Saturday, June 6, 2020

CINTA SEORANG IBU PENGGANTI 20b

Part 20b
A SURROGATE MOTHER
( CINTA SEORANG IBU PENGGANTI )


"Welcome home." Seorang wanita tua namun masih anggun dan elegan   berdiri menatap anaknya yang baru kembali menginjakkan kaki di tanah   kelahirannya. Dia sempat pergi demi cinta yang kini memporak porandakan   impiannya.

"Sorry," bisiknya menatap sang ibu, lalu meraih jari  jemari sang  Ibunda dan mencium punggung  tangan nan putih itu dengan  ciuman tulus  dan lembut.

Tangan kiri sang ibu menyentuh kepala  putranya. Benarlah, bahwa ibu  memiliki maaf yang tak terbatas, cinta  yang tak terhingga, dan sayang  melebihi isi dunia pada anak-anaknya.  Meski pernah ditinggalkan demi  wanita asing yang mengatasnamakan cinta,  dia tetap membuka lebar pintu  rumah dan hatinya demi sang anak  tercinta. Bahkan meski sang anak telah  berbeda keyakinan dengan  dirinya. Kasihnya tetap tak pernah pudar.

Tak ada bahasan seputar  Anna, karena wanita pemiliki rambut ikal di  ujung ini sudah menduga  kelak putranya akan kembali dan menyesali  pilihannya.

"She's not a good woman. Will never be a wife you exspect. Leave her or leave this house!"

(dia bukan wanita baik. Tidak akan pernah menjadi istri yang kau harapkan. Tinggalkan dia atau tinggalkan rumah ini!)

Kalimat  itu pernah keluar dari bibir tipis sang ibu, tapi di dalam  lubuk  hatinya dia pun berujar bahwa rumah ini akan selalu terbuka jika  kau  kembali. Terbukti saat ini, kepala William terus ada dalam  pangkuannya  dan mendapatkan belaian selayaknya dia di masa kecil.

"Whre's  Rayyan?" pada akhirnya pertanyaan itu keluar dari bibir sang  nenek yang  merindukan cucu kesayangannya. Meski tidak menyukai Anna,  tapi dia  sangat menyayangi Rayyan karena sering dikirimi foto-fotonya  dari dia  bayi hingga remaja.

"He gets a more beautiful world. His real mother. His surrogate mother is his biological mother."

(Dia mendapatkan sebuah dunia yang lebih indah. Ibu sesungguhnya. Ibu pengganti yang mengandungnya adalah ibu biologisnya)

Teressa,  ibu William menautkan kedu alis indahnya. Kemudian menyimak  setiap  kisah sang anak tentang bagaimana proses kelahiran Rayyan yang  dia  rahasiakan. Hingga kemudian anak itu memilih ikut pada sang ibu.  Karena  dalam agama dan keyakinan William yang baru, Rayyan adalah anak   kandung Kirana.

"Her name's Kirana, she not only carries Rayyan,  but also brings all  my whole heart and mind." Ayah dari satu anak itu  kembali menitikkan air  mata. Mengingat Kirana, hatinya kembali terluka.  Membayangkan wanita  itu ada dalam pelukan pria lain, bahkan lebih dari  itu. Sangat menyiksa  dirinya.

(Namanya adalah Kirana, dia tidak hanya membawa Rayyan, tapi juga membawa seluruh hati dan pikiranku)

Niat  kembali ke London untuk mengobati luka hati, tapi justru malah  semakin  sakit. Jarak yang semakin jauh dengan anak dan juga wanita yang  dia  cintai, semakin melemahkan fisiknya. Pria itu sakit selama kurang  lebih  satu minggu dan dalam perawatan sang ibunda.

Keluarga besar  William yang sangat toleransi, mendatangkan dokter  bahkan psikiater  untuk membantu William sehat seperti sedia kala. Bahkan  mereka mencari  seorang pemuka agama islam agar ayah dari Rayyan tidak  lagi merasa  dunianya telah hancur hanya karena anak dan wanita yang  dicintainya  telah memilih pria lain sebagai penjaga.

"Mengadulah pada Tuhan,  Allah ... dan belajarlah ikhlas." Lagi-lagi  nasehat itu yang dia  dapatkan. Karena sesungguhnya cinta antar sesama  makhluk ada batasnya  dan tidak semua yang kita inginkan adalah yang  terbaik.

"Do'a  merupakan senjata yang paling dahsyat bagi orang yang beriman.  Karena  do'a adalah jantung ibadah. Lebih tepatnya karena dalam do'a,  kita  menunjukkan betapa lemahnya diri kita di hadapan Sang Pencipta, dan   hanya Dialah yang mampu membolak balikkan hati."

Setelah mendengar  nasehat dari seorang pemuka agama islam London,  William kembali  membaik. Dia kembali banyak berdoa dan beribadah.  Kemudian memutuskan  kembali ke Indonesia, untuk mencari tahu kondisi  sang anak.

Tidak  hanya William, tapi sang ibu dan kedua adiknya turut serta,  Kate dan  Steve. Mereka tinggal di rumah yang dulu di tempati Anna,  sementara  William kembali datang ke rumah Paman. Namun saat itu rumah  kosong,  pemilik rumah tengah pergi menghadiri undangan. William pun  kembali dan  berniat berangkat umrah.

*

"Luar biasa, anda selalu paling khusyuk ketika berdo'a," ujar Abi Masykur pada William yang menjadi jamaahnya.

"Tidak  Ustadz, saya hanya seorang yang lemah iman dan ingin belajar  ikhlas.  Karena itu selalu tampak khusyuk," balas William dengan tersipu.

"Tidak  apa, manusia memang diharuskan berdo'a, justru yang enggan  berdo'a itu  seolah menyombongkan diri pada Allah." Abi Masykur menepuk  pundak sang  pria berkulit putih itu, "tidak sama istri? Sudah menikah?"  tanya Abi  Masykur lagi.

"Baru saja bercerai, karena saat dalam pernikahan ... justru hati ini mencintai wanita lain," jawabnya dengan tatapan kosong.

Abi  Masykur menatap pria yang tampak sekali terdapat gurat beban di   wajahnya. Mencoba menyelami hatinya yang gelisah dan tidak pernah tenang   hanya karena cinta. Tapi lebih dari itu, penyesalan karena telah   menghancurkan hidup Kirana lah yang membuatnya terus dihantui   kegelisahan. Apakah wanita itu memaafkannya? Atau sangat membencinya?

Akhirnya  dia menceritakan kisah hidupnya pada Abi Masykur, dan juga   kerinduannya pada sang anak yang memilih ikut dengan ibu dan ayah   barunya. Namun kehilangan kontak dan dia sangat ingin tahu kondisi dua   orang yang dia cintai itu.

Berada di tanah suci membuatnya terus  memanjatkan doa agar  dipertemukan kembali dengan Rayyan yang sudah  kehilangan kontak hampir  satu bulan. Bahkan dia membuat sosial media  facebook berharap sang anak  memiliki akun sosial media yang sama. Namun  setelah mencari  berulang-ulang, tidak ditemukan akun dengan nama  Rayyan Alvaro. Kalaupun  ada memiliki wajah yang berbeda.

Hingga  kembali ke Indonesia dia masih berusaha mencari Rayyan.  Berulang kali  datang ke taman dimana Kirana dulu berjualan. Kini telah  ditempati  orang lain. Kemudian menuju rumah Bagas, namun menurut  tetangga yang  dia temui, keluarga Bagas pergi kembali setelah kedatangan  Kirana yang  tampak tidak seceria dulu.

William terkejut, lalu bertanya lebih detail.

"Apa ... Kirana tidak datang dengan suaminya?" tanyanya penuh rasa penasaran.

"Tidak, dia tampak panik meski tetap tersenyum pada kita ya?" jawab perempuan paruh baya bertanya juga pada rekannya.

"Iya,  terus Mamak Si Bagas juga kaya nangis gitu. Langsung meluk si  Kirana.  Terus masuk nutup pintu. Selang beberapa jam pada pergi bawa tas   masing-masing. Ditanya mau ke mana cuma jawab ada urusan," papar   tetangga yang lain.

"Lalu Rayyan?"

"Ga kelihatan. Eh ya,  tapi apa bener si Rayyan itu anaknya si Kirana  dari dirimu ya, Om bule?  Duh, ga nyangka juga anak gadis kaya si Kirana  bisa punya anak bule."

Mereka  mulai saling sikut mencari jawaban dari gossip yang selama ini  mereka  hembuskan dan selalu mereka bahas. Sampai-sampai ibunya Bagas  sempat  memarahi mereka.

William tersenyum dan mengangguk pelan, "Betul.  Rayyan anak saya  dengan Kirana, tapi ... melalui proses bayi tabung,"  jawabnya dengan  senyuman. Sengaja menyebut proses bayi tabung agar  familiar di telinga  mereka.

Mendengar jawaban ayah Rayyan mereka bengong, saling lirik dan saling geleng. Entah apa maksudnya.

"Oh, ya ... ada yang tahu nomor telepon Bagas? Bisa minta?" William mengalihkan bahasan.

"Anak saya yang punya, tapi orangnya kaga ada. Lagi pegi," jawabnya dengan logat dan bahasa yang kental nuansa betawi.

William  lagi-lagi menarik nafas dalam, kenapa ujian ini begitu  menyiksanya.  Lalu dia mengeluarkan kartu nama dan memberikannya pada  pada tetangga  Bagas.

"Ini kartu nama saya. Mohon ... mohon sekali berikan pada  Bagas kalau  dia kembali. Katakan ayah Rayyan ingin menghubunginya.  Please ya  ibu-ibu, bantu saya." William bicara dengan penuh harap.

"Iya ... iya tenang aja bule ganteng."

"Ish genit lu, laki lu tahu kaga dapat jatah mampus lu!"

Mereka  terus saja saling sahut, bahkan sampai membahas kalau orang  tua Bagas  tidak memiliki smartphone dan mereka sebut sebagai orang kudet  bin  payah. Membuat William hanya tersenyum lalu segera pamitan pada  mereka.

*

Kereta  yang membawa Kirana dan keluarga Bagas terus melesat hingga  tiba di  Stasiun Tugu. Dari situ mereka menanyakan pondok pesantren  Al-Kautsar,  sebuah pondok yang tidak populer di telinga awam. Dengan  memanfaatkan  aplikasi google map akhirnya mereka menemukan lokasi meski  terus  menghubungi pihak pondok untuk detail transportasi menuju lokasi.

Setelah  mendapatkan mobil yang bersedia mengantar hingga ke pondok,  mereka  kembali melanjutkan perjalanan yang terasa panjang. Padahal tidak   terlalu jauh dari stasiun dan hanya berjarak satu jam. Namun bagi   Kirana terasa lama dan juah, karena dia ingin segera tiba.

Akhirnya  wanita yang tak pernah lelah menjalani hidup beserta  keluarganya telah  tiba di Pondok Pesantren AL-Kautsar. Tangis pecah saat  pihak pondok  menyatakan Rayyan dirawat di rumah sakit karena dehidrasi,  akibat  sering puasa tapi jarang berbuka bahkan malas minum. Bukan hanya  itu,  dia sering menyendiri dan menangis, bahkan tidak menghabiskan   makanannya, membuat Kirana lemas dan semakin merasa bersalah serta   menyesali setiap keputusannya menikah dengan Wildan.

"Maafkan ibu,  Rayyan." Berulang kali dia bergumam sambil mengusap  matanya yang terus  mengalirkan lelehan bening sepanjang jalan menuju  rumah sakit.

Kakinya  gemetar saat memasuki ruang rawat inap, dan terlihat seorang  anak yang  kini kurus dan lusuh dengan wajah yang sangat pucat.

"Rayyan!"  Kirana langsung lari meski terseok-seok hampir jatuh karena  lemas  melihat kondisi sang anak. Dia tak berkata apapun saat berada  sangat  dekat dengan buah hatinya, hanya menyentuh kepala dan mengelus  rambut  putranya.

Mulutnya terus komat kamit mengucap dzikir agar menguatkan dirinya dari masalah yang dia hadapi.

Subhanallah ... walhamdulillah ... wa laa ilaaha illallah ... wallahu akbar

Tangan  Kirana gemetar menggenggam tangan Rayyan yang masih tertidur,  dengan  bibir yang henti berdoa, bermunajat dan memohon pada Sang  Penguasa Alam  Semesta, Pemilik Obat dari Segala Panyakit ... dan Maha  Segalanya.

"Bu ...." Mata Rayyan terbuka, tampak ringkih dengan pipi yang tirus.

"Alhamdulillah  ...," Kirana langsung memeluk anaknya dengan tangisan  yang tak bisa  lagi dia tahan. Tangisan pilu dengan isakan yang keras.  Tangisan karena  menyesali setiap keputusan yang dia ambil yang lagi-lagi  menyebabkan  kemalangan bagi orang-orang yang dia kasihi.

Entah ujian, entah  hukuman, entah kesialan, Kirana tidak dapat  memastikan apa yang sedang  dia hadapi. Hampir hilang iman di dada  tatkala dia mengingat keputusan  menyewakan rahim telah membuat sang ayah  pergi dari dunia, padahal niat  semula uang itu untuk mempertahankan  hidupnya. Dan kini, keputusan dia  menikahi pria yang dia anggap baik,  dan menolak pria yang dia anggap  bagian dari masa kelamnya, justru  menjadikan petaka juga penderitaan  bagi anaknya.

Beruntung Rayyan masih hidup, masih bisa  memanggilnya ibu, dan dia  masih dapat memeluknya dengan erat. Tidak  seperti Abah yang akhirnya  pergi untuk selamanya dengan kemarahan yang  selalu membuat Kirana merasa  berdosa. Dia tidak tahu andai Rayyan juga  pergi, mungkin dia akan  merasakan kemalangan yang berujung pada trauma  yang dalam.

Ponselnya bergetar, dia segera mengangkat telepon yang  ternyata dari  Wildan. Dia menanyakan keberadaan Kirana karena tak  menemukan istrinya  itu di rumah.

"Aku menghubungi kamu sampe  lebih dari sepuluh kali ga kamu angkat!  Aku datang ke rumah ... kamu ga  ada! Istri macam apa kamu! Dasar istri  durhaka!" maki Wildan tanpa  ampun. Membuat Kirana menahan isak tangis,  dan nafasnya sedikit cepat.

"Mas,  Rayyan dirawat di rumah sakit. Sudah tiga hari, mana mungkin  aku tega  dan harus nunggu izin kamu. Lagipula kamu juga sukar dihubungi  dan  terus menerus bicara kasar, aku jadi bingung." Kirana mencoba  bersabar,  sementara Paman sudah siap ingin meledak. Hendak merebut  telepon  Kirana.

"Alasan saja kamu! Kalau kamu tidak kembali dalam waktu satu jam, kamu saya talak!" teriak Wildan penuh amarah.

Kirana menarik nafas dalam, memejamkan mata, mengepalkan tangan dalam tiga puluh detik kemudian membuka matanya kembali.

"Itu  artinya kamu sudah ada niat menceraikan aku lagi mas. Sama aja  dengan  cerai!" tegas Kirana dengan emosi yang memuncak. Kenapa pria ini  mudah  sekali bicara talak, seolah tidak ada beban dalam mengatakannya.

"Ya sudah! Kamu aku ceraikan!"

Kirana menarik nafas panjang dan tersenyum dengan sedikit sinis.

"Alhamdulillah,  akhirnya kamu menjatuhkan talak tiga padaku, Mas. Ini  talak kamu ke  tiga. Dan kamu tidak akan pernah bisa kembali sama aku.  Aku lega ...  aku lega karena aku tak harus meminta talak darimu. Tapi  kamu sendiri  yang memberikan. Sekarang, aku tinggal tunggu sidang dan  surat resmi  perpisahan kita."

Kirana langsung mematikan telepon meski dengan  napas cepat dan tangan  gemetar. Entah apa yang harus dia rasakan.  Senang? Siapa yang senang  menyandang status janda? Bahkan imej negatif  janda cerai terkadang  mengerikan. Sedih? Apa yang harus dia tangisi  setelah lepas dari  belenggu pernikahan semu dan tidak ada kebahagiaan?  Bahkan dia bangga  kini bisa leluasa memamerkan sang anak pada dunia  setelah menyandang  status janda.

Bukan lagi gadis rasa janda.

Iya kan?

Sisanya  adalah bahwa dia telah melakukan sesuatu yang halal namun  dibenci  Rabbnya. Tapi apa boleh buat, itu bagian dari ujian yang harus  dia  hadapi. Karena dia yakin Allah Maha Pengampun, dan jalan kebaikan  tidak  selalu dari satu pintu saja. Ada banyak jenis dan arahnya.

Seperti  yang Ustadzah Maryamah katakan padanya sebelum pergi kembali  ke Jogja,  "Neng, poligami memang halal. Tapi tidak asal-asalan. Banyak  memang  yang ngeles ah intinya halal. Titik. Ga pake tapi. Ya biarkan  saja itu  hak mereka. Tapi kalau kamu mempertahankan pernikahan dengan  Wildan  hanya karena ingin surga dari poligami yang dijalani, tapi  mengabaikan  kewajibanmu mengajarkan keimanan pada anakmu, ya wallahu  'alam. Surga  neraka itu hak prerogatif Allah, kita tidak pernah tahu  amalan mana  yang akan membawa kita ke syurga dan kesalahan apa yanga  akan membawa  kita ke neraka. Yang penting benahi niat, sudah betul-betul  karena  Allah belum?" Ummi meremas pundak Kirana yang kini tak serapuh  dulu,  ketika awal berjumpa, "Neng, intinya poligami halal secara syar'i,  kita  tidak menentang. Tapi suamimu itu adil saja tidak. Izin juga  tidak,  semua karena syahwat semata. Semua demi keuntungan di pihaknya  saja,  tapi mengabaikan kewajibannya padamu. Ya salah, itu menurut Ummi   pribadi. Jadi, kalau dia nalak lagi, terima!" tegas Ummi sambil   menggebu-gebu.

Dia bosan dengan sikap para penebar syahwat yang  bersembunyi dibalik  kehalalan memiliki istri lebih dari satu. Tanpa  ilmu, tanpa visi misi  guna menyebarkan kebajikan dan dakwah, hanya  nafsu. Namun bukan berarti  semua seperti itu, ada yang benar-benar demi  ibadah, dan berusaha  menjalankan syarat-syaratnya. Bahkan adil dan  istri pertama tidak  terdzolimi, itu lain lagi ceritanya.

Kirana  lebih tenang dan lega, dia sudah tak memiliki beban terhadap  Wildan  karena pria itu sendiri yang melepasnya. Dan kini dia akan fokus  pada  sang anak. Mengganti kasih sayang yang sejak lahir tak pernah dia   berikan. Dia berniat mendidik anak satu-satunya itu dan mengubur harapan   untuk mendapatkan cinta suci yang tulus untuk dirinya sendiri.

*

Rayyan  sudah pulih, dan Kirana membawanya kembali ke Jakarta. Menyewa  rumah  tak jauh dari kediaman pamannya, meski harus miris dengan  cemoohan dan  bisikan orang-orang seputar kehidupannya. Mereka tidak  tahu, tapi sok  tahu. Mereka tidak mengerti tapi seolah paling mengerti.  Mereka bukan  mendoakan malah ikut menuduh yang tidak pasti. Hingga  mereka lupa pada  kartu nama yang dititipkan untuk Bagas dari William.  Karena terlalu  sibuk mengomentari dan menggunjing kehidupan orang yang  bukan ranah  mereka.

Berulang kali bibi harus ribut dengan tetangga yang  kedapatan  menggunjing Kirana sebagai wanita tidak baik di masa lalu.  Bahkan  menuduh sok suci dengan berlindung di balik kerudung padahal  aslinya  murahan. Tak sedikit juga yang menuduh bahwa Kirana seorang PSK  di masa  lalu. Membuat Bibi benar-benar murka. Hingga akhirnya  bertengkar dengan  tetangga.

"Sudahlah, Bi. Ga usah diladeni,  nanti juga bosan sendiri." Kirana  berusaha sabar meski hatinya sakit  setiap kali mendengar sindiran yang  ditujukan padanya.

Terlebih  saat surat dari pengadilan untuk menghadiri sidang  perceraian datang.  Dan entah bagaimana para penggosip itu mendapatkan  berita dengan cepat.  Sepertinya mereka benar-benar memasang telinga di  dinding rumah  Kirana. Sindiran mereka semakin tajam. Bahwa Kirana  diceraikan karena  masa lalunya yang kelam.

Kirana menghadapi sidang perceraian  dengan gugup, terlebih dia harus  bertemu lagi dengan Wildan untuk  mediasi. Tapi pihak Kirana mengatakan  tak butuh lagi mediasi karena  Wildan telah nyata menjatuhkan talak  sebanyak tiga kali. Artinya sudah  tidak dapat rujuk lagi. Bahkan belum  pernah menggaulinya. Dzalim.

Pengadilan pun langsung ketok palu meresmikan perceraian mereka.

Tak  ada tangis, tak ada penyesalan. Kirana tersenyum saat hakim  menyatakan  mereka telah resmi bukan lagi suami istri. Meski dia dapat  melihat  wajah penuh penyesalan dari mantan suaminya, yang setiap kali  bertemu  selalu berusaha mengajaknya bicara, tapi selalu ditolak dengan  tegas.

"Apa ibu sedih?" tanya Rayyan ketika Kirana memegang surat keputusan perceraian.

Dia menggeleng dan mengelus kepala anaknya, "Tentu saja tidak. Ibu senang, karena ibu bisa bersama kamu."

Rayyan tersenyum dan mencium tangan ibunya, "Sesuai janjiku, aku akan menjaga ibu sampai kapanpun."

Kirana  mengangguk dan memeluk putranya dengan penuh haru. Penuh  kepedihan  tapi juga perasaan yang gamang. Namun dia percaya,  kehidupannya akan  lebih baik pasca perpisahan dengan Wildan. Pria yang  sempat membuatnya  jatuh cinta bahkan bermimpi mengecap manisnya syurga  dunia.

Bersambung.

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER