Cinta Ayudia 14
A story by Wati Darma
Part 14
Flash back ..
Empat tahun lalu, menjelang Prom Night ..
Di sebuah kamar rawat inap rumah sakit, terdengar suara riuh canda tawa remaja pada saat jam besuk. Di ranjang terbaring wanita paruh baya, yang ikut tersenyum mendengar mereka mengobrol dan bercanda.
Menatap tiga sekawan yang sedang duduk di sofa, sambil melahap martabak yang baru saja dibawa Rangga untuk mereka nikmati bersama. Penyakit yang diderita, mengharuskan dirinya untuk tetap tinggal di rumah sakit setelah operasi.
Observasi lanjutan terkait tumor di kepalanya. Ia melihat ke arah putri cantiknya, yang tengah tersenyum bahagia bersama sahabat-sahabatnya.
Hati menyesal tidak memeriksakan lebih awal penyakitnya, dan meremehkan sakit kepala yang sering mendera dirinya. Sehingga putrinya mengorbankan keinginan untuk melanjutkan kuliah, demi kesehatan dirinya.
Suara pintu kamar yang di ketuk dari luar, membuat Rangga beranjak dari duduknya lalu membukakan pintu untuk melihat siapa yang datang menjenguk Ibunda Ayu.
Wajahnya datar saat melihat siapa orang di hadapannya, remaja pria itu membawa parsel buah dan sebuket bunga di tangannya.
“Selamat malam, Tante,” sapanya.
“Eh, Nak Dika. Sini masuk,” ucap bu Yulia.
Rangga menggeser tubuhnya enggan.
Mau tak mau dia mempersilakan lelaki itu masuk ke dalam. Ayu yang tadi duduk, kini berdiri menyambut kedatangannya.
“Maaf saya baru datang sekarang untuk menjenguk Tante. Saya terlambat dapat informasinya.”
“Nggak apa-apa. Tante sudah sehat kok. Mungkin beberapa hari lagi sudah bisa pulang.”
“Saya bawa sedikit kudapan untuk Tante. Semoga Tante suka dan cepat sembuh.”
Ayu lalu menerima buah tangan itu dan menaruhnya di atas nakas, lalu mengganti bunga yang berada di vas bunga dengan bunga yang dibawa oleh Dika.
“Kamu tidak perlu repot-repot kayak gini, Ka,” ucap Ayu.
“Nggak apa-apa, Ayu.”
Rangga berdiri di samping Ayu lalu melingkarkan tangan di bahu sahabatnya itu seperti biasa. Entah apa yang dirasakannya, tapi dia merasa tak nyaman melihat lelaki yang satu ini berhasil menarik perhatian Tante Yulia juga Ayu.
Dia mengakui bahwa yang satu ini berbeda dari laki-laki lain yang selama ini mendekati Ayu, laki-laki ini cukup gigih.
“Elo nggak tanya keadaan Jessi? Dia juga kan sakit,”
Ucap Rangga, sambil mengalihkan pandangan pada Jessi.
Dia tengah asyik memperhatikan ketiga sejoli di depannya sambil menikmati martabak di tangan. Bagi Jessi ini seperti menonton drama percintaan secara live.
Dirinya hanya tersenyum melihat tingkah ketiga temannya, yang saling menyembunyikan perasaan mereka sesungguhnya.
“E-eh iya, Jes, apa kabar? Aku dengar kamu sudah operasi juga ya?”
“Tenang aja, Dika. Gue nggak akan gigit elo karena lupa nyapa dan jenguk gue. Si Rangga aja yang drama banget seolah gue sakit parah. Nih tinggal pemulihan aja kok,”
Ucap Jessi, sambil memperlihatkan tangan kirinya yang masih terpasang penyangga.
Gadis itu tidak mengalami luka parah, hanya terjadi pergeseran tulang pada bahunya karena benturan kencang dengan trotoar.
“Syukurlah, kalau sudah tidak apa-apa. Jadi, kamu nggak ikutan ke Prom besok?” tanya Dika.
Ayu dan Jessi saling lirik mendengar pertanyaan itu. Mereka sepakat tidak akan pergi, karena akan bergantian jaga menemani ibunya Ayu. Mereka juga sepakat tidak membicarakannya di depan bu Yulia.
“Oh iya, kalian kan mau ada malam kelulusan, ya? Ibu lupa. Ayu udah punya gaunnya?” tanya bu Yulia.
“Eh, Ayu kayaknya nggak ikutan, Bu. Mau jaga Ibu aja di sini. Jessi juga,” tolak Ayu.
“Loh kok gitu? Ibu kan nggak perlu dijaga intensif lagi. Biar aja kalau kamu mau pergi. Kalau Jessi, Ibu nggak kasih ijin pergi. Gadis pecicilan kayak gitu pasti nggak bisa diem. Entar takut tangannya kesenggol-senggol orang lain. Ngeri Ibu bayanginnya,”
Ucap bu Yulia, sambil bergidik ngilu.
“Hehehe ... iya Bu, Jess juga tau kok di sana pasti rame. Jess masih sayang sama tangan yang tak ada gantinya di dunia ini,”
Ucap Jessi sambil terkekeh geli.
“Emang harus gitu, Jess. Biar cepet sembuh. Nah, Ayu pergi aja, ya? Acaranya nggak lama kan? Apalagi nanti kamu nggak bisa ketemu lagi sama temen kamu, yang sebentar lagi pada pisah.”
Ayu masih terdiam. Hatinya enggan untuk ikut ke pesta itu.
Ia ingin memberikan kesempatan Rangga dan Dessi berduaan saja tanpa ada dirinya diantara mereka.
Ia telah menyetujui untuk menikah dengan sahabatnya, walaupun tidak tahu kapan pernikahan itu akan terlaksana dan bagaimana calon mertua serta calon kakak iparnya akan meyakinkan Rangga untuk menikahinya.
“Tante, kalau boleh saya minta ijin untuk menjadi pasangan Ayu di pesta besok. Saya akan menjemput Ayu, dan mengantarnya kembali ke rumah dengan selamat. Saya yang akan menjaganya.”
Seisi ruangan hening mendengar permintaan Dika.
Bu Yulia dan Ayu tampak kaget begitupun dengan Rangga. Tangannya yang tersembunyi di balik saku jaket kini mengepal kuat menahan kesal.
Lain hal dengan Jessi, diamakin tersenyum lebar, sangat menikmati bagaimana ekspresi sahabat prianya itu tak mampu menyembunyikan kegelisahan hati.
‘Sepertinya dia cemburu,’ pikir Jessi.
“Sama saya juga boleh, Tan,” sela Rangga tak mau kalah.
Kali ini Jessi angkat bicara untuk memanaskan suasana.
“Elo kan udah ada pasangan, Ga. Pacar elo si Dessi mau dikemanain? Entar dia ngamuk pula sama Ayu. Dahhhh ... biar aja Dika jadi pasangan Ayu,”
Ucap Jessi, sambil terkikik geli melihat Rangga yang kini menatap tajam ke arahnya.
“Loh, nak Rangga udah punya pacar toh? Ibu kira ....”
Bu Yulia memberhentikan perkataannya. Dibiarkan menggantung, karena rasanya kurang pas jika dikatakan di depan Dika.
“Ya sudah, Tante ijinkan Dika untuk menjaga Ayu, malam besok. Tante titip ya, tolong dijaga baik-baik putri Tante,” ucap bu Yulia lagi.
“Baik, Tante” balas Dika dengan wajah berseri-seri.
‘Pintar sekali dia memanfaatkan keadaan,’ desis Rangga dalam hati.
Suara speaker di lorong rumah sakit, memberitahukan bahwa jam besuk malam itu telah berakhir. Jessi beranjak dari sofa bersiap untuk pulang ke rumah.
Dia tidak diijinkan menginap di rumah sakit dan tidur di sofa oleh bu Yulia, jadi hanya Ayu yang selalu menginap menemani ibunya.
“Bu, Jessi pamit pulang ya. Besok Jessi ke sini lagi.”
“Iya, Nak. Hati-hati di rumah. Jangan lupa pastikan semua pintu dan jendela terkunci dengan baik ya, Nak.”
“Baik, Bu.”
“Saya juga pamit, semoga lekas sembuh dan kembali pulang ke rumah ya, Tante” ucap Dika.
“Iya Dika, hati-hati di jalan.”
“Rangga pamit juga ya, Tante,” ucap Rangga.
“Hati-hati, Nak. Salam sama orang tuamu ya.”
“Iya, Tante. Ayu, nanti malem kalau lo kelaperan atau butuh sesuatu call gue ya,” ucap Rangga, sambil mengusap rambut Ayu pelan.
Sebuah pemandangan yang menghangatkan hati bu Yulia saat melihatnya dan juga menghangatkan hati Ayu yang merasakannya. Membuat ia yakin, bahwa menikah dengan Rangga tidak akan seburuk yang ia pikir.
“Oke, thanks ya.”
Ayu membalas sambil tersenyum manis, yang membuat Rangga membalas dengan senyuman yang tak kalah manis menghiasi wajah tampannya.
🍀🍀🍀
Suasana prom night malam itu cukup meriah, rangkaian acara sudah berjalan sedari tadi.
Slide-slide foto angkatan terpampang di layar besar, menampilkan kenangan mereka selama tiga tahun belajar bersama di sekolah itu. Beberapa guru turut hadir berbaur dengan murid-muridnya yang sebentar lagi menjadi alumni.
Mata Rangga menatap ke arah panggung, di mana Ayu telah selesai memberikan pidato kelulusannya sebagai lulusan terbaik di sekolah itu dengan nilai yang sempurna.
Dengan gaun putih yang membungkus tubuh mungilnya, dia tampak cantik dan manis.
Ingin rasanya ia berdiri di samping stage, untuk menuntunnya turun dari tangga. Namun posisi itu kini digantikan oleh Dika.
Sejak mereka datang berdua ke acara ini, mereka tampak tak terpisahkan. Rangga ragu mendekati mereka, karena Dessi juga yang selalu menempel pada dirinya. Kekasihnya menggunakan dress merah ketat yang menonjolkan kemolekan tubuhnya, berkumpul bersama para siswa-siswi populer di sekolah ini.
Rangga mengalihkan pandangan dari Dessi, kembali ke sosok mungil yang terus mengganggu pikirannya. Ia meminum minuman yang ada di tengah meja mereka, yang terasa panas membakar tenggorokan. Salah seorang temannya menyusupkan beberapa minuman beralkohol, untuk mereka nikmati diam-diam.
“Waahh, kayaknya si Ayu sama Dika udah jadian nih.”
“Cocok tuh. Yang satu pinter yang satu kutu buku.”
“Gue nggak nyangka Ayu bisa dandan juga. Cantik banget, ya?”
“Aslinya pun manis sih menurut gue, baby face.”
“Itu namanya cantik alami. Nggak perlu make up tebal, udah dasarnya cantik mah cantik aja. Apalagi otak do’i pinter, bakal banyak banget yang kegaet sama dia nanti.”
Celotehan dan pujian, teman-teman yang berkumpul bersamanya di meja itu terus membicarakan Ayu sebagai ratu pesta malam ini.
Rangga hanya menghela napas dan menatap sahabatnya itu dari kejauhan, sambil mengahabiskan isi gelasnya.
“Ga, elo udah nggak bisa lagi jagain temen lo yang satu itu. Secara elo juga kuliah jauh dari dia. Gue jamin bakal banyak kumbang berkeliaran, nyoba deketin bunga yang satu itu,”
Ucap salah seorang pria bernama Dio, yang pernah merasakan keposesifan Rangga terhadap Ayu.
“Hmmm....” Rangga tidak berminat menanggapi, pikirannya terus tertuju pada gadis kecilnya.
Diterima di kampus favoritnya adalah impian sejak dulu, tapi hatinya seakan tak rela jika harus berjauhan dari Ayu.
Takkan ada lagi tubuh mungil, yang pas di tubuhnya untuk dipeluk dan digoda. Seseorang yang membuat dirinya merasa berarti, karena merasa menjadi pria yang bisa diandalkan untuk melindungi gadis mungil itu dari segala hal yang bisa melukainya.
Jujur, Rangga kadang tidak mengerti dengan apa yang tubuhnya rasakan terhadap gadis mungil itu. Hatinya tidak sekhawatir ini, saat akan berpisah dengan Dessi.
Namun, jika ingat ia akan berpisah dengan Ayu rasanya ia tidak rela. Apakah karena gadis itu terlalu polos dan lugu untuk menghadapi dunia sebenarnya? Mungkin itu yang menyebabkan dirinya khawatir berlebihan.
“Honey, kita turun, yuk,”
Ajak Dessi, yang kini bergelayut manja di lengannya, mengajak turun ke lantai dansa.
Bagai kerbau di cucuk hidungnya, ia mengikuti keinginan kekasihnya itu dengan langkah berat.
Gaun merah tanpa lengan itu berpotongan V, membuat belahan dada Dessi tampak jelas saat gadis itu merapatkan tubuhnya ke dada Rangga.
Jari lentiknya berada di bahu Rangga, dan kedua tangan pria itu berada di pinggang Dessi.
Pria itu tidak merespon satu pun perkataan Dessi, yang terus berceloteh mengenai rencana kuliahnya. Mata pria itu, memperhatikan Ayu yang kini berdansa juga dengan Dika.
Rangga dapat melihat kecanggungan yang Ayu rasakan saat berdansa dengan Dika, dia terlihat enggan terlalu rapat dengan pasangannya. Tentu saja gadis itu merasa risih berdekatan dengan pria, selain Rangga.
Ya, selama ini hanya Rangga yang pernah menyentuh dirinya, memeluk dan merangkulnya.
Dia tidak pernah risih dengan apa yang Rangga lakukan, malah menyukainya.
Pandangan mata Ayu beradu dengan mata Rangga. Mereka saling memandang dari kejauhan. Ayu memutuskan pandangan terlebih dahulu, saat melihat Dessi meletakkan kepalanya di dada bidang Rangga dan terlihat pria itu menikmatinya.
Ayu tersenyum sinis pada dirinya sendiri, yang yakin bisa menaklukan hati Rangga jika mereka sudah menikah nanti.
“Istirahat dulu ya, Dika? Kakiku pegel pake heelssetinggi ini,” ucap Ayu.
Dika lalu mengantar Ayu duduk di salah satu sudut meja dan meninggalkannya sendirian, karena pria itu beralasan ingin ke toilet. Salah seorang pelayan tiba-tiba mendekati Ayu dan menawarkan minuman.
Mulanya Ayu menolak karena takut jika minuman itu beralkohol, yang kemudian disambut gelengan kepala oleh pelayan tersebut dan menjelaskan bahwa ini adalah minuman soda spesial. Ayu pun menerimanya dan mengambil minuman itu.
“Saya mau satu yang seperti itu,”
Ucap Rangga sambil berjalan mendekati Ayu.
“Baiklah, saya akan mengambilkannya lagi,”
Ucap pelayan itu, sambil berlalu dan mengambil minuman yang baru dan mengantarkannya lagi pada Rangga.
Ayu masih terpana dengan penampilan Rangga yang begitu tampan malam ini.
Dengan balutan jas yang melekat pas di tubuh tingginya. Dia tidak menyangka bahwa pria yang disukainya itu, akan mendatangi dirinya meninggalkan sang kekasih.
“Diminum, Ayu”
Ucap Rangga, memecah lamunan Ayu terhadap dirinya.
Gadis itu tersipu malu, lalu meminum minuman yang tadi dipegangnya sampai tandas. Sementara itu ada beberapa pasang mata yang tersenyum gembira, melihat kedua orang itu masuk dalam jebakan mereka.
Rangga mengajak Ayu berdansa dengannya.
Lantunan lagu mellow Beautiful In White, terdengar di aula dansa. Kedua insan yang saling menyembunyikan perasaannya itu, masih saja saling bertatapan dengan tubuh yang mengalun mengikuti musik.
“Cantik,”
Ucap Rangga memecah keheningan antara mereka berdua.
“Hahh?!”
Ayu seolah tak mengerti maksud perkataan Rangga barusan.
“Siapa yang dandanin kamu?”
“Kenapa? Menor, ya? Jelek? Jessi yang dandanin aku, disuruh Ibu.”
“Enggak kok. Cantik.”
Pipi Ayu tambah merah merona, karena malu akan pujian pria yang disukainya itu.
Mereka tak sadar saat ini bahasa mereka sudah ber ‘aku-kamu’, menandakan bahwa kenyamanan yang mereka rasakan kini lebih dari sekedar teman biasa.
“Kalau nanti aku nggak ada, jangan bikin muka kamu tersipu kayak gitu ya?”
“Ke-kenapa?”
Hanya aku yang boleh menikmatinya.
“Pokoknya jangan. Bakal banyak cowok yang jatuh hati sama kamu. Aku nggak mau kamu dapet cowok brengsek.”
Aku maunya sama kamu, Ga.
“Bulan depan kita udah pisah. Nggak ada lagi yang cewek yang bisa aku usilin. Yang bisa aku peluk lagi kayak gini,”
Ucap Rangga, sambil membawa tubuh mungil Ayu ke dalam dekapannya.
Tubuh tinggi tegapnya seolah tercipta cocok untuk memeluk makhluk mungil di pelukannya itu, sehingga ia bisa mendekapnya erat dengan kehangatan.
Bersyukur Ayu memiliki tubuh kecil dan mungil, sehingga Rangga bisa mencium puncak kepala gadis itu dengan mudah.
Tak ada yang berniat melepaskan pelukan mereka, sampai tiba-tiba Ayu merasa tubuhnya mulai limbung dan kepalanya mulai berdenyut. Dia mencengkeram kemeja Rangga.
“Kenapa, Ayu?”
“Nggak apa-apa.Cuma agak pusing.”
“Mungkin karena di sini sesak dan pengap. Mau cari udara segar keluar?”
“Boleh, deh.”
Rangga merangkul pinggang Ayu,sehingga tubuh gadis itu bersandar pada dadanya.
Ia mengajaknya keluar dari ballroom hotel, menuju taman yang berada di luar. Mereka duduk berdua di bangku taman.
Ayu langsung tertidur bersandar di bahu Rangga. Rangga tersenyum melihat wajah damai Ayu yang tengah tertidur, sambil, tangannya membelai pipi mulus gadis itu.
Suatu dorongan dari dalam diri menyuruhnya untuk mengangkat dagu gadis itu.
Ia menunduk lalu menyentuh bibir gadis itu dengan bibirnya, mengecap dan menyesapnya pelan. Meresapi rasa manis dari bibir yang kerap meneriakinya.
Senyumnya terbit, karena berhasil mencuri ciuman pertama gadis itu.
🍀🍀🍀
“Rangga! Bangun kamu! Aanak kurang ajar!!”
Rangga merasakan kepalanya berdenyut hebat saat membuka mata, ditambah teriakan keras yang membangunkannya disertai pukulan di tubuhnya.
Saat membuka matanya, ia melihat ayah, ibu dan kakaknya berada di hadapan dengan wajah yang jelas-jelas menunjukkan kemarahan.
Rangga yang masih bingung lalu mengedarkan pandangannya ke ranjang tempat ia tidur, bukan tempat yang ia kenali.
Ia sangat shock saat melihat tubuhnya yang polos di balik selimut, begitupun dengan seseorang di sebelahnya. Otak kecil di kepalanya, masih bingung merangkai bagian yang mungkin ia lupakan tadi malam.
“A-Ayu ....”
Gadis itu tampak baru saja terbangun dari tidur, sama seperti dirinya.
Dia pun sama terkejut dengan dirinya. Gadis itu langsung menarik selimut, dan menutupi tubuhnya sampai leher.
Rangga masih dapat melihat sekilas dengan jelas, tanda-tanda merah di leher dan bahunya.
“A-apa yang terjadi?” lirih Ayu.
Matanya mulai digenangi cairan bening yang siap mengalir kapan saja. Orang bodoh pun dapat menebak, apa yang terjadi pada mereka berdua dengan melihat keadaan mereka saat ini.
“Ayah kecewa! Sangat kecewa dengan tingkah lakumu, Rangga! Mabuk dan meniduri perempuan. Bagaimana bisa kamu melakukan itu?”
Lirih pak Robby, sambil memegangi dadanya yang terasa berdenyut sakit seperti hatinya.
“Ayaah! teriak Mirna dan Rangga bersamaan, saat tubuh pria paruh baya itu limbung dan hampir pingsan. Rangga lalu mengambil celana boxer yang ia lihat ada di bawah ranjang.
Plaaaakk …
Sebuah tamparan keras dilayangkan pak Robby, saat Rangga berada di dekat sisinya.
“Kamu harus menikahi Ayu secepatnya!!” bentak pak Robby.
Ayu dan Rangga terbelalak kaget dengan ucapan pak Robby. Air mata Ayu mengalir deras, kini dia mengerti apa yang terjadi.
Tapi kenapa? Kenapa dengan cara murahan seperti ini ia harus menikah dengan pria yang dicintainya?
Air mata terus mengalir deras dari matanya. Dia hanya menangis dan meraung menyesali kebodohannya.
Telanjur menyetujui penawaran calon ibu mertuanya itu, tanpa tahu rencana mereka sebenarnya.
Flash back off.
Bersamvung
No comments:
Post a Comment