Monday, September 28, 2020

Bagai Rebulan 03

Bagai Rembulan 03
 By : Tien Kumalasari

Aliando termenung di apartemennya.  Telepon Ibunya sangat membuatnya tertekan dan kebingungan.

“Kalau begitu lebih baik aku tidak usah pulang saja. Aku tak bisa menggantikan tempat Dayu bagi gadis lain. Tidak, aku hanya mau Dayu. Siapa sih yang Mama jodohkan sama aku itu? Mana mungkin aku bisa menjalaninya? Tidak, lebih baik aku tidak usah pulang.” Gumamnya sambil menyandarkan kepalanya disandaran sofa.

Tapi kemudian dia teringat lagi kata-kata Ibunya bahwa dia sakit, dan tahan hidup sendirian.

“Ya Tuhan, aku juga tak sampai hati membiarkan Mama  sakit dan kesepian. Apa yang harus aku lakukan?”

Lalu Dayu bingung ketika di rumah sakit itu tiba-tiba Liando menelponnya.

Dayu melangkah ke luar kamar, dan menjawab panggilan itu.

_*“Hallo, Liando, ada apa?”*_

_*“Dayu.. .”*_ 

Hanya itu yang diucapkannya. Suaranya mendadak tersekat dikerongkongan. Suara lembut yang amat dirindukannya, mana mampu dia meninggalkannya?

_*“Liando... ada apa?”*_ 

Dayu sedikit cemas, tak biasanya kekasih hatinya bersikap seperti itu.

_*“Dayu.. aku.. kangen sama kamu,”*_  itulah yang kemudian diucapkannya, dengan bibir bergetar, dan mata basah yang tentu saja Dayu tak bisa melihatnya.

_*“Ya ampun Liando, belum ada satu jam lalu kita bicara melalui pesan singkat, sekarang kamu menelpon hanya untuk mengatakan kangen?”*_

_*“Dayu... hari-hariku penuh dengan dirimu, bayanganmu, suara manjamu..”*_

_*“Kamu tampak aneh siang ini, kamu baik-baik saja?”*_

_*“Masa kangen sama kekasih dibilang aneh?”*_

_*“Tak biasanya dalam sehari kamu mengirim pesan singkat, lalu kemudian menelpon.”*_

_*“Habis aku tak tahan lagi. Apa kamu tidak merasakan hal yang sama?”*_

_*“Kamu tidak usah menanyakannya, kamu sudah tahu apa yang aku rasakan.”*_

_*“Dayu... aku mau pulang saja.”*_

_*“Aliando, kamu serius?”*_

_*“Tentu saja aku serius. Kamu tidak suka?”*_

_*“Aku suka, aku bahagia mendengarnya, kita akan bertemu, dan duduk berdua ditepian sungai dekat kampus. Apa kamu libur?”*_

_*“Tidak.”*_

_*“Lalu.. mengapa pulang?”*_

_*“Aku memang ingin pulang saja.”*_

_*“Bagaimana dengan pendidikan kamu?”*_

_*“Cukup yang sudah ada, aku ingin menjalankan bisnis Papa.”*_

_*“Oh, baguslah, tapi Mama kamu tidak kecewa? Bukankah dulu Mama yang menyuruh kamu belajar di luar negeri?”*_

_*“Mama sakit. Aku tak tega membiarkannya.”*_

_*“Oh, aku ikut prihatin, semoga Mama cepat sembuh. Lalu kapan kamu pulang?”*_

_*“Secepatnya, aku akan mengurus dulu semuanya.”*_

_*“Baiklah Aliando... apapun keputusan kamu, aku mendukung kamu.”*_

_*“Nanti aku kabari kalau aku sudah dalam perjalanan pulang. Bye cantik, sampai ketemu ya.”*_

_*“Bye, sayang.”*_

Dayu menutup pembicaraan itu, ada rasa bahagia yang tersirat pada wajahnya. Ia tak tahu bahwa Yayi memperhatikannya sejak tadi.

“Sudah selesai ?Hai.. hai... rupanya kamu jadian sama Aliando?” 

Goda Yayi sambil mengedipkan sebelah matanya.

“Oo.. dasar. Kamu nguping?”

“Tidak, aku baru keluar, karena mas Adit memanggil kamu. Aku cuma mendengar kamu menyebut nama cowok indo itu, dan bercakap dengan manis."

Dayu tersenyum, karena tak bisa mengelak.

“Awas ya, jangan bilang sama Mas Adit, nanti dia meledek aku terus menerus.”

“Tidak, tapi aku senang, Aliando sangat ganteng dan baik. Dia lulus tahun lalu dengan predikat cumlaude, dan menjadi incaran banyak gadis. Kamu sungguh beruntung dipilihnya.”

“Entahlah Yayi, aku masih ragu sebenarnya.”

“Ragu?”

“Dia itu anak pengusaha kaya, terpandang, sedangkan aku ini siapa? Orangtuaku hanya pegawai biasa disebuah perusahaan. Tak ada derajat, apalagi pangkat,”

“Dayu, kamu tidak bisa mengatakan itu. Bahwa cinta itu akan berlabuh dimana dia akan berlabuh. Tak perduli siapa , cinta tak akan kemana-mana.”

Dayu menghela nafas, lalu keduanya berangkulan masuk ke dalam kamar.

“Aku akan mendoakan kamu Dayu. Kamu akan bahagia.”

“Terimakasih Yayi.”

“Dayu, kamu kemana, tuh, dicari kakak kamu.” Tegur Surti yang sedang mengemasi barang-barang Adit.

“Ada apa Mas?” Tanya Dayu sambil mendekat.

“Kok tiba-tiba kamu ngilang sih.”

“Adikmu lagi menerima telpon,” sambung Ibunya.

“Haa... Kakaknya lagi sakit, kamu sempat-sempatnya pacaran,” goda Adit yang sudah duduk ditepi pembaringan.

“Enak aja,” jawab Dayu cemberut.

Yayi tersenyum melihat ulah kakak beradik itu.

“Ini, tolong dong lipat barang-barang aku, masa Ibu yang harus melayani aku,” kata Adit.

“Nggak apa-apa Dit, ini sudah Ibu selesaikan semua,” sambung Surti.

“Ini, yang di atas meja, obat-obat aku juga.”

Dayu mengemasi barang-barang yang masih tertinggal di atas meja, dibantu Yayi.

“Yayi, biar Dayu saja. Aduuh.. kamu kok jadi repot,” kata Surti.

“Tidak apa-apa Bu Tikno. Ini juga sudah hampir selesai. Tinggal menunggu Mas Naya, sebentar lagi akan menjemput.”

“Sebenarnya kan kami bisa naik taksi, nggak enak, bikin repot.”

“Tidak apa-apa Bu, Mas Naya sudah dalam perjalanan kemari kok.”

*****  

Tapi ketika Naya sudah datang dan mereka berjalan ke luar dari rumah sakit itu, seseorang menyapa Surti.

“Surti?”

Surti terkejut, melihat siapa yang menyapa. Seorang wanita sedang menggandeng laki-laki muda yang tampak kesakitan, memasuki rumah sakit. Adit, Yayi dan Dayu mengenali laki-laki itu, Anjas. Tapi tidak mengira bahwa Ibu Anjas mengenal Surti.

“Surti kamu tidak mengenali aku?”

“Oh, Mbak Susi ya.”

“Hm, sudah tua juga masih salah menyebut nama orang.”

“mBak Lusi..”

“Ibu, dia itu yang memukuli Mas Adit.” Teriak Dayu menatap marah pada laki-laki yang digandeng Lusi.

“Dia, anak Mbak Lusi?”

“Jadi anak kamu juga yang melukai anakku?” Hardik Lusi.

Naya menarik tangan Surti agar menghindari wanita yang tiba-tiba marah.

*“Dasar pembantu!!”*

Mendengar kata-kata wanita itu tiba-tiba Adit melepaskan tangan Dayu yang menggandengnya.

“Kurangajar!! Apa kata kamu?”

“Sudah Mas, sudah.. biarkan saja.”

Lalu mereka memaksa Adit yang memuncak amarahnya mendengar ejekan Ibunya Anjas.

Lusipun langsung masuk kedalam. Ia ke rumah sakit karena Anjas mengeluh bahunya sakit. Ia khawatir ada tulang yang patah.

“Jadi mereka itu musuh kamu Njas?” tanya Lusi geram

“Iya, hanya gara-gara cewek itu.”

“Cewek itu anaknya Surti?”

“Siapa Surti?”

“Perempuan tadi. Yang menggandeng anak muda yang kata kamu musuhan sama kamu.”

“Iya, Dayu dan Adit itu kakak beradik.”

“Lalu mengapa berantem?”

“Adit mengira aku suka sama adiknya, kami berantem di kampus. Lalu besoknya aku hajar dia bersama temanku, Dimas.”

“Mengapa kamu kesakitan? Kamu kalah sama dia?”

“Entah darimana datangnya, ada laki-laki tua; pincang yang memukulkan tongkatnya kepunggung aku dan Dimas.“

“Jadi kamu terluka bukan karena dia?”

“Nggak tahu siapa laki-laki itu, tampaknya pengemis yang kebetulan lewat.”

“Hm, ya sudah ayo masuk kedalam. Kamu harus diperiksa, jangan-jangan tulang kamu ada yang retak.”

*****

“Untunglah tidak retak, apalagi patah, hanya memar yang baru terasa sakit setelah dua hari. Lain kali kamu jangan berantem-berantem lagi, apalagi dengan anak seorang pembantu yang nggak ada hebatnya.”

“Dia bikin Anjas kesal  Ma.”

“Sudah, nggak usah dibahas, Mama sedang mau ketemu Bu Diana hari ini.  Ada pembicaraan penting mengenai adik kamu.”

“Ada apa dengan Susan?”

“Kamu tahu nggak, Bu Diana yang suaminya orang Belanda itu, dia punya seorang anak laki-laki yang guanteng dan sekarang lagi sekolah diluar negeri.”

“Maksud Mama  Alianddo?”

“Lho, kamu kenal dia?”

“Dia kakak kelas Anjas, lulus setahun lalu. Memangnya kenapa?”

“Bu Diana ingin agar Susan menjadi jodohnya Aliando.”

“Masa?”

“Iya, baru beberapa hari yang lali Bu Diana ngomong. Dia kan sakit-sakitan, perusahaan  almarhum suaminya dia yang pegang, tapi dia bilang capek, dan menyuruh Aliando pulang ke Indonesia.”

“Aliando itu laki-laki hebat, pintar, dan dulu banyak digandrungi gadis-gadis kampus.”

“Oh ya? Beruntung dong kalau dia memilih Susan? Betapa bahagianya nanti, punya suami ganteng, kaya raya, hm.. itu impian Mama.”

“Tapi Aliando itu sudah punya pacar.”

“Pacar?  Apa dia berani menentang kehendak Mamanya?”

“Pacar Aliando yang Mama lihat di rumah sakit tadi.“

“Apa? Mana?”

“Yang kata Ibu anaknya Surti, dia adiknya Adit.”

“Apa? Aliando pacaran sama anak bekas pembantu? Tidak bisa, aku harus mencegahnya. Dia itu jodohnya Susan adik kamu, bukan adiknya Adit, perempuan rendahan. Mana mau Bu Diana.”

*****  

Ketika Adit dirawat di rumah, Yayi setiap hari datang menjenguk, dengan alasan menjemput Dayu ketempat kuliah.  Adit belum masuk kuliah karena wajahnya belum pulih benar. Surti sedikit banyak bisa menangkap  kedekatan Yayi dan Adit. Ada rasa khawatir, mengingat Adit dan Yayi tidaklah sebanding. Karena itu dengan hati-hati Surti mengingatkannya.

“Adit...sini, duduk dekat Ibu.”

“Ada apa Bu?”

“Ibu ingin bicara.”

“Tampaknya serius?”

“Tidak terlalu serius sih, tapi ada baiknya kamu memperhatikan apa yang akan Ibu katakan.”

Adit duduk disamping Ibunya, agak berdebar karena Ibunya tak pernah seserius ini.

“Ibu mencium ada sesuatu diantara kamu dan Yayi.”

Adit menatap Ibunya lekat-lekat. Mencari tahu apakah hubungan itu tidak disukai oleh Ibunya?

“Apakah Ibu tidak suka?”

“Ibu suka, dan Ibu tidak bisa menyalahkan kalian. Cinta terkadang datang tanpa diundang. Bukan begitu?”

“Benar Bu.”

Dan cinta tidak pernah salah. Yang salah adalah apabila kita tidak bisa menempatkannya.”

“Apa maksud Ibu?”

“Terkadang orang berpendapat bahwa ketika kita jatuh cinta maka kita harus memilikinya. Apa kamu juga berpendapat demikian?”

Adit tak bisa menjawabnya. Ia mencoba mencerna, kemana kira-kira arah Ibunya bicara.

“Kalau kita bisa menerima rasa cinta itu dengan bijak, maka kita akan bisa menempatkannya. Terkadang hati harus terluka karena cinta tak berbalas, atau hati teriris karena walau saling cinta tapi tak bisa saling memiliki.  Kamu bersiap untuk itu?”

“Ya Tuhan,” Adit mengeluh. 

Surti menatap anak lelakinya tajam, dan mencoba memaknai apa maksud keluhan itu.

“Adit bisa mengerti kemana arah kata-kata Ibu.”

“Bisa mengerti?”

“Antara Adit dan Yayi, bagaikan bumi dan langit, bagaikan pungguk dan rembulan.. iya kan Bu?”

Surti memeluk adit dan berlinanglah air matanya.

“Apa kamu menyesal terlahir bukan dari keluarga kaya dan terpandang?”

Adit menggelengkan kepalanya dengan keras.

“Tidak Ibu, Adit bahagia terlahir diantara keluarga yang memiliki banyak cinta.”

“Anakku, jodoh itu hanya Tuhan yang akan memberikannya. Kalau Yayi itu jodohmu maka ia akan menjadi pendamping kamu. Tapi kalau tidak, bersiaplah membalut luka yang akan menyakiti hati kalian nanti.”

Adit memeluk Ibunya dan tersenyum tulus.

“Maafkan Ibu karena kamu tidak terlahir dari keluarga terpandang, ya?”

“Ibu, keluarga terpandang belum tentu memiliki kebahagiaan seperti yang kita miliki. Ibu tidak perlu menyesalinya. Adit bisa mengerti dan berserah akan apa yang akan terjadi dalam percintaan kami. BIarlah mengalir, dan biarlah kami temukan apakah ia akan bermuara ditempat yang indah.”

*****  

_*“Dayu... cantikku..”*_ suara Liando di ponselnya Dayu.

_*“Ya, sayang..”*_

_*“Aku akan datang besok pagi, dan akan mendarat kira-kira jam 10 di bandara. Maukah kamu menjemput aku?”*_

_*“Liando, aku menjemput pakai apa, aku hanya punya sepeda motor.”*_

_*“Jangan, naiklah taksi.”*_

_*“Haruskah aku yang menjemput kamu?”*_

_*“Harus sayang, ketika aku menginjakkan kakiku dikota ini, maka yang pertama kali aku lihat harus kamu.”*_

_*“Ya ampuun..”*_

_*“Mau tidak?”*_

_*“Iya, aku mau..  baiklah.”*_

_*“Terimakasih cinta.”*_

***

“Hei, mau kemana pagi-pagi sudah rapi, kamu bilang nggak ada mata kuliah hari ini?” Tanya Adit ketika melihat Dayu berdandan rapi pagi itu.

“Mau ke rumah teman,” jawab Dayu sambil berlalu kebelakang.

“Bu, Dayu pergi dulu ya.”

“Kemana Nak?”

“Janjian sama teman Bu, maaf tidak membantu Ibu memasak.”

“Tidak apa-apa, kamu naik sepeda motor Kakakmu?”

“Tidak Bu, mau naik taksi saja.”

“Waaah, mau naik taksi, nggak beres nih Bu, Dayu mau pacaran.”

“Iiihh.. mas Adit.”

“Adit, biarkan saja, kamu itu selalu saja usil sama adikmu.”

Dayu mencium tangan Ibunya, dan memeletkan lidah kepada Kakaknya, lalu berlalu, dan melihat  taksi sudah menunggu di depan pagar.

“Hei, kasih tahu Kakakmu dong, siapa pacar kamu. Tapi rasanya aku sudah tahu kok. Bukankah dia kuliah diluar negeri? Oh, dia datang hari ini?”

“Sssst... Mas Adit tuh,” dan Dayu berlari menghampiri taksi yang sudah menunggu.

“Sampaikan salam untuk Aliando ya!!” teriak Adit ketika taksi itu berlalu.

“Siapa Aliando?” Tiba-tiba Ibunya sudah ada dibelakangnya.

“Aliando, cowok Indo Bu, sudah lulus  setahun diatas Adit.”

“Pacaran sama adik kamu?”

“Iya Bu,  Semoga saja bisa beneran berjodoh. Dia anak pengusaha sukses dikota ini.”

Surti menghela nafas. Ada was-was mengetahui anak-anaknya bercintaan dengan orang-orang terpandang.  Batinnya menjerit 

“Ya Tuhan, bahagiaakanlah anak-anakku.”

*****  

Dayu sudah sampai di bandara. Dia datang sedikit terlambat dari waktu yang dijanjikan karena jalanan macet.

“Pasti Aliando ssudah menunggu,” gumamnya sambil terus melangkah. 

Di lobi kedatangan, dia melongok kesana kemari. Pesawat yang ditumpangi Aliando mendarat sepuluh menit yang lalu.

“Apakah dia sudah pergi tanpa menunggu aku?”

 Tiba-tiba dilihatnya Aliando sedang berbincang dengan seorang wanita dan seorang gadis. Dayu mengingat-ingat, dimana pernah melihat wanita itu. Ia tampak sangat akrab atau sok akrab melihat sikap Liando yang tampak tak acuh.  Ia juga melihat gadis yang bersamanya berusaha memeluk Liando. Dayu ingin membalikkan tubuhnya dan pergi ketika Liando memanggilnya.

“Dayuuuu, tunggu!!!”

Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER