Pelukan Cinta Sang Dosen 02
Rossa mengetuk pintu ruangan Adam.
"Permisi, Pak. Bapak memanggil kami?" tanya Rossa.
"Iya! Dan terutama kamu Haura! Apa yang kamu berikan pada saya? Kamu kasih flashdisk apa ini?" ucap Adam sambil menunjuk flasdisk yang diberikan Hawa kemarin dan membantingnya di meja.
Hawa dan Rossa saling pandang. Bingung.
"Kamu mau membohongin saya, ya? Tinggal ngomong saja, jika tidak bisa menyelesaikan tugas, dan kalian berdua saya hukum. Tidak boleh mengikuti pelajaran saya, selama dua minggu." Adam menskor kedua mahasiswanya itu.
"Tunggu, Pak. Saya sudah memberikan tugas itu pada bapak, dan ... saya langsung kasih kepada bapak flashnya."
"Jika mau menghukum, saya saja, Pak ... jangan Rossa, dia tidak bersalah, saya yang ceroboh."
"Kamu tahu? Flashdisk ini semua isinya film!" bentak Adam.
"Film?" jawab Hawa dan Rossa bersamaan, dan gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Tunggu, Pak. Maaf sekali lagi, beri saya kesempatan, yang memberikan flashdisk itu kepada saya Kak Haikal, Pak."
"Mungkin ... kak Haikal salah memberikan flashdisk itu kepada saya, Pak," terang Hawa.
"Tidak peduli! Dan tidak mau tahu, yang jelas ... sebagai hukumannya, saya tidak memberikan izin kalian mengikuti mata kuliah selama dua minggu! Sekarang keluar!" Usir Adam.
"Tapi, Pak ... "
"Tidak ada tapi-tapian, kalian berdua saya hukum!" potong Adam sebelum Rossa selesai berbicara.
"Keluar!" Seru Adam.
"Ya sudah, terima kasih, Pak," ucap Rossa dengan nada kesal.
"Ya udah, Wa, biarin saja, Gua tidak apa-apa kok," ucap Rossa lalu mengajak Hawa keluar dari ruangan Adam.
"Tapi ... Cha, Ka- ... "
"Udah! Lu jangan bawel ... kita temui saja kak Haikal, sekarang," ajak Rossa.
*
Dua gadis itu mencari keberadaan Haikal dan menemukannya di kantin. Mereka menghampiri pemuda yang sedang sibuk dengan aktivitasnya itu. Tanpa basa-basi Rossa langsung mengebrak meja.
"Kak Haikal!"
Kedua alis Haikal menaut, memandang heran pada dua gadis yang datang menemuinya dan tiba-tiba mengamuk.
"Nih petesan banting datang-datang ngapa Marah-marah?" ucap Haikal
"Udah, biar gua yang ngomong," ucap Hawa.
"Kak, kemaren yang kakak kasih ke aku itu flashdisk apa?"
Haikal melihat Hawa dengan pandangan heran,"Ya, flashdisk kamu lah, Wa."
Hawa menceritakan jika dirinya dihukum oleh asisten dosen yang galak itu karena flashdisk yang diberikan berisi film, bukan tugas yang diberikan Adam pada mereka. Haikal langsung memeriksa flashdisk yang dipulangkan Hawa padanya.
"Ya ampun, iya ketuker, Wa," jawab Haikal sambil menunjukan flashdisk milik Hawa.
"Nah, benerkan gua bilang, Wa, lu tanggung jawab kak, gara-gara lu, kita diskors selama dua minggu, tidak boleh ikut mata kuliah tuh dosen kulkas," cerocos Ocha. Haikal hanya tertawa geli mendengar ocehan gadis berambut sebahu itu.
"Hiss, mulut lu, Cha. Kalau pak Adam dengar gimana?" ucap Hawa.
Rossa memang suka menyebut Adam dengan sebutan kulkas, karena sikapnya yang cuek dan dingin. Haikal mencoba meredam kemarahan dua gadis yang bersamanya, dan berjanji akan menelpon Adam untuk mengklarifikasi semuanya.
"Udah- udah, tenang ... nih, gua telpon dulu si kulkas ya? " ucap Haikal sambil mentertawakan dua gadis yang duduk di hadapannya.
"Mulut lu ya, Cha ... denger si Adam katain dia kulkas, yakin gua ditambah hukuman lu," ledek Haikal pada Rossa.
Haikal mengambil ponselnya dan mencoba menelpon Adam. Lelaki itu cengar-cengir di depan kedua gadis itu saat telponnya tak dijawab Adam.
"Hiks, tidak dijawab, Cha, Wa," kata haikal
Hawa dan Rossa langsung memasang wajah cemberut, seakan siap menerkam Haikal.
"GA MAU TAHU! KAK HAIKAL HARUS TANGGUNG JAWAB!" Ocha dan Hawa bicara secara bersamaan, ditambah gebrakan meja dari Rossa.
"Idiih! Bisa kompak gitu ya?" ledek Haikal yang semakin tertawa melihat Rossa dan Hawa.
"Dasar bocah!"
"Yuk, Wa!" Rossa mengajak Hawa pergi meninggalkan Haikal karena kesal melihat pemuda itu.
*
Saat pulang Haikal bertemu Adam dan langsung menemuinya. "Dam ... tunggu! Gua mau ngomong."
Pria itu menghentikan langkahnya, "Mau apa, Kal?"
Haikal memberikan Flashdisk tugas milik Hawa pada pria yang bersamanya, serta menjelaskan masalah yang sebenarnya pada Adam.
"Ehm ... Jadi lu biang keroknya? Mana tuh anak berdua udah keburu gua hukum, gimana dong ...?"
"Ya, jangan hukum lagi, cabut deh hukuman lu, nanti gua tinggal ngomong ke Hawa. Dia kan tetangga gua."
"Oke lah! Ya sudah, gua pulang duluan ya," ucap Adam
*
Keesokan harinya, saat Hawa berangkat ke kampus, tiba-tiba mobilnya mati dan mengeluarkan asap. Ia pun segera keluar dari mobilnya.
"Idih ... nih mobil kenapa lagi?" dumelnya sendiri pada mobil yang mati tiba-tiba itu.
"Telat deh, ngampus kalo gini."
Hawa segera menelpon petugas bengkel, sambil menunggu, dengan sok tahunya ia sibuk memeriksa mobilnya, tiba-tiba ada suara seseorang dari belakangnya.
"Kenapa mobilnya ...?"
Hawa terkejut ketika mendengar suara itu tiba-tiba kepalanya membentur kap mobil yang terbuka. Sambil memegang kepalanya yang terasa sakit, ia membalikan badan. Gadis itu membulatkan mata saat melihat sosok pria yang menyapa dirinya.
Dirinya kaget saat tahu sosok pria itu, yang dikenal karena sikap dingin dan cuek di kampusnya.
"Pak Adam? Tidak tahu, Pak. Mesinnya mati mendadak terus ngeluarin asap seperti ini," jawab Hawa, Sambil menunjuk ke arah mobilnya.
"Ehm ... Sudah panggil montir?"
"Sudah, Pak."
Adam kembali pada motornya, tetapi tidak beranjak dari tempat ia memarkir kendaraan roda dua miliknya. Haw merasa heran pada Adam, kenapa tidak beranjak dan pergi. Namun, ia diam saja, pikirnya memang tak ada pembicaraan lagi yang harus ditanya.
Tidak berapa lama kemudian datang seorang montir yang akan membawa mobil Hawa ke bengkel. Setelah ia memberikan kunci, dan mobilnya dibawa, Hawa pun berjalan untuk mencari kendaraan umum.
Saat melewati Adam yang sedang berada di atas motornya, gadis itu kembali menyapanya dan meminta izin pergi duluan.
"Permisi, Pak, saya duluan, " ucap Hawa sambil berlalu meninggalkan Adam yang sebenarnya sedang menunggu dirinya.
"Kamu mau ke mana? Saya nungguin kamu, malah pergi, ayo! Berangkat sama saya!" titah Adam.
Hawa terdiam sejenak, dan memperhatikan Adam dengan penuh keheranan. 'Mana kutahu kamu nungguin aku.' Gumamnya.
"Malah ngelamun ... ayoo! Nanti kita terlambat," ucap Adam.
Hawa masih diam, dan bingung.
"Haura Natasyah putri, cepat! Malah ngelamun!" pria itu memanggil nama dengan lengkap dari Hawa.
"Oh, kamu gengsi ya? Saya bisanya hanya bawa motor, mungkin ... kamu tidak terbiasa naik motor, malu? Ya saya tahu lah siapa seorang Haura Natasyah putri."
"Bu-bukan", Pak!" Hawa menggaruk kepalanya karena kebingungan, dan ia pun langsung menaiki motor Adam.
Setelah memakai helm yang diberikan Adam, pria itu tidak langsung menjalankan motornya, Hawa pun merasa lebih heran lagi.
'Nih orang kenapa sih, tadi nyuruh cepat, sekarang tak jalan-jalan, aneh!' gumamnya.
"Kenapa tidak jalan, Pak?"
"Pegangan! Nanti kamu jatuh."
Gadis itu pun kembali bingung harus pegangan pada apa, lalu ia memegang besi pada sisi kanan kiri motor Adam. Pria itu mengambil lengan Hawa dan melingkarankan pada pinggangnya.
"Kamu pikir, pegang besi motor itu apa tidak bisa jatuh? Jika kamu jatuh saya juga yang kena masalah."
Hawa hanya diam saja, dan menuruti apa yang diperintahkan Adam. 'Modus.' gumam Hawa.
Sepanjang perjalanan tak ada sepatah kata patah pun yang terlontar dari mereka berdua. Saat memasuki pekarangan kampus, Hawa melepaskan pegangannya dari pinggang Adam, Karena takut tanggapan teman-temannya jika ada yang melihat ia bersama sang dosen.
*
Ia pun turun dari motor, saat ingin membuka helm, Hawa merasa kesulitan karena pengait pada pengaman kepala tersebut terlalu keras. Adam yang melihat gadis itu kesusahan, berjalan mendekati posisi Hawa berdiri.
"Kalo kesulitan itu apa susahnya minta bantuan dan katakan, tolong, " ucap Adam pada Hawa, lalu mendekatkan wajahnya tepat di hadapan gadis itu dan membuka pengait helm tersebut.
"Woi! Parkiran ini!" suara itu mengagetkan Adam dan Hawa, sehingga membuat kepala mereka saling berantukan. Keduanya saling memegang keningnya masing-masing.
"Apaan sih lu, Kal! Bikin kaget aja!" ujar Adam.
"Kalian ngapain? Kemaren ribut, sekarang berdua-duaan di parkiran ... mesum lagi."
"Hiss apaan sih, kak Haikal," Hawa langsung meninggalkan kedua pria itu, tanpa mengucapkan terimakasih pada Adam.
"Mesum? Emangnya gua ngapain sama dia, lu tuh yang omes."
Tanpa diminta penjelasan, Adam menjelaskan pada Haikal, jika Hawa mengalami kesusahan, dan dirinya hanya sekedar membantu. Haikal tersenyum. "Gua tidak minta penjelasan, woi!"
"Biar lu tak ngeres!" balas Adam.
"Apa? Tak salah nih gua, gak lagi mimpikan ini? Sejak kapan lu peduli sama cewek, Dam?" ledek Haikal.
"Wah ... jangan-jangan..." Haikal tertawa sambil memicingkan matanya.
"Eh, lagian tuh anak gak bawa mobil apa? Tumben, Kok bisa naik motor bareng lu?" Haikal kembali kepoin Adam.
"Mobil tuh anak ngadat di jalan, pas kebetulan gua lewat, ya udah gua ajak, Lagian itu jalan sepi, mana ada angkot lewat," jawab Adam, lalu pergi meninggalkan Haikal.
*
Sesampai di kelas Hawa mencari keberadaan Rossa.
"Kangen ya sama gua?" ucap Rossa yang baru saja datang dan masuk ke kelas.
"Eh! Gua pikir lu belum datang, Wa, karena tak lihat mobil lu," ucap Rossa.
"Mobilku masuk rumah sakit."
"Terus, lu naik apa? kok tidak telpon gua?
"Bareng-" Hawa menghentikan ucapannya.
"Bareng siapa?" tanya ketiga temannya bersamaan.
"Pak Adam."
"Apa?" ucap Rossa, Dara, dan Alya berbarengan.
"Kamu bareng kak Adam?" tanya Dara.
Hawa mengangguk.
"Kok bisa?" tanya Alya.
"Kalian pada kenapa sih? Kepo dipelihara," jawab Hawa.
"Serius? Lu bareng pak Adam, Wa? tanya Rossa lagi, seakan masih belum percaya.
"Iya Ocha sayang, serius. Kalau kamu tak percaya nanti waktu pak Adam masuk kelas lu tanya deh."
"Masih tak percaya gua? Lu bisa bareng sama cowok kulkas itu, sangat langkah!" ucap Rossa.
Bersambung
No comments:
Post a Comment