Wednesday, April 1, 2020

Hati Bicara 24

SA'AT HATI BICARA  24

(Tien Kumalasari)

Dokter Santi merangkul bu Tarjo sambil menepuk nepuk bahunya. Hanya itu yang bisa dilakukannya untuk menenangkannya. 

"Sudahlah bu, ibu serahkan saja semuanya kepada Allah yang Maha Pemurah, dan mohon mujizatnya ya, karena dokter itu kan juga manusia biasa, sedangkan yang menentukan mati hidup itu ya Sang Pencipta."

Bu Tarjo masih tenggelam dalam sedih yang tak terkira.

"Tapi bu, pesan saya wanti2, jangan sampai Dita mengetahui perihal apa yang saya katakan ini ya, supaya dia bisa memiliki semangat, dan tidak merasa ketakutan."

"Tidak adakah obat yang bisa menyembuhkannya?" terbata akhirnya bu Tarjo berkata.

"Saya mohon ma'af bu, yang ada hanya penghilang rasa sakit, untuk mengurangi penderitaannya. Tapi ibu jangan khawatir, dengan semangat hidup yang besar, barangkali bisa memperpanjang umurnya."

Bu Tarjo masih berlinangan air mata ketika dokter Santi pamit untuk pulang.

"Ibu, hari ini Dita boleh pulang, lakukanlah apa yang saya minta, bahagiakan dia, dan turuti semua kemauannya."

Bu Tarjo mengangguk lemas.

***

Hari itu Dita benar2 boleh pulang. Maruti yang belum mengetahui keadaan yang sebenarnya menyambutnya dengan suka cita.

Ketika sampai dirumah itu, bu Tarjo telah memasak makanan yang paling disukai Dita. Ayam goreng dan sup makaroni. Dita menyantap masakan ibunya dengan lahap, dan itu membuat bu Tarjo sangat terharu. Namun ditahannya titik air mata dihadapan Dita, seperti pesan dokter Santi, Dita tak boleh mengetahui apapun tentang penyakitnya.

"Ibu, sudah lama... seperti bertahun tahun lalu baru merasakan masakan selezat ini. terimakasih ibu," kata Dita sambil mengunyah makanannya.

"Syukurlah kalau kamu suka, Dita, habiskan semuanya, dan bilang pada ibu, besok mau dimasakin apa lagi."

"Mmm.. apa ya bu... habis masakan ibu selalu enak sih.. terserah ibu saja lah.. pasti nanti Dita sikat semuanya."

"Baiklah, nanti ibu pikirkan enaknya makan apa."

"Dita, ini obat2mu, mbak taruh disini saja ya, supaya setelah makan kamu tidak lupa meminumnya."

Dita hanya mengangguk. Sikapnya terhadap Maruti masih kaku, dan tidak bersahabat. Namun Maruti membiarkannya. Mungkin nanti kalau Dita benar2 sembuh sikapnya akan berbeda.

"Maruti, tolong bersihkan kamar Dita, ganti dengan seprei dan sarung bantal yang bersih ya," pinta bu Tarjo kepada Maruti.

Tapi Dita buru2 menolaknya.

"Eh... jangan, biar Dita saja yang menggantinya sendiri. Kan Dita sudah tidak sakit lagi," kata Dita sambil meneguk minumannya setelah menghabiskan nasi dipiringnya.

"Tapi kamu baru pulang dari rumah sakit, biar kakakmu saja."

"Tidak bu, biar Dita sendiri, kan Dita sudah sembuh," kata Dita sambil berdiri lalu berjalan kearah kamarnya.

Tak urung titik air mata bu Tarjo setelah menahannya selama ber jam2. Dita merasa telah sembuh, itu yang membuat nyeri dihati ibunya. Benarkah umurnya tinggal 6 bulan lagi? Ya Tuhan, jangan ambil nyawa anakku secepat itu. Bisik hati bu Tarjo.

"Ibu menangis ?" tanya Maruti tiba2. Ketika membersihkan meja makan itu ia melihat air mata ibunya menitik.

"Ada apa bu?"

Bu Tarjo menggeleng. 

Maruti merasa, pasti ibunya menangis karena bahagia setelah melihat kesembuhan anaknya. Maruti melanjutkan membawa piring kotor bekas makan Dita.

"Ibu nggak makan sekalian?"

"Nggak Ruti, ibu sudah kenyang, sebelum Dita pulang ibu sudah makan," kata bu Tarjo berbohong. Mana  mungkin bisa tertelan sesuap nasipun ketika mengetahui nasib gadis kecilnya.

"Nanti ibu mau bicara sama kamu. Tapi nanti, atau kapan saja kalau ada kesempatan yang baik, kata bu Tarjo lirih, takut Dita mendengar suaranya.

"Ada apa bu?" tanya Maruti heran.

"Nanti saja..," jawabnya, masih dengan suara pelan.

***

Sampai pagi tiba bu Tarjo belum mengatakan apapun. Setelah memasak makanan untuk sarapan, Maruti bersiap untuk berangkat kekantor. Sudah lama dia pamit, karena Agus tak mengijinkan dia masuk kerja.

"Kamu masuk kerja hari ini?" tanya bu Tarjo ketika melihat Maruti sudah bersiap.

"Ya bu, sudah lama meninggalkan pekerjaan, dan Dita kan sudah sembuh, jadi saya bisa mulai bekerja lagi. Ibu tidak usah memasak, untuk pagi dan siang Maruti sudah memasaknya."

"Baiklah, tapi nanti kalau Dita ingin masakan yang lain, ibu akan buatkan."

"Baiklah bu. Dita masih tidur?"

"Biarkan dia tidur, " 

"Jangan lupa ibu ingatkan obatnya ya bu," pesan Maruti sambil mencium tangan ibunya.

"Nanti ibu akan menelponmu," kata bu Tarjo

Walau tak mengerti maksudnya, Maruti mengangguk dan berlalu.

***

Maruti senang hari itu bisa masuk kerja kembali. Agus menyambutnya dengan suka cita.

"Syukurlah kamu sudah bisa masuk Maruti, bagaimana keadaan adikmu?"

"Kemarin sudah boleh pulang kerumah pak, alhamdulillah."

"Aku ikut senang, dan ma'af, aku tidak bisa menengoknya waktu dirumah sakit."

"Tidak apa2 pak, saya mengerti bapak pasti sibuk. Dan lagi tidak apa2, sekarang Dita sudah sembuh."

"Syukurlah."

Tiba2 ponsel Maruti berdering. Dari Panji, Maruti segan menjawabnya.Rikuh terhadap atasannya.

"Angkatlah, aku tidak apa2," kata Agus yang kemudian berlalu menuju ruangannya.

"Hallo mas.." sapa Maruti

"Maruti, kamu sudah ada dikantor?"

"Ya mas, Dita sudah boleh pulang kemarin."

"Syukurlah, nanti sore sepulang kantor aku akan menjemputmu."

"Tapi...."

"Dulu aku belum sempat mengatakan apapun yang ingin aku katakan sama kamu, nanti harus tersampaikan."

Maruti berdebar. Ia teringat ketika Panji ingin mengatakan sesuatu, lalu tiba2 ibunya menelpon dan mengatakan bahwa Dita sedang sakit. 

"Maruti, kamu masih disitu?"

"Oh.. eh.. ya mas... " gugup Maruti menjawabnya.

"Baiklah, jangan lupa aku akan menjemputmu. Selamat bekerja Maruti."

Panji menutup pembicaraan itu, dan Maruti masih menata debar jantungnya. Ya ampun.. mana minuman hangat yang bisa menenangkan perasaannya? Ia melangkah ke pantry, dan membuat teh hangat itu sendiri.

Maruti merasa tak tenang selama melakukan tugasnya gara2 telepon dari Panji tadi.Ia menghirup sedikit teh yang selesai dibuatnya ketika tiba2 terdengar seseorang menyapanya.

"Maruti.." Hampir terlepas cawan berisi teh yang dibawanya. Dilihatnya Agus telah mengambil cawan dan diletakkannya dimeja.

"Pak.. Agus.. mengapa membuat kopi sendiri?"

"Ya... ingin saja.. supaya pas seperti yang saya inginkan," jawab Agus sambil  menyendok kopi yang tersedia disana.

"Biar saya yang buatkan pak..," kata Maruti sambil meletakkan cawannya sendiri kemudian melanjutkan menyendok kopi dan gula serta menuanginya dengan air panas.

Agus membiarkannya, dan diam2 mencuri pandang kearah gadis yang dengan cekatan membuatkan kopi untuk dirinya. Cantik, pintar .. baik hati.. dan ...

"Sudah pak.. biar saya bawa ke ruangan bapak,"

"Jangan, biar aku bawa sendiri saja,"kata Agus sambil mengambil cawan berisi kopi yang harumnya mulai menusuk hidungnya.

"Hm... cantik.." gumamnya ..

"Kopinya cantik...?"

"Oh eh... keliru.. maksudku harum..." katanya lalu berjalan mendahului Maruti, meninggalkan gadis yang kemudin tersenyum senyum sendiri. Dalam berjalan itu Agus diam2 menyesali nasibnya.  Nasib buruknya karena Maruti telah menjadi pilihan sabahatnya.

***

Jam istirahat siang tiba, Maruti sedang membuka bekal makan siangnya, ketika kemudian ibunya menelpon.

"Maruti," kata bu Tarjo dari seberang sana.

"Ibu ada di warung soto pak Maman, datanglah menemui ibu ya."

"Lhoh.. ada apa bu? Tak biasanya ibu makan siang diluar, lagipula Maruti kan sudah memasak buat makan siang ibu dan Dita.." jawab Maruti terheran heran.Hatinya mulai dirayapi perasaan tak enak.

"Datang saja sekarang, ada yang ingin ibu katakan."

Dan tanpa menunggu Maruti menjawab, bu Tarjo sudah menutup pembicaraan itu. Maruti menyimpan kembali bekal makan siangnya. Lalu bergegas keluar, memanggil ojek on line menuju kewarung pak Maman, warung soto langganan keluarganya, disa'at mereka sedang ingin makan diluar. Warung sederhana, tapi nikmat masakannya. 

Ketika maruti memasuki warung itu, dilihatnya ibunya sudah duduk disebuah bangku disudut warung. Maruti mendekat dan duduk dihadapan ibunya. Dilihatnya wajah ibunya muram, dan ada gurat kesedihan yang seakan ditahannya. Hati Maruti tercekat.

"Ada apa bu?"

Bu Tarjo tak sanggup menahan jatuhnya air mata, membuat Maruti bertambah bingung.

"Bu, kalau ibu harus menangis, mengapa tidak dirumah saja? Disini banyak orang, nanti kita jadi tontonan," bisik Maruti sambil mengusap air mata ibunya.

"Tidak bisa dirumah, nanti Dita mendengarnya," jawabnya terbata.

"Sebenarnya ada apa bu?" 

"Maruti, adikmu mencintai nakPanji,"

Maruti tertegun. Hanya karena itu, mengapa ibunya sampai menangis? Bahwa Dita suka sama panji, Maruti sudah tau, tapi kalau sampai ibunya kemudian mengatakannya sambil menangis, Maruti benar2 bingung.

"Ibu tau nak Panji suka sama kamu, ibu minta, iklaskan dia untuk adikmu ya?"

Maruti terperangah. Bagaimana cinta bisa dialihkan ke lain hati?

***

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER