

"Gua juga sahabatan dengan kakak laki-lakinya Hawa," timpal Haikal lagi. 

"Ehm ...." Adam mendehem. 

"Suek deh ni manusia satu ... gua panjang lebar ngomong, lu cuma jawab ehm doang, eh ntar, gua bantuin lu deket ma dia deh, mau ga?" goda Haikal lagi. 

Wajah Adam menjadi memerah, dia pun tidak menjawab apa- apa. "Udah ah ... gua mau pergi ... " Adam bangkit lalu meninggalkan Haikal. 

"Dasar bocah, suka aja pake malu-malu!" ledek Haikal. 

"Lu ngomong apa barusan, gua getok lagi nih? " Adam berbalik mendekat pada Haikal. 

"Kagak ... dah sana lu, katanya mau pergi."

Adam melewati meja tempat Hawa dan Rossa duduk, dan ia sempat melihat kedua gadis itu lalu tersenyum pada Hawa. 

"Duh! Hawa ... si kulkas senyumannya, bikin hati gua rontok, Wa," oceh Rossa. 

"Norak deh lu, Sha, disenyumin gitu aja, udah seperti orang gila." 

"Diem lu!" ucap Rossa. 

Hawa mentertawakan sahabatnya itu. "Baru tau gua kalau kompor jatuh cinta seperti apa," ledek Hawa. 

"Udah ah ... pulang yuk!" ajak Rossa

_

"Lu pulang dengan siapa, Sha?" tanya Hawa

"Dengan Mama, kenapa? 

"Gak kenapa- kenapa, tumben, sama mama, biasanya lu, bawa motor." 

"Mau jenguk nenek lagi, nah ... tuh, Mamaku udah sampai, gua duluan ya,." pamit Rossa pada Hawa. 

Hawa melanjutkan jalan ke parkiran, ia merasakan  seluruh badannya terasa lemas. Saat hendak duduk untuk menghilangkan rasa lelahnya, seseorang memanggil namanya. . 

"Hawa! sebentar!" ternyata Adam yang memanggilnya. 

Hawa menoleh, belum sempat dia menjawab panggilan Adam. 

Tak dapat menahan tubuhnya yang terasa lemas, saat tubuhnya hampir ambruk dengan cepat Adam langsung menangkap tubuhnya.

"Hawa, kamu kenapa?" Adam menepuk pelan pipi gadis itu dan ia melihat darah segar mengalir dari hidung Hawa. 

"Loh ... Kok kamu mimisan?" ucap Adam sendirian. 

"Pak, Hawa kenapa ya?" tanya Alya yang baru saja datang, ketika melihat Adam dan Hawa. 

"Kamu Alya, temannya Haura dan Dara kan? Dia tiba-tiba saja pingsan, tolong kamu bantu saya ya, Al."

"Kita bawa Haura ke rumah sakit, tolong kamu ambil kunci mobilnya, biar saya yang angkat dia." 

"Baik, Pak." 

**

Alya mondar-mandir di depan ruangan IGD, dia bingung bagaimana cara memberitahu kakaknya Hawa. Tetapi tak lama kemudian Adam menyarankan agar ia menelpon kakak temannya itu. 

"Al, kamu bisa kasih tau keluarga Haura? " suara Adam yang tiba-tiba itu mengagetkan Alya yang sibuk mondar-mandir. 

"Iya, Pak, ini baru saja, mau saya telpon kakaknya Hawa."

Sesaat kemudian, Doni datang ke rumah sakit tersebut. "Al, di mana Hawa, bagaimana dia?" tanya Doni. 

"Belum tau kak, lagi di periksa dokter. "

_

Dokter yang memeriksa Hawa pun keluar dari ruangan IGD, dan langsung menemui Doni. 

"Bagaimana dengan adik saya, Dok?" 

Dokter menjelaskan jika Hawa hanya kelelahan saja. 

"Terima kasih, dokter," ucap Doni. 

Sambil menunggu ruangan rawat inap di persiapkan, Alya mengajak Doni mengobrol.

"Kenapa, Al?" 

Alya langsung membuka suaranya. "Kak, kenapa kakak tidak berterus terang pada Hawa, mengenai penyakitnya?"

"Maaf ya, Kak, bukan aku ingin ikut campur urusan keluarga kak Doni, tapi ... Hawa sudah mengetahui tentang kondisi dia sekarang, " tutur Alya. 

"Maksud kamu, Al?" 

Doni tidak mengerti kenapa Alya berbicara seperti itu. 

"Iya, Kak, Hawa sudah tahu jika dia menderita leukemia."

Doni terkejut mendengar ucapan Alya.

"Dari mana dia tau? " 

Alya menceritakan apa yang di ceritakan Hawa pada waktu itu, mendengar penjelasan Alya, Doni hanya dapat menundukan kepalanya. 

"Makasih, Al, nanti kakak akan coba jujur pada Hawa." Doni pun menerangkan pada Alya alasan dia merahasiakan semua dari adiknya, hanya karena tak ingin Hawa akan bersedih, dan patah semangat. 

Adam sebenarnya sudah kembali sedari tadi. 
Namun, dia tidak langsung bergabung bersama Alya dan Doni, ia mendengarkan semua apa yang di bicarakan oleh mereka tadi. 

*

"Kak ...," panggil Hawa pada Doni. 

"Iya, bagaimana? Masih ada yang sakit? Apa udah enakan? Kakak panggil dokter dulu ya, Dek? "

"Kok aku di sini? Yang bawa aku? " 

"Kamu pingsan kemarin di parkiran, Adam dan Alya yang membawa kamu ke sini."

Tak lama kemudian pintu di kamar Hawa di ketuk. 
.
"Permisi, assalamu'alaikum, Kak," ucap Dara dan Adam yang datang bersama.

"Wa'alaikumsalam, masuk Dar, Adam," ucap Doni. 

"Syukur lah, kamu udah sadar, Wa?" ucap Dara.

"Pagi-pagi udah sampe aja, Dar, makasih ya udah jengukin aku, Kak Adam, makasih udah antar aku ke sini. "

Adam tersenyum. "Iya, sama-sama." 

"Ini, kunci mobil kamu ya, Wa. Kemarin terbawa saya pulang." Adam meletakan kunci itu tepat di meja. 

" Terus ... Kakak dan Dara ke kampus naik apa, tidak apa, dibawa aja dulu mobilnya, Kak," ucap Hawa. 

"Aku bawa motor tadi, Wa, jadi bisa bareng sama Kak Adam."

"Kak, Hawa kapan boleh pulang?" tanya Dara pada Doni. 

"In syaa Allah, sore nanti juga sudah boleh pulang, Dar," 

Setelah lama berbincang mereka pun permisi, kembali pada aktivitasnya masing-masing. Adam dan Dara pun pergi meninggalkan rumah sakit.

"Kak Doni, tak kerja?" tanya Hawa pada kakaknya. 

"Enggak, Kakak tadi udah izin kok."

Doni tersenyum melihat Hawa. Tiba-tiba ia melihat adiknya dengan pandangan sendu, lalu langsung memeluknya. 

Hawa yang merasa heran, lalu melepaskan pelukan kakaknya itu. 

"Kenapa lihatin aku seperti itu, Kak? Kakak kenapa nangis? "

"Maafin kakak ya, Sayang,  merahasiakan ini semua dari kamu, sampai akhirnya kamu mengetahui sendiri mengenai keadaanmu yang sebenarnya."

Hawa memandang Doni lama dan menangis. "Kenapa kakak rahasiakan ini semua dari aku?" tanya Hawa dengan suara Hawa bergetar. 

"Kakak hanya tak ingin melihat kamu sedih, hancur, karena penyakit itu, tapi kakak janji, kamu harus sembuh, Dek." 

"Virus itu harus hilang dari tubuh kamu, dan kakak yakin kamu pasti sembuh. Kamu tetap harus semangat ya ...?" Doni mencium kening adiknya itu, lalu mengusap lembut rambut Hawa. 

"Kakak sayang banget sama kamu, hanya kamu satu-satunya harta yang paling berharga yang kakak punya, setelah kepergian Mama dan Papa kita." 

Hawa tidak dapat menahan air matanya yang menerobos keluar membasahi pipi. 

'Kenapa harus aku,' ucapnya lirih. Lalu menghapus air matanya, 

'Gak, aku gak boleh seperti ini, aku juga pasti lebih tidak ikhlas jika penyakit ini menyerang kakakku, biar aku saja,' gumamnya sambil menatap dalam kakaknya.

Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER