Wednesday, April 1, 2020

Comblang Syar'i 03

👩‍🏫 COMBLANG SYAR"I 👩‍🏫
                     PART 3

Alunan adzan subuh terdengar begitu merdu di telingan Ainun, wanita itu masih sibuk dengan segudang mimpinya di atas kasur yang begitu terasa empuk. 
Air liur menetes menodai bantal baru milik laki-laki yang selalu ia sebut ‘Pampodeur’. 

“Kukuruyuk....................!” 

HAH...............................! 
Suara kokok ayam baru saja mengagetkan Ainun dari tidur pulasnya. 
Ainun bangun, ia mengusap mata juga air liur yang basah di pipi. 
Wanita itu bergegas, ia lari  membuka isi kopernya.

Handuk, odol, sikat gigi, uh sabunnya meleber, shampoo. 
Ok kita mandi Ainun, gumamnya. 
Ainun melangkahkan kakinya ke toilet untuk mandi dan mengambil wudu. 
Kamar mandi yang bersih juga dapur yang tak berminyak, menunjukkan rumah si kakak Pampodeur tidak pernah ditempati.

Pemborosan ini namanya, ucapnya gusar. 
Jika Ainun yang memiliki dapur seluas dan sebersih itu, ia sudah manfaatkan untuk membuat keripik singkong  yang banyak, agar bisnis nya berjalan. Ainun bergegas, ia tak ingin waktu subuhnya habis. 

Selesai mandi, ia pergi ke kamar dan kembali menuju kopernya. 
Sajadah coklat yang sudah lusuh ia bentangkan, Ainun sholat 
dan bermunajat. 
Seperti biasa dalam doanya selalu terselip, rezeki dan nikmat yang tak diduga-duga datang padanya. 

Ok, hari ini jadwal kita cari kos-kosan, lalu kuliah, sorenya jaga toko buku. 
Ainun SEMANGAT...........!  
Eh tunggu, satu lagi, dekatin Syahira. 
COMBLANG AINUN SIAP TEMPUR...!!! 
Teriaknya menghibur diri.
Wanita itu tampak bersemangat, baginya semua yang datang padanya adalah berkat pertolongan Allah. 
Siapa yang sangka, laki-laki yang ia sebut Pampodeur itu ternyata memiliki hati mulia, dengan baik hati ia memberikan pinjaman uang juga kamar yang layak untuknya. 

Ainun bergerak ia susuri setiap lorong jalan yang penuh dengan kos-kosan. 
Satu dua pintu ia masukki, semua menawarkan harga diatas  standar kemampuannya. 
Budget dia adalah 300 ribu untuk satu bulan, tidak boleh lebih dan  boleh kurang, 50 ribu untuk pulsa SMS selama satu bulan, dan 500 ribu untuk biaya makan tanpa jajan selama satu bulan. 

Ainun menarik nafas, ia belum juga mendapatkan harga kos-kosan yang pas. 
Hari sudah semakin siang, wanita itu belum menemukan harga yang cocok untuk kamar yang akan ia sewa, semua menawar pada angka diatas 350 ribu, Ainun tak sanggup. 
Gaji dia satu bulan hanya 850 ribu dari Pak Madi, dan semua itu cukup untuk kebutuhan ia selama satu bulan. 
Ainun menarik nafas, ia kembali ke rumah Pampodeur. 

Jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 9 pagi, pukul 10 pagi ia ada kelas, harus cepat bersiap. 
Ainun tinggalkan kopernya untuk sementara di rumah Pampodeur, ia hanya membawa tas ransel berisi buku-buku mata kuliahnya, buku notes miliknya, dompet yang berisi uang pinjaman kakak Pampodeur, dan handphone Nokia jadul yang hanya bisa telepon dan menerima SMS, dizamannya sedang marak HP BB, entahlah bahkan ia tak mau arti kepanjangan dari BB.

Ainun bergegas, Ia kunci pintu rumah dan berbalik.

“HAH...........................!” 
Ainun terkejut kakak Pampodeur kini sudah ada dihadapannya. 
Laki-laki itu menggunakan kaos berwarna hitam dan celana jeans gembel warna biru gelap,  kaos yang sama dengan yang ia gunakan semalam, rambut Pampodeurnya acak-acakkan karena tertiup angin. 

“Kakak, ngapain disini...?”

“Ya suka-suka saya lah, rumah-rumah saya...!” 
Jawabnya seraya memaksa masuk.

“Mana, kuncinya............?”

“Tunggu, kak..................! 
Koper saya masih di dalam...!”  
Ainun buka pintu dan berlari ke dalam, Ainun ingat ia hanya berjanji ,menginap satu malam dirumahnya. 
Ia geret kopernya keluar.

“Sudah dapat kos-kosan baru....?” 
Tanyanya.

Ainun menunduk “Be … belum.”

“Terus kopernya kamu mau bawa kemana....? 
Taruh saja di situ, aku ngga bakal buka....!” 

“Terimakasih kakak.” 
Senyum Ainun melebar, ia menarik lagi kopernya masuk ke dalam kamar. 

“Pamit kakak …..............” 
Ucap Ainun seraya menundukkan kepala. 

“TUNGGU...................!”

Ainun berbalik, “Ya......!”

“Kartu mahasiswa, sama no hp...!” 
Pintanya seraya mengadahkan tangan. 

Ainun mengambil dompetnya, dengan berat hati ia memberikan kartu mahasiswanya. 
Ia sangat tahu itu untuk jaminan. 

“No Hp.......................?”

“0856764457899…”

“Tuh, sudah saya miscall....!” 
Ucapnya seraya menunjukkan Hp BB terbarunya.  
Laki-laki di hadapan Ainun ini terlihat memiliki banyak uang.

“Denger, kamu wajib melaporkan perkembangan apapun tentang  Syahira ya..., 
Syahira suka apa, suka film apa, suka nongkrong dimana, laki-laki mana yang lagi deket sama dia, semua pokoknya.”

“Beress..........................!” 
Jawab Ainun yakin, senyum Ainun merekah, matanya hilang saat ia tersenyum.  
Ainun terlihat lucu juga menggemaskan baginya.

Ainun pergi, ia tinggalkan si laki-laki Pampodeur itu. 
Ok Ainun....., semangat, ucapnya.

@@@@@@@@@@@@

Hari sudah siang, kelas Ainun baru saja selesai. 
Syahira adalah teman satu angkatan yang juga teman satu kajian dengannya. 
Mudah baginya untuk mendekati Syahira, wanita betubuh tambun itu memang cantik, matanya bundar, alis dan bulu mata yang lentik menghiasi wajahnya, bibir juga wajahnya selalu mengkilap ia hias dengan bedak natural dan lipgloss berwarna senada dengan bibirnya. 
Baju selutut dan legging,  selalu menjadi pakaiannya sehari-hari. 

“Syahira.......................!” 
Sapa Ainun. 

“Ya, Nun............!”

“kamu mau kemana.....?”

“Kantin, Nun...................”

“Aku ikut ya....................”

Syahira tersenyum, hari ini Ainun memutuskan untuk puasa. 
Saat kesulitan uang melanda, Ainun memang selalu dadakkan berpuasa Daud (sehari puasa sehari tidak), ya kadang dia bisa dapat satu semester puasa Daud. 
Syahira memilih mie ayam untuk ia jadikan makan siangnya hari ini, mie ayam dengan sambal yang melimpah ruah. 

“Kamu tidak makan, Nun...?”

“Tidak......................, Ra. 
InsyaaAllah shaum.”

“Ya...., Ampun Nun. 
Aku jadi tidak enak.”

“Biasa, aja Ra. 
Kayak tidak tahu aku saja.”

“Oh ya, Ra. 
Kamu suka mie ayam....?

“He’em …” 
Jawabnya seraya mengangguk.

Ainun terus menanyakan beberapa pertanyaan pada Syahira, ia ingin kerja cepat. 
Semua jawaban Syahira, ia catat kembali di buku kecil. 
Syahira si berbadan tambun itu belum mempunyai kekasih, ia suka mie ayam pedas, warna kesukaannya merah darah, dan film yang paling ia suka film misteri. 
Tahap pertama sukses. 

Ainun bergegas, pukul tiga sore ia harus sudah sampai di toko. 
Ia berjalan melewati sepanjang jalan di dalam kampus, pepohonan rindang sangat menyejukkan hati, hanya di dalam kampus saja ia bisa melihat teduhnya kota Jakarta, setelah keluar area kampus mendadak gersang, suhu udara mendadak naik dan menjadi panas. 

“Assalamu’alaikum.”

“Wa'alaikumsalam.”

“Nun, Hp mu kenapa.....?”

“Kenapa apanya pak......?
Baik kok.”

“Orang tua mu barusan telepon, Bapak. 
Ada yang penting sepertinya.” 
Buru-buru Ainun mengambil telepon genggam miliknya. 
Mati, ia lupa mengisi batrai, nasib Ainun tidak hanya batrai yang kosong, pulsa pun bahkan jarang terisi. 

“Saya cas dulu Pak.”

Ainun diam, ia berfikir ada hal penting apa yang orang tuanya ingin sampaikan. Ia lihat wajah Pak Madi yang sedang sibuk menulis pembukuan, ia lihat sekeliling toko bukunya. Sempat terfikir, untuk meminta izin Pak Madi, agar mengizinkannya tinggal di dalam toko. Meskipun, tidak ada space kosong untuk tidur, namun tak apa dari pada ia harus menanggung biaya kos-kosan yang mahal. Uang satu juta milik Pampodeur, sengaja ia simpan sampai ia menemukan kos-kosan yang tepat. Tak enak juga ia harus tinggal lama-lama di rumah milik kakak Pampodeur, yang bahkan baru ia kenal belum ada satu minggu. Ainun bangkit, ia nyalakan Handphonenya lalu ia tinggal. 

Tak lama terdengar suara nada bacaan surat Al-mulk, ya itu lah nada dering handphone miliknya. 

“Assalamualaikum, Ambu.” jawab Ainun girang, saat tau ibunya yang menelepon.

“Waalaikumsalam, Nun. Kumaha, damang?”

“Alhamdulillah, Ambu teu kedah hawatos, abdi sae wae. Ambu, Kumaha?”[Ambu, tidak usah khawatir, saya baik-baik saja. Ambu bagaimana?]

“Alhamdulilah, Nun. Nun … Ambu teh mau minta maap, Semester ini Ambu nembe tiasa ngintunkeun satengahna.” [Semester ini, ambu hanya bisa kirim uang separuh]

“MasyaAllah, Ambu, Teu kunanaon Ambu, Hatur nuhun.”[tidak apa-apa Ambu, terima kasih]

“Ya, Nun. Isukan insyaAllah Ambu kirim.”[InsyaAllah besok. Ambu kirim]

Ainun diam. Wanita itu menghela nafas, baru saja ia dapat angin segar dari kakak Pampodeur dan sekarang masalah baru muncul. Ainun mendekati Pak madi, permintannya untuk meminjam uang juga menginap di toko sepertinya harus ia utarakan. 

“Pak.”

“Ya, Nun.”

“Boleh bicara sebentar, Pak.”

“Katakan, Nun.”

“Ainun sedang ada masalah keuangan, Pak.” Pak Madi membuka kacamatanya, bosnya yang baik hati itu siap mendengar cerita anak buahnya.

“Kenapa, Nun.”

“Orang tua saya, hanya bisa kirim separuh dari biasanya. Sedangkan bulan depan. Saya harus bayar uang semester Pak.”

“Berapa yang kamu butuhkan,Nun.”

“InsyaAllah sekitar 1 hingga 2 juta Pak.”

“InsyaAllah saya usahakan ya, Nun. tapi Bapak mungkin hanya bisa kasih pinjam 1 juta, itu pun nanti pas gajian kamu.”

“Ya, tidak apa-apa Pak. Terimakasih  ya Pak,” jawab Ainun merasa lega. Pak Madi kembali memakai kacamatanya.

“Oh ya, Pak.”

“Apa lagi, Nun?”

“Apa boleh, untuk sementara waktu, saya bermalam di toko?”

“Loh, memang kenapa? kos-kosan mu?”

“Kos-kosan Ainun sudah tutup Pak, rumahnya dijual.”

“Disini berbahaya Nun, Bapak khawatir ada apa-apa nanti. Tapi jika kamu memang kepepet tidak ada tempat, ya boleh saja. Kunci yang satu kamu bawa saja.”

“Terimakasih Pak.” ucapnya lega, meskipun hati sudah malu padanya dan ingin menangis. tak ada cara lain, uang kakak Pampodeur biar ia simpan untuk membayar uang semester. Beban Ainun semakin berat saja, belum lagi biaya kos-kosan, belum lagi biaya hidup, tambahan lagi ia harus bekerja lebih giat untuk menambahkan biaya kuliahnya. 

“Bapak tinggal ya, Nun.”

“Ya, Pak.”

Ainun menuju sudut rak buku, dua lorong menutupi tubuhnya. Wanita itu duduk, kedua lututnya menempel di dada. Ainun menangis lepas, nafasnya tersengal-sengal, air matanya sudah tak bisa ia bendung, suara tangisan pun terdengar. 

Bimo laki-laki yang sering ia panggil kakak Pampodeur, datang menemuinya di toko buku tempat ia bekerja membawa koper milik Ainun, nanti malam teman-temannya akan menginap di tempatnya sekaligus  ia ingin menanyakan Syahira padanya. 

Pintu itu ia buka pelan, tak ada Ainun disana, hanya suara isak tangis yang terdengar persis di lorong rak-rak buku. Pelan Bimo mendekat, ia mengintip dari sela-sela buku yang renggang. Ainun menangis terisak, wajah dan hidungnya memerah.
Hatinya terenyuh, Bimo diam, ia tak menampakkan diri hingga Ainun merasa lega. Ada rasa di dada yang Bimo sendiri tak paham. Bimo kembali, ia ambil koper Ainun dan membawanya kembali ke rumah yang ia sewa. 

Laki-laki itu membatalkan janjinya berkumpul di rumah dengan teman-temannya. Tangisan Ainun membuatnya iba, ia tak sanggup melihat wanita tangguh itu mengeluarkan air mata. Setelahnya, Bimo kembali menuju toko buku Ainun, ia berharap wanita itu sudah bangkit dari kesedihannya.

Ainun terlihat sudah menempati posisi di meja kasir, senyuman lebar ia berikan pada setiap pengunjung yang datang, Ainun malang tak ada tempat untuk bercerita, tak ada tempat untuk mengadu, tak ada tempat untuk bersandar saat ia menangis.

“Assalamu’alaikum!” Bimo masuk, laki-laki itu terlihat bersih dan rapih, kaos putih yang ia kenakan membuatnya kulitnya terlihat bersih.

“Waalaikumsalam, Kakak!” 

“Gimana, Nun?” 

“Apanya?”

“Syahira?” laki-laki itu menarik kursi dan duduk dihadapannya.

“Beres, kak. Syahira belum punya kekasih, ia suka mie ayam …”

Ainun terus nerocos membicarakan Syahira, namun Bimo lebih tertarik memperhatikan bibirnya yang tak henti-henti berbicara. Ainun persis seperti bebek. 

“Hahaha!” 

“Kok ketawa, kak?” 

“Nggak, kamu tuh ngomong kayak bebek, Nun. Oh ya Syahira tadi suka apa?”

“Mie ayam, dia suka mie ayam pedas!”

“Berapa lama nih kepastiannya?” 

“Kakak, kalo mau serius dengan Syahira. Kakak doakan saja setiap malam, minta sama Allah biar hatinya luluh sama kakak.”

“Oh ya?”

“Ya, insyaAllah. Allah mudahkan, selama niat kakak dengan dia baik. Lagian itu ya, kakak kan ganteng Syahira juga cantik, jadi kayaknya ngga ada halangan.”

“Makasih Nun, baru kamu loh yang bilang aku ganteng!”

“Hahhahaha, serius Kak?”

Percakapan mereka semakin cair, Ainun semakin merasa nyaman dengan keberadaan Bimo si kepala Pampodeur. 

“Oh ya, ini Nun!” ucapnya seraya memberikan kunci rumah.

“Tidak usah, Kak. Malam ini insyaAllah saya sudah pindah, insyaAllah nanti saya mampir buat ambil koper saya.”

“Kamu sudah dapat Kos-kosan baru Nun.”

Ainun diam “Sudah insyaAllah.” jawabnya ragu.

“Oh ok, kalo gitu biar aku saja yang antar Koper kamu ya.”

“Terimakasih, kak.”

Bimo kembali, ia mengambil koper Ainun dan mengantarnya ke toko buku. Ada perasaan bersalah dalam jiwa, ia tak tega sebenarnya melihat Ainun. Namun setiap orang memiliki jalannya masing-masing. Ainun pasti kuat menjalaninya, pikir Bimo.
_____
Bimo menghubungi, teman-temannya. Mereka jadi berkumpul di rumahnya malam ini. Tak lama teman-temannya datang, mereka berkumpul di rumahnya, bermain gitar, merokok dan banyak hal yang mereka lakukan disana. Pikiran Bimo mendadak cemas, ia penasaran dengan wanita bernama Ainun, bagaimana bisa ia mendapatkan kamar kos, sedangkan waktunya saja tersita untuk bekerja. Pukul 9 malam lewat 15 menit, Bimo si kepala Pampodeur semakin resah. 

“Eh, gua cabut sebentar ya.”

“Kemana Bim?”

“Sebentar doank.”

Bimo menyalakan motornya, ia bergegas menuju toko buku Ainun, tokonya terlihat masih menyala. Ainun si wanita kacamata itu tengah menghitung uang hasil penjualan. Bimo menunggunya di sela-sela dinding yang berhadapan dengan toko. Laki-laki itu ingin tahu kemana ia akan pulang. 15 menit ia menunggu, Ainun belum keluar. sampai akhirnya ia keluar, lega Bimo. 

Hah...............................! 
Bimo terperangah, wanita itu menarik rolling door dari dalam, lalu menguncinya. 
Bimo diam, toko buku itu hanya berukuran 5 x 10 meter, tidak ada selimut, tidak ada kasur,dan tidak ada tikar atau tempat untuk Ainun jadikan alas hanya ada satu kamar mandi didalam. 

Hatinya begitu terenyuh melihatnya, ia tak bisa membayangkan sulitnya menjadi Ainun, dihadapannya wanita itu selalu ceria dan tak pernah menunjukkan kesedihan. 
Kini Bimo menjadi orang yang paling amat bersyukur dengan apa yang sudah ia miliki. 
Hatinya resah, ingin rasanya memaksa Ainun kembali ke rumahnya. 
Laki-laki itu mencoba untuk tidak peduli, Ia naik ke atas motor dan kembali pulang.

.......BERSAMBUNG........

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER