Monday, August 17, 2020

Cinta Ayudia 41

(41)
Jessi tengah membantu membereskan barang-barang Ayu ke dalam tas yang akan Ayu bawa pulang, hari ini ia sudah di ijinkan pulang oleh dokter yang merawatnya.
"Jadi kamu akan bersama dengan keluargamu sampai hari pernikahan?" tanya Jessi.
Ayu mengangguk malas, pikiran nya seolah terbagi memikirkan hal lain.
"Kenapa, Ayu?" tanya nya lagi.
"Bisakah kamu mengantarku ke makam Mas Angga? Aku ingin menemuinya sebelum menikah dengan Alden," mohon Ayu.
Gerakan Jessi sempat terhenti saat Ayu mengajukan permohonan itu, kepalanya yang sedang menunduk membuat Ayu tidak melihat jelas raut wajah Jessi yang tampak kaget dan gugup.
"Eumm... lebih baik kamu minta ijin dulu sama Alden. Aku sedang malas berada di dekatnya, dia membuatku tak nyaman," ucap Jessi pelan.
Ayu merasa tertarik dengan perkataan sahabatnya itu, karena ia pun merasakan hal yang sama.
"Kamu merasakan nya juga? kukira cuma aku aja yang lihat Alden tampak berbeda beberapa hari ini. Dia bersikap aneh, seperti orang linglung juga khawatir berlebihan. Sepertinya ada yang ia sembunyikan dari aku. Mungkinkah berkaitan dengan masa lalunya?"
Jessi menelan ludahnya pelan, ia tak mampu berkata apa-apa.
"Kamu sudah yakin akan menikahi Alden?"
"Aku tidak tahu Jess. Kau tahu, hati ini masih berdarah, masih berduka akan kehilangan orang yang sangat berarti di hidupku. Apalagi setelah tahu apa saja yang telah ia lakukan demi aku, aku baru menyadari rasa cintanya yang begitu besar untukku. Seandainya saja dulu aku tidak melepasnya begitu saja, mungkin kami masih bersama melewati semua kesulitan ini," Ayu terdiam sesaat, hatinya kembali teremas-remas sakit mengingat pria itu.
"Sebenarnya aku masih ingin menenangkan diri, menghabiskan waktuku hanya sendiri di kamarku, mengingat kembali masa-masa bahagia kita dulu, sebelum aku melangkah kembali melanjutkan hidupku. Aku merasa ada yang kosong dalam jiwaku, entahlah....” Ayu terdiam sesaat, “untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku tidak tahu apa yang aku harus lakukan selanjutnya. Seolah semua ini hanya mimpiku saja. Aku belum siap jika harus menikah dalam keadaan seperti ini, Jess" lanjutnya.
Jessi memeluk tubuh Ayu yang mulai bergetar menahan tangis, ia menepuk-nepuk pelan punggung sahabatnya.
"Tenangkan dirimu, berkumpulah dengan keluargamu. Semoga akan ada jawaban atas keraguanmu itu."
Jessi menghapus airmata di wajah cantik sahabatnya itu.
"Masih ada beberapa hari lagi sebelum pernikahanmu, pikirkan dan bicarakan baikbaik dengan Alden tentang kekhawatiran mu."
Ayu mengangguk, tepat saat pintu rawatnya terbuka dan munculah paman nya juga Alden yang datang menjemputnya.
"Semuanya sudah selesai?" tanya Hendrawan.
"Sudah Paman," jawab Jessi dan Ayu bersamaan.
Alden lalu menyuruh supirnya yang berada di belakangnya untuk membawa barangbarang Ayu.
"Aku akan mengantarmu ke depan sayang," ucap Alden.
"Hmm..." Ayu hanya tersenyum membalas perkataan Alden, ia berjalan sambil merangkul lengan Paman nya.
Ia sangat menyukai bau Paman nya yang sama seperti Ayahnya, terasa sangat menenangkan. Kini ia punya seseorang pria yang bisa ia jadikan sandaran, tempatnya berkeluh kesah. Selama Paman nya menemaninya di RS, ia melihat bahwa sikap dan perilaku Paman nya itu persis seperti Ayahnya, membuat hatinya terasa tenang juga nyaman bersamanya.
Mereka berhenti di depan mobil Alden, pria itu mengecup kening Ayu lama.
"Maafkan aku tidak bisa ikut mengantar sampai ke rumah Pamanmu, ada hal penting yang harus aku kerjakan. Supirku yang akan mengantarmu," ucapnya.
"Iya tidak apa-apa," balas Ayu maklum.
"Lagipula kalian memang harusnya di pingit sampai hari pernikahan," ucap
Hendrawan sambil tersenyum yang kemudian dibalas dengan anggukan oleh Alden.
"Jessi, mampirlah ke rumah kami," tambahnya.
"Baik, Paman. Nanti saya mampir dengan Mas Yogi dan Chika," balas Jessi.
"Kamu mau ikut denganku, Jess? Arahku searah dengan rumahmu," tawar Alden.
"Tidak terimakasih, Yogi sebentar lagi akan tiba disini bersama Chika," tolak Jessi.
Mereka pun berpisah dan masuk ke mobil mereka masing-masing dengan arah yang berlawanan. Ayu merebahkan kembali kepalanya di sandaran bangku mobil.
Hendrawan yang melihat keponakan nya terus murung selama beberapa hari ini pun menggenggam tangan nya erat. Ia sadar, ada yang sesuatu yang salah disini, ekspresi keponakan nya saat ini bukanlah ekspresi seorang wanita yang bahagia menjelang hari pernikahan nya. Ia akan mencari tahunya nanti setelah mereka tiba di rumah lama mereka, rumah yang dulu keluarga Wijaya tinggalkan sesaat setelah kakaknya meninggal.
Hendrawan bersama Ayah dan istrinya memutuskan untuk menetap sementara di Jakarta, menemani Ayu mempersiapkan pernikahan nya. Karena hanya pada kesempatan ini mereka dapat berkumpul, sebelum Ayu diambil kembali oleh suami sah nya.
Sementara itu, mobil Alden melaju ke arah yang berlawanan dengan kantornya. Ia berhenti tak jauh dari sebuah gedung sekolah, ia melirik tak sabar ke arah jam yang melingkari pergelangan tangan nya. Kegiatan yang ia lakukan selama beberapa hari belakangan.
Setelah beberapa menit menunggu, senyum tampak di wajahnya saat ia melihat sosok kecil yang ia cari. Tapi ia tidak beranjak keluar dari mobilnya, ia hanya memperhatikan dari kejauhan, dan itu sudah membuat hatinya senang tak terkira. Melihat senyumnya, keceriaannya dan ia baru menyadari bahwa anak itu memang meiliki kemiripan dengannya.
***
 
Hari ini sudah hari ketiga Ayu tinggal bersama keluarganya, bersama paman, tante juga kakeknya. Kedua sepupunya harus kembali ke kota minyak untuk bersekolah, disana ada keluarga Tante Lily yang menjaga mereka. Ayu merasa sangat senang dapat berkumpul bersama saudara yang baru kali ini ditemuinya, bercengkerama bersama sepupunya yang masih remaja juga Tante Lily yang baik hati. Sejenak dapat menghibur hati Ayu dari sedih dan gelisah yang melanda.
Hari pernikahan nya akan di laksanakan lusa. Semakin hari Ayu semakin gugup akan pernikahan nya, entah kenapa ia makin ragu untuk menikahi Alden, semuanya terasa salah.
"Kamu kenapa, sayang? kena sindrom pra nikah ya?" tegur Tante Lily, istri dari Paman Hendrawan. Saat ini mereka sedang di dapur belakang, membuat kue untuk cemilan mereka di sore hari.
"Wajar kalau calon pengantin stress menjelang hari pernikahan nya, tapi jangan kamu terlalu pikirkan. Muka stress kamu nanti bikin wajah kamu kusam loh," tambahnya.
Ayu hanya tersenyum kecil, rupanya Tante Lily memperhatikan jika sedari tadi ia larut dalam lamunan nya sendiri.
"Ehm, Ayu boleh tanya-tanya gak, Tan?" tanya Ayu.
"Boleh dong," jawab Lily, masih sambil mengolesi cetakan kue di tangan nya dengan mentega.
"Dulu Tante yakin ingin menikah dengan Paman? maksudnya, apakah Tante pernah berpikir untuk mundur dari pernikahan kalian, padahal waktunya sudah dekat."
"Pernah, tapi sebenarnya cuma emosi sesaat aja sih. Karena Tante kesal dengan Pamanmu yang seolah cuek dengan persiapan pernikahan kami, Tante dan mendiang Nenekmu yang menyiapkan semuanya. Tante sempat berpikir bahwa ia tidak serius untuk menikah," jawab Lily.
"Tapi itu semua akhirnya selesai dengan komunikasi yang baik, akhirnya ia menjelaskan bahwa ia bekerja ekstra dari biasanya karena ia ingin berbulan madu sekaligus libur dari pekerjaan nya lebih lama. Jadi ia menyelesaikan semuanya di awal," tambahnya.
"Apa yang Tante yakini bahwa dia adalah calon suami Tante, seseorang yang Tante inginkan untuk menemani seumur hidup?"
"Hubungan Tante dengan Paman mu tidak pernah mulus dari awal, kami putus sambung beberapa kali, bahkan kami juga sempat menjalin hubungan dengan orang
lain.
Setelah beberapa tahun berpisah dan kembali bertemu, ternyata rasa itu malah tidak mau hilang dari hati Tante, padahal saat itu masing-masing kami sudah punya pasangan. Dia memang bukan pacar terbaik dan sempurna, tapi bersama dengan nya semua terasa pas. Dengan kelebihan dan kekurangan yang kami miliki, ia mampu membuatnya menjadi saling melengkapi bukan menjadi sumber cekcok kami," ucap
Lily.
"Cinta bukan tentang seberapa besar rasa yang kamu miliki sekarang karena cinta harusnya bertambah setiap harinya. Cinta tidak bisa di ukur dengan logika, bisa saja awalnya kalian tidak saling cinta dan akhirnya saling mencintai. Kamu akan merasakan kehilangan dan sesak saat ia tidak bersama mu, tapi kamu bahagia melihat dirinya bahagia, walaupun kamu bukan bagian dari kebahagiaan itu."
Ayu terdiam mendengar penjelasan Tante Lily, ia menelaah kembali perasaanya terhadap Alden. Pria itu adalah pria baik hati yang selalu ada di saat ia membutuhkan bantuan dan dukungan, pria yang sabar dan penyayang. Ia merasakan kenyamanan dan ketenangan saat bersama Alden, rasa aman dan tenang seperti yang ia rasakan saat bersama Paman nya, keluarganya. Orang-orang yang peduli dan sayang padanya tulus.
Ia mengira dengan menerima lamaran Alden, perasaan itu akan bertumbuh tapi halhal diluar keinginan nya malah terjadi. Hal-hal yang membuat perasaan cintanya untuk seseorang kembali bergetar dan semakin membesar.
"Aku tidak ingin menyakiti hatinya karena hati ini yang tak pernah siap mencintainya," lirih Ayu.
"Kamu masih memikirkan dan mencintai mantan suami mu?"
Ayu menganggukkan kepalanya pelan, Lily tersenyum. Akhirnya ia tahu apa yang menggelayuti pikiran keponakan cantiknya.
"Tante pun sebenarnya tidak setuju jika kalian menikah secepat ini, terlalu terburuburu dan takutnya malah akan jadi masalah nantinya. Seharusnya ia memberikan mu sedikit lagi waktu, apalagi kamu dan keluarga mantan besanmu juga sedang berduka. Tapi Tante mengerti kenapa Alden ingin menikah secepatnya, karena ia takut kehilangan kamu. Bicarakanlah baik-baik dengan nya. "
"Sudah kucoba, Tante. Ia tidak mau mendengarkan ku."
Ayu masih sering menghubungi Alden walau hanya mengobrol biasa, karena mereka dilarang bertemu sampai hari H pernikahan mereka. Dan setiap Ayu mencoba membahas mengenai pengunduran hari pernikahan, Alden akan marah dan mengakhiri panggilannya.
"Ayu.." panggil Agus Wijaya, entah sejak kapan Kakeknya mendengar percakapan mereka berdua.
"Iya Kek," balas Ayu sopan.
"Ikutlah, kamu a-kan te-mukan ja-waban hati-mu," ucap Agus sambil mengulurkan tangan nya, memberi tanda agar mengikutinya.
Ayu kemudian beralih mendekati kakeknya, dan mendorong kursi roda tersebut ke ruang tamu, sementara itu Lily memasukan kue ke dalam oven lalu ikut menyusul keduanya.
Ayu terperangah saat melihat Ayah Robby ada di sana, di ruang tamu bersama dengan Jessi beserta suami dan anak mereka. Setelah kejadian di rumah sakit beberapa hari yang lalu, membuatnya tidak tahu menahu kabar keluarga mertuanya itu. Ia hanya terus memikirkan seseorang yang sudah ia anggap tiada. Bahkan ia tidak bergairah untuk menemui Della sementara waktu, ia begitu sedih melihat putrinya yang sama terlukanya dengan nya, ia tidak bisa menguatkan putrinya dengan keadaanya yang juga kacau seperti ini.
"Duduk di sini Ayu," ajak Hendrawan sambil menepuk sofa di samping tubuhnya, Ayu pun mengangguk dan duduk di sana.
"Apa kabar, Ayah?" sapa Ayu, panggilan sayang Ayu kepada mantan mertuanya tidak berubah karena Robby yang menginginkan hal itu.
Ia melihat wajah mantan Ayah mertuanya yang tampak kusut dan tubuhnya lebih kurus dari sebelumnya, bulu-bulu halus muncul di sekitaran rahang dan di bawah hidungnya.
"Seperti yang kamu lihat sekarang Nak, " ucap Robby dengan senyum yang dipaksakan.
Hendrawan menggenggam tangan Ayu, "Bang Robby datang ke sini untuk meminta maaf kepada keluarga besar kita atas perbuatan istrinya di masa lalu. Ia menceritakan semuanya, sama seperti yang Rangga ceritakan dulu kepada kami.
Bagaimana menurutmu?"
"Maafkan Ayah, Ayu. Ayah tidak bisa membawa Mirna langsung ke hadapan kamu, Nak. Kondisinya tidak memungkinkan untuk menemui kamu, atau bahkan orang lain," ucap Robby sambil menundukan kepalanya.
"Ayu sudah tidak ingin kembali melihat ke belakang, biarlah yang sudah terjadi. Ayu tidak ingin melakukan apa-apa, yang penting sekarang semuanya sudah kembali ke tempat seharusnya. Ayu sudah bertemu dan berkumpul dengan keluarga Ayu,” balas Ayu.
Hendrawan dan Agus Wijaya tersenyum pada wanita mungil itu yang memiliki hati yang baik dan tulus.
"Apa yang terjadi dengan Ibu?" tanyanya.
"Mirna sedang dalam perawatan di RS," jawab Robby.
"Ibu sakit apa? " tanya Ayu kaget.
"Mirna di rawat di RS jiwa, ia depresi. Mentalnya terganggu karena kehilangan yang ia lihat di depan matanya. Ia tertekan karena mengira Ayah akan menikah dengan wanita lain dan meninggalkannya, ia juga mengira putra kesayangan sudah meninggal karena dirinya. Rasa kehilangan dan rasa bersalah yang besar membuatnya tertekan dan menggila. Padahal Ayah tidak pernah berniat untuk menikah lagi, apa yang di katakan waktu itu di RS hanya untuk menggertaknya, membuatnya sadar."
’Tu-tunggu.. mengira Rangga meninggal? jadi Mas Angga..." Ayu tampak kaget saat mencermati kembali perkataan Robby.
"Rangga masih hidup. Kamu tidak tahu? dia masih berada di RS tapi belum terbangun sampai hari ini," ucap Robby.
"Keajaiban itu terjadi sesaat setelah kamu pingsan tak sadarkan diri di samping tubuh Rangga, denyut jantungnya berdetak kembali setelah kamu mengatakan perasaanmu. Kamu yang memanggilnya kembali untuk hidup. Sama halnya dengan mu, Mirna tidak sempat mengetahui bahwa Rangga mati suri, ia terlebih dulu histeris dan menggila karena kehilangan putra kesayangannya. Ia mengira bahwa dirinyalah yang menyebabkan anaknya meninggal, tabrak lari itu terjadi karena ia menyelamatkan nyawa Mirna. Ia sekarang menyesal sedalam-dalamnya," jelas Robby.
Agus dan Hendrawan tersenyum melihat raut wajah Ayu yang tampak senang dan berkaca-kaca terharu menerima kabar gembira tersebut. Mereka berdua yang tahu berita itu sebelumnya pun cukup kaget juga, karena setau mereka tidak ada temanteman Ayu baik Alden yang mengungkit hal itu, kecuali saat Della menemui Ayu.
Ayu beralih menatap Jessi dan Yogi yang kini tengah menatapnya dengan tatapan bersalah
"Iya, kami tau kami salah merahasiakan nya dari kamu, tapi ini permintaan Alden, dia tidak ingin kamu tahu sampai kalian resmi menikah nanti." Yogi langsung menjelaskan tak lama setelah Ayu menatap keduanya dengan tatapan marah dan kecewa.
"Dia takut kamu membatalkan pernikahan jika tahu Rangga masih hidup," tambah Jessi.
"Ckkk..." Ayu berdecak kesal, akhirnya ia tahu penyebab pria itu bertingkah aneh di hadapan nya.
Bahkan kalaupun benar Mas Angga-nya telah tiada, dia memang ingin membatalkan pernikahan ini. Tidak menikah seumur hidupnya, itulah yang ia pikirkan tadi sesaat setelah ia berbincang dengan Tante Lily, hanya hidup berdua dengan Della.
Itulah yang terpikir olehnya.
Ia merasa tidak sanggup jika harus menikah tanpa cinta yang itu entah akan datang lagi atau tidak, tidak ada seorangpun yang bisa menjaminnya. Dan ia akan terus di gelayuti rasa bersalah jika harus terus menerus berpura-pura hidup bahagia dengan Alden, baginya itu sangat jahat.
Ayu mengurut keningnya yang berdenyut, Hendrawan menepuk punggungnya pelan. "Sabar, Nak. Pikirkan baik-baik apa yang akan kamu lakukan sekarang, jangan emosi."
Ayu tersenyum kepada Paman nya,
"Ayu ingin bertemu Mas Angga, boleh?" tanya Ayu.
"Hemm, Paman yang akan mengantarkanmu ke sana."
Jessi beranjak dari duduknya dan duduk di sebelah Ayu, ia memeluk sahabatnya itu. Hatinya merasa bersalah karena mengikuti kemauan Alden untuk merahasiakan mengenai Rangga.
"Maafkan aku Ayu," ucapnya.
Ayu membalas pelukan itu, dan tersenyum kepada Jessi.
"Sudah kumaafkan, lagipula dengan datangnya kamu kesini dan menjelaskan itu semua sudah cukup menebus kesalahan kamu." Jessi menghela nafasnya lega.
Ayu berdiri tak sabar, "Ayo kita jenguk Mas Angga," ajaknya dengan wajah ceria.
Wajah yang sudah hampir seminggu tidak terlihat lagi oleh Jessi maupun Yogi bahkan Hendrawan, Lily dan Agus terpesona untuk pertama kalinya melihat Ayu tampak begitu bahagia dengan wajah yang berubah lebih cerah dan bersemangat.
Pertemuan pertama mereka saat itu digelayuti kesedihan mendalam pada diri Ayu dan kini mereka dapat melihat wajah cerah penuh senyum.
***
Ayu saat ini sedang dalam perjalanan menuju kantor Alden, ia berputar haluan dari rencana awalnya. Ia ingin terlebih dahulu bicara dengan Alden, mengutarakan perasaannya sebelum bertemu Rangga. Agar Alden juga tidak curiga bahwa ia telah mengetahui kebohongan pria itu.
Jangan tanyakan bagaimana keadaan hatinya saat ini, semuanya terasa rumit. Di satu sisi ia merasa bahagia karena nyawa Mas Angga terselamatkan, walaupun ia tidak tahu kapan pria itu akan bangun dari tidur panjangnya.
Di sisi lain, ia merasa kecewa juga marah akan sikap Alden yang menyembunyikan ini di belakangnya tapi ia pun khawatir apa yang akan Alden lakukan jika ia menolak melanjutkan pernikahan ini.
Saat di lobi kantor, ia malah bertemu dengan calon Ibu mertuanya, Riana.
"Loh, Ayu kenapa ada disini? kalian kan masih di pingit," tanya Riana.
"Ada hal mendesak yang ingin Ayu bicarakan dengan Alden," jawab Ayu.
"Memangnya gak bisa via telpon aja? katanya gak baik loh kalau calon pengantin masih ketemuan sebelum menikah."
"Justru hal ini sangat penting, untuk menentukan apakah pernikahan ini masih bisa di teruskan atau tidak," jawab Hendrawan yang muncul dari belakang Ayu.
Riana tersentak, ia pun menangkap raut wajah serius dari Ayu juga Paman nya itu. Riana lalu mempersilahkan Hendrawan dan juga Ayu untuk bersama-sama dengannya menuju ruangan Alden.
Saat tiba di ruangan Alden, Sarah langsung berdiri dari duduknya. Ia tidak menyangka akan kedatangan banyak tamu penting hari ini.
"Alden adakan?" tanya Riana tanpa basa basi.
"Ada, tapi ia sedang menerima tamu," jawab Sarah tapi Riana mengabaikan nya.
Ayu lebih dulu membukakan pintu ruangan Alden, ia tampak kaget melihat siapa yang berada di dalam dan apa yang mereka sedang lakukan. Ia tampak akan menutup pintu lagi sebelum Riana dan Hendrawan melihatnya juga.
"Kenapa tidak masuk?" tanya Riana.
"Bisakah kita kembali lain waktu, sepertinya sedang ada pertemuan penting," jawab Ayu gugup.
"Memangnya siapa tamunya? Siapapun tamu atau klien itu akan maklum jika Mami yang masuk ke dalam sekarang," elaknya.
"Tapi Mam..." Ayu tak berdaya saat Riana menggeser tubuhnya lalu masuk ke dalam ruangan Alden, dan kemudian suara menggelegar terdengar di telinganya.
"ALDEN RICHARDSON !!"
 Komentar
 Bagikan
Ayu dan Sarah hanya saling berpandangan pasrah akan apa yang terjadi selanjutnya.

Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER