SA'AT HATI BICARA 022
(Tien Kumalasari)
Maruti tertegun didepan pintu, dalam hati bertanya tanya, begitu cerianya meeka bercanda, seakan Dita tidak sedang sakit. Apakah tiba2 Dita telah sembuh? Kalau itu yang terjadi Maruti pastilah senang. Maruti dan Laras belum beranjak dari tempatnya berdiri, ketika tiba2 Dita melihatnya lalu menudingkan tangannya kearah pintu. Dokter Santi menoleh, lalu mempersilahkannya masuk.
"Maruti, Laras, mengapa berdiri dipintu?"
"Eh.. iya... senang melihat Dita sudah bisa bercanda."
Maruti dan Laras mendekati ranjang dimana Dita terbaring. Tiba2 saja senyumnya telah menghilang entah kemana.
"Hai Dita, sakit apa ?" tanya Laras.
"Tadi kamu sudah bisa bercanda, mbak senang melihatnya. Semoga kamu baik2 saja," kata Maruti sambil mengelus kepala adiknya.
"Itu karena aku sudah memberinya obat penghilang rasa sakit," sela dokter Santi.
"Oh..." Maruti mengeluh kecewa. Berarti sendau gurau itu bukan karena dita sembuh.
"Baru saja dia diperiksa, lengkap.. hasilnya mudah2n nanti sore sudah terlihat," lanjut dokter Santi.
"Semoga2 baik2 saja, ya Dit?" Laras juga berusaha menyemangati Dita.
"Dimana ibu?"
"Ibu pulang, baru diantar mas Panji yang memaksanya pulang, takut ibu kecapean," jawab dokter Santi.
"Oh.. ," Maruti lega karena ibunya menurut diminta pulang.
"Itu benar, biar ibu bisa benar2 istiahat," sambung Laras.
Tak lama kemudian dokter Santi berpamit karena ada tugas lain yang harus diselesaikan, sedangkan Maruti dan Laras masih menunggui Dita, yang sikapnya sungguh membuat Maruti merasa aneh. Dia seperti enggan berbicara dengan kakaknya, dan lebih banyak memejamkan mata untuk menghindari pertanyaan Maruti dan Laras. Padahal tadi bersama dokter Santi bercanda dengan sangat gembira.
"Dita, apa kamu marah sama mbak?"
Dita menggeleng, tapi matanya masih terpejam.
"Kamu aneh, sejak kemarin... bukan karena marah sama kakak?" Maruti masih mendesak.
Dita menggeleng lagi, dan mata itu tetap saja terpejam. Laras menggamit lengan Maruti, mengajaknya duduk disofa, agak jauh dari ranjang tempat Dita berbaring.
***
Panji mengantar bu Tarjo sampai bu Tarjo memasuki rumah.
"Ibu tidak apa2 kan, sendirian siang ini?" tanya Panji sebelum meninggalkannya.
"Tidak nak, tinggalkan saja ibu. Jadi nggak enak lho, merepotkan nak Panji terus dari kemarin."
"Nggak apa2 bu, ibu kan keluaga saya juga," jawab Panji sambil menepuk nepuk tangan bu Tarjo, yang diterima bu Tarjo dengan senyuman penuh haru.
"Terimakasih banyak nak, bahagia sekali dianggap keluarga oleh nak Panji. Do'akan Dita segera sembuh ya nak."
"Tentu bu, saya akan mendo'akan kesembuhan buat Dita. Ibu jangan khawatir karena dita sudah dirawat dengan baik."
"Iya nak," bu Tarjo mengangguk.
Panji kemudian mencium tangan bu Tarjo untuk berpamitan.
"Saya tinggal ya bu, kalau ada apa2 ibu bisa menelpon saya atau Maruti," pesan Panji.
Bu Tarjo mengangguk, lalu mengantar Panji sampai Panji masuk kedalam mobilnya.
Siang itu bu Tarjo ingin bersih2 kamar Dita, yang kemarin ditinggalkannya begitu saja. Selimut masih berserak belum sempat dilipat, bantal dan guling yang tidak beraturan tempatnya, Bu Tarjo merapikan semuanya, sehingga tempat tidur itu lebih enak dipandang mata. Tiba2 dilihatnya sesuatu jatuh dari bawah bantal. Bu Tarjo memungutnya, sebuah buku kecil. Ini adalah buku yang kata Dita adalah buku harian yang sesungguhnya bu Tarjo sudah lama ingin mengetahui apa saja yang ditulis anak gadisnya. Bu Tarjo duduk dikursi yang ada dikamar itu, dan mulai membuka buka buku kecil yang baru saja ditemukannya. Banyak catatan catatan tentang hal2 yang dilakukannya, yang kadang2 dibacanya sambil tersenyum lucu. Tapi dari lembar ke sekian.. yang bercerita tentang pertemuannya dengan si ganteng pengendara mobil yang nyaris menabraknya, bu Tarjo mengerutkan keningnya. Lembar demi lembar yang dibaca sesudahnya adalah ungkapan perasaan Dita terhadap laki2 ganteng itu.. yang ternyata adalah Panji.
"Dita jatuh cinta pada nak Panji?" bisiknya pelan.
Bu Tarjo meletakkan buku kecil itu kembali ditempatnya semula, dibawah bantal.
"Nak Panji lelaki baik, kalau bisa menjadi menantuku, aku pasti senang sekali. Tapi menurut pengamatanku, nak Panji itu suka sama Maruti, bagaimana ini?" bu Tarjo bergumam sendiri sambil menyandarkan kepalanya disandaran kursi. Kepalanya mendadak berdenyut memikirkan kisah cinta anak2 gadisnya. Apakah Maruti tau perasaan Dita kepada nak Panji?
***
Ternyata sore itu hasil lab yang ditunggu belum juga keluar. Dokter Santi memberi tau bahwa ada yang harus diperiksa di Jakarta.
"Apakah penyakitnya gawat?" tanya Maruti penuh khawatir.
"Berdo'alah saja Maruti, agar semua baik2 saja. Tapi menurutku tidak. Penyakitnya terlambat dirasakannya, mungkin sudah parah.Tolong jangan kasih tau Dita tentang apa yang aku katakan ini," pesan Santi yang membuat Maruti tiba2 merasa cemas.Isyarat2 yang diungkapkan menunjukkan bahwa ada hal buruk tentang penyakit Dita. Ya Tuhan, selamatkan adikku. Kata hati Maruti sedih. Dipandanginya dokter Santi yang menatapnya sambil menyilangkan kedua tangannya didada.
"Apakah bisa disembuhkan?" terbata ketika Maruti mengatakan ini.
"Lho, belum2 kok sudah sedih, kan belum tentu, ya kita tunggu saja hasilnya, mungkin tiga atau empat hari sudah keluar, dan baik2 saja."
Tapi Maruti tetap merasakan cemas, pasti ada sesuatu yang menghawatirkan. Ya Tuhan, tolong Dita...
***
"Maruti, kan hasilnya belum keluar, mengapa kamu sedih begitu? Ayo dong senyum, Dita pasti baik2 saja," kata Panji ketika mereka berdua sedang makan malam di kantin rumah sakit itu.
"Entahlah mas, perasaanku kok nggak enak begini.Aku sudah mengatakan apa yang di isyaratkan dokter Santi tadi, aku takut mas."
Panji menepuk nepuk tangan Maruti untuk menenangkannya. Hatinya juga ikut sedih melihat keadaan Maruti. Ingin dipeluknya gadis yang dicintainya itu erat2, dan mengelus kepalanya lembut.. Ah.. Panji jadi teringat bahwa ia belum berhasil mengungkapkan peasaannya ketika sore hari mengajaknya kerumah, karena tiba2 bu Tarjo mengabarkan bahwa Dita sakit. Sekarangkah waktunya? Wah..kayaknya kurang tepat ya. Baiklah.. aku akan sabar menunggu sampai ada waktu baik untuk mengungkapkannya. Bisik batin Panji.
Dipandanginya wajah Maruti yang tertunduk, sambil mengaduk aduk teh hangat yang dipesannya. Panji menatapnya kagum. Biar sedang tidak tersenyum pun wajah itu tetap saja cantik. Bulu matanya yang lentik, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis kemerahan.. ya ampun, Panji harus menahan debar jantungnya. Pemandangan itu begitu indah, dan tak tahan ia mengelus pipi yang tiba2 basah oleh air mata.
"Maruti..," bisik Panji.
Maruti membiarkan jari2 Panji mengusap air matanya. Ada rasa nyaman menjalari perasaannya, namun air matanya terus saja mengalir.
"Jangan menangis lagi. Percayalah semua akan baik2 saja. Mengapa belum2 kamu sedih begini?" bisik Panji lembut.
Sesungguhnya Maruti ingin menghambur ke pelukan Panji, dan membenamkan kepalanya didada kekar yang sangat dikaguminya. Kata2 dokter Santi sungguh seperti tak memberikan harapan baik, walau dikatakannya ia harus menunggu hasilnya beberapa hari lagi.
***
Malam itu seperti janjinya, Laras tidur dirumah bu Tarjo. Kasihan kalau harus selalu ikut tidur dirumah sakit.
"Nak Laras kok ya repot2 menemani ibu, ibu berani kok tidur sendiri," kata bu Tarjo.
"Nggak apa2 bu, Laras sudah janji sama Maruti bahwa akan menemani ibu sementara Maruti harus menunggui Dita dirumah sakit."
"Kasihan nak Laras, kan ibunya juga sendirian dirumah?"
"Ibu kan ada pembantu dua orang dirumah, jadi nggak apa2 kalau Laras tidur disini. Sekarang ibu istirahat saja, kan ini sudah malam."
"Ya, sebentar lagi. Tapi kok ibu belum dikabari tentang hasil lab nya Dita ya?"
"O, iya bu.. kata dokternya, masih ada yang harus diperiksa lagi, nanti hasilnya beberapa hari mendatang baru selesai,"
"O, begitu. Semoga hasilnya baik ya nak."
"Iya bu, kita sama2 berdo'a supaya dita bisa segera sembuh."
Bu Tarjo mengangguk.
"Nak, bolehkah ibu menanyakan sesuatu?"
"Ya bu, tanyakan saja, ada apa?"
"Ibu ingin tau, apakah diantara nak Panji dan Maruti itu ada... mm.. perasaan.. suka.. begitu? Ibu tanyakan ini karena ibu tau bahwa nak Laras dan nak Panji itu saudara sepupu."
"Oh.. iya bu.. sesungguhnya memang mas Panji itu suka sama Maruti, mungkin sebentar lagi dia mau melamarnya."
Tuh kan... bisik batin bu Tarjo.
***
No comments:
Post a Comment