SA'AT HATI BICARA 27
(Tien Kumalasari}
Maruti menghentikan langkahnya dan menunggu pengendara mobil itu mendekat. Tapi Maruti heran, yang keluar dari mobil itu adalah Laras.
"Wah, beruntung kamu belum berangkat."
"Tumben pagi2 sudah sampai sini." sapa Maruti menyambut kedatangan tamunya.
"Ya, dan aku pakai mobil mas Panji."
"Oh, lha mas Panji kemana ?"
"Dia sakit dirumahku."
Maruti terkejut.
"Sakit ? Sakit apa ?"
"Sakit hati lah.." jawab Laras, berbisik.Maruti yakin Panji sudah mengatakan semua yang terjadi sore kemarin.
"Ma'af kalau aku penyebabnya.." jawab Maruti lirih. Ia kemudian menggandeng Laras masuk ke teras.
"Duduklah dulu, tapi aku akan segera berangkat kerja."
"Nanti aku antar kamu, sekarang aku mau ketemu Dita," kata Laras yang kemudian berdiri dan langsung masuk kedalam rumah.
"mBak Laras ?" teriak Dita yang sedang duduk dimeja makan.
"Hai Dita, sudah sehat kah ?" tanya Laras yang kemudian juga duduk didepan Dita.
"Sehat banget mbak, ayo sarapan, cuma telur nih.."
"Aku sudaah sarapan. Mana ibu?"
"Lagi dikamar, tuh.."
"Oh ya, ini, ada titipan buat kamu," kata Laras sambil mengangsurkan sebuah bungkusan.
"Eh.. apa nih? Titipan dari siapa?"
"Dari mas Panji."
"Dari mas Panji? Oh ya.. apa nih..?" Laras melihat sinar mata Dita berbinar. Trenyuh mengingat wajah cantik yang tampaknya sehat itu hanya memiliki beberapa bulan lagi untuk hidup.
"Buka aja, kata mas Panji kamu suka."
"Hm..ayam goreng nih baunya... horeee..." teriak Dita gembira.
Bu Tarjo yang muncul tiba2 terkejut mendengar Dita berteriak.
"Ada apa Dita? Oh.. ada nak Laras? Ayo buatkan minum dulu untuk mbak Laras, Dita.
"Ibu, mas Panji mengirimi aku ayam goreng, aku mau nambah lagi makannya ya." kata Dita gembira.
"Boleh saja. Tapi buatkan minum dulu tamunya."
Tapi Laras menolaknya.
"Nggak usah bu, saya hanya mampir, dan sekalian mau ngantar Maruti berangkat kerja, jadi sekarang juga saya mau pamit ya bu."
"Oh, untunglah Maruti belum berangkat."
***
Diperjalanan Maruti menanyakan keadaan Panji.
"Dia sakit, semalam nggak bisa tidur, pagi ini dia belum bangun, badannya panas, tapi aku sudah memberinya obat."
"Ya ampun, kenapa tidak kamu bawa ke dokter?"
"Nggak mau dia, orang sakitnya tuh sakit hati." jawab Laras sekenanya.
"Kamu membuat aku merasa bersalah Laras," Keluh Maruti.
"Sebenarnya bagaimana penyakit Dita, aku lihat tadi baik2 saja, seger, terlihat sedikit gemuk,"
"Ya, kata dokter Santi obat2nya lebih bayak penghilang rasa sakit, jadi dia tidak kesakitan seperti kemarin2. Tapi Laras, sebentar, darimana kamu dapatkan ayam goreng yang kata kamu kiriman dari mas Panji?"
"Oh, itu karangan aku saja," Laras tertawa.
Maruti tertegun, dirinya semalam juga mengucapkan kata2 bohong tentang perhatian Panji pada Dita, dan sekarang Laras melakukannya. Maruti tersenyum. Sikap ingin menyenangkan itu semoga tidak akan berbuah menyakitkan bagi Dita. Itu do'a Maruti, dan mungkin juga Laras.
"Padahal mas Panji sama sekali tak punya perhatian untuk itu," keluh Maruti.
"Siapa tau nanti hati mas Panji bisa terbuka. Dan sekarang aku mau nanya sama kamu Ruti, maukan kamu menunggu seandainya nanti mas Panji mau?" pertanyaan ini sesungguhnya agak menyakitkan, karena seperti berharap akan kematian Dita. Kalau dijelaskan kan begini kalimatnya, maukah kamu menunggu sampai Dita meninggal dan mas Panji bisa kembali untukmu? Aduh..bagai tersayat hati Maruti mendengarnya.
"Ruti, aku minta ma'af, tapi bukankah ini kenyataannya?" tanya Laras hati2. Sesungguhnya Laras juga tak ingin menyinggung perasaan Maruti. Keputusan itu kan bagai buah simalakama, cuma hanya ada satu titik sasaran. Dijalani Dita mati, tidak dijalani juga Dita mati.
"Tidak, aku mengerti. Kamu tau Laras, aku sangat mencintai mas Panji, aku tak akan berpaling darinya, sampai kapanpun." jawaban ini lebih santun, tidak mengatakan kalau dia meninggal aku tetap akan menunggunya. Laras mengerti dan mengangguk. Hanya saja mereka belum tau, kapan Panji juga akan mengerti.
***
Laras mengantarkan Maruti sampai ketempat meja kerjanya. Sesungguhnya Laras ingin ketemu si ganteng yang berkumis, tapi malu mengakuinya. Semoga ketemu, begitu bisiknya dalam hati.
Dan keinginan Laras terpenuhi. Kedatangan mereka justru bersamaan. Ada gadis mungil yang ikut mengantar ayahnya bersama perawatnya. Berdebar Laras menyambutnya.
"Hai Laras, tumben pagi2 sudah sampai sini."
"Mengantar Maruti nih mas, sekarang mau pamit. Hai Sasa.. masih ingat sama tante?" sapanya pada Sasa.
Namun Sasa berlari mendekati Maruti.
"Tante, ayo jalan2 sama Sasa.." teriaknya.
"Sasa, tante kan lagi bekerja," jawab Maruti sambil memegangi pipi gadis kecil itu.
"Tuh ditanya sama tante Laras, lupa nggak sama tante Laras," lanjut Maruti..
Sasa memandangi Laras dan menggeleng.
"Sasa ingat..."
"Ayo beri salam sama tante Laras,"kata Agus
Laras berlari mendekati Laras dan mencium tangannya.
"Sudah, sekarang Sasa pulang ya , dan ingat, nggak boleh nakal," kata Agus.
Sasa berlalu, ada rasa kecewa dihati Laras, karena Sasa lebih perhatian sama Maruti daripada dengan dirinya.
"Laras, duduklah dulu, nggak apa2 menemani Maruti," kata Agus.
"Nggak mas, nanti mengganggu, sekarang saya pamit dulu."
"Baiklah, oh ya.. nggak bersama Panji? Aku melihat mobil Panji didepan, aku kira ada Panji disini."
'Ya, saya pakai mobil mas Panji, kebetulan nggak dipakai. Permisi, saya pamit dulu mas," kata Laras yang kemudian berlalu.
"Hati2 dijalan Laras," teriak Maruti.
Laras melambaikan tangan, dan Agus mengantarkan sampai kedepan.
***
"Aku tadi membawa oleh2 ayam goreng buat Dita," kata Laras kepada Panji setelah sampai dirumah.
Laras memegang dahi Panji, dan merasa lega, tidak terasa panas lagi.
"Dita senang mendapatkan ayam goreng itu. Aku bilang kiriman dari kamu mas," Laras berterus terang.
"Kok kamu bohong begitu, nanti dia banyak berharap dari aku," Panji memprotes apa yang dilakukan Dita.
"Aku hanya ingin menyenangkan dia, dan nyatanya dia senang kok," jawab Laras seenaknya.
"Kamu itu.." keluh Panji."
"Mas, aku tadi bicara sama Maruti."
"Tentang apa?"
"Aku bertanya, apakah Maruti mau menunggu sampai... ya Tuhan.. aku bukan mendo'akan ya mas, tapi ada suatu titik dimana Dita akan... yah.. susah buat kalimatnya yang lebih santun. Begini, kalau perkiraan dokter itu benar, Maruti akan tetap menunggu kamu lho mas."
"Apa ?"
"Maksudku begini, penuhilah permintaan Maruti, menikahi Dita, untuk memberikan kebahagiaan diakhir hidupnya, itu kan tidak lama, ma'af sekali lagi, nanti Maruti akan tetap menunggu kamu. Dia bilang akan tetap mencintai kamu sampai kapanpun."
"Jadi kamu juga memaksa supaya aku menikahi Dita?"
"Bukan memaksa, kalau mas mau berkorban seperti pengorbanan Maruti, bukankah itu perbuatan mulia?"
"Maruti berkorban?"
"Berkorban dong mas, dia juga cinta sama mas, dan dia rela berkorban demi adiknya. "
"Baiklah.."
"Mas mau?Sesungguhnya tidak harus menikahi, cukup kasih dia perhatian, rasa sayang, itu cukup membahagiakan lho."
"Baiklah akan aku pikirkan, tapi aku akan ketemu Santi dulu."
***
No comments:
Post a Comment