SA'AT HATI BICARA 014
(Tien Kumalasari)
Dokter Santi tersenyum melihat keduanya tampak terkejut. Nmun ia tak membiarkan mereka penuh pertanyaan berlama lama.
"Ibu, mari saya periksa, semoga semuanya baik2 saja ya," katanya ramah sepeti biasanya.
Bu Tarjo berdiri kemudian berbaring di tempat pemeriksaan, meninggalkan Dita yang masih saja bertanya tanya, apa maksud dokter Santi mengatakan bahwa kakaknya takut bertemu dia. Apa mbak Ruti melakukan kesalahan?Dimana mereka bertemu? Kenapa mbak Ruti tak pernah bercerita apapun tentang dokter Santi? beribu pertanyaan berkecamuk dalam angannya.
"Nah, ibu.. semuanya baik2 saja, syukurlah obat yang saya berikan cocok," kata dokter Santi sambil kembali duduk. Kemudian ia menuliskan sesuatu disebuah kertas, yang pastinya resep untuk bu Tarjo.
"Nah, ini hanya vitamin bu, diminum hanya setiap pagi sebelum makan ya," dokter Santi mengulurkan kertas itu kehadapan bu Tarjo, yang kemudian diambil oleh Dita.
"Oke bu, sekarang ibu boleh pulang," kata dokter Santi sambil berdiri dan mempersilahkan keduanya keluar ruangan. Ia seakan tak memberi kesempatan kepada pasiennya untuk bertanya sesuatu, apalagi ucapan yang baru saja diucapkannya sebelum memeriksa pasiennya.
***
Dalam perjalanan pulang itu bu Tarjo tampak diam. Dita tau ibunya sedang memikirkan ucapan dokter Santi yang sepertinya tidak wajar. Dita tak ingin mengatakan apa2, apalagi mereka sedang berada dalam taksi yang pasti nanti pembicaraan mereka akan didengar oleh pengemudi taksi tersebut.
Namun begitu sampai dirumah, bu Tarjo duduk diteras tanpa masuk dulu kedalam rumah, lalu disandarkannya kepalanya pada sandaran kursi.
"Bu, kita masuk dulu yuk," ajak Dita sambil membuka pintu.
"Dita, mengapa dokternya tadi bilang begitu ya," tanya bu Tarjo, ternyata benar bu Tarjo memikirkan hal itu.
"Dita juga nggak ngerti bu, mbak Ruti nggak pernah cerita apa2 tentang dokter Santi. Dita juga heran kok dia bisa tau nama mbak Ruti, kan waktu itu kita tidak memperkenalkan nama, kecuali nama ibu yang memang pasiennya."
"Coba kamu tilpun mbakyumu, tanyakan kaapan dia kenal dokter Santi."
"Jangan sekarang bu, ini kan jam kerja, nanti mengganggu, lebih baik nanti saja kalau mbak Ruti pulang, ibu bisa menanyakannya."
"Iya ya," kata bu Tarjo kemudian beranjak masuk kedalam rumah. Bagaimanapun seorang ibu tak akan senang apabila anaknya mempunyai masalah dengan orang lain.
Maruti membuka ponselnya karena ada pesan WA dari Dita.
MBAK, NANTI JANGAN KEMANA MANA, CEPATLAH PULANG YA.
Maruti terkejut, apakah terjadi apa2 dengan ibunya?
MEMANGNYA KENAPA? IBU BAIK2 SAJA KAN?
Maruti lega karena Dita menjawab bahwa ibunya baik2 saja.
IYA, IBU BAIK2 SAJA, TADI SUDAH DIPERIKSA, DAN RESEPNYA CUMA VITAMIN.
Syukurlah, tapi mengapa Dita mengharap agar dirinya cepat pulang?
"Maruti, nanti tolong antar aku sebentar ya," tiba2 Agus sudah berada didekatnya. Maruti meletakkan ponselnya.
"Bagaimana pak?"
"Tentang bukunya Sasa."
Aduuh... Maruti mengelh dalam hati. Lagi2 bukunya Sasa, memangnya tak ada orang lain yang bisa membantunya membeli buku? Susternya barangkali...
"Bisa kan?" ulang Agus.
"Oh.. ya.. tapi.. "
"Kamu menolak lagi?" tanya Agus penuh sesal. Tampak wajahnya kurang menyenangkan. Hati Maruti menjadi kecut. Bagaimanapun Agus adalah atasannya. Kalau dia menolak terus,.. jangan2...
"Aku sudah janji, dan susternya itu selalu bilang takut salah setiap kali aku suruh memilih.."
"Baiklah pak, tapi sebentar saja ya, ini saya baru saja dapat WA dari rumah, yang menyuruh saya cepat2 pulang seusai kerja," kata Maruti sambil menunjukkan ponselnya.
"Ibumu sakit?"
"Tidak pak, saya juga belum tau, barangkali ada yang penting."\
"Baiklah, hanya memilih buku, lalu aku antar kamu pulang."
Agus kembali keruangannya, membiarkan Maruti selalu bertanya tanya. Hanya memilih buku.. aduuh.. mengapa harus aku.. dan sudah berbulan lalu belum juga terlaksana... jangan2 Agus hanya mencari alasan untuk bisa bersama.
***
"Jadi sebenarnya kamu sudah kenal sama dokter Santi?" kata bu Tarjo setelah Maruti sampai dirumah. Itupun masih diomeli Dita karena tetap saja pulang terlambat walau sudah dipesan wanti2.
"Ketika Maruti mengantar ibu itu, ya baru sekali itu ketemu bu."
"Tapi dokter itu sudah tau namamu. Apa kamu punya masalah dengan dia?"
Maruti terkejut mendengar pertanyaan ibunya. Apakah dokter Santi mengatakan sesuatu?
"Mengapa ibu bertanya begitu?"
"Nduk, sangat menyedihkan apabila seseorang punya masalah dengan orang lain bukan? Dalam hidup ini, lebih baik kita bersahabat dengan semua orang, bersikap manis, berbuat baik, berperilaku benar."
"Ibu, Ruti tidak mengerti kemana arah perkataan ibu."
"Pertama kali ibu heran ketika dokter Santi bia tau namamu, sementara dulu itu kamu dan Dita tidak saling memperkenalkan nama, ya kan?"
"Oh.. itu terjadi secara kebetulan bu, memang Ruti belum pernah cerita sama ibu ataupun Dita. Dokter Santi itu ternyata bekas isterinya pak Agus."
"Bekas isterinya atasanmu itu?" bu Tarjopun heran.
"Iya, kami bertemu ketika waktu makan siang dia juga datang bersama anaknya pak Agus. Disitulah Ruti tau bahwa dokter Santi itu bekas isterinya pak Agus."
"Apa kamu punya masalah sama dia?"
"Masalah apa bu, ya enggak, kami jarang bertemu kok. Memangnya kenapa bu?"
"Dokter Santi tadi bilang, kamu nggak mau mengantar ibu karena pastinya kamu takut bertemu dia."
Maruti terkejut.
"Dia bilang begitu?"
Bu Tarjo mengangguk.
"Maruti heran, ada apa ya, padahal kami jarang bertemu, apalagi bicara."
"Jangan2 karena kamu terlalu dekat dengan atasanmu, lalu dia cemburu."
Maruti menggeleng gelengkan kepalanya. Ia tau bukan Agus yang menjadi penyebabnya, tapi Panji. Walau begitu Maruti segan menceriterakan masalah itu pada ibunya. Ia tak ingin ibunya kepikiran karena persoalan Panji dan Santi yang rumit itu, dan ada hubungannya dengan dirinya.
"Baiklah, ibu hanya berharap, kamu bersikap baik kepada siapapun juga, dan jangan sampai seseorang menjadi sakit hati karena sikapmu."
"Baiklah ibu, ibu jangan khawatir, Maruti akan melakukan hal yang baik2 saja. Mungkin dokter Santi ingin mengatakan bahwa Ruti rikuh ketemu bekas isteri atasannya, bukannya takut bu." Maruti mencoba menenangkan hati ibunya.
"Baiklah, ibu percaya padamu."
***
Malam itu Santi kembali datang kerumah Panji, namun untuk kesekian kalinya tak ditemuinya orang yang dicarinya. Hanya simbok yang duduk sendirian didepan televisi.
"Nonton apa mbok?" sapa Santi yang tiba2 masuk dan duduk disofa, membuat simbok terkejut.
"Oh.. bu dokter ?" kaget simbok.. silahkan, saya buatkan minuman.
"Jangan mbok, biar saja nanti saya ambil sendiri. Bukankah nanti pada suatu hari juga aku akan tinggal disini?" jawab Santi enteng.
"Oh.. begitu bu dokter?"
"Gimana to simbok ini, apa mas Panji nggak pernah cerita kalau aku ini calon isterinya?"
"Oh, nggak pernah bu.. mungkin karena belum sa'atnya."
"Jam berapa biasanya mas Panji pulang? Berkali kali datang kemari saya nggak pernah ketemu."
"Nggak tentu bu, kadang sore sudah pulang, kadang larut malam, malah kadang juga nggak tidur dirumah."
"Lhoh.. terus tidur dimana dia kalau nggak tidur dirumah?"
"Simbok nggak tau bu, mungkin dirumah mbak Laras."
"Oh.. gitu?"
Tiba2 didengarnya mobil memasuki halaman. Santi merebahkan tubuhnya disofa, ia ingin pura2 tidur, sampai Panji memasuki rumahnya. Simbok beranjak kedepan untuk membuka pintu.
Namun ketika Panji melihat ada mobil dhalaman rumahnya, ia urung turun, diundurkannya lagi mobilnya, dan keluar dari halaman.
"Lho.. mas Panji kok pergi lagi?" teriak simbok.
Santi melompat dari sofa dan berlari keluar, tak ada lagi mobil yang tadi terdengar memasuki halaman.
***
No comments:
Post a Comment