SETANGKAI MAWAR BUAT IBU 04
(Tien Kumalasari)
Ratih meronta, pelukan itu terlepas. Ratih membalikkan badan dan mereka berhadapan, saling tatap, dengan perasaan yang berbeda.
"Arum ?"
"Saya bukan Arum..." kata Ratih, gemetar, terlebih mata si ganteng yang menatap tak berkedip, penuh pesona
"Kamu...bukan Arum?"
"Aryo... kamu salah Aryo.." bu Nastiti yang tadi berada didalam kamar terkejut mendengar suara Aryo. Ia merasa terlambat datang untuk memberi tau Aryo lebih dulu, sehingga telah terjadi salah sangka didepan pintu dapur.
"Ibu, Aryo bingung..."
"Itu namanya Ratih, gurunya Aryo, memang mirip sekali dengan isterimu. Bahkan Angga menganggapnya ibunya.
Aryo menatap lagi perempuan disebelahnya. Adakah perbedaannya?
"Isterimu tak punya tahi lalat diatas bibirnya, lihat baik-baik." kata bu Nastiti lagi.
"Iya benar, ma'af ya... ma'af.." kata Aryo sambil terus menatap Ratih.
"Saya mohon pamit, sudah sore," kata Ratih yang sudah menemukan tasnya diatas meja dapur. Ia harus cepat-cepat menghindar dari tatapan menggetarkan itu.
"Ss..saya antar?" kata Aryo agak gugup. Bagaimanapun peremuan itu membuatnya merasa aneh.
"Tidak.. tidak.. terimakasih, ibu, saya pamit," katanya kemudian kepada bu Nastiti. Ia mencium tangannya kemudian berlalu.
"Aryo pernah bertemu dia bu.."
"Oh ya?"
"Aryo pulang dari kerja, melihat dia sedang berjalan, lalu Aryo kejar dia, tapi dia marah-marah. Mungkin mengira aku meng-ada-ada."
"Angga langsung bereriak ketika melihat dia. Dia lari menghampirinya dan langsung didudukkan dipangkuan Ratih. Pagi tadi.. begitu masuk sekolah."
"Jadi dia guru ?"
Bu Nastiti menceritakan semua yang terjadi begitu Angga masuk sekolah.sampai kemudian Angga minta Ratih memasak, dan tertidur.
"Lihat, dia merapikan almari anakmu," kata bu Nastiti sambil menggandeng Aryo agar masuk kekamar Angga.
Aryo tertegun. Kamar Angga tampak bersih, dan ketika membuka almari, semuanya tertata rapi. Alas tidur dan sarung bantal semuanya baru. Dan yang kotor telah dimasukkan ke karanjang yang tersedia disudut kamar.
Benar-benar seperti isterinya yang biasa mengatur rumah sedemikian rapi.
"Ibu tadi sedang berada dikamar kamu Yo, untuk mengumpulkan baju-baju kotor kamu yang berserakan, sehingga tidak tau kalau kamu datang."
"Aryo tadi kerumah ibu, tapi pintunya terkunci, jadi aku pulang saja, nggak taunya ada Arum.. eh.. maksud Aryo ada gadis yang mirip Arum dirumah ini."
Tiba-tiba terdenger rengekan Angga. Arya dan bu Nastiti lari kekamar Angga. Dilihatnya Angga sedang duduk sambil melihat kekiri dan kekanan.
"Mana ibu ?" tanyanya.
"Ibu?"
"Ibu tadi tidur disini bersama Angga, mana ibu.." Angga mulai menangis.
Aryo mendekat dan memeluk Angga.
"Ibu sudah pergi Ngga, kan tadi sudah bilang kalau ibu pergi karena bekerja?" kata bu Nastiti.
"Sekarang ada bapak, seneng nggak kalau bapak ada didekat Angga?" kata Aryo sambil mendekap Aryo kedadanya.
"Oh ya, apa Angga lupa? Besok sekolah, dan Angga akan ketemu ibu lagi," kata bu Nastiti mengingatkan.
"O.. gitu ya yang? Besok ketemu ibu lagi?" kata Aryo pura-pura bertanya.
"Iya, besok ketemu ibu lagi."
Angga terdiam. Merangkul leher ayahnya, lalu Aryo mengajaknya berdiri, dan menggendongnya keluar dari kamar,
:"Mau dibuatkan susu?"
Angga mengangguk. Diturunkannya Angga, lalu ia berjalan kearan dapur. Aryo melihat tudung saji tertutup diatas meja. Rasa ingin taunya membuat ia kemudian membuka tudung saji itu.
"Wah, ada ayam goreng, sup yang sudah dingin.. dan .. hm.. baunya enak, Rupanya tadi gadis itu sempat memasak untuk Angga," gumam Aryo sambil menutupkan lagi tudung saji itu.
Ada perasaan yang tiba-tiba nyaman. Entah mengapa. Mungkin karena Angga merasa telah menemukan ibunya, atau mungkin ada yang lain, entahlah. Aryo mengambil kaleng susu dan membukanya sambil mengulaskan senyum dibibirnya.
"Sayang dia bukan Arum," gumamnya lagi setelah selesai membuat susu dan membawanya kedepan. Aryo sedang duduk dipangkuan neneknya.
"Ini susu buat Angga.. "
Angga menerima gelas yang diulurkan ayahnya, lalu meminumnya.
"Tadi ibu masak sup buat Arya," katanya setelah menghabiskan susunya.
"Oh ya? Enakkah masakan ibu?"
"Enak bapak, nanti Angga mau makan lagi. Bolehkah disuapin?"
"Lho, kan Angga sudah sekolah, masa makan harus disuapin?"
Angga meleletkan lidahnya.
"Angga tadi disekolah belajar apa?"
"Belajar mainan."
"Yaa... belajar mainan?"
"Tadi Angga duduk di ayunan, lalu diayun sama ibu."
"Hm, senengnya...."
"Bapak, tadi Angga melihat mobil-mobilan besar. Kata eyang kalau beli harus bilang dulu sama bapak."
"Lho, mobil lagi? Kan sudah punya banyak?"
"Yang itu besar, Angga bisa naik kedalamnya."
"Wouw.. kalau begitu naik mobilnya bapak saja," canda Aryo.
Angga terkekeh.
"Angga masih kecil, mobilnya harus kecil.."
"Anak bapak memang pinter. Iya deh, nanti kalau bapak libur, kita beli."
"Sama ibu juga kan belinya?"
"Lho.. kok sama ibu juga."
"Iya, tadi aku sudah bilang."
"Apa ibu mau?"
"Mau tidak eyang?" tanya Angga kepada neneknya.
"Mungkin mau, kalau tidak sedang bekerja."
"Jadi beli kalau ibu libur. Besok Angga mau tanya sama ibu, kapan ibu libur."
Aryo memegangi kepalanya. Ternyata tidak cukup hanya bertemu,dan dibuatkan masakan yang dia mau,dan dikelonin ketika tidur siang, sekarang minta agar pergi beli mainan bersama ibu juga. Bagaimana kalau Ratih menolak? Ini kan permintaan yang keterlaluan? Dia bukan siapa-siapanya Angga.
"Iya kan eyang?"
Bu Nastiti hanya mengangguk.
"Ayo Angga mandi dulu." kata bu Nastiti mengalihkan pembicaraan.
***
"Bapak tadi beli gado-gado didepan situ, Ratih, habisnya kamu nggak pulang-pulang." kata pak Pardi ketika Ratih menyiapkan teh sore hari itu.
"Iya bapak, ma'af, tadi ada murid yang rewel, minta Ratih masak sup buat dia."
"Aneh, masa gurunya disuruh masak?"
"Ceritanya panjang. Kasihan anak itu."
"Tidak punya orang tua?"
"Punya. Tapi ibunya pergi sudah sebulan."
"Kok bisa seorang ibu meninggalkan anaknya begitu saja, sampai sebulan lagi.."
"Ya karena perselisihan apalah pak, mungkin si isteri sangat marah, lalu pergi."
"Tapi ya semarah-marahnya seseorang, harusnya tidak sampai hati mennggalkan anaknya."
"Iya juga sih pak, nggak tau lah bagaimana permasalahannya. Yang jelas Ratih kasihan melihat anak itu. Tiba=tiba di berterak memanggil Ratih 'ibu'.. lalu minta dimasakin sup sama ayam goreng, terharu rasanya melihat dia sangat kehilangan."
"Mengapa dia mengira kamu ibunya?"
"Wajah Ratih katanya mirip sekali dengan ibunya. Bahkan neneknya yang mengantar ke sekolah juga tadinya mengira Ratih ini menantunya yang pergi."
"Oh ya?"
"Kok bisa ya, ada orang wajahnya mirip sekali. Kan Ratih tidak terlahir kembar. Ya kan pak?"
"Iya sih..."
"Bapak tidak apa-apa kan, kalau Ratih pulang terlambat? Takutnya besok Angga masih minta supaya Ratih masak lagi buat dia, lalu menemaninya tidur siang. Aduuh.. nggak sampai hati Ratih menlaknya. Kasihan.." kata Ratih pilu.
"Nggak apa-apa nduk, menolong orang itu kan perbuatan mulia."
"Mulai besok, Ratih akan masak pagi-pagi, untuk makan pagi dan siang seandainya Ratih pulang terlambat. "
"Apa kamu tidak repot? Kalau masalah makan bapak bisa beli diwarung depan."
"Nggak apa-apa pak, Kasihan kalau bapak sampai kelaparan dan beli sendiri. Cuma masak sebentar. Nanti Ratih beli sayur diwarung dekat-dekat situ. Masak yang gampang-gampang saja."
"Iya Tih, lauknya juga nggak perlu yang aneh-aneh. Pokoknya ada tahu, bapak sudah cukup senang."
"Iya, Ratih sudah tau kalau bapak sukanya tahu."
***
Pagi itu Angga bersiap masuk sekolah dengan semangat tinggi. Masih pagi sudah bangun, minta mandi, minta makan dan minum susu, lalu terburu-buru minta agar segera berangkat kesekolah. Bu Nastiti yang malam itu menginap dirumah anaknya.meladeni semua keperluan cucunya.
"Lihat tuh, anakmu sudah minta berangkat sekolah, sementara kamu masih belum mandi," gerutu bu Nastiti ketika melihat Aryo duduk termangu diruang tengah.
"Nggak apa-apa Aryo mengantar sekolah dulu baru pulang lagi dan mandi."
"Huh, dasar kamu itu."
Aryo hanya tertawa.
"Bu, bagaimana kalau ibu tinggal disini saja selama Arum belum kembali?"
"Lha rumah ibu bagaimana?"
"Sesekali saja ibu pulang kerumah, toh ibu juga sendirian disana."
"Nggak apa-apa. Nanti ibu ambil baju-baju ibu dulu kerumah."
"Bagaimana kalau kita cari pembantu? Repot juga kalau nggak ada pembantu."
"Cari pembantu itu tidak mudah. Jaman sekarang banyak yang lebih suka bekerja di pabrik-pabrik, atau jadi pelayan toko. Lagi pula belum tentu seandainya nanti dapat, lalu bisa dipercaya. Menurut ibu biarlah begini saja. Gampang kalau nanti ada yang cocog. Kita cuma tiga orang saja, ibu kira nggak terlalu repot."
"Bapaaaak, ayo kita berangkat! Kok bapak belum mandi sih?" omel Angga kesal melihat ayahnya masih duduk berbincang dengan neneknya."
"Oh, iya... baiklah, ayo kita berangkat sekarang," kata Aryo sambil berdiri.
"Kan bapak belum mandi?"
"Mandi nanti saja setelah mengantar Angga ke sekolah," jawab Aryo sambil masuk kedalam kamar.
Aryo hanya memakai celana pendek dan kaos yang juga berlengan pendek, keluar dari kamar dengan membawa kunci mobil
"Ayo kita berangkat, tuan muda," canda Aryo.
"Idih.. bapak bau," ejek Angga sambil berlari mendahului.
***
Begitu tiba disekolah, Angga segera turun dari mobil dan berlari kedalam. Aryo geleng-geleng kepala.
"Aryo, kamu boleh pergi, " kata bu Nastiti sambil turun.
"Ibu nggak pulang dulu, kan ibu belum ganti baju?"
"Nanti kalau ibu sudah menitipkan Angga pada nak Ratih, ibu baru pulang, sendiri juga nggak apa-apa." kata bu Nastiti.
"Nggak bu, biar Aryo menunggu disini, ibu menemui Ratih dan bisa meninggalkan Angga kan? Nantti Aryo antar ibu sampai kerumah, baru Aryo pulang dan mandi. Dan jangan lupa, nanti Aryo akan menjemput Annga."
"Apa kamu tidak bekerja?"
"Jam berapa Angga pulang?"
"Biasanya jam sepuluh."
"Nanti sebelum jam sepuluh Aryo sudah ada disini, nggak apa-apa meninggalkan pekerjaan sebentar."
"Bu Nastiti mengangguk. Ia melangkah kedalam, langsung memasuki ruang guru. Dilihatnya Angga sudah duduk dipangkuan Ratih.
"Angga kok begitu, teman-temannya bermain tuh.. Kok Angga malah ngrepotin ibu?" tegur bu Nastiti."
"Nggak apa-apa bu, biar sesuka dia saja."
"Aku nanti bermain sama ibu," kata Angga.
"Gimana tuh nak Ratih, ngrepotin kan?"
"Nggak apa-apa bu, Angga tidak nakal kok."
"Ya sudah, kalau begitu titip Angga dulu sebentar ya nak, ibu mau pulang ganti baju, ini dari kemarin nggak ganti karena tidur dirumahnya Aryo."
"Oh, iya bu?"
"Iya, semalam juga ibu memakai baju tidur punya Arum."
"Ya bu, biar Angga disini sama saya."
"Angga, nggak boleh nakal ya?" pesan bu Nastiti.
"Nggak eyang." kata Angga sambil menarik tangan Ratih agar menemaninya bermain.
Bu Nastiti keluar dari halaman sekolah, mendekati mobil Aryo yang masih menunggu didepan pintu.
"Kok berhenti didepan pintu sih, bukannya agak maju sedikit."
"Ingin melihat Aryo sama 'ibunya',"
Bu Nastiti masuk kedalam mobil.. Aryo terpaku melihat Angga menarik narik tangan Ratih, mengajaknya bermain ayunan. Ada debar aneh memukul-mukul dadanya.
"Ya Tuhan, Aryo, itu bukan Arum. " kata batin Aryo yang segera menstarter mobilnya menjauh dari sana.
Ratih melihat kearah mobil itu karena Angga melambaikan tangannya, melihat ayahnya pergi. Ratih ingin melihat sosok berkumis tipis itu tersenyum, tapi terhalang oleh kaca mobil yang hitam dan sudah ditutupnya begitu mobil itu berlalu.
***
Jam sepuluh kurang lima menit, Angga sudah memarkir mobilnya didepan sekolah Angga. Perlahan Aryo turun, dan menunggu dibawah sebuah pohon trembesi yang berdaun rindang didekat pagar.
Didengarnya anak-anak sekolah bernyanyi 'sayonara' lalu para orang tua yang menjemput mendekat kearah pintu kelas agar ketika bubaran mereka langsung melihat bahwa orang tua mereka sudah menunggu. Bu Nastiti ada diantara mereka. Tapi sampai mereka pulang, Angga belum juga keluar. Aryo melongok kearah ibunya, tapi bu Nastiti masih menunggu didepan pintu.
Tak lama kemudian Angga kelihatan keluar dari pintu itu, sambil menggandeng tangan Ratih. Ada haru yang menyesak dadanya melihat pemandangan itu. Angga benar-benar merindukan ibunya, dan bahagia ketika merasa bahwa ibunya sudah kembali.
Melihat ayahnya, Angga segera berlari mendahului.
"Bapak, Angga sudah bilang sama ibu kalau kita mau membeli mobil-mobilan."
"Angga, ini bapak masih harus kembali ke kantor."
"Iya, kalau libur kan?Tapi ibu bilang, bapak yang harus minta pada ibu," kata Angga sambil menarik tangan bapaknya untuk diajak menghampiri Ratih yang sedang berbincang dengan bu Nastiti.
"Minta bagaimana?" tanya Aryo bingung.
"Minta supaya ibu mau diajak bapak mengantarkan Angga beli mobil itu."
Aryo dan Angga sudah sampai dihadapan Ratih. Terpaku dengan debar jantung yang kencang memukul dadanya, Ratih menerima tangan Aryo yang menyalaminya, dan menggenggamnya erat.
"Ayo, bapak bilang dong sama ibu..!" rengek Angga.
Bersambung
No comments:
Post a Comment