Monday, August 3, 2020

Cinta Ayudia 15

Cinta Ayudia 15
A story by Wati Darma
Part 15

“Bodoh, kamu orang terbodoh yang pernah kutemui dalam hidupku. Kamu anggap aku apa selama ini, Ayu?! Kamu pikir dirimu hebat bisa menanggung semuanya sendiri? Kamu pikir Ibu akan tenang di sana dengan keadaanmu yang seperti ini? Kenapa  tidak kamu ceritakan semua dari awal? Kenapa tidak kamu biarkan aku membantumu? Apakah aku tidak berarti siapa-siapa bagimu?”
Jessi melepaskan pelukan Ayu, setelah mendengar semua pengakuan mengenai rahasia yang selama ini dipendam sahabatnya sendirian selama lima tahun. Rahasia yang menuntun pada penderitaan lahir batin dan mengalami trauma.
Hormon kehamilan membuat emosi campur aduk. 
Di satu sisi, wanita itu turut bersedih tapi di sisi lain juga kecewa karena salah satu alasan Ayu melakukan ini semua juga karena dirinya. Seharusnya hal ini tidak akan terjadi, jika Ayu mau menceritakan semuanya. Berbagi kepadanya. 
Namun, Ayu memilih menyimpan semua penderitaannya sendiri. Sedih, sakit, juga kecewa berbaur menjadi satu. Empat tahun bungkam, seharusnya sahabatnya itu mau sedikit terbuka pada dirinya padahal jarak rumah mereka tidak jauh dan juga hampir tiap minggu mereka bertemu.
Kekecewaan kini bersarang di hati Jessi. 
Kecewa, karena dirinya tidak dapat berbuat apa-apa, di saat dulu sahabatnya membutuhkan bantuan. Kecewa, karena ternyata dirinya tidak cukup berarti di hidup Ayu. 
Kecewa karena dua orang yang disayanginya sejak dulu, saling menyakiti dalam diam karena keegoisan keluarga mereka.
Jessi bisa membayangkan bagaimana bu Mirna−ibu mertua Ayu−memperlakukan sahabatnya selama ini. 
Tanpa merasa bersalah dia malah menipu semua keluarganya, memasangkan bantalan di perut Ayu setiap hari, mengurungnya di rumah agar tidak terlalu dicurigai orang lain, dan menyuruh Rania untuk mengasingkan diri untuk sementara, saat kandungannya mulai membesar sampai tiba waktunya melahirkan. 
Bagaimana lihainya bu Mirna, membawa bayi Della kecil, saat suaminya sedang berada di luar kota−mengunjungi Rangga di Yogya. Dan akhirnya Ayu pun semakin terjebak dengan predikat ibu kandung Aradella Cantika Aditya.
Belum lagi perlakuan Rangga, yang tak pernah disangka bisa dia lakukan setega itu terhadap Ayu. Padahal sejak dulu, dirinya tahu bahwa Rangga-lah orang pertama yang akan melindungi Ayu terhadap apa pun. 
Orang yang tidak akan membiarkan Ayu terluka, tapi kini ....
“A-aku .…”
Ayu tidak mampu berkata apa-apa. 
Ia membenarkan semua perkataan sahabatnya itu. Tidak menyangkal, bahwa ia terlalu sombong untuk meminta bantuan orang lain. 
Egois memaksakan perasaannya terhadap Rangga dengan merahasiakannya dari Jessi, karena tahu sahabatnya itu pasti tidak ingin dirinya hidup dalam pernikahan yang cintanya bertepuk sebelah tangan. 
Ia terlalu sombong mengira dengan cinta dan perhatiannya, mampu meluluhkan hati suaminya, tapi nyatanya hanya tekanan batin yang didapatkan.
Menyadari dalam kondisi hamil seperti saat ini emosinya fluktuatif, Jessi menarik napas dalam dan mengembuskannya kasar. 
Dia takut mengeluarkan kata-kata kasar, yang akhirnya bisa membuat keadaan memburuk karena perasaan sedih dan kecewa yang dirasakan terhadap sahabat di depannya−yang kini masih terduduk menyandar di kepala ranjang sambil menangis, memeluk kedua lututnya yang tertekuk.
“Istirahatlah. Kita bicarakan lagi nanti,” ucap Jessi.
Dia beranjak dari ranjang itu berjalan menuju keluar kamar, sambil memijat pelipisnya yang tetiba berdenyut sakit. 
Langkahnya terhenti, saat melihat ada orang lain yang berdiri di pintu kamar yang setengah terbuka. Di sana, berdiri sang suami yang tampak cemas melihat dirinya, tapi emosi itu kembali menyala saat melihat Rangga yang berdiri sambil menggendong Della yang masih terlelap di bahunya.
“Mas Yogi, bawa Della ke kamar sebelah. Aku ingin bicara dengan si brengsek ini.”
“Yang ... tenangkan emosi kamu. Kasian anak kita kalau kamu stress,” 
Ucap Yogi, sambil mengambil Della dari gendongan Rangga.
“Mas, baringkan Della saja. Aku hanya sebentar,” ucap Jessi.
Matanya berkilat tajam menatap laki-laki di hadapannya, yang kini sedang menatap kosong ke sosok yang tengah menangis di tepi ranjang. 
Jessi yakin, sahabatnya itu telah mendengar semua percakapan mereka tadi. Dapat dilihat tatapan mata Rangga yang kosong, raut wajah pucat, gurat sedih dan bersalah terlukis di sana. 
Jessi menarik dan mencengkeram kerah kemeja Rangga, mengalihkan mata pria itu dari Ayu.
“Bukankah kamu sedari dulu menyayangi dan mencintai Ayu? Bukankah kamu yang selalu menjaga dan melindungi dia? Tapi, kenapa kamu tidak curiga dan mencari kebenaran atas pernikahan dadakan kalian? Harusnya kamu di sampingnya, menyayangi dan melindungi dia.  Dan harusnya, kamu juga yang memberikan kebahagiaan yang Ayu inginkan. Bukan menjadi monster yang ditakutinya!”
Jessi menekan setiap perkataanya, meluapkan amarah dan kekecewaan mendalam pada Rangga. Kecewa, karena sahabatnya itu tidak pernah menyadari perasaannya yang sebenarnya pada Ayu. Kecewa bahwa Rangga yang dulu selalu menjaga dan melindungi Ayu, kini malah menjadi orang yang paling menyakiti hatinya.
Kenapa kedua orang ini terlalu bodoh dengan masalah hati mereka, sangat bodoh!!
Ucapan Jessi menohok tepat di hati Rangga. 
Mengakui dalam hati bahwa dirinya bersalah. Dia melepaskan cengkeraman Jessi, berjalan mendekati wanita yang masih menangis di tepi ranjang.
“A-Ayu …” lirih Rangga
Ayu mendongakkan wajah, saat mendengar suara yang sangat dikenalnya. 
Suara yang dulu terdengar indah di telinga, kini berubah seperti panggilan iblis untuknya. 
Tubuh Ayu beringsut ke belakang. Kedua tangan terulur ke depan, seolah berusaha menahan orang di hadapannya untuk tidak mendekat, sorot matanya terlihat takut akan Rangga. 
Tubuhnya bergetar, mengingat kejadian tadi malam yang menimpanya.
“Ja-jangan mendekat ...,” mohon Ayu.
“Maaf … maafkan aku,” ucap Rangga.
“Tidak … ti-tidak .. tolong, berhenti di situ. Jangan lukai aku lagi,” 
Ucap Ayu, yang semakin beringsut mundur, menjauh dari sosok yang mendekatinya.
“Tolong menjauh. Aku bukan pelacurmu. Jangan perlakukan aku seperti itu. Aku akan pergi. Aku bersumpah tidak akan mengganggumu lagi. Tolong, lepaskan aku.” 
Ayu menggosok-gosokan kedua telapak tangan yang menangkup di depan dadanya, memohon pada Rangga dengan wajah memelasnya.
Hatinya teremas-remas, melihat Ayu yang tampak sangat ketakutan akan dirinya. 
Wajah itu  pucat dan tubuhnya gemetaran, sorot mata menatap ngeri, seperti melihat sesuatu yang menakutkan di hadapannya.
‘Ya Jessi benar, kini aku seorang Monster’ batin Rangga berujar.
Rangga meraih kedua tangan Ayu dan menggenggamnya erat, tapi respon wanita itu tak disangkanya. 
Ayu menjerit histeris dan meronta.
“Tidak ... Jangan ... Menjauhlah dari kehidupanku!. Jangan sentuh aku monster!” teriak Ayu.
Jessi dan Yogi, langsung menarik Rangga menjauh dari Ayu yang terus menjerit histeris dan menangis ketakutan. 
Tak lama tubuh rapuh yang meronta-ronta itu, terjatuh di ranjangnya. Ia tak sadarkan diri kembali.
Tubuh Rangga pun ikut meluruh ke lantai. 
Air mata mengalir deras. Dia menangis. Meraung. Suaranya memilukan hati siapa pun yang mendengarnya.
Hati pria itu dipenuhi penyesalan mendalam atas apa yang menimpa Ayu, karena dirinya dan keluarganya. 
Potongan peristiwa selama empat tahun pernikahan, tidak bisa dikatakan indah olehnya. Bagaimana dia dulu mengabaikan keluarga kecilnya, bahkan menjalin hubungan dengan wanita lain di belakangnya. 
Hanya beberapa hari terakhir saja, dia merasakan bahagiannya berperan menjadi seorang suami dan ayah yang baik, selebihnya hanya kenangan buruk. 
Dirinya yang dulu selalu menjadi malaikat penjaga bagi Ayu, kini tak ubahnya monster di mata istrinya itu.
Yogi pun membawa Rangga keluar dari kamar, sedangkan Jessi kembali menemani Ayu. 
Air matanya juga kembali mengalir, melihat kedua orang yang sebenarnya saling mencintai itu kini harus menangis kesakitan karena kesalahan yang dibuat orang lain, dan mereka berdua yang harus menanggung akibatnya.
🍀🍀🍀
Setelah tangisnya terhenti dan terdiam beberapa lama di mobil, Rangga melajukan mobil membelah kemacetan untuk pergi menemui mereka yang telah menghancurkan hidupnya dan Ayu.
Brakkk...
Pintu masuk kediaman pak Robby Aditya dibuka dengan kasar oleh hempasan tangan Rangga. Bu Mirna yang tengah menyiapkan makan siang untuk Rania dan suaminya pun terlonjak kaget, mendengar suara dentuman itu. 
Mereka bertiga terkejut dengan penampilan acak-acakan Rangga, dengan mata merah yang dipenuhi air mata yang kembali mengalir karena melihat orang yang disayanginya menjadi dalang dibalik semuanya.
Praaang …
Rangga menyingkirkan semua benda yang tertata di atas meja makan. Tak peduli tangannya terkena pecahan-pecahan beling itu, dia mengamuk bak banteng yang terlepas ke lapangan.
“Rangga, apa yang kamu lakukan?!” teriak pak Robby. 
Dia menghampiri putranya itu dan memukulnya.
Bughh …
“Pukul aku lagi, Ayah! Pukul! Lebih baik aku mati, daripada melihat dia menderita dan ketakutan seperti itu,” 
Mohon Rangga sambil memeluk kedua kaki orang tua yang dihormatinya itu. 
Orang yang juga ditipu oleh ibu dan kakaknya.
“Aku tak mampu melihat matanya yang terluka karena aku! Aku hanya monster, yang selalu menyakiti hatinya! Bagaimana bisa aku bisa memperkosa istriku sendiri.”
Ketiga orang itu terkejut dengan perkataan Rangga, yang kini terus menangis sambil memeluk kaki pak Robby.
“A-apa katamu? Apa yang terjadi dengan Ayu? Kenapa dia, Ga?” tanya pak Robby, sambil ikut berjongkok di hadapan putranya yang tampak hancur.
“Bukan dia yang menjebakku malam itu, Yah. Ayu tidak bersalah. Dia tidak tahu apa-apa, tapi aku melimpahkan semua kesalahan itu padanya. Aku menyiksanya, memukulnya, hampir memperkosa istriku sendiri. Dan akhirnya dia pergi.”
Ya, Rangga tahu istrinya juga sama sepeti dirinya. Dijebak. 
Dia masih ingat malam itu, malam di mana dia mencuri kecupan pertama mereka, saat Ayu tengah tertidur. Dan setelah itu, dia tidak mengingat apa-apa lagi. 
Selain terbangun di ranjang yang sama dengan Ayu dengan keadaan tanpa busana, keesokan harinya. 
Pak Robby terduduk lemas di samping Rangga. Pria paruh baya itu mulai merasakan ketegangan di tengkuknya,  mengatur napasnya perlahan, sambil mencoba memahami apa yang terjadi.
“Apa yang terjadi, Nak? Ceritakan.”
Rania terkejut akan pengakuan Rangga, atas perlakuannya terhadap Ayu. Dia menangis dan terduduk di samping Robby. Rasa bersalah menggelayuti hati, tidak mengira keadaannya akan menjadi seburuk ini. Dan adik yang penyayang seperti Rangga, mampu melakukan hal keji kepada Ayu.
Rangga menatap sinis wanita di hadapannya. Baginya, air mata itu hanya topeng di balik rupa yang cantik. Matanya beralih kepada ibunya, yang masih tegak berdiri dengan wajah cemas dan pucat. Dengan wajah menahan amarah, telunjuk tangan Rangga menunjuk lancang kepada ibu kandungnya.
“Dialah api yang menyulut semua kekacauan ini,” 
Lalu tangannya beralih menunjuk ke Rania, 
“Dan dia adalah kayu bakarnya.”
“Apa sebenarnya maksudmu, Nak? Jelaskan secara rinci,” ucap pak Robby tak sabar. 
Hatinya bergemuruh, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.
“Apa perlu aku jelaskan semuanya dari awal tentang apa yang terjadi empat tahun lalu, Bu? Saat kalian memanfaatkan gadis lugu dan polos demi kepentingan kalian? Menutupi kesalahan dan aib keluarga?” pancing Rangga.
Wajah bu Mirna makin memucat, tapi dia masih bergeming. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya, sampai akhirnya Rania yang angkat bicara.
“Della anak kandungku, Ayah. Maafkan aku,” lirih Rania.
Walaupun pelan, tapi pak Robby bisa mendengar jelas apa yang dikatakan putri sulungnya itu. Putri yang selalu dibanggakannya. 
Walau hanya sebaris kalimat, pak Robby sudah tahu garis besar masalahnya. 
Jantungnya makin terasa diremas-remas. Dia teringat wajah Ayu saat akad nikah, yang terus menangis saat duduk di sampingnya. 
Akhirnya dia tahu apa yang menjadi alasan tangis yang terdengar memilukan hatinya itu. Dia pun teringat Hendri, sahabatnya sekaligus Ayah kandung Ayu.
Maafkan aku.
Matanya beralih ke istri dan putrinya. 
“Betul, kalian memanfaatkan Ayu untuk menutupi kesalahan Rania?” tanya pak Robby
Rania mengangguk lemah tapi tidak dengan bu Mirna. Wajah angkuh itu masih setia menghiasinya. Baginya kehormatan martabat keluarga di atas segala-galanya.
“Mirna, katakan yang sebenarnya!!” 
Sentak Robby, sambil memegangi dadanya yang mulai berdenyut sakit. 
Jawaban Rania saja sudah mengukuhkan kebenarannya, tapi kenapa istrinya tetap bersikukuh seperti itu? 
Dia merasa marah dan juga kecewa. Bangkai empat tahun di depan matanya tidak tercium sama sekali. Dia merasa gagal menjadi kepala keluarga, suami, dan juga ayah.
“Ibu, tak ada gunanya lagi ditutupi. Ayu sudah sangat menderita karena ulah kita. Sudah waktunya kita melepaskannya. Aku akan sangat merasa bersalah seumur hidupku, jika sesuatu terjadi padanya. Bagaimanapun, dia telah merawat dan mendidik Della dengan sangat baik,” ucap Rania.
“Aakhhh ....”
Suara ringisan sakit dari pak Robby mengalihkan mereka. Pria paruh baya itu tampak kesakitan memegangi dadanya. Tubuhnya lalu terhempas ke lantai tak sadarkan diri.
“Ayaah maafkan ibu!!” teriak Mirna menghampiri tubuh lemas suaminya.

Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER