Sunday, April 5, 2020

Comblang Syar'i 10

👩‍🏫 COMBLANG SYAR'I 👩‍🏫
                    PART 10

‘Ya Allah lepaskan aku dari perasaan ini, karena perasaan ini hanya mampu membuatku jauh dari-Mu, lupakan ya Allah, lupakan dia dari hatiku’ gumam Ainun dalam hati. 
Dari cermin Pak Arif ia melihat Bimo mengikuti mobil dari belakang.

“Pacar...., Mba Ainun ya.....?” 
Tanya Arif.

“Bukan................, Pak.”

Bimo mengikuti mobil yang membawa Ainun, perasaan Bimo membawa dirinya untuk terus mengikuti Ainun. 
Sampailah Ainun di sebuah rumah yang tak begitu jauh dari kampus. 
Seorang lelaki berdiri di depan menyambut Ainun, lelaki bertubuh jangkung dan seorang anak di pelukan. 
Ainun turun, tak lama anak itu turun dari pelukan Ayahnya mengejar Ainun. 
Bimo iba, Ainun mungkin berkerja sebagai pembantu rumah tangga, pikirnya. 
Pekerjaan berat yang harus Ainun lalui untuk bertahan hidup. 
Bimo menarik napas dan kembali.

@@@@@@@@@@@@

Tiba di rumah Raiyan, Ainun langsung menuju kamar yang sudah disediakan untuknya. 
Kamarnya berselebahan dengan kamar si Mbok yang baru ia ketahui bernama Marni. 
Kamar berukuran dua x tiga meter, hanya ada sebuah ranjang dan lemari plastik.

Ainun masuk, ia duduk dan menikmati kamar barunya, perjalanan hidup Ainun ia rasakan begitu unik, ia tak menyangka langkah kaki akan membawa hingga ke tempat ini. 
Ainun duduk di atas ranjang, perlahan ia tersenyum. 
Mendadak lamunan ainun tertuju pada lelaki berambut pompadour. 
Bimo, mungkin belum menunjukkan betapa besar rasa sayang pada Ainun, namun Ainun bisa merasakannya.

“Astaghfirullah..............,” 
Bisik Ainun.

Ainun bangkit, ia merapihkab diri dan keluar. 
Kamarnya berhadapan persis dengan dapur. 
Mbok Marni terlihat sedang bersiap untuk memasak.

“Ainun bantu ya Mbok....,”

“Boleh...................., Nun.”

Mbok Marni orang baik, Ainun begitu nyaman bersamanya. 
Sudah 5 tahun ia ikut Pak Raiyan, dan menurutnya Pak Raiyan adalah orang yang baik, meskipun emosi Raiyan sering meledak-ledak. 
Hari ini Marni membuat sup ayam juga ayam goreng, Ainun membantu dengan suka hati.

“Nun...., kamu antar ini dulu ke Tuan ya...,” 
Pinta Marni seraya memberikan secangkir teh dengan sepotong pancake juga lelehan coklat.

“Siap................., Mbok.”

“Terima kasih ya...., Nun,” 
Jawab Marni tersenyum lebar. 
Ainun adalah baby sitter pertama yang mau membantu dengan tulus.

Ainun celingukan, lelaki yang sedang ia cari sedang duduk di kursi depan seraya membaca Koran harian, kaki kanan di letakkan diatas kaki kiri, sorot mata begitu serius, lelaki itu sudah berpakaian rapih dan siap untuk pergi.

“Sarapan..............., Pak.”

Tanpa menjawab, ia mengambil teh yang Ainun sajikan. 
Pelan Ainun berbalik.

“Ambilkan satu cangkir lagi,”

“Ahhh … iya.......... Pak.”

Buru-buru Ainun ke dapur membuatkan teh satu cangkir lagi, lalu membawa ke depan.

“Ini........................ Pak.”

“Duduk........................!”

“Ah … Ainun kembali ke dapur, Pak.”

“Duduk.........................!”

Pelan Ainun duduk, wajah Raiyan tertutup dengan Koran yang ia betangkan.

“Minum....,” perintah Raiyan kembali.

Ainun tersenyum, sedikit ia menyeruput teh yang ia bawa tadi. 
Tak lama, Raiyan melipat Koran dan meletakkan di nakas, persis disebelah tempat ia duduk.

“Apa yang kamu butuhkan, agar Radit bisa sembuh....?”

Ainun tersedak, ia bahkan belum menyusun rencana untuk Radit kedepan.

“Saya belum tau Pak, saya harus observasi terlebih dulu.”

“Berapa lama...............?”

“Mungkin satu minggu,”

“Dengar....., saya sudah mengunjungi semua orang hebat untuk bisa membantu Radit. 
Namun apa....................? 
Semua nihil. 
Radit tidak akan sembuh, saya hanya bisa berharap Radit tidak membuat onar itu saja.”

“Hanya itu Pak...............? 
Onar...............................!” 
Hati Ainun begitu sakit mendengar Raiyan mengatakan Onar. 
Apa hanya itu Radit di mata Ayah kandungnya.

“Apa Bapak tidak bisa melihat kelebihan Radit...?” 
Lanjut Ainun.

“Kelebihan apa.............? 
Yang ia lakukan hanya mengamuk, memukul, berteriak semua kelakuan Radit hanya membuat kepala saya pecah.”

“Saya akan menunjukkan pada Bapak, bahwa Radit punya kelebihan.....!” 
Jawab Ainun tegas. 
Sorot mata Ainun begitu tajam dan yakin.

“Lakukan saja, saya mau pergi. 
Jika butuh sesuatu, kamu bisa bilang ke Mbok Marni.”

Lelaki arrogan itu tak lama bangkit. 
Ainun mendesis, ia begitu menyesali Raiyan yang justru tak bersyukur dengan keadaan Radit. 
Ainun rapihkan cangkir di atas meja, lalu bergegas menuju kamar Radit. 
Ainun tersenyum, Radit adalah anak yang tampan, kelak ia akan menjadi perebutan banyak wanita. 
Ainun duduk di samping Radit, ia rapihkan anak-anak rambut Radit yang berantakan seraya membacakan shalawat.

“Inoon..........................!”

Ainun terperangah, Radit bangun dan baru saja memanggilnya. 
Ini adalah kata pertama yang keluar dari mulut  Radit, Ainun tersenyum lebar, Radit baru saja mencoba memanggil nama Ainun.

“Radit..........................!” 
Teriak Ainun tersenyum.

“Inooon........................!” 
Ucap Radit, seraya bangkit dari tempat ia tidur. 
Ainun menangis dan memeluk Radit erat. 
Ainun membawa Radit ke kamar mandi, lalu membersihkan tubuh anak itu dengan penuh hati-hati juga rasa sayang.

Setelah rapi, Ainun turun kebawah. 
Ia mengambil sarapan untuk Radit, anak itu sudah mulai bisa menerima Ainun dengan suka hati. 
Di tangan Radit, terdapat beberapa kunci yang selalu ia bawa kemana pun. 
Radit makan dengan lahap, sup Ayam buatan Mbok Marni begitu harum dan mengunggah selera.

Tak lama setelah makan, Ainun mengajak Radit mendekat pada pintu, kunci pintu kamar, Ainun ambil dan ia berikan pada Radit, Radit yang tak fokus awalnya tak tertarik, setelah ia melihat engsel itu bergerak radit mulai tertarik.

Ainun lega, Radit sudah mulai menunjukkan ketertarikan dengan benda lain, yang ia lakukan selalu berulang-ulang dan selalu sama. 
Radit benar ia memang Autis, setidaknya Ainun perlu melakukan observasi terlebih dahulu agar ia bisa tau apa saja kesukaan Radit dan apa penyebab hingga ia terlambat dalam segala aspek.

Autism Spectrum Disorder atau autisme adalah kelainan neurologis dan perkembangan yang dimulai pada masa kanak-kanak dan bertahan seumur hidup. 
Autisme dapat mempengaruhi anak dalam interaksi sosial, berkomunikasi secara verbal dan non verbal, serta perilaku.

Anak dengan autisme mengalami kesulitan untuk memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. 
Hal ini membuat mereka sangat sulit untuk mengekspresikan diri baik dengan kata-kata, gerak tubuh, ekspresi wajah, dan sentuhan. 
Selain itu, anak dengan autisme juga cenderung melakukan hal yang diulang-ulang dan memiliki ketertarikan yang sempit dan obsesif.

Seseorang dengan sindrom autisme sangat sensitif sehingga ia mungkin akan sangat terganggu, bahkan tersakiti oleh suara, sentuhan, bau, atau pemandangan yang tampak normal bagi orang lain.

Autisme bervariasi dalam tingkat keparahan dan gejala. 
Dalam beberapa kasus, autisme juga dapat tidak disadari, khususnya autisme ringan pada anak atau jika ada kelainan lain yang lebih parah sehingga gejala autisme jadi terabaikan. 
Para ilmuwan tidak yakin dengan penyebab autisme, namun hal yang mungkin berperan yaitu genetik dan lingkungan.

“Inoon..............., hahaa,” 
Ucap Radit seraya tertawa, arah mata tak jelas tertuju kemana. 
Ia sibuk memainkan kunci dengan ensel di pintunya. 
Ainun turun ke bawah, ia menuju Mbok Marni. 
Si Mbok terlihat sibuk mengurusi Rania di kolam.

“Mbok, apa mbok punya gembok.....?”

“Gembok.....................?”

Si Mbok mengambilkan beberapa gembok untuk Ainun, Ainun naik ke atas dan menunjukkan pada Radit. 
Anak itu kini semakin bersemangat, ia begitu tertarik melihat gembok dengan kunci. 
Ainun mengajarkan bagaimana kunci bisa membuka gembok.

“Gem … bok....! ini gem …bok!” 
Ucap Ainun.

“Mbok............................!”

“Gem … bok...................!” 
Ucap Ainun kembali seraya tertawa, Radit tertawa senang. 
Ainun memberikannya mainan baru.

Seharian sudah Ainun menjaga Radit, kini anak itu sudah tertidur pulas. 
Ainun turun ke bawah, ia kembali menuju kamarnya. 
Ainun begitu semangat. 
Ia membuat mind mapping tentang Radit, ia pun membuat jadwal harian untuk Radit. 
Mulai dari kebutuhan biologis maupun psikis. 
Tujuan utamanya adalah membuat Radit disiplin akan waktu juga kegiatan yang sudah Ainun buatkan, dan menggali bakat juga potensi yang Radit miliki. 
Dengan begitu perlahan Radit akan mengikuti ritme yang akan membantunya merubah prilakunya.

“Ainun, ada paket untuk kamu,” 
Ucap Mbok Sum setelah mengetuk pintu kamarnya.

“Paket............................!” 
Seru Ainun, ia membuka pintu dan menerima kantong pemberian si Mbok.

“Hamburger....................,” 
Ucap Ainun. 
Ainun tersenyum lebar. 
Ia buka, hamburger Big Mac lengkap dengan kentang goreng di dalam.
Buru-buru Ainun masuk ke dalam kamar, ia buka paksa Hamburger yang masih terbungkus rapih.

“Hah, Alhamdulillah …....., 
Ya Allah...., siapapun yang memberikan ini, semoga urusannya di permudah.”

Tak lama teleponnya berdering. 
“Bimo............................!” 
Gumamnya.

“Assalamualaikum.....,”

“Wa'alaikumsalam......., 
Kalo makan jangan buru-buru...!” 
Ucap Bimo terdengar begitu senang.

Uhuk....! “Ini dari Kakak...?”

“Makan yang banyak ya Nun...,”

“Kakak dimana.............?”

“Di rumah.”

“Terus burger ini...........?”

“Nun … tekhnologi udah canggih.”

“Ouu..............................”

“Kakak, tau dari mana Ainun kerja di sini....?”

“Tadi pagi, saya ikutin kamu.”

“Oooh......,” jawab Ainun. 
Ia pun tahu Bimo mengikuti mobil Pak Arif tadi pagi.

“Berat...........................?”

“Apa.............................?”

“Kerjanya.....................?”

“Nggak.................., kok.”

“Nun...., kalo bos kamu galak. 
Kamu kasih tau aku.....!”

Ainun tertawa, ia membayangkan wajah Bimo yang terlihat lucu saat berbicara.

“Bos saya baik kak.....!”

“Apa.............................? 
Memangnya kamu ngapain di sana....?” 
Tanya Bimo heran dengan nada yang sedikit meninggi.

“Merawat Bos.”

“Bos kamu sakit..........?”

“Nggak, dia sehat juga cerdas, ganteng juga.”

“Ganteng....................?” 
Tanya Bimo panik.

“Iya. 
Kak terima kasih, lain kali tidak perlu repot-repot.”

Keduanya tak lama diam, suara nafas Bimo begitu terdengar di telinga.

“Terima kasih......... Kak,” 
Ucap Ainun pelan terharu.

“Aku sudah sholat.... Nun.”

Ainun diam dan terharu Bimo menerima pesan yang ia tulis, ada perasaan suka yang tak bisa ia gambarkan.

“Alhamdulillah …” 
Lagi-lagi Ainun Bimo diam seribu bahasa, tak ada yang perlu dibicarakan jika dua hati sudah bertemu, bahkan hembusan nafas pun memiliki sebuah makna.

Buru-buru Ainun menutup teleponnya. 
Dadanya berdegup kencang, Ainun memaksa masuk semua Hamburger pemberian Bimo ke dalam mulutnya, ia memukul-mukul dadanya yang mulai membuncah.

“Haaaaah......................” 
Ainun resah, perasaannya semakin tak menentu. 
Berulang kali Bimo memberikan perhatian yang tak pernah ia dapatkan dari lelaki manapun. 
Mendadak rindu itu hadir, namun ia tak ingin rindu ini menjadi besar. 
Ainun ingin terus menjalani hidup, ia sadar bahwa ia hanya seorang anak dari petani karet yang tak bisa berharap besar dari pemuda kota.

Di kamar Ainun dulu....., Bimo terenyuh dan tak sadar air mata menetes begitu saja. 
Surat Ainun sungguh mengiris hati, ia tak tahu perhatian macam apa yang Ainun berikan untuknya, Ainun tulus, Bimo bisa lihat itu. 
Bimo membuka kembali catatan Ainun. 
Wanita itu begitu lucu, setiap gerakan sholat Ainun gambarkan dengan karikatur, Bimo tersenyum lebar. 
Karikatur yang Ainun lukiskan begitu lucu, laki-laki bertubuh mungil dengan rambut berdiri keatas. 
Ainun memberikan catatan tidak hanya cara sholat, ia menuliskan juga bagaimana cara wudu yang benar juga dengan gambar di setiap keterangan.

Part 1 Wudu
(Sholat akan diterima hanya jika wudunya benar)
Wudu, 
Kak … begitu ya wudunya, jangan sampai salah. 
Lalu diakhiri dengan membaca shalawat. 
Assahadu …Warasullah.

Part 2 Sholat
Takbir , Kakak takbir harus jelas dan tegas. 
“AllahuAkbar...” 
Hayati, dalami, rasakan bahwa Allah itu besar …

Bimo tersenyum dan tertawa membacanya, catatan Ainun adalah buku terbaik yang pernah ia dapatkan. 
Tak ada satu pun perhatian yang lebih baik dari selain mengajak pada kebaikan, dan Ainun selalu melakukan itu.

‘Aku akan berubah, Nun.....! 
Suatu saat aku akan datang memintamu pada yang berhak memilikimu’ gumamnya pelan seraya memeluk catatan Ainun. 
Perasaan sayang juga rindu mendadak membuncah di hati.

Semangat Bimo kembali, entah perpisahan macam apa yang mereka rasakan. 
Bimo selalu merasa, Ainun tak akan lagi menemuinya. 
Bimo mulai membuka file-file kuliah yang tercecer, ia mahasiswa semester akhir yang belum juga lulus. 
Bimo terlalu malas untuk menyelesaikan studinya. 
Ainun membawanya pada semangat baru.
Mendadak pikirannya untuk membuat judul skripsi bangkit, Bimo semangat. 
Sejumlah nama dosen yang ia kenal pun ia hubungi, beberapa teman dulu yang lulus lebih awal kini sudah ada yang menjadi dosennya. 

@@@@@@@@@@@@

Raiyan kembali....., dilihatnya Ainun tengah berdiri menunggu di depan tangga. 
Wajah Ainun tersenyum lebar, kaca mata di wajah menutupi mata sipit juga hidung.

“Kamu mau apa............?” 
Tanya Raiyan heran.

“Bapak harus ikut saya...,”

Ainun mengajak Raiyan menuju kamar Radit, Radit sedang fokus dengan kunci juga gembok pemberian Ainun. 
Raiyan semakin heran, ia biarkan Ainun dan duduk di ranjang Radit. 
Ainun mengumpulkan tumpukan kunci dan mencampurnya menjadi satu, lalu ia jejerkan di hadapan Radit. 
Di tangan Radit terdapat sebuah gembok, Raiyan menggeleng ia tak mengerti maksud Ainun.

“Perhatikan............, Pak.”

Radit diam, ia menatap pada kunci-kunci yang Ainun jejerkan. 
Radit mengambil salah satu diantaranya, lalu memasukkan ke dalam gembok dan … terbuka.

Raiyan tersenyum lebar tak sadar air mata mengalir di pipi, ia duduk dan sejajarkan tubuhnya dengan Radit, ia peluk dan ia cium putranya.

Hal pertama yang Raiyan lihat dari Radit, sesuatu yang ia anggap adalah sebuah kemajuan. 
Raiyan hanya sibuk dengan prilaku Radit tanpa pernah memikirkan kognitifnya. 
Ainun terenyuh, ia pun turut larut dalam kebahagiaan Raiyan.

“Maafkan Ayahmu..., Nak.”

“Terima kasih......., Nun.”

“Inooon.........................,” 
Sapa Radit. 
Membuat keduanya kini tertawa bersama. 
Hanya ada satu Radit di dunia, seperti hanya ada kita di dunia ini. 
Seperti halnya kita, Radit punya banyak kemampuan dan kelebihan serta hal yang kita sulit untuk melakukannya. 
Kasih sayang dari keluarga, teman dan semua orang di sekitar Radit adalah cara terbaik untuk membantu Radit tumbuh dan berkembang.

.......bersambung......

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER