Sunday, August 2, 2020

Cinta Ayudia 13

Cinta Ayudia 13
A story by Ayudia
Part 13

Pagi itu di kediaman pak Robby Aditya.
Rangga merasakan tubuhnya bergoyang sedari tadi, tapi matanya menolak untuk membuka. Tubuhnya menolak untuk bangun dari tidur, karena rasa sakit di kepala yang dirasakannya sekarang. 
Gangguan itu tak dihiraukannya. Tidur, adalah obat yang manjur untuk mengurangi pengar di kepalanya gara-gara mabuk.
Byurr...
Rangga langsung terlonjak dari kasur, saat air dingin menyiram wajahnya. 
Ia langsung terduduk sambil memegangi kepalanya yang tambah pusing, karena bangun secara tiba-tiba. Kelopak mata terbuka, melihat siapa biang keladi yang mengganggu tidurnya. 
Ia melihat ibunya yang sudah bertolak pinggang, dan kakaknya yang memegangi gayung kecil yang sepertinya dia gunakan untuk menyiram wajahnya tadi.
“Apa kamu gila, Rania?” teriak Rangga marah.
“Kamu yang gila! Sejak kapan kamu mabuk dan minum-minuman keras? Ayah akan marah besar jika tahu kamu mabuk,” hardik Mirna.
Rangga menyugar rambut yang basah, lalu memijit-mijit pelipisnya yang terasa berdenyut dan berputar-putar. 
Ia melihat dirinya masih mengenakan pakaian kerjanya yang kemarin belum diganti, dan juga keadaan kamar yang berantakan. Ia memejamkan mata, mencoba mengingat apa yang terjadi padanya semalam.
“Rangga, di mana Ayu? Apa yang kamu lakukan padanya sampai ia pergi dari rumah?” tanya Rania.
Rangga mengangkat wajah, disertai dengan tatapan tak percaya atas apa yang dikatakan kakaknya. 
“Ayu pergi? Lalu Della di mana?” tanya balik Rangga.
“Della sudah pergi sekolah diantar sama Ayah. Sengaja biar Ayah nggak curiga kamu mabuk, Kakak terpaksa berbohong bilang kamu sakit dan Ayu pergi ke pasar pagi-pagi.”
“Terus kenapa Kakak simpulkan dia pergi? Mungkin dia memang ke pasar,” jawab Rangga.
“Kalau dia hanya pergi ke pasar, dia tidak mungkin meninggalkan ini di atas nakas,”ucap Rania. 
Dia  melemparkan kunci rumah, kartu debit, dan kartu kredit atas nama Rangga −yang pernah diberikan untuk Ayu membeli kebutuhan Della dan dirinya− buku tabungan, buku nikah, dan cincin kawin.
Rania lemparkan itu semua ke pangkuan Rangga.
Pria itu tampak shock, tak mampu berkata apa-apa.
“Della bilang, tadi malam dia tidur dengan Ayu. Dia lihat bundanya terluka di wajah dan bibirnya. Badannya merah-merah, kata Della. Sebenarnya apa yang kamu lakukan sampai Ayu pergi, hah?” sentak Rania.
Rangga tersadar seketika. Bayangan tadi malam terulang lagi di kepalanya. 
Bagaimana ia mencium paksa Ayu walaupun istrinya meronta dan menangis memohon padanya tapi ia tetap bergeming, malah merobek baju kemudian menamparnya. Pria itu menghela napasnya kuat dan mengusap wajahnya kasar.
Apa yang telah kulakukan? Aku hampir memperkosa istriku sendiri.
“Jangan bilang kamu memukulnya, dan mengusirnya dari sini?” desak Rania.
“Dia wanita murahan. Dia pantas diperlakukan seperti itu,” 
Ucap Rangga datar tanpa merasa bersalah.
Plakk.
Tamparan keras mendarat di wajah Rangga, dilayangkan oleh tangan lentik kakaknya
“Dia bukan murahan!!” 
Teriak Rania, sambil mencucurkan air matanya.
“Apa namanya jika bukan murahan? Dia menjebak seorang pria agar bisa tidur dengan pria itu, hamil lalu menikahinya.”
“Dia tidak murahan, Ga! Jika ia murahan tak mungkin ia mau merawat Della,” lirih Rania. 
Dia menangis dan terisak-isak duduk di sisi ranjang Rangga. 
Rania merasa bersalah dengan apa yang menimpa Ayu sehingga menjadi sasaran kemarahan adiknya. Selain itu, dia juga memikirkan bagaimana nasib Della kedepannya jika Ayu pergi dari sisi putrinya.
“Apa maksud Kakak?” tanya Rangga.
“Dia tidak tahu apa-apa mengenai malam itu. Aku yang melakukannya. Aku yang mengatur agar semua itu terjadi.”
“Rania!!” tegur bu Mirna.
“Ke-Kenapa Kakak lakukan itu?”
“Ka-karena ak−.”
Belum sempat Rania membeberkan rahasianya, bu Mirna sudah menyela terlebih dahulu. 
“Ibu yang menyuruh kakakmu melakukan itu, supaya kamu bisa menikahi Ayu,” 
Ucap Mirna yang disambut pelototan tajam dari Rangga, tak percaya ibu dan kakaknya akan melakukan hal seperti itu.
“Kenapa kalian lakukan itu padaku? Kenapa?” teriak Rangga marah.
Ia tak menyangka, ibu dan kakaknya melakukan hal nista itu. 
Melibatkan Ayu dan dirinya di dalamnya. Ia juga marah pada dirinya sendiri yang sudah menyakiti Ayu, dengan perkataan dan perlakuan yang tidak pantas gadis itu terima. 
Pantaslah kini istrinya meninggalkan dirinya sendiri. Harusnya ia mempercayai hati kecilnya, yang meragukan perbuatan itu dilakukan oleh Ayu.
“A-aku ....”
 Rania tampak ingin mengatakan cerita sesungguhnya, tapi lagi-lagi Mirna memotong pembicaraan mereka.
“Ayah dan Ibu hanya ingin Ayu menjadi menantu di rumah ini, apalagi saat itu ia membutuhkan bantuan dan dukungan untuknya yang berjuang sendirian merawat ibunya. Kamu tahu kan, ayahmu sangat menyayangi Ayu seperti putrinya sendiri,” jelas Mirna.
“Tapi kenapa dengan cara murahan seperti itu, Bu?” geram Rangga.
“Kamu pikir jika dibicarakan baik-baik kamu akan menerimanya? Bukannya waktu itu kamu sudah punya pacar?” balas Mirna telak.
Rangga terdiam. Ia beranjak dari ranjangnya menuju kamar mandi. 
Pintu berdebum keras saat ia menutupnya, menandakan ia sangat kesal dengan apa yang didengarnya barusan.
Sudah hampir setengah jam Rangga berdiam diri di bawah kucuran shower. Aliran air dingin yang membasahi tubuh seakan membantu dirinya supaya bisa berpikir jernih. 
Pikirannya melayang ke hari kemarin, satu hari yang membuat dunianya jungkir balik seketika. Saat ia ingin hidup dengan layak, meraih kebahagiaana bersama anak dan istrinya, ia dihadapkan pada kenyataan bahwa semua ini adalah jebakan untuk dirinya agar terikat pernikahan dengan Ayu. 
Hati kecil Rangga, masih menolak penjelasan yang dilontarkan ibunya. Rasanya tak mungkin alasan sepele seperti itu menjadi penyebab dirinya harus menikah dengan Ayu.
Aku harus menemukan Ayu dan mencari tahu kebenarannya.
Saat nama Ayu terbesit, maka bayangan tadi malam seolah menari kembali di pikirannya. 
Ia masih ingat wajah Ayu yang ketakutan, menangis ,dan memohon kepadanya supaya ia melepaskan dirinya. 
Namun dirinya malah bertindak seperti binatang yang menemukan mangsa, bersiap melahap tanpa ampun.. Ia melihat ke tangan yang tadi malam ia gunakan untuk memukul Ayu.
Praaanggg ...
Kaca di hadapannya menjadi sasaran kemarahan Rangga pada tangan yang telah melukai istrinya, yang membuat Ayu pergi menjauh dari dirinya.
“Aarghhh... apa yang telah kulakukan!” 
Tubuh Rangga meluruh, bersandar pada tembok. Ia menekuk lutut dan memeluknya, wajahnya bersembunyi di balik lipatan kakinya dan ia menangis. 
Airmatanya luruh bersama tetesan darah yang mengalir dari luka menganga pada buku jarinya.
🍀🍀🍀
Tok... tok.. tok...
Rangga sudah hampir setengah jam mengetuk pintu rumah Ayu yang kini ditempati Jessi, tapi ia tidak melihat ada tanda-tanda bahwa pintu itu akan terbuka. 
Rumah yang dulu selalu memberikan kehangatan untuk dirinya saat berkunjung dan ruang makan menjadi ruang favoritnya bersama Ayu. 
Dulu, ia akan duduk manis bersama Ayu, sambil memperhatikan Tante Yulia yang sedang membuatkan camilan ataupun kue untuk mereka berdua. Ia teringat kenangan-kenangan manisnya bersama Ayu di rumah ini, bersama Jessi juga orangtua Ayu. 
Rumah yang selalu wangi semerbak butter dari dapur Tante Yulia yang hobi memasak,  dan rumah yang hangat penuh canda tawa Ayu bersama mendiang ayahnya, Om Henri.
Rangga masih teringat, saat Ayu yang berumur delapan tahun menangis histeris di sudut kamar pada hari meninggalnya sang ayah. 
Dirinyalah yang menemani gadis kecil itu seharian di kamarnya. Memeluk dan menghiburnya. Walaupun rasa sedih dan kehilangan itu ada, tapi dengan kehadiranya waktu itu membuat Ayu tidak menangis lagi dan mau mengantarkan ayahnya ke peristirahatan terakhir.
Sejak saat itu, ia tidak suka melihat gadis itu meneteskan airmatanya. Rasanya hatinya ikut merasakan sedih dan sesak seperti yang Ayu rasakan. 
Namun kini, dirinyalah yang menjadi sumber air mata penderitaan Ayu.
Rangga masuk kembali ke mobilnya, berpikir ke mana kira-kira Ayu akan pergi selain kembali ke rumah lamanya. 
Sepengetahuannya, Ayu tidak memiliki teman dekat selain Jessi. Tiba-tiba, wajah Della terlintas dalam benaknya. Ia langsung melajukan mobilnya menuju sekolah Della. 
Ia tahu betapa Ayu menyayangi putri kecil mereka. Tak mungkin dia rela berjauhan dengan Della. Dia pasti akan menemuinya.
Rangga memarkirkan mobilnya agak jauh dari gerbang TK sekolah Della. 
Ia melirik ke jam tangannya. Setengah jam lagi adalah jam pulang sekolah Della.
‘Ayu pasti akan muncul di sini,’ pikirnya.
Mata Rangga mengawasi keadaan di sekelilingnya, berharap menemukan Ayu yang sedang bersembunyi atau menatap dari kejauhan keberadaan putrinya. 
Namun ia tidak menemukan sosok itu di sekelingnya. Ia hanya mendesah kecewa.
Rangga melirik ponselnya berharap ada pesan dari Ayu tapi nihil, hanya ada panggilan tak terjawab dan pesan yang belum dibuka dari Dessi. 
Rangga melempar ponselnya ke jok di sebelahnya. Ia enggan kembali berurusan dengan Dessi. Entah kenapa setelah tadi malam, semua perasaannya seolah lenyap begitu saja. 
Sekarang hatinya seolah hambar untuk kekasih yang sudah lama mendiami hatinya itu. Ia tidak mampu memikirkan perkara lain selain Ayu. Hanya Ayu.
Selama ini, ia tidak munafik bahwa tubuh Dessi sangat menggoda dirinya tapi ia enggan menyentuh Dessi lebih jauh sebelum hubungan mereka jelas. 
Makanya ia menjaga betul kehormatan gadis itu. Selama ini hanya french kiss, dan kejadian semalam adalah hal terjauh yang pernah mereka lakukan. 
Malaikat yang mengawasinya seolah selalu mengingatkan dirinya akan Della, Ayu, dan Rania. Wanita-wanita yang mungkin bisa mendapatkan karma atas perbuatan zinanya.
Bel sekolah sudah berdering, anak-anak pun berhamburan keluar menuju orang tua dan penjemput mereka masing-masing. 
Mata Rangga mengawasi dan mencari putrinya dibalik kerumunan itu. Akhirnya, gadis kecil pemilik mata bulat dan pipi tembem itu pun keluar dari gerbang. 
Gadis kecil itu memutar pandangan mencari seseorang yang dikenalnya. Dia tersenyum saat melihat seseorang yang dikenalnya itu berjalan menuju dirinya, pria yang akan menjemput dan mengantarnya bertemu sang bunda.
“Om Yogiii!!” 
Seru Della sambil berlari ke arah om yang dikenalnya sebagai suami Tante Jessi, sahabat bundanya. Tubuh kecilnya seketika dipeluk dan diangkat menuju gendongan pria kekar tersebut.
“Hai lil' princess! Udah lama banget Om nggak ketemu sama Della, tambah tembem aja pipinya.” 
Yogi  mencubit pelan pipi Della.
Gadis kecil itu langsung memberikan senyum manisnya sambil berkata, 
“Tapi tetep cantik kaaaan???” 
Ucapnya sambil menempelkan kedua telunjuknya di pipi kiri kanan, yang kemudian disambut gelak tawa Yogi yang baru menyadari bahwa gadis kecil di hadapannya sudah pandai ber-narsis ria.
“Iyaa ... Aradella Cantika Aditya adalah keponakan Om yang paaaaliiiingg cantik,” 
Puji Yogi, sambil mencium kembali pipi tembam itu.
“Kita jadi ke tempat Bunda kan, Om?” tanya Della.
“Tentu saja, Om akan antar ke sana. Kalau nggak jadi, nggak mungkin tadi Bunda telpon sama gurunya Della.”
“Asyikkkk, lets go !!” seru Della.
Rangga tentu saja melihat interaksi antara Della dan Yogi. 
Ia mengenal lelaki itu walaupun baru beberapa kali bertemu, dan ia yakin kedatangan Yogi menjemput Della bukan tanpa sebab. 
Pasti ada hubungannya dengan Ayu. Mobilnya mengikuti pelan ke mana mobil Yogi berjalan. Ia berusaha tidak terlalu dekat membuntuti supaya Yogi tidak curiga sedang diikuti.
Setelah setengah jam perjalanan, mobil Yogi masuk ke sebuah gedung apartemen dan menuju parkiran basement. Setelah mobil Yogi terparkir dan berhenti, Rangga pun melakukan hal yang sama.
🍀🍀🍀
Apartemen siapa ini? Apa mereka sudah pindah rumah?
Rangga buru-buru keluar dari mobil, saat ia melihat Yogi sudah mengangkat Della yang tengah tertidur  ke gendongannya. 
Ia lalu menahan langkah Yogi dan menghalangi jalannya. Yogi tampak terkejut, tidak menyangka akan ada Rangga di hadapannya, mengikutinya.
“Mau kau bawa ke mana putriku?” 
Tanya Rangga dengan nada datar dan dingin. Ia tidak ingin membuat Della terbangun dan mengacaukan rencananya.
“Kenapa kamu ada di sini? Apa kamu mengikutiku?” desis Yogi. 
Ia berusaha menahan amarah dan menahan diri, untuk tidak berteriak pada pria brengsek yang menyebabkan Ayu −yang sudah ia anggap keluarga−menderita.
“Tentu saja aku curiga, jika ada orang lain yang membawa putriku selain keluargaku. Kamu mau bawa ke mana putriku?” tanya Rangga lagi.
“Bukan urusanmu,” 
Jawab Yogi sambil melanjutkan kembali langkahnya.
“Itu akan jadi urusanku, jika kamu membawanya tanpa sepengetahuanku dan keluargaku. Aku bisa melaporkanmu atas percobaan penculikan.”
“Tidak ada yang diculik, jika anakmu sendiri yang ingin menemui bundanya.”
Sial
Yogi merutuk dalam hati karena sudah kelepasan bicara mengenai tujuan Della ke tempat ini, sementara itu Rangga tersenyum penuh arti.
Kena kau!.
“Yang aku tahu istriku saat ini melarikan diri dari rumah. Dan jika saat ini kamu membawa Della ke hadapannya, berarti ada kemungkinan Ayu akan membawa Della ikut serta ke dalam pelariannya.”
“Jaga mulutmu,” desis Yogi. 
Wajahnya sudah merah menahan amarah untuk tidak memukul pria di hadapannya itu.
Rangga kini berjalan mendekati Yogi, lalu mengambil Della yang masih nyenyak tertidur ke pelukannya. 
“Aku bisa ijinkan putriku menemui bundanya, tapi aku harus yakin bahwa Ayu tidak akan membawanya lari dariku. Aku akan menemani Della menemui bundanya,” tawar Rangga.
Mata Yogi melotot tajam pada Rangga, 
“Apa kamu sadar bahwa Ayu saat ini menghindari untuk bertemu denganmu? Tidak mungkin ia mau menemuimu,” geram Yogi.
“Aku tidak bilang akan menemuinya. Aku hanya menemani Della. Aku tidak akan mengganggu pertemuan mereka. Aku hanya akan mengawasi saja, agar tidak ada salah satu dari kalian yang membawa putriku diam-diam pergi dariku.”
Tangan Yogi sudah mengepal sempurna, sangat ingin sekali meninju lelaki di hadapannya itu. Namun, saat ini Della berada di antara mereka dan Ayu pun tengah menanti kedatangan putri kecilnya itu. Yogi tampak menjambak kasar rambutnya, bingung apa yang harus dilakukannya sekarang.
Rangga tersenyum sinis, hanya selangkah lagi menuju rencana nya. 
“Aku janji hanya mengawasi dan tidak berbuat macam-macam. Kamu bisa pegang janjiku. Setelah mereka bertemu, Della akan kembali pulang bersamaku. Aku hanya ingin memastikan Della tidak akan ke mana-mana tanpa diriku,” ucap Rangga meyakinkan Yogi.
Setelah berpikir beberapa saat, Yogi menghela napasnya pelan lalu berkata, 
“Baiklah, aku pegang janjimu. Kamu tahu kan akibatnya jika berurusan denganku? Aku tidak takut masuk penjara, jika itu berkaitan dengan keselamatan keluargaku,” ucap Yogi tegas.
Rangga tentu saja tidak berminat untuk mencari masalah dengan Yogi. 
Ia tahu Yogi adalah penyuka kickboxing, dan menghancurkan tubuhnya adalah hal yang mudah bagi pria itu.
Rangga hanya diam, lalu ia berjalan mengikuti Yogi menuju lift yang akan mengantarkan mereka ke tempat di mana Ayu berada. 
Pintu lift berdenting, mereka pun keluar dari kotak besi itu, lalu melangkah ke pintu apartemen paling ujung lorong. Yogi merogoh sakunya dan mengambil kunci apartemen.
“Apartemen siapa ini?” tanya Rangga
“Bisakah kamu diam? Siapa pun pemiliknya itu bukan urusanmu,” jawab Yogi ketus.
Rangga memilih diam kembali karena ia sudah berhasil sejauh ini, dan ia tidak mau menghancurkannya karena sifat kepo yang sedang bercokol di kepalanya.
Yogi membuka pintu apartemen. 
Ia hanya melihat ruangan kosong di dapur dan ruang tamu. Ia pun berjalan menuju kamar di mana Ayu berada. Pintu kamar itu terbuka separuh. 
Baik Rangga dan Yogi dapat mendengar jelas isakan Ayu yang tengah bercerita pada Jessi, menceritakan hal yang ia sembunyikan selama lima tahun ini. 
Peristiwa yang membuat dirinya terjebak dalam pernikahan bersama Rangga. 

Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER