Friday, August 14, 2020

Cinta Ayudia 38

Cinta Ayudia 38
A story by Wati Darma
Part 38

Rangga sedang menyesap espresso-nya pelan, sambil memperhatikan orang yang lalu lalang di luar restoran yang ia singgahi sekarang.
Tiba-tiba ponselnya berdering.
Ibu calling ....
Rangga menatap malas melihat panggilan di ponselnya itu. 
Entah apa lagi yang ibunya inginkan. Ibunya terus memaksa untuk segera mempertemukannya dengan orang tua Dessy, dan ia juga tak bosan memberikan penolakan. 
Jarinya kini menggeser ikon terima, setelah lebih dari tiga kali berdering.
“Assalamualaikum, Bu,” ucap Rangga.
“Waalaikumussalam. Kenapa males-malesan gitu ngangkat telpon dari Ibu? Mau menghindar lagi?” 
Tanya bu Mirna to the point.
Rangga refleks mengedarkan pandangannya mencari sosok bu Mirna. 
Ia yakin ibunya itu ada di dekatnya, maka ia bisa mengamati apa yang tengah ia lakukan tadi. Saat matanya melihat ke arah luar, ia menemukan ibunya berada di luar restoran, dan bu Mirna tidak sendirian. Ada Dessy di sebelahnya. 
Wanita itu melambaikan tangan sambil tersenyum manis kepada Rangga. 
Senyuman yang dulu sangat ia gilai, tapi sekarang terasa hambar.
“Ibu mau apa? Aku sedang menunggu seseorang.”
“Ibu hanya ingin makan siang dengan calon menantu Ibu. Dan melihatmu ada di sana, lebih baik kita makan siang bersama.”
Rangga hanya menghela napas lalu mengakhiri panggilan. 
Percuma ia menolak, toh ibunya kini melangkah ke restoran yang ia tempati dengan menggandeng Dessy di sebelahnya. 
Kedua wanita beda generasi itu akhirnya duduk di hadapan Rangga.
“Apa kabar, Ga?” 
Tanya Dessy masih dengan senyuman yang tak hilang dari bibir penuhnya. 
Tampak wanita itu begitu gembira bisa bertemu kembali dengan Rangga, bersama dengan ibu dari pria yang dicintainya itu.
“Aku baik-baik saja,” jawab Rangga datar.
“Ibu seneng banget hari ini, Ga. Dessy bela-belain cuti hari ini dari kantornya buat nemenin Ibu check up ke rumah sakit. Hahh ... anak-anak Ibu mana ada yang peduli sama ibunya. Untung Ibu punya calon mantu yang baik hati kayak Dessy,” 
Ucap bu Mirna membanggakan Dessy yang membuat wanita muda itu tersipu malu karena dipuji oleh ibu dari pria yang dicintainya.
“Setelah ini kami mau belanja bareng ya, Ga? Ibu bosen di dapur terus ngurusin restoran sendiri,” tambah bu Mirna.
Rangga lalu mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan sebuah kartu kredit dari dalamnya dan memberikannya kepada ibunya. 
“Ibu bisa memakainya untuk membeli apa saja yang Ibu inginkan. Maaf, Rangga tidak bisa menemani makan siang.”
“Kamu kok malah pergi sih, Nak? Kasian Dessy nggak ditemenin. Besok kamu udah mau berangkat lagi, kan?” 
Tanya bu Mirna sambil mengambil kartu kredit yang disodorkan Rangga.
Rangga menghela napas, enggan berdebat lebih jauh dengan Ibunya. 
“Rangga tidak mau memberi harapan palsu sama anak orang, Bu. Karena seperti yang Rangga bilang, menikah tidak akan ada lagi dalam kamus hidup anakmu ini,” tolak Rangga.
“Dessy, maafkan sikap ibuku yang memaksamu untuk terus bersamaku. Sungguh, aku serius dengan ucapanku tiga tahun lalu. Aku tidak berniat lagi melanjutkan hubungan kita, karena aku sudah menyadari siapa sebenarnya wanita yang kucintai,” 
Ucap Rangga sambil menatap sendu pada Dessy.
Wajah Dessy memerah, matanya sudah terasa panas akan perkataan Rangga yang ditujukan pada dirinya.
“Sungguh bukan karena alasan lain, tapi ini murni kesalahanku. Tak seharusnya aku menjadikan kamu pelarian dari masalahku, pengalihan dari keegoisanku. Aku nyaman denganmu hanya sebagai teman dekatku, bukan cinta yang kurasakan kepadamu. Sekali lagi maafkan aku. Semoga kamu mendapatkan pria yang lebih baik daripada aku,” 
Ucap Rangga lagi penuh penyesalan.
Tetesan air mata kini jatuh di wajah cantik Dessy, tak menyangka akan ditolak kembali oleh Rangga di depan ibunya.
“Tidak bisakah kamu memberiku kesempatan lagi? Perasanku kepadamu tidak main-main. Aku sungguh cinta sama kamu, Ga,” 
Ucap Dessy sambil menahan isakannya.
“Aku tidak mau kamu tambah terluka lagi, Des. Kamu tahu betul siapa wanita yang aku cintai. Bukankah sejak dulu kamu selalu cemburu dan marah jika aku lebih mementingkan Ayu daripada kamu? Dan apa kamu sanggup seumur hidup selalu dikesampingkan olehku tanpa aku cintai? Aku melepaskanmu karena tidak ingin kamu menderita karena aku, Dess. Mengertilah!” Mohon Rangga.
Tangisan Dessy tambah kencang, hatinya merasa kecewa juga sedih karena angannya untuk memiliki Rangga sebagai miliknya harus kandas. 
Ia membenarkan apa yang dikatakan oleh Rangga. Akan sampai kapan ia bisa menahan cemburunya? 
Akankah rasa cintanya mampu membuatnya bersabar menghadapi suami yang tidak pernah mencintainya?.
“Rangga, jangan bersikap seperti itu pada Dessy. Ibu tak rela kamu kembali pada anak sial itu lagi. Seumur hidup Ibu tidak rela!” hardik bu Mirna.
“Ibu tenang saja, Ayu sudah akan menikah dengan pria yang lebih baik daripada pria yang penuh dosa seperti anakmu ini. Aku bersyukur dia sudah bahagia karena lepas dari keluarga kita.”
Bu Mirna membelalakan matanya. Ia baru tahu berita ini. 
Sudah lama memang ia tidak bertemu dengan mantan menantunya itu. 
Setahunya Ayu tidak pernah terlihat lagi di rumah milik orang tuanya. Kabarnya ia sudah bekerja dan meneruskan kuliah.
“Aku pamit, Bu. Assalamualaikum,” 
Ucap Rangga cepat. Ia malas untuk terus berdebat dengan ibunya itu.
Ia cepat-cepat melangkah keluar dari restoran yang seharusnya menjadi tempatnya bertemu dengan Ayu. 
Ia melirik ke jam tangan yang melingkari lengan, jam usang kesukaannya hadiah dari Ayu saat ia diterima kuliah di PTN favoritnya. 
Masih ada waktu satu jam sebelum ia bertemu dengan Ayu. Lebih baik ia menyingkir dari tempat itu daripada nanti ibunya melihat dirinya kembali bertemu Ayu. 
Semoga saja ibunya itu cepat pergi dari restoran itu agar nanti tidak bertemu dengan Ayu. 
Ia tidak dapat membayangkan apa yang akan dilakukan oleh ibunya itu.
Rangga memasuki salah satu mini market yang berada di sudut jalan, tempat yang strategis dapat ia gunakan untuk melihat siapa yang keluar masuk di restoran tersebut. 
Hatinya terus berdoa, agar ibunya dan Ayu tidak bertemu pandang.
🍀🍀🍀
Bu Mirna dan Dessy akhirnya hanya memesan dessert saja, mereka sudah tak berminat untuk makan makanan berat setelah apa yang terjadi. 
Mirna menggengam tangan Dessy, menyadarkan gadis itu dari lamunan, yang sejak tadi menyantap makanannya dalam diam.
“Tante akan berusaha yang terbaik untuk menyatukan kalian berdua. Tante tidak akan semudah itu menyerah. Percayalah, tante akan memikirkan rencana terbaik agar kalian bisa menikah,”
Ucap Mirna mencoba meyakinkan Dessy
Dessy menoleh dengan malas. 
“Rencana apa, Tante?”
“Nanti kamu juga tahu. Tenang saja, tidak usah sedih lagi. Tante pasti akan bantu kamu dapetin Rangga. Kamu udah dapet restu dari Tante, sisanya tinggal serahkan aja sama Tante, ya?”
“Ehm ... baik Tante,” ucap Dessy pelan. 
Ia ragu menerima bantuan dari ibunya Rangga. Ia membayangkan bagaimana pernikahannya nanti jika rencana itu berhasil. Apakah ia akan bahagia atau lebih terluka seperti dulu?
Mata Mirna menangkap pemandangan dari jendela di hadapannya. Ia melihat sebuah mobil mewah berhenti tepat di restoran tersebut. 
Tampak dua orang pria bersetelan serba hitam keluar dari bangku pengemudi juga dari bangku depan penumpang. Sepertinya seorang supir beserta seorang pengawal.
“Sepertinya ada orang penting yang datang ke restoran ini,” 
Gumam bu Mirna sambil terus memperhatikan siapa yang keluar dari mobil tersebut.
Dessy pun ikut memandang ke arah yang ditunjuk Mirna. 
Tak lama keluarlah dari mobil mewah itu, seorang wanita paruh baya dengan wajah yang masih amat cantik memakai gaun indah dan tas yang mahal di genggaman tangannya, membuat Mirna merasa iri melihatnya. 
Tapi ia lebih terbelalak lagi saat melihat siapa yang turun selanjutnya. 
Wanita kaya itu mengulurkan tangannya pada wanita muda yang cantik dan anggun, lalu mereka berdua masuk ke dalam restoran yang sama dengannya.
“Itu kan Ayu. Tante belum tahu ya, kalau Ayu dipersunting pemilik Richardson Inc? Itu loh, bos retail yang punya beberapa departemen store yang tersebar di seluruh Indonesia, juga seorang pengusaha property. Dan yang tadi itu, Nyonya Riana. Calon mertua Ayu,” jelas Dessy.
“Kamu kok kenal mereka, Des?” 
Tanya bu Mirna lagi.
“Gedung tempat Dessy kerja itu miliknya calon suami Ayu, Alden Richardson. Ayu juga kerja di situ. Kita sering makan siang bareng. Bahkan terakhir kali, saya diundang ke acara makan malam mewah ultahnya Ayu. Malam itu Alden melamar Ayu di hadapan ibunya. Di sana juga ada Rangga, Della dan Kak Rania.”
Bu Mirna mengetatkan rahangnya mendengar penjelasan Dessy. 
Matanya masih mengekori ke mana Ayu dan Riana pergi. Mereka berjalan ke arah lantai dua tempat VVIP restoran ini.
‘Berani-beraninya dia memamerkan kebahagiaanya di depanku juga anakku. Kamu tidak boleh bahagia diatas penderitaanku juga anakku,’ 
Geram bu Mirna dalam hatinya.
Dessy keheranan melihat bu Mirna yang terdiam tampak memikirkan sesuatu, sedangkan bu Mirna masih dibayangi masa lalunya. 
Masa di mana ia masih bahagia di samping Hendri, Ayah Ayu. Sampai kebahagiaannya terenggut oleh wanita miskin tidak jelas asal usulnya. Seulas senyum misterius tampak di wajah bu Mirna setelah wanita paruh baya itu melihat Ayu menuruni tangga dan berjalan menuju arah belakang restoran di mana restroom berada.
“Dessy, tunggu sebentar di sini, ya. Sepertinya perut Ibu ini sedikit bermasalah,” ucap bu Mirna
“Ohh, baik, Tan. Saya akan menunggu di sini,” balas Dessy.
Sementara itu, Rangga tampak berlari keluar dari mini market menuju restoran tadi yang ia masuki. Ia bergegas menuju tempat ia duduk tadi, dan ia hanya melihat Dessy saja di sana.
“Ke mana Ibu?” 
Tanya Rangga sambil terengah-engah karena berlari begitu cepat ke tempat ini.
“Ra-Rangga? Kok balik lagi?” 
Dessy cukup terkejut melihat Rangga kembali lagi dengan keadaan panik seperti itu.
“Ibu mana?!” 
Sentak Rangga membuat Dessy pucat seketika.
“I-itu, ke toilet katanya.”
“Sudah lama?”
“Mungkin sekitar lima menit.”
Rangga bergegas menuju arah yang ditunjuk oleh Dessy. 
Jantungnya berdegup kencang, cemas dan takut bersamaan. Dessy yang tidak mengerti apa yang terjadi, ikut mengekori.
Rangga memasuki toilet wanita tapi tidak ada siapa pun di dalamnya. 
Ia mendengar rintihan kecil dari arah luar dan terkejut dengan apa yang ia lihat.
‘Ya Tuhan, ampuni dosa orang tuaku,’ doanya dalam hati.
Letak toilet restoran yang berada di belakang gedung menyulitkan siapa pun untuk menolong Ayu yang terdesak saat itu.  
Wanita tua membenturkan kepala Ayu ke dinding di belakangnya. Tangannya terus menarik rambut panjang Ayu dengan sekuat tenaga, membuat gadis itu meringis kesakitan. 
Ia yakin sudah berhelai-helai rambutnya yang gugur karena tarikan keras mantan ibu mertuanya itu.
Dessy berteriak melihat peristiwa itu. Ia tidak percaya wanita yang bersikap baik di depannya bisa berubah bak setan seperti itu.
 Rangga yang berada di belakang tubuh bu Mirna, berusaha menarik cengkeraman tangan ibunya dari rambut dan leher Ayu.
“Des, cepat cari bantuan!” 
Teriak Rangga yang mulai kewalahan memegang ibunya sendirian.
Dessy segera berlari ke dalam mencari siapa pun yang ia bisa minta pertolongan. 
Ia lalu bertemu pelayan pria dan menyuruhnya segera ke belakang sementara ia berlari menemui Nyonya Riana.
“Aarghhh ...,” 
Pekik Ayu saat bu Mirna makin mengeratkan cengkeraman di rambutnya.
Rangga mencoba melonggarkan cengkeraman itu dengan kedua tangannya tapi tangan itu masih erat bertahan di rambut Ayu. 
Tampaknya, setan sudah merajai tubuh dan jiwa bu Mirna hingga ia kuat menyalurkan emosinya kepada Ayu.
Plakkk!
Sekali lagi tamparan keras mengenai pipi Ayu. Kali ini sudut bibirnya mengeluarkan darah saking kencangnya pukulan itu. 
Belum habis rasa nyeri di kepalanya, seolah tercabut semua rambut dari akar, ia kembali merasakan panas dan nyeri di pipi.
“Hentikan, Bu!!” 
Teriak Rangga, sambil terus berusaha menarik tubuh ibunya ke belakang tapi genggaman tangan Mirna membuat Ayu tambah ikut tertarik dan meringis kesakitan. 
Rangga tidak bisa berbuat banyak untuk menghentikan amarah ibunya. Ia berusaha membujuknya dengan segala cara, tapi tidak satu pun perkataannya yang didengar oleh ibunya.
Bu Riana dan pengawalnya tiba dengan cepat membantu Rangga melepaskan Ayu dari cengkeraman Mirna. 
Bu Riana langsung menarik Ayu ke dalam pelukannya.
“Astaga, apa yang wanita gila itu lakukan kepadamu? Mami di sini, Nak. Tenanglah,” 
Bujuk Riana sambil terus memeluk tubuh Ayu yang bergetar ketakutan, dan menangis di pelukannya.
“Apakah kamu ingin mengolokku di depan wajahku karena berhasil menggoda pria kaya, hah?! Apakah kamu senang sudah membuat putraku menderita karenamu? Apa kamu kira aku akan membiarkanmu bahagia begitu saja diatas penderitaan anakku?” 
Desis bu Mirna tepat di depan wajah Ayu.
“Kamu sama saja dengan ibumu yang murahan itu, suka menggoda pria untuk tunduk di kakinya. Tak kusangka gen murahan ibumu menurun padamu,” sinis bu Mirna.
“Cukup, Tante! Ibuku wanita baik-baik bukan wanita murahan. Hanya Ayah saja yang dicintainya sampai beliau meninggal, bahkan setelah Ayah meninggal tak pernah sekali pun ibuberpikir untuk menikah dengan laki-laki lain.”
“Wanita baik katamu? Wanita apa yang membuat seorang anak membangkang terhadap keluarganya? Wanita apa yang menggoda pria kaya hanya karena hartanya?”
“Ibuku tidak seperti itu,” sergah Ayu.
“Dan kamu pun sama saja. Pintar sekali kau menggaet pria kaya itu. Kamu sumber masalah di hidupku. Kamu membuat aku kehilangan orang yang kucintai! Suamiku meninggalkanku, anak lelaki yang kubanggakan membangkang terhadapku, anak dan cucuku ikut-ikutan membenciku. Puas kamu lakukan semua ini padaku? Hah!” 
Bu Mirna berteriak-teriak penuh emosi.
“Cukup, Bu! Itu semua bukan salah Ayu! Itu semua kesalahan Ibu sendiri. Ibu yang membuat kami kecewa akan sikap perbuatan Ibu. Ibu tidak pernah menyesali dan insyaf atas semua perbuatan Ibu selama ini, bagaimana kami tidak kecewa karena Ibu terus melakukan hal yang sama?!” 
Bentak Rangga keras pada ibunya yang masih ia pegang sekuat tenaga.
“Kamu lihat, Anak Sial? Rangga menjadi anak pembangkang karena kamu! Dia membenciku karena kamu. Sialan!” 
Pekik Mirna pada Ayu yang masih berada dalam pelukan bu Riana dan Dessy.
“Aku tidak membencimu, Ibu. Andai aku bisa tapi aku tak ingin menambah luka di hatimu, Bu. Aku sudah turuti permintaan Ibu untuk tidak kembali bersama Ayu, supaya Ibu menjauhinya, tidak mengganggu dan mencelakainya lagi. Tapi Ibu melanggarnya. Jika tahu akan seperti ini lebih baik aku tidak usah turuti ancaman Ibu itu. Nyatanya Ibu tidak pernah berubah bahkan setelah kepergian Ayah!” sentak Rangga.
Isakan Ayu terhenti saat mendengarkan perkataan Rangga. Jantungnya bergemuruh mendengar pennggakuan Rangga.
‘Permintaan? Jadi Mas Angga meninggalkanku karena diancam ibunya akan melukaiku?’ 
Tanya Ayu dalam hati.
“Bagaimana aku hidup tenang jika dialah penyebab ayahmu dan kalian meninggalkanku?” balas bu Mirna.
“Ibu, tidakkah Ibu sadari bahwa Ibu terlalu terobsesi dengan Ayah Hendri, bahkan setelah ia meninggal? Bisakah Ibu bayangkan bagaimana perasaan Ayah setelah tiga puluh tahun menikah dan hidup bersama, hati Ibu masih terobsesi dengan pria lain? Bisakah Ibu bayangkan kecewanya hati kami yang dijadikan alat untuk melampiaskan dendam dan sakit hati Ibu selama ini? Cobalah memahami apa yang kami rasakan sebenarnya Bu,” 
Ucap Rangga memelas.
Bu Mirna terdiam mendengar perkataan putra kesayangannya, dalam pikirannya tidak pernah sedikit pun terbersit mengenai apa yang dilontarkan putranya itu.
Melihat ibunya yang kini telah melemah, tidak memberikan perlawanan, Rangga pun menarik bu Mirna ke dalam pelukannya lalu membawa ibunya keluar dari tempat itu. Dessy pun ikut memegangi bu Mirna di sisi yang lainnya. 
Langkah Rangga terhenti di dekat Ayu.
“Maafkan aku, maafkan ibuku ....” 
Tampak mata Rangga berkaca-kaca melihat kondisi wanita yang dicintainya itu. Rangga kembali jatuh ke dalam sisi gelapnya saat melihat kondisi Ayu seperti ini. Rasanya ia hanya ingin mati saja karena penderitaan Ayu yang tak habis disebabkan oleh dirinya dan ibunya.
Sudut bibir Ayu berdarah, pipinya lebam, bekas cengkeraman tangan tampak di leher putih Ayu. Rambutnya yang tak beraturan menambah denyut sakit di dada Rangga. 
Penyesalan hadir di pikirannya, seandainya saja tadi ia menarik ibunya keluar dari restoran itu sejak awal, mungkin ini tidak akan terjadi. 
Tak sanggup menatap Ayu lebih lama lagi, Rangga melangkah keluar dari restoran itu setelah menyelesaikan pembayarannya.
Sedangkan Ayu masih termangu di tempat, menatap punggung Rangga yang makin menjauh dari pandangan. 
Bu Riana bukannya tidak tahu apa yang kini dirasakan oleh calon menantunya itu. 
Ia masih bisa melihat cinta yang begitu besar di antara kedua orang itu. Dan ia merasakan apa yang tengah Ayu rasakan saat ini, sangat sulit berada di posisi Ayu.
“Lebih baik kita periksakan lukamu ke rumah sakit ya, Sayang,” 
Ajak bu Riana sambil memeluk sayang bahu Ayu. 
“Mami nggak mau nanti kena marah Al karena nggak bisa jagain kamu,” 
Tambah bu Riana mencoba mencairkan suasana.
Ayu terkekeh pelan. 
“Sebelum dia marahin Mami, Ayu duluan yang jewer kupingnya karena durhaka sama orang tua.”
Kedua orang itu pun tertawa pelan, mengakhiri kondisi canggung yang tadi sempat tercipta. Bu Riana dan Ayu berjalan menuju mobil mereka, nafsu makan mereka sudah hilang dan lebih baik menyingkir dari tempat ini.
🍀🍀🍀
Tiba-tiba suara keras dan teriakan histeris menghentikan langkah mereka.
Braakkk .... Aaargghhhh.
Mereka pun mencari asal suara tersebut. 
Betapa terkejutnya Ayu saat melihat Rangga bersimbah darah di tengah jalan raya, dengan Mirna dan Dessy di sisinya berteriak meminta pertolongan.
Ayu berlari kencang menuju pria itu, meraih tangan Rangga yang terulur ke arahnya. 
Air mata Ayu menghambur tanpa dapat dicegah, menggenggam erat tangan besar yang sering memeluk dan mengelusnya. 
Rangga tampak tersenyum melihat Ayu yang begitu tampak khawatir dengan wajahnya yang memucat. 
Tangan Rangga diangkatnya pelan ,meraih sesuatu dari saku jaket. Ia memberikan secarik foto kedalam genggaman tangan Ayu.
“Un-tuk … ka-mu, hadiah ... a-ku,” 
Ucap Rangga terbata-bata dengan darah yang mulai mengalir dari dalam mulutnya.
“Jangan berkata-apa lagi. Simpan tenaga kamu, Mas. Kamu harus bertahan,” 
Ucap Ayu sambil terus menggenggam tangan Rangga. 
Matanya beralih mencari pertolongan. Di sana mobil milik Riana kini tengah berada di dekatnya, tampak akan membantunya membawa Rangga ke RS.
“A-Aku  ci-cinta ka-mu …. Selalu,” 
Ucapnya pelan.
Ayu terdiam saat merasa genggaman di tangannya melemah.
“Genggam terus tanganku, Mas. Kamu harus tetap di sini, bertahan untuk aku,” 
Bujuk Ayu .
“Tidaaaakk!”

Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER