Sunday, September 13, 2020

Buah Hati 30

BUAH HATI 30
(Tien Kumalasari)

“mBak Darmi, obatnya sudah diminumkan ?” kata Seruni ketika bersiap akan pergi lagi.  Ia ingin menjenguk Surti, dan  Indra akan menjemputnya di rumah sakit sepulang kantor.

“Sudah bu, sekarang mas Naya sudah tertidur.”

“Syukurlah. Saya mau keluar dulu ya mbak, mauke rumah sakit, menjenguk Surti dan bayinya.”

“Oh. Baiklah bu. Ibu naik apa?”

“Sudah memanggil taksi, nanti pak Indra mau menjemput di rumah sakit. “

“Ya bu, kalau begitu pintu saya kunci saja dari dalam.”

“Iya mbak, saya menunggu taksinya dulu. Oh iya, nanti harus mampir beli kado dulu ya mbak, sama parsel buah.”

“Ibu tidak membawa tas?”

“Oh iya, bingung aku. Waduh.. yang melahirkan Surti kok aku jadi ikut bingung. Saking senengnya aku ini mbak. Tolong mbak, diambilkan.”

Darmi masuk kedalam dan mengambil tas yang diminta Seruni.

“Syukurlah Surti... aduuh.. aku seneng banget Surti.. sekarang hidupmu pasti tenang dan senang,” gumam Seruni dengan wajah berseri.

“Ini bu, tasnya...”

“Terimakasih mbak Darmi, itu taksinya sudah datang. Tolong Naya jangan ditinggalkan ya mbak, dan kalau ada apa-apa hubungi saya.”

“Iya bu.”

***

Ketika dirumah sakit, Surti sudah berada dikamar rawat. Seruni masuk dan menyalami semuanya. Lalu mendekati Surti dan menyalaminya dengan hangat.

“Selamat ya Surti, kamu sekarang sudah menjadi ibu. Aku ikut bahagia.”

“Terimakasih bu Indra, sangat senang melihat bu Indra juga datang. Siapa yang mengabari bu Indra?”

“Dari mas Indra, katanya mas Tikno menelponnya.”

“Iya bu Indra, saya nggak nyangka akan lahir secepat ini. Dokter mengira masih awal bulan depan. Dan lahirnya juga lancar, saya tidak harus menunggu lama.”

“Tidak apa-apa Surti, konon bayi bisa memilih sendiri hari terbaik untuk melihat dunia ini..”

“Masa sih bu?”

“Kata orang-orang tua, dan nyatanya tidak semua perkiraan dokter itu persis cocok, ada kurangnya dan kadang juga lebih.”

“Iya benar.”

“Dan kamu pasti seneng, ketika melahirkan ada pak Mul yang ikut menunggui kamu.”

“Sangat senang bu Indra, rasanya kebahagiaanku sudah lengkap.”

“Aku ikut bahagia Surti, sungguh.”

“Terimakasih bu Indra. Bu Indra kesini sama siapa?”

“Sendiri, nanti mas Indra sepulang dari kantor akan menjemput kemari, pasti dia juga ingin segera memberi selamat untuk kamu dan mas Tikno.”

“Tadi mas Tikno hampir terlambat. Tapi pas lahir dia sudah datang, sempat mengumandangkan adzan buat anak saya.”

“Mas Tikno seorang laki-laki yang baik. Kamu beruntung ya Surti.

“Iya. Bu Indra.. saya tidak mengira bisa mendapatkan semua ini.”

“Kamu wanita yang baik, pasti mendapatkam yang terbaik untuk hidup kamu.”

“Karena saya mendapatkan  banyak kasih sayang disekitar saya. Termasuk dari bu Indra, dari pak Indra. Ini tak ternilai buat saya bu.”

“Kamu bisa saja Surti..Mana anakmu, aku ingin melihatnya.”

“Ada dikamar bayi  bu..”

“Aku kesana ya.”

“Mas Tikno, dimana ruang bayinya?” tanyanya kepada Tikno.

“Mari saya antar bu..”

“Terimakasih mas, mirip siapa ya?”

“Mirip saya dong, kan laki-laki,” seloroh Tikno.

Tapi ketika Seruni melihat bayi itu, sedikitpun tak ada mirip-miripnya sama Tikno.

”Iya lah, aku bisa mengerti, tapi ganteng lho bayinya,” kata batin Seruni.

“Gimana bu Indra, ganteng kan anak saya?”

“Ganteng sekali mas, hidu ngnya seperti Surti. Wah, besok Naya bisa dapat teman bermain nih.”

“Iya bu, hanya terpaut tiga bulan lebih, nanti besarnya akan sama.”

“Semoga akan menjadi sahabat.”

“Itu pak Indra,” teriak Tikno. Seruni melambaikan tangannya kearah suaminya yang baru datang.

“Lihat mas, itu bayinya mas Tikno, ganteng ya.”

“Waoouuww... iya, selamat ya mas Tikno...” Indra menyalami Tikno.

“Terimakasih pak Indra.”

“Benar lho, ganteng anaknya mas Tikno.. Naya bakal dapat teman bermain nih..”

“Tadi bu Indra juga bilang begitu pak.. menyenangkan ya, membayangkan anak-anak kecil bermain bersama. Keingat waktu saya  masih kecil. Tapi saya ini anak tunggal, kalau main ya harus ke tetangga.”

“Sama mas Tikno. Saya kan juga anak tunggal. Semoga kita nanti bisa memiliki anak-anak yang lain ya mas.”

“Yang banyak, biar rame..”

Dan dua orang yang belum lama menjadi ayah itu terkekeh bahagia.

Seruni yang mendengarkan hanya tersenyum senyum mendengarkan canda mereka.

“Belum diberi nama ya mas ?”

“Belum, nanti dibicarakan sama bapak dulu, barangkali ingin memberi nama.”

“Benar, kami dulu memberi nama juga atas usulan dari bapak. “

“Dan orang tua itu kalau memberi nama pasti ada artinya yang bagus-bagus.”

“Betul, aku setuju.”

***

Indra dan Seruni keluar dari rumah sakit itu ketika senja menjelang. Mereka tampak ikut barbahagia dengan kelahiran anak Surti.

“Ganteng ya mas, anaknya Surti?”

“Iya ganteng, apakah ayahnya juga ganteng?”

“Belum tentu, Surti kan cantik, dan kecantikan itu menurun kepada anaknya, lalu karena anak itu laki-laki,  maka gantenglah wajahnya.”

“Betul, hidungnya miri[ Surti, bibirnya juga.”

“Entah bagaimana, yang jelas dia anaknya Surti dan mas Tikno.”

“Benar..”

“Ma’af, bolehkah saya bertanya?” tiba-tiba seorang laki-laki bercambang menghentikan langkah mereka yang sudah hampir sampai di parkiran. Seruni  menatap laki-laki itu, seperti pernah melihat, tapi dimana ya.

“Ya, ada yang bisa saya bantu?” tanya Indra ramah.

“Mau tanya mas, ruang bersalin dimana ya?”

“Oh, disebelah kiri, anda masuk, kekiri.. lalu belok kanan luruus saja, nanti kan ada petunjuk dimana ruang bersalin.”

“Oh, baiklah mas, terimakasih banyak,” kata lelaki itu yang kemudian bergegas pergi kearah yang ditunjuk.

“Eh, kamu kok ngelihatin dia terus sih Seruni?”

“Aku tuh seperti pernah melihat orang itu. Tapi dimana ya, kok lupa..”

“Namanya tinggal satu kota ya bisa saja dong, pernah bertemu atau melihatnya.”

“Iya juga sih...”

Indra  menggandeng isterinya lalu membukakan pintu untuknya. Tapi disepanjang perjalanan Seruni terus saja mengingat ingat laki-laki itu.

“Oh ya, bagaimana kesehatan Naya? Tadi sudah kedokter kan..”

“Seruni..” Indra mengulang panggilannya karena Seruni diam saja.

“Yaaah, duduk disamping suami kok ya melamun, ngelamunin siapa sih?” lanjut Indra.

“Ooh, ma’af mas... iya.. aku sedikit ngantuk, habis biasanya tidur siang, hari ini nggak sama sekali. Mas tanya apa?”

“Anakmu itu lho, tadi ke dokter lalu bagaimana?”

“Oh, Naya tidak apa-apa, ada gejala pilek, tapi sudh diberi obat. Tadi ketika aku pergi, dia sudah minum obat dan tidur pulas.”

“Syukurlah..Memang sih, kalau sakit itu dari awal sudah diwaspadai, jadi lebih gampang mengobatinya.”

“Iya benar.”

“Tadi mas Tikno bilang, kalau pas sepekan dia akan mengadakan selamatan dirumahnya.”

“Semoga Naya sudah sehat, sehingga bisa ikut.”

“Kalau acaranya malam lebih baik kita saja tanpa Naya, takutnya dia masuk angin.”

“Memang acaranya malam?”

“Belum tentu sih. Nanti aku tanyakan lagi sama mas Tikno.”

***

Seorang laki-laki bertanya kepada perawat jaga.

“mBak, ada seorang wanita melahirkan bernama Surti?”

“Surti... “ perawat itu tampak mencari-cari di catatannya.

“Oh, ada pak, dikamar no 2 dari sini.”

“Kalau ruang bayinya?”

“Ruang bayi dari sini belok kearah kanan, nah.. kiri jalan itu ruang bayi.”

Laki-laki itu mengangguk dan berlalu. Dia terus berjalan menyusuri arah yang ditunjuk oleh perawat tadi. Ada ruang kaca disebelah kiri jalan, tapi semua kordennya tertutup. Ada perawat yang keluar dari ruangan itu, dan laki-laki itu mendekatinya.

“Suster, yang mana bayinya Surti?”

“Oh.. disitu pak, bapak berdiri didepan kaca, saya akan membuka kordennya, bapak hanya bisa melihat dari luar.”

Laki-laki itu menurut. Didepan korden yang terbuka, seorang bayi mungil tergolek dalam lelap. Laki-laki itu memandang tak berkedip. Ia memegangi kaca itu, seperti berusaha melambaikan tangan kearahnya. Tiba-tiba bayi itu terjaga dan menangis keras.

“Yaah, mengapa manangis, aku tidak apa-apa, ayo.. ucapkan salam kepada bapakmu,” bisiknya.

Mendengar tangis itu perawat yang semula duduk berjaga berdiri dan mendekati bayi Surti, lalu mengangkatnya dan mengayunkannya pelan. Laki-laki itu menerobos masuk begitu saja.

“Suster, biarkan saya mennggendongnya sebentar.”

“Oh, ma’af, bapak tidak bisa masuk, silahkan keluar, ini ruang steril, ruang bayi,” kata perawat lain yang kemudian membukakan pintu.

“Sebentar saja.”

“Bapak siapa? Ayahnya?”

“Yaa..yya... saya ayahnya..”

“Bohong dia, ayahnya gagah dan ganteng,” bisik yang lain ditelinga suster yang menghadapi laki-laki tersebut.

“Saya tahu ayahnya, bukan bapak.”

“Oh ya, ma’af, saya  ayah angkat..”

“Ma’af bapak, kalau bapak ingin menggendongnya nanti, sa’at bayi ini membutuhkan ASI ibunya. Disana nanti bapak bisa menggendongnya, sebelum perawat kembali mengembalikannya kemari.

Laki-laki itu mengangguk dan keluar dari ruangan bayi. Para perawat menatapnya curiga..

***

Tikno heran ketika salah seorang perawat memanggilnya dan mengatakan bahwa dia ingin  bicara. Hari sudah malam, dan dia bersiap untuk mengantar ayah mertuanya pulang.

“Ada apa suster ?”

“Bapak suaminya ibu Surti kan?”

“Ya, benar,  ada apa sueter?”

“Tadi  ada seorang laki-laki ingin melihat bayi ini?”

“Siapa? Yang tadi bersama saya?”

“Bukan, dia baru sekali datang. Ingin melihat bayinya ibu Surti, lalu saya persilahkan dia melihat dari  kaca diluar ruang bayi. Tapi kemudian dia nyelonong masuk, dan memaksa ingin menggendong bayi itu.”

“Astaga, suster biarkan?”

“Tidak, saya curiga pada laki-laki itu.”

“Siapa namanya?”

“Dia tidak mengatakan nama, tadinya dia bilang ayah bayi itu, tapi kemudian dia meralatnya, katanya ayah angkat.”

“Lalu..?”

“Dia pergi karena kami mengusirnya. Saya mengatakan pada bapak, benarkah bayi ibu Surti punya ayah angkat.”

“Bagaimana wajah orang itu? Masih muda?”

“Tidak muda lagi pak, wajahnya bercambang. Benarkah dia ayah angkat bayi ibu Surti?”

“Tidak, lain kali kalau dia datang, laporkan kepada keamanan biar diserahkan kepada polisi. Dia penculik  bayi.”

“Oh, begitu ya pak, kalau begitu kami harus hati-hati.”

“Tolong jaga anak saya, jangan sampai ada orang  lain yang menjamahnya.”

“Baik pak, kami akan lebih berhati-hati.”

Tikno bergegas memasuki ruangan isterinya. Pak Mul sudah mengangkat tas yang harus dibawanya pulang.

“Bapak, bagaimana kalau bapak pulang sendiri?”

“Mengapa mas, katanya mas mau mengantarkan.” sela Surti.

“Aku tidak bisa meninggalkan kamu sendirian Surti.”

“Memangnya ada apa mas?”

“Tidak apa-apa, hanya aku merasa tidak tenang saja kalau kamu sendirian disini.”

“Kalau cuma mengatarkan bapak kan tidak lama mas?”

“Biar sedetikpun aku tak bisa meninggalkan kamu Surti.”

“Mengapa mas tiba-tiba bersikap begitu?”

“Baru terpikirkan oleh aku, rasanya tak enak meninggalkan kamu tanpa teman.”

“Ya sudah, kalau begitu bapak disini saja, bersama nak Tikno.”

“Lho, bapak nanti kacapekan..”

“Tidak, tadi kan sedang membicarakan nama untuk bayi, sudahlah, ayo kita bicara tentang nama saja. Jangan pikirkan, bapak biasa tidur dimana saja.”

“Baiklah kalau begitu, besok pagi saja pulang. Dan kalau tidak apa-apa, aku juga mau meminta agar kamu dan anak kita diperbolehkan pulang.”

“Bagus mas, aku juga merasa sehat.”

“Jadi bapak tidak pulang? Haa.. baiklah, mari kita bicara tentang nama untuk anak kita.”

Pak Mul seperti berfikir keras ketika Surti dan Tikno minta agar dia memberinya nama untuk cucuknya.

“Siapa ya enaknya, apa Prihatin?”

“Jangan pak, biarpun didalam perut dia merasa prihatin, tapi sekarang dia akan bahagia,” kata Tikno.

“Hm... kalau begitu aku usulkan nama Aditya.”

“Kedengarannya bagus, artinya apa bapak?”

Artinya adalah ‘matahari’. Dia akan bersinar, dan selalu bersinar,menyinari kehidupan kalian, dan  tak pernah berhenti .”

“Bagaimana Surti ?”

“Bagaimana menurut mas Tikno?”

“Aku setuju, jadi kita namakan anak kita, Aditya.”

Lalu diberinya nama bayi itu Aditya. Bemderang hati Surti, benderang hati Tikno, menyambut sang buah hati yang akan mewarnai hari-hari mereka.

Ketika pak Mul  terlelap disofa, Tikno tetap tak bisa tidur. Apa yang dikatakan perawat tadi merupakan sebuah peringatan, bahwa bahaya sedang mengintai mereka.  Ia duduk sebentar, kemudian berdiri dan keluar dari pintu, mengawasi setiap orang yang lewat. Tapi laki-laki bercambang itu tak tampak berkeliaran disana.

“Apakah aku harus melapor pada polisi?” pikir Tikno.

***
Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER