Cinta Ayudia 09
A story by Ayudia
Part 9
Jam dinding menunjukkan waktu masih cukup dini untuk insan manusia beraktifitas, tapi tidak untuk Ayu. Pukul 04.00, adalah waktunya untuk bangun dari tidur dan memulai hari mengurusi rumah dan keluarga kecilnya.
Biasanya ia akan langsung mengurusi dapur, membuat sarapan. Walaupun ada ART di rumah itu, tapi urusan masak memasak hanya dipercayakan kepada Ayu saja. Dan setelah urusan dapur selesai, ia menyiapkan bahan-bahan dan catatan untuk keperluan restoran keluarga Aditya.
Ayu terbangun masih dalam pelukan hangat Rangga.
Dengan kaki yang membelit disertai pelukan erat tangan besar pada tubuhnya, membuat Ayu sulit bergerak untuk turun dari ranjang. Ia mendongakkan kepala, memandangi wajah suaminya yang masih terlelap dalam mimpi.
Suara dengkuran terdengar halus menggelitik wajahnya. Ia hanya terdiam menikmati pemandangan indah yang menyenangkan hatinya, memindai perlahan keseluruhan wajah itu. Tatapannya berhenti, di tanda yang semalam membuat hatinya gelisah. Warnanya sudah memudar, tapi rona merah itu masih ada.
Ayu mengangkat tubuh, lalu memberikan kecupan kecil pada rahang suaminya. Bergerak turun ke leher, mencium dan menghisapnya pelan, tepat di mana tanda itu berada. Mengganti tanda kepemilikan itu, dengan tanda dari dirinya.
Milikku.
“Emhhh .…”
Terdengar lenguhan pelan dari bibir pria itu.
“Sayang … kau membangunkan singa tidur,” ucap Rangga.
Dia mengeratkan pelukan pada tubuh mungil Ayu, dan menciumi puncak kepala istrinya.
“Kamu selalu saja menggodaku, tapi berakhir aku yang harus menahan diri,”
Tambahnya masih dengan mata terpejam. Dia mengerucutkan bibirnya pura-pura kesal, lalu disambut tawa kecil Ayu.
“Cium dikit aja kok, emangnya nggak boleh?” goda Ayu.
“Banyak juga boleh, Ay. Tapi kamu masih sakit,”
Balas Rangga, sambil memberikan lagi kecupan–kecupan kecil di wajah istrinya.
“Terapis kenalan Ayah itu jago juga, ya. Kakiku kerasa lebih baik, nggak sakit lagi dibawa jalan. Biasanya kan kalau berdiri lama-lama, suka nyeri gitu.”
Rangga melepaskan pelukannya.
Tubuhnya terlentang menatap langit-langit kamar, sementara satu tangan yang lain menarik tubuh Ayu berbaring di atas dadanya. Pikirannya berkelana ke hari kemarin, di mana dia memilih meninggalkan istrinya dan melupakan janji pada Della hanya karena seorang wanita lain yang ada di hatinya.
“Maaf, kemarin aku mengingkari janjiku sama kamu dan juga pada Della.”
Ayu terdiam, menunggu apa yang selanjutnya akan dikatakan suaminya. Apakah dia akan mulai berbicara jujur kepadanya atas apa yang terjadi pada hari kemarin.
Suasana mendadak hening. Mereka hanyut dalam pikirannya masing-masing.
Tangan Rangga mempermainkan rambut panjang istrinya, sedangkan tangan Ayu bermain di atas dada sang suami.
Ia kembali menelan kecewa, karena suaminya tidak menyingung apa-apa tentang wanita itu. Entah sampai kapan suaminya akan terus merahasiakan itu darinya.
“Mas, sudah adzan tuh. Shalat subuh, ya. Aku mau bangunin Della terus bikinin sarapan,”
Ujar Ayu, sambil berusaha beranjak dari ranjang. Namun, tangannya dicekal oleh sang suami yang kemudian menariknya kembali ke dalam pelukan Rangga.
“Sebentar lagi, Sayang. Aku masih ingin memelukmu sebentar saja.”
Rangga menenggelamkan wajahnya di cerukan leher Ayu, menghirup aroma wangi lembut istrinya yang sangat dia sukai.
“Maafkan aku.”
Rangga pun meringis dalam hati.
Seakan mengerti kegundahan hati suaminya, Ayu mengelus rambut hitam milik Rangga lalu menepuk bahunya pelan.
Wanita itu terkikik geli saat hidung mancung Rangga mengendus dan bergerak di sepanjang lehernya, yang kemudian diteruskan oleh pria itu untuk menggoda sang istri. Dia bergerak menindih Ayu, dan melanjutkan kelitikan di pinggang wanita itu yang membuatnya meronta-ronta dan tertawa.
“Mas ... hentikan! Ampun, Mas.”
Namun Rangga mengabaikannya.
Hidungnya terus bergerak di leher Ayu dan turun ke dadanya, tangan itu masih bertengger di pinggang ramping sang istri.
Ayu tak kehabisan akal, ia pun berpura-pura meringis. “Awww!!”
“Oh tidak! Kenapa lagi, Ay? Kena lagi ya?”
Rangga menghentikan seketika serangannya.
Dia turun dari atas tubuh mungil itu dan melihat ke arah kaki istrinya.
Ayu pun bangun dari tidurnya, lalu tertawa melihat wajah khawatir suaminya.
“Boongannn!!” serunya riang.
“Kamu ya, bikin aku khawatir tau!” balas Rangga.
Dia kembali menarik tubuh Ayu, dan memerangkapnya di bawahnya.
Keduanya tertawa lebar, tak rela momen ini harus berakhir karena waktu yang dikejar oleh mentari pagi. Rangga melayangkan kecupan-kecupan kecil di wajah istrinya, membuat Ayu melayang.
“Masss ... aku harus bangun sekarang. Belum sholat, siapin sarapan dan bangunin Della,” ucap Ayu.
“Biar aja Bik Inah yang bikin sarapan. Hari ini libur dulu, karena aku ingin berduaan lebih lama sama kamu.”
Perkataan Rangga membuat wajah Ayu merona.
“Kayak Mas mau aja, makan masakannya Bik Inah. Mas, Ayah, dan Della kan cuma mau makan masakan aku aja.”
Rangga tertawa kecil, karena memang apa yang dikatakan Ayu itu benar.
Dia dan putrinya, adalah penggemar berat masakan Ayu yang nikmat tidak ada duanya. Dia tidak mau orang lain memasakkan makanan untuknya selain Ayu, termasuk ibunya sendiri.
“Oh iya … Mas bangunin Della ya? Minta maaf mengenai janji Mas kemarin yang tidak jadi menjemputnya pulang sekolah? Mas kan tau, anak gadis kita itu kayak gimana kalau ada orang yang membuat hatinya kesal. Untung saja kemarin Kak Rania yang jemput Della, jadi dia lupa dengan janjinya sama Mas,” ucap Ayu.
“Oh, iya ya.” Rangga menghela napasnya berat.
Dia tahu putrinya yang satu ini, sulit dibujuk jika sedang marah. Apalagi kali ini, dirinyalah yang mengingkari janji yang dia buat.
Ayu sudah memperingatkannya berulang kali agar tidak berkata apa pun atau menjanjikan sesuatu, karena ingatan putrinya ini cukup hebat. Dia akan mengingat jelas apa yang orang katakan, dan bisa bayangkan bagaimana kecewanya jika apa yang dia tunggu-tunggu ternyata batal atau tidak dipenuhi.
“Mendingan Mas temui Della sekarang, sebelum dia asyik nempel sama Kak Rania. Suasana hatinya sedang senang. Jadi, dia nggak akan terlalu marah sama Mas,” tambah Ayu
“Sifat dia tuh mirip siapa sih?”
Rangga tampak berpikir keras.
“Hihihi ... ya kamulah. Mas kan orang yang paling nggak suka dibohongi, dan orang yang ingkar janji,” jawab Ayu.
“Iya … ya. Entar aku yang bangunin Della,”
Ucap Rangga, beranjak dari tidurnya menuju kamar mandi.
🍀🍀🍀
Rangga turun dari kamar, sambil menggendong Della yang telah rapih memakai seragamnya. Mereka bersiap-siap untuk berangkat. Seperti biasa, pria itu akan mengantar putrinya terlebih dahulu baru ia akan berangkat ke kantornya.
Della turun dari gendongan ayahnya, lalu turun mencium punggung tangan Rania dan bundanya, dan kemudian berjalan menuju mobil ayahnya yang telah terparkir di luar teras.
“Angga, biar Kakak aja yang antar Della. Please,” bujuk Rania.
“No. she's my daughter. Aku yang bakal nganterin dia tiap pagi. Makanya cepetan nikah punya anak sendiri, biar bisa uwel-uwel anak sendiri,” tolak Rangga.
Seketika wajah Rania berubah sendu.
Perkataan adiknya itu sangat mengena di hati. Bukannya dia tidak ingin menikah, tapi setelah menjadi artis papan atas seperti sekarang, susah untuknya mencari pria yang mencintai dengan tulus bukan modus.
“Kakak kan bisa jemput Della nanti sama Ayu,” tambah Rangga.
Dia mengerti posisi kakaknya saat ini. Banyak berita-berita yang beredar, mengenai kakaknya yang sering bergonta ganti pasangan. Para lelaki yang kebanyakan hanya memanfaatkan ketenaran, kecantikan, dan harta yang dimiliki kakaknya.
“Oh ya, Mas. Nanti Ayu ijin pergi sama Della dan Kak Rania ya. Kami mau pergi jalan-jalan,” pinta Ayu.
“Kakimu masih sakit, Sayang. Jangan capek-capek dulu,” ucap Rangga.
Wajah Ayu merona mendengar panggilan ‘sayang’ suaminya untuk dirinya itu, terucap di depan kakak iparnya.
“Aku nggak akan lama-lama berdirinya kok. Cuma liatin aja, biar nanti Della sama Kak Rania yang main,” jelas Ayu.
“Iya, Ga. Aku jamin istri kamu nggak akan kecapean. Dia cuma liatin aja. Daripada dia di rumah terus, mending ikut jalan-jalan sama aku,” bujuk Rania.
“Baiklah, tapi janji jangan capek ya?” ucap Rangga.
Ayu mengangguk, lalu mencium punggung tangan sang suami dan kemudian dibalas kecupan hangat oleh Rangga di kening Ayu.
Tiin ... tiiin
Klakson mobil Rangga sudah ditekan tak sabaran oleh Della, yang sudah menunggu di mobil.
“Ayah cepatttt, nanti Della terlambat!!” teriak Della.
“Iya, Sayaanggg!!” balas Rangga.
Dia kemudian berbalik lagi ke arah Ayu, dan mencuri kecupan kilat di bibir istrinya.
“Oh My God, masih sempet-sempetnya!” ledek Rania.
“Makanya cepetan kawin!!”
Balas Rangga, sambil berlalu dari hadapan kakak dan istrinya.
Ayu hanya tersenyum. Hati menghangat mendapat perlakuan sayang suaminya.
Tak salah ia memutuskan untuk terus bertahan dalam pernikahannya.
“Masuk, yuk. Kita harus bersiap-siap,”
Ajak Rania yang kemudian diikuti oleh Ayu.
Sebelum menjemput Della siang nanti, mereka akan pergi ke rumah sakit tempat kenalan Rania berada. Mereka sudah janjian hari ini untuk melakukan rencana mereka yang tertunda sebelumnya, mengenai keperawanan Ayu.
🍀🍀🍀
Setengah jam kemudian Ayu sudah duduk di sofa ruang tengah bersama Rania, bersiap menunggu sopir mereka yang tengah memanaskan mobil.
“Pantesan Ibu suruh aku cepet-cepet pulang anter kamu ke ginekolog, rupanya Rangga sudah kebelet banget sama kamu,” ledek Rania.
“Kakak bisa aja,”
Balas Ayu sambil menunduk malu menanggapi perkataan kakak iparnya.
“Sebelum Rangga kembali ke Jakarta, Ibu memang sudah mengingatkan aku tentang ini. Tapi memang kenalanku baru aja kembali dari cuti, makanya baru bisa sekarang,” jelas Rania.
Wanita itu meneguk teh di hadapannya dengan anggun, membasahi kerongkongan dengan teh hijau kesukaanya.
“Akhirnya, Rangga sekarang bisa berperan sempurna jadi ayah dan suami yang baik untuk kamu dan Della. Aku bahagia melihat kebahagiaan kalian, terutama saat Della menceritakan kedekatan kalian berdua. Kemarin Della menceritakan semuanya kepadaku, bahwa ia sangat senang ayahnya sudah kembali ke rumah dan tidur bertiga bersama-sama. Juga mengantar ke sekolah setiap hari. Tidak ada yang melegakan hatiku, selain kebahagiaannya. Its priceless”
“Aku juga, Kak. Sekarang wajah Della selalu penuh senyuman, matanya berbinar bahagia saat bersama dengan ayahnya.”
Keduanya lalu terdiam sesaat, membayangkan peri kecil mereka dengan berbagai tingkahnya yang membuat hati siapa pun yang mengenalnya, jatuh hati.
“Seandainya malam itu Rangga tidak berhasil mabuk seperti yang kita perkirakan, kemungkinan Della pun tidak ada di sini bersama kita sekarang.”
Ayu memejamkan mata, mengingat kenangan malam itu yang menyesakkan hati.
Perutnya mulas saat diingatkan kembali akan hal itu, malam di mana ia tidak berdaya menentang kakak dan ibu mertuanya, hanya demi balas budi. Dan malam di mana ia mengkhianati sahabatnya sendiri, sehingga pria itu berpindah status menjadi suaminya.
🍀🍀🍀
Brugh...
Suara benda terjatuh mengejutkan mereka berdua, lalu menoleh ke asal suara.
Di sana Rangga berdiri terpaku dengan wajah memerah. Tas yang dibawanya terjatuh, sedangkan kedua tangan terkepal erat menahan amarah.
“Kalian menjebakku?!” pekik Rangga tak percaya.
Pak Robby dan bu Mirna yang tengah berada di kamar pun mendengar teriakan penuh amarah dari bibir Rangga. Mereka bergegas keluar, dan melihat Ayu dan Rania dengan wajah pucat sedangkan Rangga berdiri dengan wajah penuh amarah.
“Katakan padaku siapa yang menjebakku malam itu?! Siapa yang sengaja membuatku mabuk dan melakukan hal yang tidak pernah kuinginkan dan kusesali seumur hidupku? Siapa ?!” teriak Rangga lagi.
Bu Mirna membelalakkan mata, tak percaya Rangga mengetahui rahasia mereka.
‘Sejauh apa dia tau?’pikirnya. Dia memilih tetap diam.
Begitupun dengan Rania, dia juga menunduk dan diam.
Wajah Ayu kini bersimbah air mata, tak menyangka bahwa hari terkuaknya rahasia mereka akan datang secepat ini. Hari di mana Rangga akan mengetahui semua kebenarannya.
“Katakan Ayu, katakan kamu tidak terlibat dengan ini semua! Kamu tidak mungkin melakukan hal ini kepadaku,” ucap Rangga, sambil memegang kedua bahu Ayu erat.
Ayu menangis dan meringis, karena tangan Rangga yang mencengkeram bahunya erat.
“Katapan padaku! Aku tidak mau dibohongi lagi! Apakah kamu tahu kejadian malam itu disengaja?!” tanya Rangga berapi-api.
Air mata Ayu mengalir tambah deras.
Ia tahu Rangga paling tidak suka dibohongi, apalagi ia telah memendam semuanya selama empat tahun ini. Suatu saat bangkai ini akan tercium juga, tak guna menyangkalnya sekarang. Ayu pun menganggukkan kepalanya pelan.
Jantung Rangga terasa meluruh, seperti sesuatu keluar melayang dari tubuhnya secara paksa. Genggaman tangannya lepas dari bahu Ayu, tubuh besar itu pun terduduk lemas di sofa.
“Kenapa kau lakukan itu?” lirih Rangga.
Ayu masih berdiri, bergeming, menangisi kebodohan dan nasib perkawinannya yang takkan sama lagi. Pak Robby dan bu Mirna duduk di sofa seberang Rangga. Mereka belum mau berkata apa-apa, sebelum tau semua ceritanya.
“Kamu tahu bagaimana perasaanku selama ini mengingat malam itu? Malam di mana aku menemukan dirimu dirusak olehku? Rasa penyesalan dan bersalah itu tidak mau hilang selama bertahun-tahun. Aku hancur, semua rencana masa depanku berantakan! Gara-gara kamu! Apalagi aku harus menjadi seorang ayah dalam usia muda,” geram Rangga.
“Perempuan murahan….”.
Hati Ayu ikut hancur, mendengar hinaan itu keluar dari bibir suaminya.
“Rangga, jaga mulut kamu!!” hardik pak Robby.
“Lalu apa namanya selain murahan dan jalang? Rela mengorbankan kehormatannya demi apa yang dia sebut cinta? Aku bahkan tidak yakin Della itu anakku!”
Plakkk.
Rania menampar pipi Rangga keras.
“Della tidak berdosa. Jangan kamu hina seperti itu!”
“Kenapa semua orang membela wanita murahan ini? Aku anak kalian! Adikmu! Kenapa kalian rela dibodohi wanita ini? Mengorbankan masa depan dan masa mudaku untuk menikahinya? Aku tersiksa dengan pernikahan ini, aku bertanggungjawab karena terpaksa. Harus kalian tahu itu!!” seru Rangga.
“Jadi, semua kemesraan yang kamu tunjukkan untuk aku dan Della adalah bohong?” tanya Ayu lirih.
Tidak
“Ya!”
Jawab Rangga tegas tanpa ragu, walaupun hatinya berkata sebaliknya.
Ayu mengusap air matanya dan tersenyum sinis pada dirinya sendiri.
Menertawakan dirinya yang ternyata begitu mudah dibohongi oleh sang suami.
“Benar, itu semua adalah salahku yang merusak masa depan kamu. Menghilangkan masa mudamu, dan memisahkan kamu dengan wanita yang kamu cintai. Tapi pernahkah Mas berpikir bagaimana menjadi aku, selama empat tahun ini? Menjadi istri yang baik mengurusi rumah, menjadi ibu yang baik dan menjadi menantu dan ipar yang patuh? Semua aku lakukan, untuk mempertahankan pernikahan yang Mas abaikan selama ini,” ucap Ayu sinis.
“Jika Mas berpikir, hanya Mas yang menderita, aku tidak yakin. Bukankah selama jauh dari kami, Mas mendapatkan semuanya? Kami membebaskanmu meraih cita-cita yang Mas impikan. Aku tidak pernah mengganggumu dengan urusan rumah ataupun Della. Aku juga yakin kamu menikmati masa mudamu bersama teman-temanmu. Toh, Mas tidak pernah mengakui pada teman-teman kalau Mas sudah menikah dan punya anak. Dan, Mas juga berhasil mendapatkan kembali cintamu yang dulu sempat terpisah. Mas berhubungan dengannya di belakangku. Jadi siapa yang menderita di sini?”
Semua mata di ruangan itu membulat tak percaya dengan apa yang dikatakan Ayu barusan termasuk Rangga.
Dia mengetahuinya.
“Mas pikir aku tidak tahu kalian bermain di belakangku dua tahun lamanya? Di saat aku di sini dan Della menunggu kepulanganmu, Mas asyik bersama dia yang menyusulmu ke sana. Atau Mas yang akan mendatangi tempatnya. Bahkan kalian sekarang bekerja pada gedung yang sama, makin tak terpisahkan. Dan aku tahu kenapa Mas tidak menemaniku terapi kemarin dan pulang larut malam, karena Mas bersama dia. Bahkan Mas memiliki tanda merah miliknya di leher Mas.”
“Astaghfirullah ....”
Bu Mirna dan Rania shock mendengar pengakuan Ayu, begitupun pak Robby. Tidak menyangka anak lelakinya melakukan hal itu. Walaupun Ayu bersalah, tapi apa yang dilakukan Rangga tidaklah benar.
“Semua itu benar, Rangga?” tanya pak Robby.
Rangga tersenyum sinis, mendapati keadaan yang kini malah berbalik menyudutkannya. Dia berdiri dari duduknya, dan berkata tajam kepada wanita di hadapannya.
“Iya itu semua benar, dan aku tidak menyesalinya. Itu balasan bagi wanita murahan yang telah menjebakku.”
Rangga lalu pergi ke kamarnya, mengambil barang yang tadi sempat dia tinggalkan lalu buru-buru pergi dari rumah itu.
Bersambung
No comments:
Post a Comment