Pelukan Cinta Sang Dokter 03
Hawa mendapatkan Izin menginap di rumah Dara oleh kakaknya, dan ia pun berangkat menuju rumah sahabatnya.
"Assalamu'alaikum," Hawa mengucapkan salam dan mengetuk pintu rumah Dara.
"Wa'alaikumsalam," seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik membuka pintu.
"Tante, saya Hawa temannya Dara, Daranya ada?
"Oh, Hawa, masuk dulu, Dara lagi ke pasar dengan kakaknya, tadi kata dia, kalau kamu datang suruh tunggu sebentar, duduk, tante tinggal sebentar ya."
"Makasih, Tante."
Hawa duduk, matanya tertuju pada sebuah pajangan foto keluarga sahabatnya itu.
'Pak Adam?' gumamnya
Bundanya Dara kembali menemui Hawa, membawa segelas air minum.
"Hawa, minum dulu," ujar bundanya Dara.
"Iya, Tante, makasih .... "
"Tante ... Hawa mau tanya, itu foto kakaknya Dara ya?"
"Iya, dia kakaknya Dara, Adam. Kamu tidak kenal? Dia 'kan asisten dosen di kampus kalian."
"Kenal Tante, hanya saja saya tidak tahu, jika pak Adam kakaknya Dara, dia tak pernah cerita."
"Oh, begitu ... "
*
Tak lama kemudian, Dara dan Adam pulang, pria itu langsung masuk ke kamarnya saat melihat Hawa sedang duduk di ruang tamu.
"Wa ... sudah lama?" tanya Dara.
Gadis itu menggeleng. Hawa mengatakan pada Dara jika Rossa tidak jadi datang menginap di rumahnya karena ada keperluan keluarga.
Terlihat kekecewaan di wajah Dara.
"Ya, sayang ...."
"Dar, aku main aja ya, tidak jadi menginap."
"Ya, Wa ... masa aku kecewa untuk yang ketiga kalinya, jangan dong, please ya ... nginep. Sekali ini aja ... please...," bujuk Dara.
"Iya. Eh, Dar, kamu kenapa tidak pernah cerita jika pak Adam itu kakakmu?
"Maaf, Wa, bukan tak mau cerita, tapi emang ada hal yang tidak bisa diomongi. "
"Kita ke kamarku saja, yuk!"
Saat berjalan ke kamar Dara, Hawa bertemu dengan Adam yang akan keluar rumah. Keduanya saling pandang. Namun, tak ada saling tegur sapa, hanya dirinya yang menyunggingkan sedikit senyuman pada sosok sang dosen.
"Dar ... Kakak pergi keluar sebentar, " ucap Adam
"Mau ke mana, Kak? Pamit sama bunda dulu."
'Beres!" Adam pun pergi meninggalkan Dara dan Hawa.
"Emang mau ke mana pak Adam, Dar?"
"Pasti dia kumpul bareng teman-temannya yang salah, dan pulang pasti dalam keadaan mabuk-mabukan lagi."
"Mabuk? Pak Adam minum?"
Dara hanya membalasnya dengan anggukan kepala
"Sebenarnya, ini terjadi karena dia kecewa dengan pacarnya." Dara pun mulai menceritakan tentang Adam pada Hawa.
"Sampai sebegitunya ...?"
Hawa menggelengkan kepala seakan tak percaya.
'Tak sayang apa pak Adam dengan dirinya sendiri, dirusak seperti itu,' gumam Hawa.
"Wa, bantu gua menyadarkan kak Adam, kumohon ..."
"Aku?"
Hawa menanyakan apa yang harus ia lakukan, dirinya bisa apa. Gadis itu mengatakan jika berhadapan atau bicara dengan Adam saja seperti bertemu sama tembok, dijutekin, dikacangi.
"Buat dia jatuh cinta sama kamu, biar kak Adam dapat melupakan Kayla, mantan pacarnya yang pergi meninggalkannya.."
"Kamu tidak sakit 'kan Dar? Tidak! Aku tak mau ... lagian takut juga dengan kakakmu."
Hawa menawarkan pada Dara, bagaimana jika Rossa yang membantu, karena sikapnya yang bawel pasti dapat melarang Adam.
"Lu pikir kakak gua demen model kayak Rossa, yang ada baru seharian jadian udah putus tuh dua orang."
"Yang terpenting, jangan aku!" ucap Hawa.
*
Saat terlelap dalam tidur, tiba- tiba Hawa terbangun karena terdengar suara berisik dari bawah. Hawa dan Dara keluar dari kamarnya. Menuju tempat keributan, terlihat bunda Dara sudah berada di sana sedang menangis.
"Bunda ada apa? Ini Jam dua malam, Bun, kenapa berisik-berisik, " tanya Dara.
"Ayah kamu sedang marah karena melihat Adam mabuk-mabukan lagi."
Dara lari Keluar pekarangan, disusul bundanya dan Hawa.
"Kalian diam di sana," titah Ayah Dara.
"Ini anak udah tidak bisa dibiarkan, bikin malu keluarga saja."
Adam dipukulin Ayahnya, tidak ada sedikit pun perlawanan dari pemuda itu untuk membalas atau mengelak pukulan lelaki paruh baya itu.
Hawa yang melihat kejadian itu merasa kasihan, lalu melihat Ayah Dara mengambil selang dan langsung menguyur Adam dengan air.
"Ayah sudah! Kakak kedinginan, Yah!" jerit Dara.
"Dara, Hawa, Bunda, masuk!" perintah Ayah Adam. Tak menghiraukan rengekan anak bungsunya.
"Biar Adam merasakan sendiri hukumannya, jangan ada yang membantu dia. Biarkan dirinya di luar malam ini sampai pagi."
Mereka pun masuk, wanita paruh baya itu hanya dapat menangis melihat anak lelakinya di perlakukan seperti itu, dan tak lama kemudian lelaki paruh baya itu pun menenangkan istrinya.
Begitu juga Hawa yang ikut menenangkan Dara di kamarnya. "Gua kasihan, Wa, sama Kak Adam, aku takut dia sakit," isak Dara.
"Sekarang, kamu ambilkan pakaian Pak Adam ya ... dan kotak P3K, biar aku yang turun, kamu tenang aja di sini."
"Kamu mau apa, Wa?"
"Udah cepat, aku mau suruh kak Adam ganti pakaiannya, kalau takut ayahmu marah, aku yang tanggung jawab."
Setelah mendapatkan barang yang dimintanya, Hawa menemui Adam kembali, dengan membawa pakaian dan kotak P3k, dia membuka pintu dan melihat Adam yang masih berada di luar rumah tak berani masuk.
"Pak!" panggil Hawa.
Adam menoleh ke arah suara yang memanggilnya, lelaki itu cepat-cepat menghapus air matanya. Malu jika dilihat oleh teman adiknya itu.
"Kamu mau apa? Kenapa tidak tidur?"
"Ganti pakaiannya, Pak. Nanti masuk angin, baju pak Adam basah kan?"
"Tak usah! Nanti ayah marah, kamu juga nanti ikut-ikut dimarahi, kembali ke kamar sana!"
"Tak akan, cepatan deh, Pak."
Adam beranjak dari tempatnya, mengambil baju yang dipegang Hawa. Mengganti pakaian di kamar mandi bagian dapur tak lama kemudian dia kembali lagi ke teras rumahnya.
Tidak lama kemudian Hawa keluar dengan membawakan segelas teh yang dibuat untuk Adam, ia melihat lelaki itu meringis memegangi pipi yang memerah bekas pukulan dari ayahnya sendiri, ia pun duduk di sebelah sang dosen.
"Memarnya saya kompres dulu, Pak."
Hawa memegang wajah Adam. Menempelkan kain basah pada lebam-lebam di sekitar wajah pria itu.
Tatapan yang bertemu saat wajah begitu dekat. Embusan napas saling menyentuh kulit pipi keduanya. Sekilas Adam melihat mata Hawa yang begitu indah, saat tangan gadis itu menyentuh lukanya, ia kembali meringis kesakitan.
"Aw ... pelan-pelan, Haura!" ucap Adam sambil memegang tangan Hawa.
"Maaf, Pak," ujar Hawa kembali menarik lengannya dari genggaman Adam.
"Ini tehnya diminum, Pak. Biar tak masuk angin, ini bantal dan selimut untuk bapak. Sekarang, saya masuk ya."
Tak menjawab ucapan Hawa. Adam memandangi kepergian gadis yang beranjak dari tempatnya masuk ke rumahnya kembali.
"Haura!" panggil Adam.
"Kenapa, Pak ... butuh apa lagi ...?" tanya Hawa.
Adam tersenyum. "Tidak ada ... hanya mau katakan, makasih ya ...."
"Sama-sama, Pak ... selamat tidur."
Hawa kembali ke kamar Dara, saat masuk ia masih melihat sahabatnya masih menangis. Gadis itu pun kembali mengatakan jika sang kakak sudah tidak kenapa-kenapa lagi.
_
Terdengar suara muratal dari masjid dekat rumah Dara, Hawa bangun untuk melaksanakan salat subuh. Ketika dia hendak ke musalla kecil di rumah sang sahabat, ia melihat Ayah temannya itu dan Adam sedang mengobrol serius di tempat tersebut.
Hawa mengurungkan niatnya untuk salat di tempat itu, ia kembali melaksanakan kewajiban lima waktunya di kamar Dara.
___
KAMPUS
Rossa menyapa Dara, meminta maaf karena tak jadi datang ke rumah sahabatnya itu. Sedangkan Hawa ijin pada teman-temannya hendak mengerjakan tugas yang belum dipahaminya.
"Wa, lu ada kelas lagi?" tanya Rossa.
"Aku? Ehm ... iya, jam dua nanti masih ada kelas, dan ada tugas juga yang belum aku selesaikan, karena, aku gak paham, kalau kalian?"
Rossa, Dara, Alya, menggelengkan kepala.
"Tak ada lagi."
"Ya sudah, kalau begitu aku kantin ya, Kak Haikal udah nungguin, kalian mau pulang kan?"
_
Setelah pamit pada ketiga sahabatnya, gadis itu pun beranjak menuju kantin. Hawa cilangak-cilunguk mencari keberadaan Haikal, saat hendak menelpon lelaki itu, ada yang memanggilnya.
"Hawa!" teriak Haikal, sambil melambaikan tangan ke arah gadis itu.
Ia langsung menghampiri Haikal, saat bersamaan dari arah lain muncul Adam yang langsung duduk di sebelah pria yang baru saja ditemuinya.
'Pak Adam,' gumam Hawa dan ia duduk di hadapan Haikal.
"Eh ... lu janjian sama Haura ya, Kal?" tanya Adam, dan berdiri mau pindah duduk ke tempat lain.
"Udah sini aja, Hawa cuma bentaran kok, Iya kan, Wa?"
Hawa tersenyum. "Iya, Pak, duduk di sini bareng kita aja."
"Bisa tidak, jangan panggil saya dengan sebutan 'Pak' jika tidak sedang di kelas," ucap Adam.
"Ehm ...! Dipanggil Bapak aja lu pake baper, Dam," celetuk Haikal.
"Diam lu! Gua juga sama kaya lu, Haura panggil lu Kakak, masa manggil gua bapak."
"Lah, selain mahasiswa akhir, kan elu emang dosen di sini, wajar dia panggil lu bapak, dari pada Mbak!"
"Tapi ... Kal, gua kan - "
"Berisik!" ucap Hawa memotong omongan Adam.
"Cepet sini, ajarin aku, Kak!" ucap Hawa pada Haikal.
"Yang mana sih, tugas apa sih ... ?" tanya Haikal.
Hawa menyodorkan laptopnya, dan menunjukannya bagian yang tidak di mengertinya.
Haikal tertawa. "Mata kuliah statistik? Mana gua ngerti, nilaiku ngulang berkali-kali aja masih dapat C."
"Noh, yang di sebelah aku, minta ajarin dia aja, kan dia dosennya."
Hawa memasang wajah cemberut. Mendumel pelan.
"Katanya ngerti ... sekarang enggak, gimana sih. Tak tanggung jawab, lagian ini bukan tugas dari pak Adam, kok .... "
"Bodo amat mau dia bukan, gua tak ngerti, tapi tenang aja, nih, ada pakarnya, ajarin Hawa, dong, Dam."
Namun, Adam masih cuek, dia sibuk dengan ponselnya.
"Dam! Ajarin," ucap Haikal.
"Dianya tidak minta, orangnya aja susah amat ngomong minta tolong, gimana gua mau bantuin."
"Ya udah, aku mau pindah ke taman saja, pada berisik berdua, ngomong aja yang bisa ... sebal!" dumel Hawa.
Hawa mengambil laptop dan pergi meninggalkan Adam dan Haikal.
"Kak, minum gua bayarin ya," pintanya dan Hawa langsung pergi.
"Ah, lu, Dam. Ngambekan si Hawa, ajarin kenapa .... "
"Anaknya udah pergi."
"Susulin kenapa!" perintah Haikal.
"Ogah! Udah, gua mau cabut dulu, bayarin minum gua!"
"Dih! Kenapa pada minta bayarin, bangkrut dah gua."
"Pelit!" ucap Adam sambil mengeluarkan uang dari dompetnya.
"Bayar nih, sekalian punya Haura!"
"Eh! Muka lu kenapa?" tanya Haikal tiba-tiba saat tersadar melihat wajah Adam masih memerah.
Adam teringat akan kejadian malam tadi, dan tanpa menjawab pertanyaan Haikal dia langsung pergi.
__
Hawa duduk sendiri di taman dan masih sibuk pada laptop dan tugasnya. .
"Nyebelin amat sih tugasnya!" ocehnya sendiri.
Adam sengaja melewati taman dan melihat Hawa, masih dengan kebingungannya sendiri , ngomel-ngomel pada laptopnya. Terukir senyuman dari bibir pria itu.
'Lucu juga, kasihan ... bantuin tidak ya,' gumam Adam.
Lalu ia menghampiri Hawa. Duduk di sebelah gadis yang tidak menyadari kedatangannya. Karena tetap fokus pada benda pipih yang berada dipangkunya.
Hawa baru menyadari kehadiran Adam, ketika pria itu menanyakan padanya bagian mana yang tidak dimengerti dari tugas tersebut.
Hawa menoleh pada suara yang bertanya padanya lalu mengalihkan kembali pandangannya pada laptop. Merasa dicuekin gadis yang duduk di sebelahnya, Adam kembali bersuara.
"Mau dibantuin tidak? Saya pergi nih! "
"Emang Pak Adam mau bantuin saya?" jawab Hawa dengan pandangan masih pada layar datar itu.
"Ehm ... sudah saya katakan, jangan panggil Bapak selain di-"
" Iya, iya ... memangnya Kak Adam mau bantuin saya?" Hawa mengulangi pertanyaannya.
"Iya, sudah bagian mana yang tidak di +mengerti?"
Hawa menyodorkan laptopnya, ia pun mengajari gadis itu dengan teliti sampai bisa.
"Sudah paham?" tanya Adam.
"Sedikit."
"Kok sedikit, sudah mengerti belum?"
"Iya sudah, Kak, sudah ngerti walau sedikit, makasih ya,." ucap Hawa.
"Sama-sama."
Saat hendak kembali ke kantornya Adam mengatakan pada Hawa agar tidak menceritakan kejadian kemaren malam yang menimpahnya. Gadis itu melihat jam tangan dipergelangannya, sudah hampir pukul dua siang.
'Hampir pukul dua.'
Gadis itu pun pamit ingin kembali ke kelasnya, sebelum dia pergi, Hawa menanggapi permintaan Adam.
"Terima kasih, Kak, atas bantuannya, oh ya, saya bukan tipe orang yang senang menceritakan keburukan orang lain, tidak ada untungnya buat saya, jadi Kak Adam tenang saja."
"Saya permisi, Kak, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
*
Hawa masuk ke kamar kakaknya Doni.
"Kak Doni ... pinjem colokannya dong, punya aku rusak," Hawa berkata pada kakaknya yang sedang berada di dalam kamar mandi.
"Ambil aja,Dek, di laci," jawab Doni.
Hawa membuka laci, ia menemukan surat hasil laboratorium atas nama dirinya, lalu ia membuka surat itu. Saat membaca hasil cek laboratorium itu , air matanya langsung jatuh membasahi kertas yang dipegangnya.
"Kenapa, Kak Doni tak menceritakan kepadaku."
"Dek ... kamu sudah keluar belum dari kamar, kakak mau pakaian nih," teriak Doni dari kamar mandi.
Hawa cepat-cepat memasukan surat itu kembali ke laci. "Sudah, Kak ... aku pinjam dulu ya, aku udah keluar nih."
Hawa masuk ke kamar, menghempaskan tubuh mungilnya pada ranjang, dia tidak percaya tentang apa yang baru saja dilihatnya.
Bersambung
No comments:
Post a Comment