BUAH HATI 17
(Tien Kumalasari)
Indra melangkah ringan sambil bersenandung dalam hati, menuju ke ruang rawat isterinya. Hiruk pikuk para pengunjung tak dihiraukannya. Ia merasa sedang melewati sebuah taman bunga dengan harum yang menyeruak, mengisi relung hatinya. Indra ingin menari, ingin mendendangkan kidung-kidung indah dari surga, dan dia tersenyum hampir kepada setiap orang yang ditemuinya. Alangkah indah hidup ini.. Terimakasihku, ya Allah Sesembahanku. Ini karuniaMu, ini jawaban atas segala tangisku. Engkau Maha Besar, Maha Pengasih dan Penyayang.
Ketika dia berbelok ke lorong yang menuju kamar isterinya, seorang wanita tua hampir tertabrak olehnya.
“Hati-hati mas ganteng..” pekik wanita itu karena terkejut.
“Ibu.. ma’afkan saya.. ma’af ibu..” kata Indra sambil merangkapkan kedua tangannya.
Ketika ia memasuki ruang rawat isterinya, dilihatnya sang isteri sedang sibuk memainkan ponselnya.
“Seruni...!” kata Indra hampir berteriak riang.
“Mas, pengin nasi liwet, kok jam segini nggak ada yang jual ya?” keluh Seruni sambil meletakkan ponselnya.
“Seruni, nasi liwet saja yang kamu pikirkan, ada yang lebih indah dari nasi liwet, sayang,” kata Indra sambil memeluk isterinya erat, bahkan sambil berurai air mata.
Seruni terengah-engah mendapat pelukan begitu erat.
“Uuh... mas... ada apa... maas... aku nggak bisa nafas nih..”
“Seruni, sayangku, cintaku... kamu akan menjadi ibu.. aku akan menjadi ayah..” bisiknya dengan getar yang mengharu biru.
“Mas, kamu mengigau? Bercanda?” tanya Seruni tak percaya.
“Sayang, aku tidak mengigau, hasil lab itu, kamu akan menjadi ibu sayang,” Indra berkali kali mencium kening isterinya, pipinya, bibirnya. Merengkuhnya seakan tak ingin melepaskannya.
“Ittu... benar? Sekarang Seruni baru sadar bahwa kata-kata itu benar. Tak terasa air matanya mengalir, lalu membasahi pipinya.. terisak dibahu suaminya.
“Kita akan menjadi orang tua, jangan suruh aku menikah lagi Seruni, aku hanya mau kamu, dan anak kita nanti.. Ini sangat indah.. ini dunia yang penuh bahagia.”
“Baiklah mas, ayo pulang, mampir beli nasi liwet ya, aku ingin sekali nasi liwet.”
“Kamu ngidam?”
***
Surti senang ketika kedua majikannya pulang dengan wajah sumringah. Dengan semangat pula Seruni menyiapkan jus jambu yang baru saja dibuatnya, dan disajikannya diruang tengah.
“Surti.. segar sekali. Dari mana dapat buah jambu ini?” tanya Seruni .
“Tadi pagi di tukang sayur bu.. Kebetulan ada, lalu saya buat jus untuk ibu dan bapak.”
“Terimakasih Surti, ini enak. Mas, jus jambu segar nih mas.”
“Iya.. aku tahu.”
“Kalau mau makan sudah saya siapkan, saya masak opor sama sambel goreng ati.”
“Mm.. kelihatannya menyenangkan.”
“Saya tata dulu dimeja makan ya bu.”
“Surti, kamu bisa buat nasi liwet?”
“Nasi liwet bu? Bisa, tapi saya terlanjur masak nasi biasa.”
“Nanti sore buatkan nasi liwet, aku ingin sekali sejak tadi tidak menemukan tukang jual nasi liwet.”
“Kalau nasi liwet harus pagi-pagi bu belinya. Atau malam nanti pasti ada. “
“Iya sih.. tapi kelamaan menunggu malam.”
“Sekarang saja saya buatkan, tapi saya tidak beli jepan buat sambel gorengnya, adanya sambel goreng ati. Ayamnya ada di opor, saya juga mau buat telur pindangnya bu.”
“Lama kah buatnya? Tidak apa-apa sambel gorengnya pakai yang sudah kamu buat itu.”
“Ibu tadi tidak bilang, kalau bilang sebelumnya pasti sudah matang. Kalau sekarang saya buat ya bisa dua jam-an bu.”
“Sekarang makan dulu apa adanya Seruni, nasi liwetnya nanti.”
“Mas saja yang makan, aku menunggu nasi liwetnya.”
“Ya sudah Surti, ditata dulu makan siangnya, setelahnya kamu masak nasi liwet buat orang ngidam ini.”
Surti terkejut mendengar kata-kata majikan gantengnya.
“Ibu.. ngidam ?”
Seruni tertawa lebar.
“Iya Seruni, aku hamil..”
“Alhamdulillah bu, senang sekali mendengarnya. Baiklah, saya menata meja untuk makan siang dulu lalu membuatkan nasi liwet untuk ibu. Jangan sampai adik bayi nanti ngiler karena ketika ngidam tidak dipenuhi keinginannya,” kata Surti sambil beranjak kebelakang.
“Mas makan dulu sana.. aku nanti saja.”
“Masa aku disuruh makan sendiri? Temani dong. Lagi pula kamu juga harus makan, biarpun hanya sedikit. Nanti makan lagi kan nggak apa-apa.”
“Iya.. iya, mari aku temani.”
***
Tapi ketika nasi liwet yang dibuat Surti sudah siap, Seruni hanya makan sedikit.
“Kamu gimana, tadi minta dibuatkan, sekarang makan hanya sedikit.”
“Mas, aku pengin nasi liwet yang dibeli.”
“Lhah, kasihan Surti sudah susah-susah memasak buat kamu.”
“Tidak apa-apa pak, biar nanti saya yang makan.”
“Ma’af ya Surti..”
“Tidak apa-apa bu, konon orang ngidam memang suka yang aneh-aneh. Nanti malam saya belikan bu.”
“Yang jual nasi liwet jauh dari sini Sur, saya beli sendiri saja, biar diantar pak Indra.”
“Lho, katanya sendiri kok diantar? Bukan sendiri dong.”
“Yaaah, tega ya mas?”
Indra tertawa lalu merangkul isterinya.”
“Iya.. iya.. apa sih yang enggak buat kamu?”
“Tapi sebenarnya nasi liwet kamu itu bukannya nggak enak Sur, Cuma penginnya beli, dibungkus daun pisang.. gitu.”
“Iya bu. Memang sedep kalau bau daun pisang.”
***
“Mas, perlu mengabari ibu sama bapak nggak?”
“Tentang kehamilan kamu?”
“Iya, nanti bisa marah lho kalau kita nggak mengabari, lagian biar bapak sama ibu senang, nanti kalau kita nggak mengabari, mas keburu dicarikan isteri lagi lho,” canda Seruni.
Indra terbahak.
“Bukannya justru kamu yang mau mencarikan aku isteri lagi? Aku hampir mau nih..”
“Iih, genit deh. Coba saja kalau mau.”
“Lho, sekarang kok jadi mengancam, dulu didorong-dorong.”
“Aku juga sakit mas waktu itu, kalau kejadian, barangkali aku akan menangis siang malam.”
Indra memeluk isterinya erat.
“Aku kan bilang bahwa aku hanya cinta kamu, jadi mana mungkin ada yang bisa menggantikan kamu?”
“Ya sudah, sekarang mengabari bapak atau ibu dulu. Pasti mereka senang.”
***
Dan dugaan mereka benar. Pak Prastowo dan bu Prastowo begitu bahagianya mendengar kabar itu. Mereka berpelukan sambil menitikkan air mata.
“Siapa bilang menantuku mandul? Dia akan melahirkan cucu untuk kita pak,” isak bu Prastowo .
“Kita terburu nafsu.. menjauh dari anak menantu gara-gara mengira dia tidak bisa memberikan cucu bagi kita.
“Pak, besok kita ke Solo ya?”
“Iya, bapak mau. Sekarang juga akan aku suruh orang mencarikan ticketnya.”
“Iya pak, biar aku bersiap-siap dulu.
“Mul... Mul..” teriak pak Prastowo memanggil pak Mul.
Tergopoh pak Mul mendekat.
“Ya, pak..”
“Besok aku mau ke Solo, kamu ikut ?”
“Naik apa pak?”
“Pesawat lah, ibu mana mau duduk berjam-jam dikereta.”
“Wah, mana saya punya uang pak, biar saya dirumah saja.”
“Kamu itu aku yang mengajak, kalau kamu mau, aku yang membayar ticketnya.”
“Tapi pak, ticket pesawat itu kan mahal.”
“Ini karena rasa gembira aku dan ibunya Indra, kamu tahu Mul, Seruni sudah mulai hamil.”
“Benarkah pak? Aduh, saya ikut berbahagia pak.. sungguh ini berita yang sangat tak terduga.”
“Maka dari itu, kamu akan aku ajak. Apa kamu tidak kangen sama anakmu?”
“Kangen sekali pak..”
“Ya sudah, bersiap-siaplah, besok kita berangkat, aku akan menyuruh orang untuk mencarikan tiga ticket untuk kita.”
“Aduh pak, tidak pernah saya bayangkan bagaimana rasanya naik pesawat terbang. Tapi jangan-jangan saya mabuk.. “
“Nanti sebelum berangkat minumlah obat anti mabuk. Karena belum pernah, makanya aku mengajak kamu supaya sekali-sekali merasakan bagaimana nikmatnya naik pesawat.”
“Terimakasih banyak pak.. terimakasih banyak..” pak Mul mengangguk berkali-kali.
“Saya akan mengabari Surti dulu pak.”
“Eeeh, jangan, kita akan membuat kejutan untuk mereka.”
“Oh, iya pak.. benar, tidak usah mengabari biar mereka terkejut ya pak.”
***
Pagi hari itu Seruni duduk beralaskan tikar disamping penjual nasi liwet yang mangkal di daerah Tjoyudan.
Indra menatapnya terharu. Semalam sudah makan nasi liwet di Keprabon, pagi ini masih mau juga.
Tak biasanya Seruni suka makan nasi luwet. Biasanya juga hanya makan ala kadarnya. Ini dimulai ketika pagi itu Indra memesankan nasi liwet online, dan Seruni makan dengan lahap, sementara katanya badannya sedang tidak enak. Setelah itu hari-harinya selalu dipenuhi dengan keinginan makan nasi liwet. Dan ini adalah permintaan orang hamil. Indra terus menatap isterinya yang dengan lahap menikmati nasi liwetnya.
“Mas, kok menatap aku terus sih? Kalau masih ingin mengapa tidak nambah saja?” tegur Seruni yang merasa bahwa suaminya sedang memandanginya tanpa berkedip.
“Nggak, memandangi kamu makan saja aku sudah merasa kenyang.”
Seruni tersenyum, sambil menggigit paha ayam yang tersisa setelah dua porsi nasi dihabiskannya.
“Bagaimana ya perasaan bapak sama ibu setelah mas mengabari bahwa aku hamil?”
“Senang lah, ibu sampai berteriak-teriak waktu itu.”
“Benarkah ?”
“Jangan-jangan mereka tiba-tiba datang kemari ya mas.”
“Mereka tidak bilang bahwa mau datang.”
“Ah, bapak sama ibu kan sering datang untuk memberi kejutan. Tiba-tiba saja muncul.”
“Iya juga sih... sudah berkali-kali aku bilang supaya mengabari dulu, supaya aku bisa menjemput di bandara, tapi selalu saja tiba-tiba muncul.”
“Bu, aku dibungkusin lagi dua, tapi sayurnya dipisah ya,” kata Seruni kepada penjual nasi liwet.
Indra geleng-geleng kepala. Tapi ia senang isterinya tidak begitu rewel seperti kebanyakan perempuan hamil yang bawaannya mual dan muntah. Isterinya hanya sedikit malas, dan tak suka bau-bauan wangi. Seruni juga tiba-tiba mual kalau mencium bau masakan Surti.
“Ayo mas, ini sudah siap,” kata Seruni setelah membayar semua makanan.
“Sudah" Benar-benar sudah? Nanti ingin lagi..”
“Kan sudah membawa dua bungkus. Lagian mas kan harus ke kantor, nanti kesiangan.”
***
Ketika mobil Indra hampir sampai dirumah, sebuah mobil keluar dari halaman.
“Tuh, mobil siapa ya?”
Indra memasukkan mobilnya ke halaman, dan melihat Surti sedang merangkul seorang laki-laki.
“Bukankah itu pak Mul? “
“Benar, pak Mul sama bapak dan ibu. Apa aku bilang, mereka suka bikin kejutan."
Begitu mobil berhenti, Seruni langsung membuka pintu mobil.
“Pelan-pelan Seruni, tidak usah tergesa-gesa,” kata Indra mengingatkan.
Bu Prastowo yang melihat mereka datang segera menghampiri dan memeluk Seruni erat sekali.
“Sayang, kamu dari mana, hamil muda harus hati-hati, jangan sering-sering bepergian,” kata Bu Prastowo sambil mencium kening dan pipi menantunya.
“Cuma ingin makan nasi liwet saja ibu..” kata Seruni sambil menggandeng ibu mertuanya masuk. Didalam pak Prastowo juga sedang memeluk anaknya.
Pagi itu dirumah Indra banyak kejutan yang membahagiakan. Bukan hanya Seruni dan Indra yang senang, tapi Surti pun demikian juga, karena tak disangka-sangka ayahnya juga datang bersama sama.
“Surti, senangnya ketemu bapak. Apa kabar pak Mul," sapa Seruni.
“Baik bu, gara-gara bu Indra hamil, saya dapat hadiah bisa datang kemari dengan naik pesawat,” ujar pak Mul gembira.
“Ya sudah Surti, ajak ayah kamu istirahat, dan buatkan minum untuk kami, juga untuk ayah kamu.”
“Ya bu,” Surti segera menarik bapaknya kebelakang.”
“Eh, tunggu Surti, simpan ini dulu, buat aku nanti siang, teriak Seruni sambil mengulurkan bungkusan nasi liwet kepada Surti.
“Apa itu?” tanya ibu mertuanya.
“Seruni itu tiap hari minta nasi liwet bu,” tukas Indra.
“Ooh, cucuku suka nasi liwet rupanya.” Kata bu Prastowo yang disambut tawa riang dari semuanya.
***
“Bapak senang ternyata kamu benar-benar sehat. Tapi coba ceritakan, bagaimana kamu bisa dirampok orang ?” tanya pak Mul malam itu ketika mereka berbincang didalam kamar.
“Ah, sudah pak.. nggak usah dibicarakan, nanti Surti jadi sedih lagi. Pokoknya sangat menyedihkan.”
“Apa kamu tertidur lalu barang-barang kamu dibawa kabur?”
“Surti diberi minum, ngantuk, lalu diajak turun.. barang-barang Surti diambil semua, jam tangan, cincin.. anting.. jadi Surti nggak bisa meneruskan perjalanan ke Surabaya, karena Surabaya masih sangat jauh.”
“Sampai dimana kamu waktu itu?
“Baru sampai Ngawi pak, Surti berjalan sangat jauh, terkadang ada tumpangan yang Surti bisa ikut, tapi tidak sampai Solo. Selebihnya Surti hanya berjalan kaki.”
“Ya ampun nduk, betapa sengsaranya kamu waktu itu. “
Surti tidak menceritakan semuanya sampai sejelas-jelasnya, takut ayahnya bertanya lebih banyak.
“Ya sudah pak, yang penting Surti selamat. Nggak usah dibicarakan saja ya pak, kejadian itu, membuat Surti sedih kalau mengingatnya.”
“Iya nduk, bapak sudah bersyukur kamu selamat. Lain kali kalau pulang jangan pakai kereta malam.”
“Iya pak.”
“Jaman sekarang banyak orang berpakaian bagus, ternyata orang jahat.”
“Iya. Oh ya, bagaimana rasanya naik pesawat pak?”
“Tadinya bapak khawatir kalau mabuk, jadi bapak minum obat anti mabuk, ee.. malah sepanjang perjalanan bapak pulas. Bangun ketika pak Pras menepuk bahu bapak, dan mengatakan kalau sudah sampai.”
“Waah, berarti bapak tidak menikmati perjalanan dengan pesawat itu dong.”
“Nanti pulangnya bapak nggak akan minum anti mabuk lagi.”
“Ya sudah, sekarang bapak istirahat saja, pasti sisa-sisa pengaruh anti mabuk itu masih ada.”
“Iya nduk, bapak mengantuk nih. Mau tidur dulu ya, besok bangunkan pagi-pagi, jangan sampai kedahuluan yang punya rumah. Sungkan bapak kalau disini seperti tamu.”
“Iya pak.”
***
Pak Prastowo dan bu Prastowo menginap sepekan dirumah Indra. Mereka kembali dengan bermacam pesan dari bu Prastowo untuk menantunya. Bagaimana menjaga diri ketika hamil, tidak boleh ini..tidak boleh itu. Pokoknya banyak tidak bolehnya daripada bolehnya.
Seruni harus menurut, karena baru pertama kali mengandung. Ia juga rajin memeriksakan kandungannya ke dokter Melani. Dokter menganjurkan untuk kontrol setiap dua minggu sekali.
“Seruni, nanti kamu siap-siap ya, sa’atnya ke dokter. Aku kekantor sebentar saja lalu pulang untuk mengantar kamu.” Pesan Indra sebelum berangkat ke kantor.
“Atau aku berangkat sendiri saja bersama Surti?”
“Jangan, aku kan juga ingin tahu perkembangan anakku didalam kandungan kamu.”
“Ya sudah, aku menunggu kamu saja.”
Seruni sedang menunggu suaminya pulang ketika Surti masuk kerumah setelah selesai belanja.
“Bu, bolehkah saya keluar sebentar sekarang? Saya memasak setelah pulang saja.”
“Mau kemana Sur?”
“Mau belanja sesuatu, ada barang kebutuhan yang harus saya beli.”
“Naik apa kamu?”
“Gampang bu, kalau dekat ya jalan kaki saja.”
“Iya, didekat situ kan ada mini market, tapi kalau yang kamu butuhkan nggak ada ya harus berjalan agak jauh. Naik ojol saja.”
“Ya bu, gampang.”
“Sudah punya uang? Ini aku kasih sangu.”
“Tidak usah bu, kan kemarin ibu sudah menggaji saya, uang saya masih utuh.”
“Ya sudah, hati-hati ya.”
***
Seruni menunggu antrian didepan ruang praktek dokter Melani. Agak belakangan karena Indra kembali dari kantor sudah agak siang. Tapi kali ini Seruni sabar menunggu. Biarpun sering merasa letih, tapi bertemu dokter Melani adalah hal yang sangat menyenangkan. Mendengar petuah-petuahnya, melihat gambar janin yang tampak di layar USG, semuanya terasa begitu indah.
“Mas, aku haus..”
“Aku belikan minum di kantin ya.”
“Aku ikut...biar aku bisa memilih minuman yang aku suka.”
“Baiklah..”
Daripada kelamaan menunggu, lebih baik jalan-jalan sebentar, pikir Indra.
Namun ketika mereka kembali dari kantin dengan membawa minuman, tiba-tiba Seruni melihat seseorang.
“Mas, bukankah itu Surti?”
***
Bersambung
No comments:
Post a Comment