Thursday, March 19, 2020

Lelaki es 5

*LELAKI ES*

5


Siang itu kami pulang dari rumah mama. Seperti biasa suamiku lebih banyak diam, fokus menyetir. ‘Perjalanan dua jam dalam diam itu mirip nelen bolu mentega tarus nggak minum. Seret-seret gimana ... gitu nyangkut di tenggorokan.’
Baiklah, aku bicara sendiri pun tak apa, ditanggapi syukur Alhamdulilah.
“Bagus ya, rumah itu?” Aku menunjuk sebuah bangunan kuno.
Han menoleh sebentar, “Hmm ...,” katanya mengangguk.
“Di sini rame, ya, yang dagang cilok?”
“Hmm,” jawab Han lagi.
“Es dawet juga banyak.”
Pasti ‘Hmm’ lagi ....
“Hmm.”
Tuh kan?
“Eh, awas ada kucing nyebrang!”
Han sedikit terkejut tapi mampu menghindar.
“Hati-hati, awas ada lobang gede banget!”
Han menghindar dengan lihai.
“Awas ada cewek cantik!”
Han sedikit memutar setirnya, terkejut. “Mana?”
“Di samping kamu ....” Aku menutup mulutku dengan kedua telapak tangan, malu, keceplosan.
Han tertawa lepas sambil mengucek rambutku. Ah, andai sempat merekamnya aku bisa mengabadikan momen langka ini.
Aku meminta Han menghentikan mobil di depan gerobak petis dan membelinya seporsi. Lalu, kami melanjutkan perjalanan.
Kulancarkan aksi selanjutnya.
“Mau petisnya? Aku suapin ya?” Mungkin Han tidak mau tapi aku memaksa. Ya ampun Ririn, kamu sekarang jadi wanita penggoda.
Beberapa suap dengan wajah merona Han menurunkan suhu AC mobilnya.
“Kenapa, Han?”
“Panas,” katanya sambil menarik-narik kaos di bagian dada. Aku terkikik.
“Kapan-kapan kita nonton bioskop, dong, Han?” pintaku.
“Boleh,” jawabnya. “Tapi nggak malam ini, ya, ada kerjaan.”
Apa? Pergi lagi? Mataku membulat sambil menggigit buah sekalian sama tusuk-tusuknya. Kesal!
“Tapi kamu pulang, ‘kan?” Aku sedikit menunduk.
Han diam sebentar sambil sesekali melirikku, atau melirik petisnya, sudah habis apa belum?
“Iya, iya, aku pulang, tapi paling Cuma sebentar, keadaan lagi genting!”
Aku mengangguk sambil memastikan bahwa diriku tidak akan menyia-nyiakan momen ‘sebentar’-nya Han itu.
***
Kami tiba di rumah. Sedikit terkejut karena ada Riko yang melambaikan tangannya dari rumah sebelah. Ia kemudian berjalan mendekati kami.
“Hai, aku baru pindah,” sapa Riko.
“Wah, di sebelah? Kebetulan banget, ya? Main sini,” jawabku.
Pemuda itu menyalami Han. Suamiku menyambutnya seraya ternyuman sekilas.
“Aku masuk dulu, ya,” ujarku pada Riko.
Han merangkul bahuku sambil berjalan ke dalam, sungguh keajaiban. Hal yang sangat jarang terjadi.
Setelah berganti pakaian, Han pamit padaku.
“Aku pergi dulu, ya, jaga diri baik-baik, jangan keluar-keluar rumah,” kata Han.
Aku menatapnya, lekat, kemudian mengangguk.
“Ke rumah tetangga juga nggak boleh?” tanyaku.
“Nggak boleh, justru itu lebih berbahaya dari penjahat sesungguhnya!”
“Masa?”
“Hmm, aku pergi, ya.”
***
[Gimana, Rin, udah berhasil belum naklukin si ‘es’?] Tanya Risa di grup WA.
[Semalem dia nggak pulang] jawabku.
[Kalian bisa nggak sakit kepala gitu ya udah berapa hari sama-sama tapi nggak ngapa-ngapain?] ketik Risa.
[Ya, kalo belum pernah, nggak bakal sakit kepala kali, emangnya kamu, Ris?] balas Tina ditambah emot ketawa ngakak.
[Oh, gitu ya?] Risa sok polos.
[Kecuali pernah ciuman, nah, bisa jadi vertigo kalo nanggung! Wkwkwk] ledek Tina.
[Waduh ... kata Han dia pernah cium aku, tapi akunya nggak ngerasa?] ketikku.
[Jadi kamu nggak bales? Nggak papa kalo gitu, nggak bakal vertigo! Wkwkwk] balas Yeoni.
Ya ampun, mereka nih ngomongin apa, sih?
[Malem ini doi pulang?] tanya Tina.
[Pulang, katanya] ketikku.
[Ya udin, lancarkan aksimu, Rin!] Yeoni muncul.
[Siap!] jawabku.
[Pake baju seksi!] ketik Risa.
[Pake lingerie yang kukadoin kemaren!] cecar Tina.
Apa? Lingerie warna hitam transparan itu?
[Nggak mau, ah, terlalu terbuka.] sahutku.
[Iiih ... nggak apa-apa, nanti juga dibuka semua. Wkwkwkwk.] balas Risa.
Dasar ya emak anak tiga satu ini nggak disaring lagi mulutnya!
[Pakai slimming suit dulu biar dadanya terkangkat] tambah Tina.
[Pokoknya yang kita kadoin semua itu perlengkapan tempur lengkap! Pake aja semua!] Tina mengetik seolah-olah sedang berkata mantap.
[Nggak mau ah! Kalo ukurannya segini ya segini aja, dari pada diangkat-angkat seolah-olah ukuran 40, eeh ... pas dibuka zonk!] Ketikku.
Emot ngakak memenuhi layar gawaiku.
[Aku mau apa adanya aja.] ketikku lagi.
[Iiih ... dasar Ririn!] tulis Risa. [Nanti itu bakal berguna saat kita berumur, disimpen aja.]
[Pakai parfum jangan lupa!] tambah Yeoni.
[Iya ....] balasku.
[Bulu ketek bersihin dulu! Wkwkwk] Risa menambahkan.
[Udah kalik!] Emangnya aku cewek jorok, apa? Huh.
[Sore ini kamu luluran dulu, terus berendem air hangat, ya, Cantik, biar bau badannya wangi ....] tulis Yeoni.
[Lebih bagus, spa, sih] tambah Tina.
[Aku lagi nggak boleh keluar rumah.]
[Oh, ya udah, kalo, gitu, luluran aja di rumah.]
[Oke ... oke.] balasku.
[Inget ya, harus genit!]
[Iya, iya, emak-emak bawel!]
Pertama kuliah, tahu dong gimana penampilan anak-anak Penjas? Kalau nggak kenal sama mereka ini, aku nggak akan ngerti gimana jadi cewek sejati. Mereka inilah yang banyak mengajari aku berpenampilan selayaknya wanita. Ternyata aku nyaman.
Segera setelah aktivitas chat itu, aku melakukan semua yang teman-temanku sarankan.
Pertama-tama, luluran lalu berendam air hangat. Tak lupa aku kenakan masker juga di wajah.
Sungguh luar biasa efeknya. Kulitku terasa bersih dan kenyal, juga bercahaya. Setelah salat magrib, aku santai-santai sebentar sampai waktu isya datang.
Han belum juga pulang. Saatnya beraksi, aku mengenakan lingerie berwarna maroon yang cukup banyak rendanya dan tidak terlalu transparan. Bagian kerahnya lebar sehingga memperlihatkan bahuku. Tingkat kerendahannya bisa diatur. Mungkin jika Han sudah pulang nanti bagian kerah ini bisa ditarik ke bawah sedikit. Aku terkikik.
Sekarang ... rambut, sebaiknya di apain, ya? Aku menariknya ke atas. Sepertinya ini terlalu formal, atau diikat ‘ala-ala’ ...? Sepertinya sudah terlalu sering rambutku diikat di bagian bawah. Akhirnya aku memutuskan untuk membuatnya sedikit ikal. Selagi rambutku tergulung, aku melapisi wajah dengan riasan tipis. Pokonya harus terlihat lebih cantik dari pada saat aku ke kantor. Untuk lipstik, aku pilih yang ‘mate.’
Kugerai rambut dan ... tara ... puas dengan hasil karyaku sendiri. Dada ini berdebar menunggu kedatangan suamiku pulang. Kira-kira bagaimana reaksinya ya? Sambil menunggu kusiapkan makan malam dengan menghangatkan bekal yang disiapkan mama tadi siang. Perhatian sekali mertuaku itu. Setelah itu aku sajikan di meja makan, lalu kembali ke kamar, membaca buku.
Dadaku semakin berdebar karena Han belum juga pulang. Tapi, siang tadi ia sudah berjanji, itu artinya dia pasti pulang. Aku merebahkan diri di kasur.
Tiba-tiba terdengar suara salam dan derit pintu. Itu suara Han! Aku meraih selimut dan menutupkannya ke tubuhku, Onde Mande kenapa nyaliku menciut begini? Aku menarik selimut bahkan sampai ke leher. Malu jika Han melihatku seperti ini. Seperti ... wanita penggoda! Aduuh ....
Kudengar langkah Han tergesa masuk ke kamar. Ia langsung menuju lemari dan mengambil sesuatu dari sana, sebuah tas besar. Lalu ia menoleh ke arahku, berjalan mendekat.
“Kamu sakit?” Tangannya menyentuh kening dan leher ini.
Aku menggeleng.
“Syukurlah, aku harus pergi lagi, keadaan benar-benar genting.” Tubuh tingginya berdiri dan keluar kamar, kudengar langkahnya menuju dapur.
Jadi? Aku bakal ditinggalin lagi? Aku berdiri dengan lemas dan tatapan kosong. Merasa tidak berharga.
Kuikuti langkah Han. Ia memeriksa pintu dapur dan memastikannya terkunci rapat. Setiap jendela ia cek dan gorden yang masih tersingkap ia rapikan.
Ia menatap meja makan sekilas lalu bergegas menuju pintu keluar.
Dam.
Hatiku rasanya seperti diremas remas. Kecewa, sedih, menjadi satu. Rasanya semuanya sia-sia. Aku, tak lebih berharga dari pekerjaannya. Ini, baru awal ... apa aku bisa bertahan hidup dengannya bertahun-tahun kemudian? Apa harus selalu aku yang menginginkan kehangatan dalam rumah tangga ini, sementara dia bisa dengan sesuka hati?
Aku melangkah gontai mengikuti langkahnya, sudah tidak kupedulikan rasa malu memakai pakaian ini, riasan ini, rambut bergelombang ini. Aku ... bagaimanapun aku, tidak berpengaruh apa-apa jika niat itu tidak muncul dari dalam hati Han sendiri.
Han meletakkan barangnya ke dalam mobil, tampaknya ia tak sendiri karena itu bukan mobilnya. Ia kembali dan menutup pintu, mendekatiku dan berkata.
“Maafkan aku, aku pasti kembali ... jaga diri baikbaik, ya.” Ia membelai pipi ini dengan lembut, beralih ke rambut di pucuk kepala sampai ke ujungnya. “Kamu cantik!”
Mataku berkaca-kaca. Ingin terisak, tapi, seperti tidak pada tempatnya. Han sedang ditunggu teman-temannya di luar sana. Aku menatapnya. Sebuah bekas luka yang masih basah menggores pipi sebelah kiri Han. Aku menyentuhnya dengan dahi mengernyit, khawatir.
Han meraih tanganku dan mengecupnya. “It’s oke,” katanya sambil tersenyum dan berbalik meninggalkanku.
Tugas suamiku sepertinya ini tak main-main. Aku ... tidak boleh egois.
Tak urung lagi air mataku meleleh, sambil menunduk memandangi diri sendiri dan menertawakannya dalam hati. Menyedihkan. Aku menatap pintu yang sudah tertutup. Selesai sudah dan aku tak bersemangat lagi menjalani hari tanpanya. Aku berbalik menuju kamar.
Tiba-tiba pintu depan terbuka kembali, derap langkah terdengar memburu dan sebuah cekalan di tanganku memaksa tubuhku berbalik menghadapnya. Tanpa aba-aba sebelah tangan Han meraih pipi dan menyentuh bibirku dengan bibirnya ... yang dingin.
Aku terhuyung ke belakang dengan mata membulat. Mundur beberapa langkah. Tapi lengannya dengan cepat meraih pinggang mencegahku jatuh. Benar-benar kejutan! rasanya tak bisa digambarkan, aku seperti ... melayang. Han melepaskanku, lalu setelah aku tenang dan memejamkan mata, ia melanjutkannya dengan lembut.
Han tersenyum. “Tunggu aku, aku pasti pulang,” katanya sambil menatap lekat kedua netraku, kemudian ia berlalu dari hadapan.
Aku terdiam dengan lutut lemas, hati mencelus dan dada bergemuruh hebat. Bahkan jemari kurasa dingin dan berkeringat. My first kiss, dari suamiku sendiri. It’s so ... amazing!
Mande! Untung saja tadi aku pakai lipstik ‘mate’ ... gimana kalau nggak? Bisa-bisa Han diledekin teman-temannya karena gliter-gliter di bibirnya. Ah ... ya ampun. Aku mengucek-ngucek rambut sendiri. Sepertinya aku harus sedia obat vertigo sampai menunggu Han kembali.


_Bersambung....._

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER