Cinta Ayudia 06
A story by Ayudia
Part 6
Ayu terbangun, saat merasakan geli karena gelitikan tangan kecil di wajahnya.
Ia pun membuka mata, dan melihat bidadari kecil di hadapannya sedang duduk tersenyum lebar. Telunjuk kecil itu bergerak ke bibir mungilnya, memberi isyarat agar tidak berisik.
Ayu mengerutkan kening tidak paham maksud putrinya, lalu Della menunjuk ke arah belakangnya.
Saat akan berbalik, Ayu melihat sebuah tangan besar berada di atas pinggulnya dan hembusan napas terasa di tengkuknya. Ia mengenali wangi tubuh itu.
Jantungnya berdegup kencang dan hatinya kini dipenuhi dengan bunga-bunga yang bermekaran, melihat suaminya tengah tertidur serta memeluknya. Ia tersenyum mengingat hubungan mereka yang kian membaik.
Pria itu tak ragu lagi untuk berdekatan dan menyentuhnya. Ayu memandangi tiap inci wajah itu dan merekam erat di otak kecilnya. Alis hitam lebat tersusun sempurna, menambah kesan tegas dan tajam jika dipadukan dengan manik mata hitamnya. Hidungnya mancung dan bibir tebal kemerahan yang sempat menyentuh bibirnya tadi pagi, membuat pipi itu kembali merona.
“Apakah kamu mengingat sesuatu yang indah dari bibirku?”
Goda Rangga, yang tiba-tiba membuka matanya yang masih kemerahan karena mengantuk.
Ayu langsung membalikkan tubuh kembali menghadap putrinya, yang kini tertawa gembira.
Dia merangkak hati-hati melewati Ayu, lalu menghambur ke pelukan ayahnya.
“Ayahhhh! Della seneng Ayah pulangnya cepat. Sekarang, Della bisa seperti Angel. Dia selalu tidur bertiga bersama mommy dan daddynya. Della juga sekarang bobo bertiga sama Ayah Bunda,”
Ucap Della polos, yang kembali membuat Rangga meringis dalam hati mendengarnya.
“Siapa Angel?” tanya Rangga.
“Temen di sekolah. Della iri sama Angel, karena dia selalu ceritain mommy dan daddynya. Katanya mereka selalu bertiga ke mana-mana, tidur juga. Dulu Della sedih tapi Bunda bilang, Della harus sabar dan jadi anak baik. Doakan Ayah, supaya bisa cepet selesai sekolahnya dan pulang ke rumah,” cerita Della.
Entah bagaimana Rangga memaknai perasaannya saat ini.
Didera perasaan bersalah, setelah 'diserang' bertubi-tubi dengan perkataan polos putrinya. Menyesali kebodohannya yang telah menelantarkan putrinya yang begitu cantik, pintar, dan bijak. Tekad dalam hatinya semakin kuat ingin membahagiakan putri dan istrinya.
“Oh iya, mommynya Angel sekarang perutnya besar loh, Yah. Kata Angel, dalam perut mommynya ada bayi yang nanti jadi adiknya. Bisakah Della juga punya adik, Ayah? Perut Bunda kecil,”
Ucap Della polos, sambil menunjuk perut bundanya.
Rangga tertawa mendengar kepolosan putrinya, sementara wajah Ayu sudah memerah. Sudah beberapa kali, Della memang meminta adik kepadanya. Namun ia hanya membalas dengan senyuman, tidak berkata apa-apa karena suaminya saja sedari dulu tidak pernah menyentuhnya.
“Della mau punya adik?” tanya Rangga.
“Mau! Mau dong, Yah! Biar ada temen main,” seru Della.
“Della harus jadi anak baik dan berdoa, supaya perut Bunda bisa cepet besar dan kasih Della adik. Nanti biar Ayah dan Bunda yang usahakan sisanya,” ucap Rangga.
Dia menoleh dan mengedipkan mata menggoda Ayu, yang wajahnya kini makin merona.
Dia cantik saat tersipu-sipu seperti itu. Polos dan cantik seperti dulu.
Della pun melompat-lompat gembira di atas kasur besar itu dan bercanda, berpelukan bersama Ayahnya. Ayu dapat merasakan kegembiraan yang besar pada diri putrinya begitupun dengan Rangga.
Binar di matanya itu kembali hidup seperti dulu. Saat Rangga masih menjadi sahabatnya, sebelum ada Dessi di antara mereka kala itu.
Tiba-tiba sepasang tangan kokoh mendekap erat Ayu. Rangga meletakkan kepala tepat di ceruk leher Ayu, membuat dirinya meremang panas di sekujur tubuhnya.
“Terima kasih, ya. Sudah mendidik Della menjadi anak yang pintar dan penurut seperti itu,” ucap Rangga tulus, sambil mengecup pelipis istrinya.
“Dia tampak sangat bahagia, padahal ayahnya ini telah sangat mengecewakannya. Maafkan aku. Aku--.”
Ayu tersenyum mendengar penuturan maaf suaminya,
“Sudah, Mas. Bukankah kita sepakat akan memulai kembali dari awal? Lupakan itu, yang penting sekarang kami bisa memiliki kamu di sini. Utuh.”
Rangga tertegun sejenak, mengeratkan kembali pelukannya.
Memantapkan hati akan keputusannya. Della dan Ayu-lah tempat seharusnya untuk pulang.
“Kurasa kita harus mengerjakan PR yang diminta Della,”
Bisik Rangga rendah di telinga Ayu, sambil memberikan kecupan di sana.
Membuat darah dalam tubuh wanita itu berdesir tak karuan, dan detak jantungnya meloncat kencang.
“M-Mas … nanti ada Della..,”
Ucap Ayu sambil tersipu malu.
“Dia udah keluar, kok. Dia sedang bersiap-siap mau berenang. Kami mau berenang sebentar, sebelum hari gelap.”
“O-ohh ... aku mandi dulu, nanti nyusul ke bawah nemenin kalian.”
Rangga bersiap-siap menggendong Ayu lagi, tapi tangannya ditepis oleh Ayu.
“Kakiku sudah jauh lebih baik sekarang, Mas. Tuhhh, udah nggak bengkak lagi kan? Udah kempes. Biar aku jalan sendiri aja,” tolak Ayu.
Rangga mengabaikan ucapan Ayu, dan akhirnya tubuh mungil itu kembali melayang dan berayun dalam dekapan suaminya. Menggendongnya kembali ke kamar mandi.
Saat mendudukkan Ayu di tepi bathtub, Rangga mencuri kecupan di bibir istrinya. Dia terkekeh melihat mata Ayu yang membulat kaget dan pipi memerah. Menggemaskan.
“Mandi yang wangi, biar entar malem aku bisa ciumi sepuasnya,” ucap Rangga.
Kembali mengedipkan mata menggoda Ayu lalu kemudian berlalu keluar, menyusul putrinya yang tengah menunggu di kolam renang.
“Semoga ini semua bukan mimpi. Kalau semua ini mimpi, jangan bangunkan aku. Aku rela hidup dalam mimpiku walau semu,”
Gumam Ayu, sambil meletakkan tangannya di dadanya. Berusaha meredam jantung yang dibuat berlari, karena ulah suaminya yang tiba-tiba begitu manis dan menggoda.
Hal itu membangkitkan kenangannya saat bersama Rangga dan Jessi dulu.
Seperti inilah watak asli Rangga. Baik, manis, perhatian, usil, dan suka menggoda.
🍀🍀🍀
Tiba-tiba raut wajah Ayu berubah murung, saat menyadari maksud perkataan suaminya barusan.
Rangga akan meminta haknya nanti malam, tapi ....
Pikiran Ayu kembali ke tadi siang, saat ibu mertuanya mendatanginya ke kamar dan mengajaknya bicara. Dan membicarakan sesuatu yang menjadi rahasianya selama ini.
“Bersiaplah untuk pergi ke dokter kandungan, besok pagi. Dia akan membantumu untuk melakukan bedah kecil. Rania yang merekomedasikan.”
“Kak Rania mau pulang?”
“Iya, dia sudah kangen sama Della. Nanti dia juga yang antar kamu ke tempat temennya itu, bawa Della sekalian biar Rangga nggak curiga. Bilang aja kalian mau jalan-jalan.”
“Baik, Bu.”
“Oh iya, pastikan kalian tidak melakukan hubungan badan sebelum selaput darah kamu dipecahkan. Mengerti?!”
“Me-Mengerti, Bu.”
🍀🍀🍀
Selain Ayu dan Della, yang sangat gembira dengan perubahan sepasang suami istri ini adalah pak Robby Aditya. Ayah Rangga, mertuanya Ayu. Dialah yang memperhatikan Ayu dan Della, saat putranya tidak berada di rumah.
Pria paruh baya itu juga yang cerewet meminta Rangga untuk pulang ke rumah, jika dirasa sang putra sudah terlalu lama tidak menjenguk anak dan istrinya. Pak Robby dan ayah Ayu dulu bersahabat, jadi dia sudah menganggap sang menantu sebagai anaknya sendiri sedari dulu. Apalagi saat tahu Rangga meniduri Ayu, dia sangat marah sekali. Karena bagaimanapun, Ayu adalah anak mendiang sahabatnya yang dititipkan padanya. Dia menyesali tindakan memalukan putranya itu.
Dulu, memang pernah terbersit keinginan untuk menjodohkan mereka tapi hal itu dipendamnya sendiri, apalagi istrinya waktu itu tidak setuju dengan ide tersebut. Mungkin, karena ibu Ayu adalah mantan koki di restorannya dulu.
Takdir pun berkata lain, kini Ayu benar-benar jadi menantunya.
Duduk berkumpul bersamanya di meja makan seperti saat ini, bersama anak dan cucunya. Dia dapat melihat wajah menantunya yang kini diliputi kebahagiaan.
Tak hanya itu, wajah anak laki-laki dan cucunya juga sama seperti Ayu. Dirinya berdoa dalam hati, supaya keluarga kecil mereka selalu diliputi dengan kebahagiaan dan keberkahan selamanya.
“Gimana kondisi kaki kamu, Ayu?”
Tanya pak Robby, di sela makan malam mereka.
“Alhamdulilah sudah lebih baik, Ayah. Udah nggak bengkak lagi,” jawab Ayu.
“Rangga, besok pagi kamu bisa ijin ke kantor kamu? Antar Ayu ke terapis. Bawa Ayu fisioteraphy, untuk mempercepat penyembuhannya,” pinta Robby.
“Bisa. Kebetulan kerjaan sudah beres, klien juga nggak ada masalah. Angga bisa minta ijin setengah hari sama Bos,” jawab Rangga.
“Ayah nanti hubungi teman Ayah dulu bikin janji buat kalian, jadi nanti Ayu bisa langsung masuk tanpa antri,” tambah pak Robby.
“Baik, Ayah,” angguk Rangga.
Bu Mirna tampak akan menginterupsi perkataan suaminya, tapi urung dilakukan. Dia kembali melanjutkan makan sambil melirik ke menantunya.
Bingung harus berkata apa, karena seharusnya besok Ayu menemui dokter yang direkomendasikan Rania. Ayu pun hanya bisa terdiam, tidak berani membantah perintah mertuanya begitupun dengan Mirna.
🍀🍀🍀
Setelah makan malam, mereka berkumpul di ruang keluarga.
Bu Mirna dan pak Robby asyik menonton tayangan di televisi. Della duduk bersandar di pangkuan Rangga, sambil membaca buku cerita miliknya. Walaupun membacanya masih terbata-bata, Ayu dan Rangga mendengarkan dengan sabar.
Capek karena sering salah, akhirnya gadis kecil itupun bercerita sesuai imajinasinya sendiri, berdasarkan gambar-gambar dari buku tersebut. Keluguan Della membuat seisi ruangan tertawa tergelak dengan tingkahnya, suasana hangat yang lama hilang dari keluarga Aditya.
Saat hari semakin malam, Della sudah terkulai di pelukan Rangga.
Pria itu mengangkat tubuh putrinya menuju kamar lantai atas di sebelah kamar mereka, sedangkan Ayu berpamitan kepada mertuanya untuk ikut beristirahat.
Menyusul berjalan pelan dengan langkah tertatih. Rangga membaringkan di atas ranjang dengan perlahan kemudian menyelimutinya, lalu memberikan kecupan lama di kening putrinya.
“Maafkan Ayah, Sayang. Mulai hari ini, Ayah janji akan menjadi Ayah terbaik untuk kamu,” ucap Rangga.
Dia beranjak keluar dari kamar Della, dan mendekati Ayu yang sedang menaiki tangga dengan penuh kehati-hatian. Menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kekeraskepalaan Ayu yang menolak menunggu di ruang keluarga, malah berjalan menaiki tangga sendirian. Dia lalu kembali menggendong tubuh mungil Ayu masuk ke kamar mereka.
“Mas, lebay deh ih. Aku malu sama Ayah dan Ibu. Nggak usah manjain kayak gini ah, aku udah mau sembuh kok. Harus dibawa banyak jalan biar nggak kaku kakinya,” protes Ayu.
“Justru kalau kamu sembuh, Mas nggak bisa gendong kamu lagi.”
Ayu memutar bola mata mendengar jawaban suaminya.
Akhirnya ia menyerah, lalu mengalungkan lengan di leher suaminya. Senyum manis tidak pernah lepas dari bibir tipisnya, begitupun dengan Rangga.
“Ke kamar mandi ya, Mas. Gosok gigi.”
“Siap, Nyonya!”
Rangga masuk ke kamar mandi, lalu mendudukkan tubuh istrinya di meja tembok wastafel. Kebiasaan Ayu dan Della, yang membuatnya juga ikut terbiasa untuk gosok gigi sebelum tidur. Kalau kata Della, supaya nanti kalau udah tua giginya nggak ompong dan tetep cantik.
Setelah selesai menggosok gigi dan berkumur, Rangga berdiri di depan Ayu, membuka lebar pahanya lalu menarik pinggul istrinya ke dalam dekapannya.
Ayu terpekik kaget dengan pelukan tiba-tiba suaminya, karena takut terjatuh iapun melingkarkan kaki jenjangnya di pinggul Rangga.
“Mas ...,”
Lirih Ayu. Ia tak dapat berkata-kata saat melihat ke dalam manik mata suaminya.
Mata mereka saling berpandangan, mencoba menyelami pikiran masing-masing.
Namun, yang mereka lihat dan mereka rasakan adalah suatu perasaan ingin memiliki yang sangat besar. Rangga menggendong istrinya di depan dada, dengan lengan Ayu memegang erat lehernya.
Deru napas wangi mint istrinya terasa menerpa di wajah. Matanya enggan bergerak, mengagumi wajah cantik dan manis di hadapannya. Apalagi saat matanya beralih ke bibir tipis berwarna merah muda alami, yang sedikit membuka seolah mengundang untuk mencicipinya. Bibir yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya.
Rangga lalu merebahkan tubuh istrinya di atas ranjang, dengan sigap meraup bibir tipis yang sedari tadi menggodanya.
Erangan puas keluar dari bibirnya. Dia tidak pernah merasakan gairah besar di tubuhnya, hanya dengan ciuman seperti ini. Tidak juga dengan Dessi.
“Aku menginginkanmu,” bisik Rangga.
Dia dapat merasakan tubuh Ayu yang menegang. Rangga tersenyum, mengira bahwa istrinya gugup karena ini pertama kali bagi mereka melakukannya dengan sadar.
Namun itu semua salah, bukan itu yang dirasakan Ayu sekarang.
Walaupun keinginannya cukup besar agar Rangga bisa memilikinya dengan utuh, tapi hatinya masih diliputi ketakutan.
Khawatir suaminya itu akan marah besar, jika mengetahui kenyataan yang disembunyikan. Ayu hanya memejamkan mata, menggigit bibir bawahnya berdoa agar Rangga tidak menyadari saat memecahkan selaput daranya.
Bersambung
No comments:
Post a Comment