Monday, August 17, 2020

Cinta Ayudia 40

(40)
Tok.. tok.. tok...
Suara pintu kamar ruang rawat inap Ayu terdengar di ketuk dari luar, Yogi pun membukakan pintu dan ia melihat dua orang yang sangat asing baginya. Seorang kakek tua yang duduk di kursi roda juga seorang pria berumur menjelang 40 tahun yang mendorong kursi roda tersebut. Mereka berdiri di depan pintu kamar Ayu dan tersenyum pada Yogi.
"Apa benar ini kamar Ayudia Permata?" tanya pria tersebut.
Yogi menganggukkan kepalanya. "Iya betul, ini kamarnya. Maaf, bapak-bapak ini siapa?"
"Saya Hendrawan Wijaya, Paman nya Ayu dan ini Kakeknya, Agus Wijaya. Kami keluarga dari Ayahnya Ayu yang tinggal di Kalimantan," ucap Hendra.
Yogi tersentak kaget lalu bergegas menggeser tubuhnya dan mempersilahkan kedua pria itu masuk ke kamar Ayu.
Ayu yang tengah bersandar pada ranjangnya memandangi ke arah pintu masuk, penasaran pada siapa yang menjenguknya. Matanya terbelalak lebar saat melihat pria yang berjalan sambil mendorong kursi roda. Mata Ayu memanas memandang wajah itu, sekilas ia kira Ayahnya hadir di hadapan nya, wajah mereka mirip sekali. Yang membedakan hanya kacamata dan postur tubuh pria itu yang lebih kurus daripada Ayahnya.
Ayu dapat menebak bahwa dua orang pria di hadapan nya ini adalah keluarganya, ia ingat sekali bahwa kedua orang ini juga yang terdapat di selembar foto yang diserahkan oleh Rangga dua hari lalu.
Mata Ayu berkaca-kaca saat kedua orang itu mendekat ke sisi ranjangnya, dan kakek tua itu kini menggenggam tangan Ayu dengan tangan-tangan tuanya yang kasar dan keriput. Airmata menetes di mata tua sang Kakek, tapi bibirnya tersenyum, ia menangis gembira. Ayu pun ikut menangis melihatnya.
"Apa kabar, Ayu? Aku Hendra, adik Ayahmu. Paman mu. Dan ini Kakek mu," ucap Hendra yang juga tampak berkaca-kaca karena terharu atas pertemuan ini.
Kakek itu terus tersenyum, dan juga menangis bersamaan, ia menoleh ke arah Hendra dan tersenyum lebar. Seolah ingin mengatakan kebahagian nya.
"Milip I-bu-mu," ucap Kakek tua itu terbata-bata.
"Kita menemukan cucu mu Ayah. Benar, dia begitu mirip dengan Ibu," ucap Hendra pada Ayahnya.
Kakek tua itu menganggukkan kepalanya dan tersenyum lebar, tangan-tangan keriputnya terus menggengam dan menepuk-nepuk pelan punggung tangan Ayu, mengekspresikan rasa senangnya, airmata bahagia terjatuh ke pipinya yang keriput.
"Paman... Kakek.."
Ayu terisak saat menyebut kedua nama keluarganya itu, selama itu ia tidak pernah berpikir bahwa ia mempunyai saudara lain, seorang paman dan juga kakek nenek. Dan setelah berumur 28 tahun, barulah ia mengetahui bahwa ia mempunyai keluarga yang memiliki darah yang sama sepertinya.
Ayu mencium tangan kakeknya yang terus menggenggam tangannya sedari tadi, lalu
Hendra menghampiri dan memeluk keponakan nya yang baru di ketahuinya setelah
28 tahun berlalu. Tangis Ayu pecah seketika, rasanya nyaman seperti pelukan Ayahnya, bahkan aroma tubuhnya juga sama. Kini ia menemukan keluarganya, dan ini semua berkat mantan suaminya, Rangga.
"Aku merindukanmu, Mas. Terima kasih atas hadiah yang kau berikan ini," bisik Ayu dalam hati.
Ayu mengingat jelas perkataan Rangga yang katanya ingin memberikan hadiah untuknya sebelum ia pergi, dan benar saja. Ia kini telah pergi jauh, dan Ayu sudah menerima hadiah terindah yang pernah ada dalam hidupnya.
Jessi dan Yogi yang juga berada di sana ikut terharu atas pertemuan keluarga yang sekian lama tidak pernah tau masing-masing akan keberadaanya.
Hendra melepaskan pelukannya, ia menghapus airmata di wajah wanita cantik itu. "Paman datang kemari bersama Tante juga sepupumu, tapi mereka sekarang berada di rumah kami yang lama. Kami mencarimu ke alamat yang diberikan oleh Nak Rangga, tapi saat sampai kesana tidak ada orang. Tetangga kamu bilang katanya sedang dirawat di RS, makanya Paman mendatangimu kesini," jelas Hendra yang diangguki juga oleh Sang Kakek.
"Ma-afkan Ka-kek," ucap Agus terbata-bata.
"Kakekmu kena stroke, bagian bawah tubuhnya lumpuh. Bicaranya sudah tidak jelas. Tapi ia sangat bersemangat saat kami bilang akan mencarimu. Ia memaksa ikut pergi ke Jakarta. Keadaanya sudah seperti ini sejak mendiang Nenekmu meninggal, bahkan lebih parah lagi karena ia tidak pernah mau beranjak dari ranjangnya, ia sudah kehilangan semangat hidup. Tapi tiba-tiba hidupnya bergairah kembali, saat seorang pemuda datang ke rumah kami membawa foto Abang Hendri bersama kamu dan Ibumu,” kata Hendra.
“Ya, Nak Rangga yang datang ke rumah kami," sambungnya lagi.
Ayu teringat perkataan Rania mengenai kepergian Rangga ke tanah Borneo selain untuk bekerja, ia juga membawa misi mencari keluarga Ayu. Karena dari penuturan tetangga di rumah lama mereka, keluarga Wijaya pindah ke daerah Kalimantan mengurus bisnis keluarga mereka.
"Ia juga menceritakan kepada kami tentang apa yang terjadi kepadamu, mengenai
Ibunya yang menjadi penyebab ketidaktahuan kami akan adanya dirimu di dunia ini. Bodohnya kami percaya saja perkataan nya dulu bahwa Ibumu keguguran dan tidak pernah mempunyai anak sampai akhir hayat Hendri. Karena terbawa amarah, Rangga menjadi sasaran kemarahanku," tambah Hendra.
Mata Ayu membulat, tangannya yang tidak diinfus menutup mulutnya yang ternganga kaget.
"Paman memukul Mas Angga?"
Hendra menundukkan kepalanya, dan mengangguk.
"Paman menyesal, kami kesini juga karena ingin meminta maaf kepadanya. Ponselnya tidak bisa di hubungi, Paman ingin meminta maaf karena melampiaskan kemarahan dan kekesalan terhadap Ibunya, kepada Rangga."
Ayu kembali menitikkan airmata, Jessi dan Yogi meringis mendengar pengakuan Hendrawan Wijaya. Dalam hati mereka mengakui betapa hebatnya pengorbanan pria bernama Rangga Aditya, yang menjadi tameng dari tindakan bejat Ibu kandungnya. Ia yang menanggung dan memperbaiki semua kesalahan yang diperbuat Ibunya, dan mengembalikannya ke tempat semula.
Pengorbanan hati, jiwa dan raga.
"Tapi ia kini sudah tiada, ia mengalami kecelakaan dua hari lalu," ucap Ayu sambil terisak.
Hendra dan Agus Wijaya tersentak, sementara Jessi dan Yogi hanya berpandangan tidak nyaman.
"Orang baik selalu di panggil lebih dulu oleh Sang Pencipta, karena Dia lebih sayang pada hambanya itu," ucap Hendra sambil menenangkan Ayu yang kini menangis kembali karena teringat kekasih hatinya.
"Harusnya aku sadar sedari dulu bahwa semua pengorbanan dan sakitmu itu adalah bentuk dari rasa cintamu yang besar untuk diriku.” ***
 
Ting...
Sebuah pesan bergambar masuk ke dalam ponsel Alden, ia langsung membuka semua foto yang dikirimkan orang suruhan nya. Seulas senyum tipis terbit di wajahnya yang sedari tadi tertekuk kusut.
"Beberapa hari lagi aku akan mendapatkan jawaban dari keraguan ku," gumam Alden.
Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku kemejanya, menyesap kembali kopinya yang tinggal setengah cangkir. Setelah keluar dari kamar rawat Ayu, ia pergi ke kantin RS untuk menenangkan pikiran nya. Ia ingin menjauh sementara dari Ayu agar kekasihnya itu tidak mengucapkan hal yang tidak-tidak lagi.
Alden memijat tengkuknya yang terasa berat, banyak permasalahan yang menimpanya dan ia bingung masalah mana dulu yang harus ia selesaikan secepatnya.
Setelah pertemuannya dengan Reihana beberapa waktu lalu, mengubah sudut pandang dirinya akan mantan kekasihnya itu. Ia sudah tidak membencinya tapi masih ada kecewa dalam hatinya akan tindakan perempuan itu, yang mengambil tindakan sendiri tanpa melibatkan dirinya. Setidaknya ia ingin ikut merasakan merawat bayinya sejak dalam kandungan, merasakan tendangannya di perut Ibunya.
Ada terbesit rasa bersalah dalam benaknya pada mantan kekasihnya itu, semua peristiwa sedih dan kondisinya saat ini membuat hatinya terenyuh. Perempuan itu sudah dua kali mempertaruhkan nyawa karena bayi mereka berdua, dan keduanya hilang dari dekapan mereka. Reihana kehilangan anak, juga kehilangan rahimnya dan kini ia malah meninggalkannya. Alden saat ini merasa menjadi pria brengsek sedunia, saat sudah tidak ada yang tersisa dari Reihana ia malah mencintai wanita lain.
Hatinya kini sudah bukan milik Reihana lagi, entah masih ada yang tersisa atau tidak tapi kini hatinya sudah disusupi perempuan tegar dan kuat bernama Ayudia Permata.
Dengan Ayu, ia merasakan apa artinya berjuang, menjadi seseorang yang bisa dijadikan sandaran dan diandalkan. Ia berjuang bertahun-tahun untuk mendekatinya, menjadi teman nya perlahan menjadi seseorang yang dekat dengannya. Bahkan perlu waktu 3 tahun hanya untuk bisa memegang tangannya. Secara perlahan ia bisa masuk ke keluarga Ayu dan juga sebaliknya, Ayu perlahan masuk ke dunianya.
Dan ternyata setelah tahun penuh perjuangan itu, ia tetap tidak bisa menyingkirkan nama Rangga dari dalam hati Ayu. Ia sangat tahu Ayu masih memiliki rasa cinta kepada Rangga, bahkan di sela tidur panjangnya selama dua hari kemarin hanya nama Rangga, Ibu dan Ayahnya yang Ayu sebutkan.
"Tidakkah kamu berkaca pada Ayah Robby, bagaimana ia hidup tersiksa puluhan tahun karena merasa di duakan oleh istrinya? anak saja tidak cukup menjadi bukti cinta, jika ternyata di hati aku tetap ada perasaan yang begitu besar untuk Mas
Angga, walaupun ia telah tiada."
Dan, Ia tidak menyangka Ayu ingin membatalkan pernikahan nya, padahal wanita itu sudah berjanji untuk menerima dirinya Ketakutannya menjadi kenyataan.
Alden meremas remas rambutnya kasar, ia cemburu, marah juga kecewa. Ia akan melakukan apa saja agar Ayu tetap menjadi miliknya, termasuk mempercepat pernikahan mereka.
Ia bukan nya tidak tahu resikonya menikahi Ayu dengan keadaan seperti ini, ia juga masih mengingat jelas kisah Robby-Mirna, mantan mertua Ayu. Hatinya juga meragu, apakah nanti nasibnya akan sama seperti Robby? selalu kalah oleh seseorang yang terlebih dulu hadir di hati perempuan yang dicintainya.
Remasan lembut di bahu Alden menyadarkan nya dari lamunan, ia menoleh dan tersenyum mendapati Maminya berdiri di belakangnya.
"Mikirin apa sih anak Mami? serius amat," tanya nya.
"Gak apa-apa Mi, cuma pengen segelas kopi hitam buat segarkan mata."
"Kamu sudah makan?"
"Sudah. Mami ngapain ke kantin, ada yang mau di beli?"
"Mau beli pudding kecil buat Della, tadi Mami ketemu sama dia depan sama Rania.
Mau jenguk Ayu katanya. Mami mau belikan pudding buat si Cantik."
Alden tampak kaget mendengar perkataan Maminya, walau sebenarnya hal itu tidak bermakna apa-apa bagi orang yang mendengarnya.
"Sudah lama mereka naik ke atas?" tanya Alden panik.
"Tadi mereka menuju lift, Mami belok ke sini. Mungkin sekarang sudah sampai di ruangan Ayu. Kenapa sih kamu nanya nya kayak gitu?"
Alden langsung berlari keluar kantin menuju lift, entah apa yang membuatnya begitu ketakutan, Riana hanya menggelengkan kepalanya dan mengendikkan bahunya. Ia akan mencari tahunya nanti.
Saat Alden tiba di kamar Ayu, ia melihat Ibu dan anak itu sedang menangis berpelukan. Della menaiki ranjang dan menangis di pelukan Ayu.
"Della takut Bunda... Della takut Bunda gak bangun lagi kayak Ayah," ucap bocah kecil itu sambil terisak tersedu.
Semua orang yang ada di ruangan itu trenyuh mendengar penuturan Della.
"Della selalu berdoa supaya Ayah dan Bunda bangun, gak ninggalin Della," tambah Della.
Ayu memeluk putri kecilnya dan ikut menangis, "Bunda sudah sehat Nak, jangan takut lagi. Bunda sudah bangun sayang, Bunda gak akan ninggalin Della."
"Terus Ayah kapan bangun nya, Bunda? Della kangen Ayah."
Ayu semakin mengeratkan pelukannya, ia tidak bisa menjawab pertanyaan putrinya.
Lidahnya kelu, ia hanya ingin menangis dengan putrinya, kesayangan Mas Angga. Mana mungkin ia menjawab bahwa Ayah tercinta putrinya itu tidak akan terbangun
lagi.
Seisi ruangan terdiam, tidak ada yang berani bersuara. Hanya Alden yang bergerak mendekati mereka berdua, tangan nya mengusap lembut rambut Della. Gadis kecil itu mendongakkan kepala dan melihat Alden dengan tatapan yang sedih. Membuat hati Alden ikut sedih melihatnya, ia mengangkat tubuh Della dari pangkuan Ayu dan menggendong gadis kecilnya ke dalam dekapan nya.
"Ssst... ada Daddy di sini sayang. Mulai sekarang Daddy akan jaga Bunda sama Della ya," bujuk Alden sambil mengelus punggung kecil dalam pelukannya.
Della menganggukkan kepalanya dan tenggelam dalam dekapan hangat Alden, masih terdengar isakan dari bibir kecil Della.
"Al, ini Paman dan Kakek aku." Ayu mengalihkan pembicaraan dengan mengenalkan keluarganya kepada Alden.
Alden cukup kaget melihat dua orang di hadapan nya, hatinya kembali diremas rasa kecewa karena kembali kalah dari Rangga Aditya yang telah lebih dulu menemukan keluarga Ayu. Ia juga telah menyewa detektif untuk melacak keberadaan keluarga Ayu, tapi rupanya ia kalah cepat.
Ia mengulurkan tangan nya menjabat tangan kedua keluarga Ayu tersebut.
"Perkenalkan saya Alden Richardson," sapa nya.
Hendrawan dan Agus Wijaya membalas uluran tangan itu.
"Saya Hendrawan Wijaya, dan ini Ayah saya Agus Wijaya," balas Hendrawan.
"Kebetulan Om sudah ada disini, rencananya kami akan melakukan akad nikah minggu depan. Pernikahan kami dipercepat, saya harap Om bersedia menjadi wali nikah untuk Ayu" kata Alden.
Semua orang di ruangan itu tampak tersentak kaget dengan perkataan Alden.
"Al, ada apa dengan mu?" bisik Ayu geram.
Oh ayolah, bukan itu kata-kata yang ingin di dengar Paman dan Kakeknya saat ini. Bukan kah Alden bisa berbasa-basi terlebih dahulu, berkenalan dan menjelaskan mengenai hubungan mereka berdua? Memintanya kembali kepada keluarganya secara baik-baik? Dimana sopan santun yang biasa pria itu tunjukkan.
Ayu mengurut keningnya yang tidak pusing, ia sangat terganggu dengan tingkah Alden yang begitu aneh, bukan pria penyabar seperti ini.

Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER