SETANGKAI MAWAR BUAT IBU 36
(Tien Kumalasari)
Kalaupun pantas Aryo pasti akan menari-nari. Setengah berlari ia kebelakang, mencari ibunya dan memeluknya erat. Bu Nastiti kebingungan dibuatnya.
"Ada apa ini Yo?"
"Ibu, Arum telah membatalkan gugatannya." teriak Aryo kegirangan. Bu Nastiti memegangi kedua lengan anaknya, menatap wajahnya dengan binar bahagia.
"Benar?"
:Baru saja pengacara Aryo menelpone. katanya pengacaranya Arum sudah mengabari bahwa dia akan mencabut gugatan cerainya. Kita akan kembali bersama ibu. Angga akan mendapatkan ibunya yang sejati." menggebu suara Aryo, bergetar penuh perasaan bahagia.
"Akhirnya do'a kita terkabul ya Yo, syukurlah. Kapan Arum akan kembali?"
"Secepatnya ibu, Aryo akan segera menghubungi Arum. Rupanya dia berhasil meluluhkan hati ibu angkatnya."
"Syukur alhamdulillah, ini sangat membahagiakan Yo. Dengan demikian ibu bisa segera pulang kerumah. Sudah lama ibu meninggalkan rumah lho."
"Mengapa ibu tidak tinggal disini saja terus? Ibu sendirian dirumah, sedangkan disini ada Aryo, ada Angga, dan nanti ada Arum kan?"
"Kalau kangen kan bisa saja ibu kemari setiap sa'at. Rumah ibu kosong, kasihan tidak ada yang mengurus."
"Gampang bu, ibu pulang seminggu sekali atau dua hari.. atau tiga hari.. nanti Aryo temani bersih-bersih rumah."
"Kamu itu kok pakai nawar-nawar kepulangan ibu segala. Ya nanti gampang Yo, yang penting isterimu bisa segera kembali."
"Iya bu, sekarang ayo sarapan, Aryo harus segera berangkat kekantor."
***
Hari itu Arum berkutat didapur. Beberapa masakan ditanganinya sendiri. Ia melarang yu Siti membumbui msakannya. Yu Siti hanya boleh membantu mengiris sayur dan dagiing serta mengupas bumbu-bumbu.
"Bu, hari ini Arum ingin memasak buat ibu, dengan tangan Arum sendiri. Nggak asyik lah kalau dimasakin bu Siti terus. Nanti ibu kira Arum nggak bisa masak," kata Arum sambil menumis bumbu."
"Iya, yu Siti maklum, nak Arum lagi seneng kan, makanya dari kemarin wajahnya berseri-seri terus."
"Masa sih bu? Kelihatan ya kalau Arum lagi seneng?"
"Kelihatan dong."
"Iya bu, Arum lagi seneng banget. Ibu sudah mau membatalkan gugatan cerai untuk suami Arum. Dan tak lama lagi Arum akan kembali kerumah."
Wajah yu Siti mendadak muram.
"Kenapa bu? "
"Kalau nak Arum pergi dari sini, yu Siti akan sedih. Demikian juga ibu."
"Arum kan bisa sesekali kemari bu, yang penting, ibu Suryo dan bu Siti adalah ibu saya yang tidak akan pernah Arum lupakan, dan akan selalu Arum sayangi selamanya."
"Benarkah?"
"Benar dong bu. Sekarang mana irisan bakso, sama udang bu, masukkan sekarang saja. Hm, harum baunya bukan?"
Yu Siti menyerahkan irisan bakso dan udang kupas yang telah dibersihkan, memasukkannya di wajan berbumbu sedap."
"Hm, baru baunya saja sudah sedap, apalagi nanti rasanya."
"Nanti bu Siti boleh makan sebanyak-banyaknya."
"Ibu pasti juga akan suka."
"Ibu lama sekali perginya."
"Saya kira nggak akan lama, katanya cuma mau mengambil baju di penjahit."
"Mudah-mudahan begitu selesai masak, ibu sudah pulang, sehingga kita bisa langsung makan bersama ya bu."
Arum memang sedang berbahagia. Kemarin dokter Bram datang atas undangan bu Suryo. Mereka berbicara tentang Arum dan keinginan Arum untuk kembali.Entah mengapa bu Suryo ingin minta pendapat Bramasto
"Sebenarnya ibu tidak setuju, ibu takut Arum disakiti lagi.." kata bu Suryo waktu itu.
"Ibu, tidak selamanya seseorang berbuat kesalahan kemudian akan mengulanginya lagi. Biasanya sebuah peristiwa yang menyakitkan, akan menjadi pelajaran yang akan dipegangnya seumur hidup." jawab Bramasto.
"Tapi ya banyak lho, yang memang karakternya begitu, suka selingkuh, suka menyakiti.."
"Tapi kan tidak semua begitu, bu."
"Nak dokter kenal sama Aryo?"
"Kenal bu, dia baik.. dia sangat menyesali perbuatannya."
"Benarkah perempuan kegatalan itu tidak dijadikannya isterinya?"
"Ibu, kan saya pernah bilang bahwa perempuan bernama Rini itu sudah diusir malam itu juga. Tidak mungkin pak Aryo menikahinya."
"Nak dokter, sesungguhnya ibu ingin, nak dokterlah yang bisa menjadi pendamping Arum."
Dokter Bram tertawa.
"Ibu, bu Arum itu kan suaminya pa Aryo, masa sih dijodohin sama saya?"
"Apa nak Bram sudah punya pilihan?"
Bramasto tampak terdiam ketika itu, tapi Arum melihatnya tersenyum-senyum.
"Bu, mas Bram sudah punya pilihan, lihat tuh, senyum-senyum malu kan?" kata Arum menyela.
"Benar nak Bram?"
"Saya mohon do'anya ya bu, supaya dia mau sama saya."
"O, lagi naksir nih ceritanya?"
"Pokoknya mohon dido'akan saja bu.."
Arum mengentas masakannya, teringat senyuman Bramasto, siapa gerangan gadis yang ditaksirnya? Ketika dia bertanya, Bramasto hanya tertawa saja, seperti katanya kepada bu Suryo, do'akan saja ya.
"Hm, pakai rahasia segala.." gumam Arum sambil meletakkan basi berisi ca sayur diatas meja.
"Siapa yang pakai rahasia nak?"
"Itu, mas Bram, kelihatannya dia menaksir seseorang. Dan itu mungkin salah satu sebab mengapa ibu membatalkan gugatan cerai saya."
"Iya, sudah setua itu, belum punya isteri juga ya.."
"Belum menemukan jodohnya bu."
"Hm.. baunya... masak apa yu?" tiba-tiba bu Suryo masuk kedapur.
"Bukan saya yang masak bu, tapi nak Arum."
"Arum? "
"Iya bu, sesekali Arum ingin masak buat ibu. Malu sama bu Siti, setiap hari dilayani terus. Ayo bu, sudah siap nih, kita makan bersama."
"Sebentar, ibu cuci kaki tangan dulu sama ganti baju." kata bu Suryo sambil menjauh.
Siang itu bu Suryo tampak tak seperti biasanya. Walau bilang masakan Arum enak, tapi wajahnya tak secerah biasanya. Ada yang mengganggu pikirannya, yaitu akan kembalinya Arum pada suaminya. Arum tau, bu Suryo selalu khawatir akan dirinya. Itulah sebabnya Arum tidak serta merta minta pulang hari itu juga. Semua harus berjalan dengan manis, dan tanpa menyakiti.
" Ibu, maukah besok Arum ajak jalan-jalan?"
"Jalan-jalan kemana?"
"Pokoknya jalan-jalan, ibu akan suka."
"Besok ibu tidak punya acara. Ibu pikir kamu akan langsung pulang kepada suami kamu."
"Arum menunggu mas Aryo menjemput. Tapi nanti mas Aryo kan juga harus bicara dulu sama ibu."
Bu Suryo hanya mengangguk.
***
Besok pagi itu ternyata Arum mengajak bu Suryo ke sekolah Angga. Tepat seperti yang diperhitungkannya, ketika sampai disana Angga sedang bermain dihalaman.
Arum mengajak bu Suryo turun.
"Ini sekolahan siapa?"
Tiba-tiba seorang anak kecil berlari mendekati.
"Ibu periiiiii," teriaknya.
Ia keluar dari pagar sekolah, memeluk Arum dengan erat. Arum mengangkatnya dan menciumi pipinya.
"Ibu peri datang lagi?"
"Iya Angga. Sekarang beri salam sama eyang," kata Arum sambil menurunkan Angga.
"Ini eyang siapa?"
"Ini ibunya ibu peri, ayo beri salam."
Angga mencium tangan bu Suryo.yang keheranan mendengar anak kecil memanggil Arum dengan sebutan ibu peri.
"Assalamu'alaikum, nenek peri," kata Angga.
"Haaa... nenek peri?" bu Suryo tak bisa menahan ketawanya. Arum tersenyum lucu.
"Ibuuuuu.... ada nenek perii.." teriak Angga sambil lari kedalam halaman.
Bu Suryo menatap Arum tak mengerti.
Ibu akan melihat hal yang aneh.
"Itu tadi anak kamu?"
"Iya bu, itu anak Arum, namanya Angga."
"Mengapa memanggil kamu dengan sebutan ibu peri?"
"Ada kejadian aneh setelah saya pergi dari rumah. Seorang gadis yang gurunya Angga, sangat mirip dengan saya bu."
"Masa?"
"Angga mengira dia ibunya, dan memanggil ibu sampai sekarang. Ketika saya datang pada suatu hari, Angga heran melihat ibunya ada dua, lalu bu Ratih, gurunya yang mirip saya tersebut mengatakan bahwa saya adalah ibu peri."
"Mengapa tidak berterus terang saja mengatakan bahwa kamu adalah ibunya?"
"Karena waktu itu saya belum bersedia pulang bu, takutnya Angga akan rewel."
"Ituuu itu... nenek peri sama ibu perii..." terdengar teriakan Angga mendekat sambil menggandeng tangan Ratih.
Bu Suryo tertegun. Apakah Arum dilahirkan kembar?
"Bu Arum, mari masuk ke kantor saya." kata Ratih.
"Kami hanya sebentar bu Ratih, kenalkan, ini ibu saya, bu Suryo."
Ratih mencium tangan bu Suryo.
"Saya Ratih ibu."
"Ini sungguh aneh. Kalian seperti kembar."
"Bukankah ibu peri bisa merubah wajahnya seperti siapa saja?" tiba-tiba Angga menyela.
"Oh, benar, ganteng, aduuh.. pinter sekali anak ini."
"Silahkan masuk ke kantor saya ibu," kata Ratih.
"Tidak bu Ratih, saya tidak mau mengganggu. Saya mengantarkan ibu jalan-jalan. Lain kali kita akan bertemu diwaktu yang lebih longgar."
Ketika berpamit, Arum memeluk Angga, tapi Angga heran tak melihat Arum menangis.
"Ibu, mengapa ibu peri tidak menangis ? Biasanya kalau mencium Angga, ibu peri pasti menangis."
"Itu karena ibu peri akan datang kemari tak lama lagi," jawab Ratih.
"Benar?"
"Benar Angga," jawab Ratih pilu. Dirasakannya ia tak akan bisa lagi bersama Angga seperti sebelumnya.
***
"Anakmu lucu dan manis," kata bu Suryo dalam perjalanan pulang."
"Iya bu."
"Kasihan juga, dia menganggap orang lain sebagai ibunya. Dan itu sungguh aneh. Bagaimana bisa ada wajah persis seperti kamu dan bu Ratih tadi?"
"Saya juga tidak mengerti bu, dan itu juga yang membuat Angga terhibur, merasa masih didampingi ibunya, padahal bukan."
"Kasihan anakmu Rum, segeralah pulang," kata-kata bu Suryo begitu terdengar trenyuh, membuat Arum segera manatap wajahnya.
"Ibu, .. benarkah Arum boleh segera pulang?"
"Mengapa kamu bertanya begitu? Ibu sudah mengatakannya dan ibu akan melakukannya. Suruh suami kamu menjemput kamu dan bahagialah bersama keluargamu."
Bagai mimpi Arum mendengar kata-kata bu Suryo. Kata yang bertentangan dengan sikapnya pada hari-hari sebelumnya, yang tampak sangat melarang kembalinya dia pada suaminya.
"Ibu, itu sebabnya Arum sangat menyayangi ibu.." Arum memeluk bu Suryo dan menyandarkan kepalanya di bahunya.
"Apa maksudmu?"
"Ibu sungguh penuh kasih sayang kepada siapa saja, itu yang saya kagumi, saya belum pernah menemukan orang sebaik ibu."
"Bukankah kamu pernah merasa kesal sama ibu karena ibu melarang kamu kembali pada suami kamu? Ngaku saja, ibu melihat wajah kamu yang kelihatan marah sama ibu."
"Tidak bu, Arum tidak marah.."
"Mengapa wajah kamu tampak kesal begitu? Kelihatan lho orang kalau lagi kesal."
"Arum mengerti mengapa ibu melakukannya."
"Mengerti?"
"Karena ibu menyayangi Arum, ikut merasakan sakit ketika Arum disakiti, "
"Itu benar, herannya kamu bisa mema'afkan suami kamu. Sedangkan ibumu ini, tidak akan pernah bisa mema'afkan penghianatan yang dilakukan suami ibu."
"Saya kira jauh bedanya bu, antara ibu dan Arum. Benar kalau ibu tidak bisa mema'afkan, karena sudah jelas ibu dikhianati sepenuhnya. Diporoti hartanya demi perempuan lain, tapi mas Aryo hanya khilaf sesa'at, dan saya sudah mema'afkannya."
"Semoga itu bukan karena perangai buruknya."
"Ibu harus selalu merestui saya dan mendo'akan saya, agar kami hidup bahagia."
Bu Suryo balas memeluk Arum. Pertemuan yang baru setahun itu telah membuat ikatan halus diantara jiwa mereka, menalikannya seakan mereka adalah sedarah daging, saling mengasihi dan memperhatikan.
"Besok kalau suami kamu datang, suruh bawa Angga juga ya."
***
"Bapaaak... sini... Angga mau cerita.." kata Angga begitu melihat ayahnya pulang dari kantor.
Aryo bergegas mendekati Angga.
"Ada apa, anak bapak yang ganteng?"
"Dengar pak, ternyata ibu peri itu punya ibu."
"Oh ya? Tau dari mana?"
"Tadi ibu peri datang, bersama ibunya, nenek peri.."
Aryo menatap Ratih yang tiba-tiba sudah ada didekat mereka.
Ratih mengangguk sambil tersenyum.
"Oh ya, datang kemari?"
"Bukan, datang kesekolah Angga. Waktu Angga bermain dihalaman, ibu peri datang bersama nenek peri."
"Oh, bagus lah.. Bagaimana nenek peri? Cantik kah ?"
"Yang cantik ibu peri, nenek peri sudah tua."
Aryo tertawa.
"Lamakah ibu peri kesana?" pertanyaan itu ditujukan kepada Ratih.
"Tidak, hanya sebentar, tapi nenek peri nya baik kok. Ia heran melihat wajah saya yang katanya persis sama bu Arum."
"Benar, semua orang juga pasti heran."
"Bapak, kata ibu peri, ibu peri akan datang lagi nanti."
"Oh ya? Angga senang?"
"Senang."
"Ya sudah, bapak mau mandi dulu ya?"
Ketika ponsel berdering, Aryo mengangkatnya dengan riang. Telephone dari Arum.
"Hallo Arum ?"
"Mas Aryo, kapan mas Aryo menjemput aku?"
"Siap setiap sa'at tuan puteri."
"Kapan saja mas Aryo siap, mungkin hari Minggu supaya mas Aryo lebih banyak waktu."
"Baiklah."
"Mas Aryo harus bicara sama bu Suryo, dan juga mengucapkan terimakasih, dan juga ma'af.."
"Hm.. ya, apa lagi?"
"Dan minta agar saya kembali pada mas Aryo."
":Baiklah, aku akan mengajak ibu juga."
"Ibu minta, mas Aryo juga mengajak Angga."
"Oh ya?"
"Rupanya ibu suka banget sama Angga."
"Hm. senang mendengarnya. Baiklah bu Aryo, besok Minggu pak Aryo akan menjemput kemari.
Ada dendang disetiap guyuran air dikamar mandi itu, ada tembang penuh cinta, ada gejolak yang hampir terlampiaskan. Aduhai.
***
"Bu Suryo mengepak semua yang harus dibawa Arum. Pakaian yang dibelikannya, dan beberapa perhiasan yang semula ditolak Arum karena harganya kelewat mahal. Tapi bu Suryo memaksanya.
"Arum, itu ibu memang membelikannya untuk kamu, mengapa kamu menolaknya?"
"Ibu sudah terlalu banyak memberi untuk Arum, ini mahal bu, Arum tak sanggup menerimanya."
"Kamu itu anakku atau bukan?"
"Iya bu,"
"Kalau kamu anakku, maka terima saja apa yang sudah ibu berikan dan jangan menolaknya. Kalau kamu menolak ibu akan marah, tau!"
"Ibu....." Arum memeluk bu Suryo penuh haru.
Ada dua kopor pakaian yang sudah disiapkan bu Suryo, dibantu yu Siti. Kedua kopor itu tegak disudut kamar, siap untuk dibawa.
Arum menoleh kearah ranjang dimana yu Siti berada. Dilihatnya yu Siti tidur memeluk guling, memunggunginya. Arum merasa, kedua ibu yang baik ini sangat keberatan ditinggalkannya. Arum menghela nafas. Separuh hatinya akan tertinggal dirumah ini. Rumah yang penuh kasih sayang dan naungan.
Arum mencoba memejamkan matanya, ketika didengarnya sayup suara tangis dari luar kamarnya.
***
Bersambung
No comments:
Post a Comment