Tuesday, July 7, 2020

SETANGKAI MAWAR BUAT IBU 03

SETANGKAI MAWAR BUAT IBU 03
(Tien Kumalasari)
 

Angga melepaskan pegangan neneknya dan berlari kearah sudut ruangan, dimana seorang wanita duduk menghadapi sebuah laptop.

"Ibuuu..." 

Bu Nastiti menatap kearah wanita dimana Angga berlari mendekatinya, lalu berbisik lirih.

"Arum ?"

Wanita itu terkejut ketika Angga menubruk pangkuannya sambil memanggilnya ibu. Rasa trenyuh tiba-tiba menghinggapi perasaannya. Diangkatnya tubuh Angga dan diletakkannya diatas pangkuannya.

"Ibuu..."

Wanita itu menggeleng pelan.

"Mengapa ibu tidak pulang?"

Kejadian itu membuat beberapa orang guru yang ada diruangan itu menatap mereka dengan heran.

Bu Nastiti mendekati wanita itu.

"Kamu Arum?"

Wanita itu tersenyum ramah dan menggeleng.

"Bukan ibu, saya Ratih," jawabnya sambil masih memangku Angga.

Bu Nastiti mengamati wajah cantik dihadapannya.Ini sebuah bukti kebesaran Allah Yang Maha Kuasa. Ada orang begitu mirip. Apakah Arum punya saudara kembar? Sepertinya tidak. Dulu ketika melamar, orang tua Arum hanya punya seorang anak gadis, seperti bu Nastiti sendiri yang hanya punya seorang anak laki-laki. Bu Nastiti terus mengamati wajah itu.. lalu ditemukannya perbedaan antara Arum dan wanita bernama Ratih ini. Ada tahi lalat kecil diatas bibir disebelah kiri. Tapi penampilan pada dandanannyapun hampir sama.

"Mirip sekali," gumam bu Nastiti.

"Mengapa ibu tidak pulang?" tanya Angga tiba-tiba.

Bu Nastiti mengedipkan matanya kearah Ratih.  Ia minta agar Ratih jangan menyangkal dipanggil ibu.

"Ibu... sedang bekerja sayang.. jadi tidak bisa pulang."

"Tapi bapak mencari ibu setiap hari."

"Angga, karena ibu bekerja disini, jadi tidak bisa pulang. Sekarang turunlah, katanya mau sekolah," kata bu Nastiti lembut.

Angga merosot turun, membiarkan neneknya menggandeng tangannya untuk mendaftarkannya disekolah.

"Nanti ibu pulang ya?" kata Angga sambil menoleh kearah Ratih.

Ratih mengangguk, masih diliputi tanda tanya. Ia teringat beberapa hari yang lalu, ketika seorang laki-laki mengejarnya, dan memanggilnya Arum. Ia ingat laki-laki itu. Gagah dan tampan, dengan kumis tipis dibibirnya. Ahaa... mengapa baru sekarang Ratih sadar bahwa laki=laki itu begitu tampan dan mempesona?

Ketika Angga sudah berbaur dengan anak-anak lainnya, bu Nastiti mendekati Ratih.

"Ma'af ya nak, Angga sangat merindukan ibunya."

"Memangnya kemana ibunya Angga?"

"Pergi dan sudah sebulan lebih tidak kembali."

"Mengapa bu?"

"Ah, biasa, selisih dalam rumah tangga. Kasihan Angga dan suaminya."

Lalu wajah laki-laki kebingungan yang nekat memanggilnya Arum itu terbayang lagi. Tapi kemudian Ratih merasa kesal pada dirinya sendiri.  Dulu marah-marah, kok sekarang ngebayangin lagi?Tapi sungguh, laki-laki itu sangat gagah dan tampan. Aduhai..

 "Nak, maukah nanti ikut pulang bersama kami?" kata bu Nastiti membuyarkan lamunan Ratih.

"Ikut pulang?" Ratih terkejut.

"Sebentar saja, kerumah Angga, supaya dia merasa ibunya ada. Setelah itu nak Ratih boleh pergi."

Ratih tampak berfikir. Ia kasihan pada Angga, yang tiba-tiba menubruknya. Bagaimana reaksinya kalau dia mengatakan bahwa dirinya bukan ibunya? Pasti akan kecewa.

"Baiklah bu, sebentar saja."

Ketika Ratih keluar dari ruangan dan menemui anak-anak kecil yang asik bermain ayunan, Angga berteriak kepada temannya.

"Itu ibuku..."

Dan teman-teman mainnya itupun menatap ibu guru Ratih, yang tersenyum kearah mereka.

"Ibu.. aku mau naik ayunan.. sama ibu ya?" teriak Angga gembira.

Ratih tak sampai hati mengecewakan Angga. Anak kecil berambut sedikit keriting, bermata tajam berbibir tipis, dengan pipi yang agak gembul itu sangat menggemaskan. Tapi mata Angga mengingatkan kembali pada wajah laki-laki itu. Ratih menghela nafas.

"Ayo bu..," Ratih tersadar dari lamunan ketika Angga menarik tangannya. Ratih mengikutinya, menaikkan Angga keatas ayunan, dan dia mengayunkannya perlahan dari belakang. 

Bu Nastiti terharu melihat Angga tampak gembira. Setitik air matanya menetes, yang kemudian diusapnya dengan sapu tangan yang dibawanya.

***

Begitu sekolah usai, bu Nastiti mengajak Ratih kerumah Aryo, dengan sebuah taksi. Angga gembira bukan alang kepalang. Disepanjang perjalanan kepalanya disandarkan di lengan Ratih. sambil memegangi tangan Ratih erat-erat. Betapa terharu Ratih menyaksikan semua ini. Bagaimana kalau kemudian dia tau bahwa aku bukan ibunya? Pikir Ratih. Tak sampai hai rasanya mengatakan hal yang sebenarnya.

"Ibu, nanti sampai dirumah, Angga mau makan sama sup ayam."

"Oh.. ya? Mm.. ibu lupa, apakah dirumah ada ayam ya?" katanya sambil melirik bu Nastiti yang duduk disampingnya.

"Begini saja, kita mampir ke supermarket sebentar untuk membeli bahan-bahannya, bagaimana?" ujar bu Nastiti.

Ratih mengangguk. Tak sampai hati rasanya mengecewakan Angga. Ada peraan aneh ketika tiba-tiba ia harus menjadi seorang ibu.

Bu Nastitipun meminta driver taksi agar mampir untuk belanja disebuah supermarket.

Angga berjingkrak jingkrak ketika melewat sebuah gerai mainan. 

"Aku mau mobil itu ya bu."

"Angga, kita belanja saja dulu, supaya ibu bisa segera memasak, nanti lain waktu kita beli mainan, ya. Bukankah kamu sudah punya banyak mobil-mobilan?" kata bu Nastiti.

"Angga ingin yang besar eyang."

"Iya, nanti bilang sama bapak ya, lain kali beli mobil-mobilan yang besar."

"Kita beli sama ibu juga?"

Wadhuh. Keduanya tak bisa menjawabnya, baik bu Nastiti maupun Ratih. Kalau mereka bilang 'ya', pasti suatu hari akan dimintanya agar ayahnya dan Ratih mengantarnya ke toko mainan.

"Oh, disana rupanya banyak sayuran. Ayo.. ayo.. belanja dulu. Angga mau sup ayam sama apa?" tanya bu Nastiti mengalihkan pembicaraan.

"Sama, krupuk.. sama.. ayam goreng. Ya bu?"

Ratih tersenyum dan mengangguk. Mereka hanya belanja untuk keperluan memasak yang diminta Angga, lalu segera pulang.

Ratih masuk ke dapur dengan perasaan kikuk. Dimana wajan, dimana panci.. adduuh.. ia mencari-cari seperti oang bodoh. Untunglah bu Nastiti membantunya.

Angga menunggu dikamar sambil bermain-main. Ketika aroma sup tercium oleh hidungnya, iapun berteriak.

"Ibuu... aku mau makan."

"Sabar Angga, ibu baru menggoreng ayam. Agak lama, jadi kamu jangan mengganggunya ya." kata bu Nastiti.

Ratih menyelesaikan acara masak memasak itu dengan senang hati. Betapa tidak, seorang anak kecil yang menganggapnya ibu minta agar dia memasak unuknya. Hal yang jarang dilakukannya meskipun dia bisa. Ditempat kontrakannya, jarang sekali dia memasak. Kecuali kalau sedang sangat ingin memasak, Selebihnya  ia membeli sayur didepan rumah kost, dan makan seadanya bersama ayahnya. Ah ya, ia harus memberi tau ayahnya kalau dia pulang terlambat. 

Ratih mengambil ponselnya, dan mengatakan kepada ayahnya bahwa karena ada urusan maka dia akan pulang terlambat.

"Ibu menelpon bapak ?" tanya Angga tiba-tiba.

Ratih kebingungan menjawabnya. Tapi dia mengangguk pelan.

"Sebetulnya tadi Angga ingin bilang kalau bapak harus segera pulang, karena dirumah ada ibu." celotehnya sambil menatap Ratih .

Ratih tak mampu menjawabnya. 

"Ayo, cepat makan, sini, ibu ambilkan nasinya."

"Ibu, aku mau disupanin."

"Angga kan sudah sekolah, sudah bisa makan sendiri, jadi nggak boleh minta disuapin,." kata bu Nastiti.

"Masakan ibu enak sekali."katanya sambil menyendok makanannya.

Ratih menatapnya dengan perasaan yang mengharu biru. Anak sekecil itu, kehilangan kasih sayang ibunya, alangkah menyedihkan.]

"Nak Ratih, ayo kita makan saja sekalian. Ini kan sudah waktunya makan siang,"ajak bu Nastiti.

"Enggak ah bu, jadi nggak enak."

"Mengapa begitu nak, ayolah, ini kan nak Ratih sendiri yang masak, ibu ingin mencicipinya, tapi nak Ratih harus menemani."

Tak urung Ratih menurut apa permintaan bu Nastiti. Mereka makan bersama-sama, seperti sebuah keluarga.. 

Ratih membersihkan semua sisa makanan dan mencucinya, setelah menutupi sisa masakannya dengan sebuah tudung saji. 

"Sudah nak, jangan dicuci sendiri, biar ibu saja."

"Nggak apa-apa bu, cuma sedikit."

"Ibuuuu..." Angga berteriak lagi dari dalam kamarnya.

Ratih yang sudah selesai membersihkan dapur segera menghampirinya.

"Ada apa Angga?"

"Lihat bu,  ini mobil-mobilan Angga yang baru, ibu belum melihatnya kan?"

"Hm, bagus sekali Angga."

"Angga mau ganti baju dulu ibu, tadi lupa belum ganti baju," kata Angga sambil menarik-narik bajunya sendiri. Mungkin merasa kegerahan.

"Oh iya, ayo sini ibu lepas. Dimana baju gantinya?" aduh Ratih bagaimana, masa tidak tau dimana letak baju anaknya. Dan sekali lagi ada bu Nastiti yang selalu mengikutinya.

"Ini kan almari Angga."

Lalu bu Nastiti membukanya.

"Astaga, mengapa baju Angga berantakan begini?" kata bu Nastiti setelah membuka almarinya.

Ratih menggeleng gelengkan kepalanya. Kasihan, seorang laki-laki, hidup sendirian, merawat anak kecil.

"Sebentar, ibu bereskan dulu baju-baju kamu ya?" kata Ratih sambil mengeluarkan semua baju dan celana, kemudian menatanya dengan rapi.

"Nah, sekarang Angga mau baju yang mana?"

"Yang... biru, gambar Micky Mouse !!

Dengan sabar Ratih meladeninya.

"Ma'af ya nak Ratih," bu Nastiti berbisik ditelinga Ratih.

"Nggak apa-apa bu, saya mulai senang meladeni Angga," jawab Ratih sambil melepas baju Angga, kemudian diajaknya ke kamar mandi untuk mencuci kaki dan tangannya. Harusnya tadi begitu sampai rumah dia melakukannya. Habisnya Ratih gugup ketika tiba-tiba harus menjadi ibu yang diharuskan memasak buat anaknya.

Sementara Ratih menemani Angga bermain, bu Nastiti membersihkan semua perabot yang kotor berdebu. Menyedihkan ketika seorang lelaki dengan satu anak harus mengurus rumah dan anaknya sekaligus. Bu Nastiti juga membersihkan kamar Aryo, yang melipat selimutpun dia tak sempat.

Dan hari itu rumah Aryo telah disulap menjadi rumah yang benar-benar bersih.

Hari hampir sore. Setelah bu Nastiti menemani makan siang bersama Ratih, maka diajaknya Angga kembali kerumahnya.

"Angga, ayuk kembali ke rumah eyang."

"Angga mau disini saja sama ibu."

"Tapi ibu harus bekerja Angga, tidak bisa berlama-lama disini."

"Sebentar lagi eyang," lalu Angga tampak menguap.

"Haa, Angga lupa tidur siang karena asyik bermain bersama ibu." kata bu Nastiti.

"Angga tidur disini saja." 

Dan Angga pun menjatuhkan tubuhnya diatas kasurnya yang sudah rapi karena seprei dan sarung bantal sudah diganti semua oleh Ratih. 

Entah mengapa Ratih sangat senang melakukannya. 

"Ibu, Angga mau dikelonin ibu."

Ratih tersenyum, lalu berbaring disisi  Angga. Matanya nanap memandangi sekeliling kamar. Ada sebuah almari kecil, dandiatasnya tampak foto sepasang suami isteri bersama seorang anak kecil. Ratih bangkit dan mendekati foto itu. Benar, ini dia laki-laki gagah yang mengejarnya dan mengira dia isterinya. Disampingnya seorang wanita, ahaa.. apakah itu aku? Pikir Ratih. Ia terpaku memandangi foto itu. Seakan dirinyalah yang sedang berdiri disamping si ganteng itu, dan anak kecil itu pastilah Angga. Hati Rati berdebar, seandainya benar-benar dia yang ada disampingnya...

"Ibu... tidur sini."

Rengek Angga menyadarkannya dari angan yang membubung ke langit tingkat limabelas.

Ratih berbaring disamping Angga, dan menepuk nepuk pahanya dengan lembut. Matanya tak pernah terlepas dari foto itu. Seperti mimpi dia menyadari bahwa ada seorang perempuan yang wajahnya sangat mirip dengan dirinya. Kekesalan karena kenekatan Aryo ketika memnggilnya dengan nama Arum, sirna sudah. Ia bisa mengerti, pasti banyak orang akan keliru. Mengapa ini bisa terjadi?

Ketika Angga terlelap, Ratih keluar dari kamar, ia berjalan kedepan, dilihatnya semua perabotan sudah bersih. Tadi dia melihat sebuah gelas kosong diatas meja diruang tengah, tapi gelas itu tak ada lagi. Pasti bu Nastiti yang melakukannya.Tiba-tiba disudut ruangan itu dilihatnya sebuah potret berbingkai yang lumayan besar.  Itu si ganteng bersama dirinya, eh bukaan.. itu isterinya, ralatnya atas pikiran yang mengaduk aduk hatinya. 

Ratih menatap foto itu tak berkedip, dan entah mengapa hatinya berdebar kencang.

Si ganteng itu seperti membalas tatapannya, tersenyum manis dan menggetarkan hatinya.

"Nak Ratih,  itu Aryo dan Arum isterinya, nak Ratih seperti sedang melihat wajah nak Ratih sendiri kan?"

Ratih membalikkan tubuhnya, dilihatnya  bu Nastiti sedang mengawasinya.

"Iya bu, kok bisa ya," ujar Ratih sambil tersenyum.

"Angga sudah tertidur?"

"Sudah bu, saya mau pamit saja."

"Saya minta ma'af yang sebesar-besarnya lho nak, ini suatu permintaan yang sangat merepotkan bukan? Tapi saya kasihan pada Angga," kata bu Nastiti sambil menahan tangis.

Ratih merangkulnya.

"Ibu jangan sungkan, saya senang melakukannya. Sungguh, Angga adalah anak yang manis. Dia akan menjadi murid kesayangan saya."

"Nanti apa jawab saya kalau dia bangun?"

"Katakan saja bahwa ibunya sedang bekerja, begitu bu."

"Baiklah, tapi kalau sewaktu-waktu Angga rewel lagi, apakah nak Ratih masih bersedia melayaninya?"

"Saya senang melakukannya bu, tak apa, semoga nanti kalau Angga terbangun tidak akan rewel mencari saya." 

"Mudah-mudahan bapaknya segera pulang. "

"Saya mengambil tas saya dibelakang bu."

"Ibu panggilkan taksi dulu nak."

"Nanti gampang bu, sambil jalan," kata Ratih sambil melangkah kebelakang.

Tapi Ratih lupa dimana tadi dia meletakkan tasnya. Didapur barangkali, dan Ratih melangkah kedapur.

Tapi tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. 

"Akhirnya kamu pulang Arum,"

Gemetar Ratih dibuatnya.

***
Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER