Wednesday, March 25, 2020

Lastri 14

LASTRI  14
(Tien Kumalasari)
 
"Aneh, masa sih bisa lenyap begitu saja?" gumam Lastri masih terus mencari, bahkan di kolong-kolong meja yang ada didekatnya, barangkali terlempar disana, tapi tak ada.
"Gimana Tri?" bu Marsudi kembali masuk dan ikut mencari.
"Kok nggak ada ya bu."
"Kamu nggak lupa kan Tri?"
"Ya enggak bu sudah bertahun-tahun selalu saya taruh disitu."
"Padahal duplikatnya sudah lama nggak ada, coba saya cari dilaci almari Tri kamu tilpun Bayu, barangkali terbawa.
Lastri mengangguk, tapi dalam hati ia keberatan menelpon Bayu. Ia masih ingat kejadian beberap hari yang lalu, didapur, ah.. Lastri tak berani membayangkannya.
"Sudah tilpun Tri?"
"Oh, iya bu.. iya.."
Mau tak mau Lastri segera menelpone Bayu.
"Hallo Lastri, ada apa? Kangen ya?" canda Bayu.
"Mas, jangan bercanda, apa mas Bayu membawa kunci pintu rumah?"
"Apa? Kunci ? Ya nggak, masa aku membawa kunci rumah, biasanya kan tergantung didekat pintu itu."
"Iya, makanya ibu suruh Lastri tanya mas Bayu, barangkali kebawa."
"Nggak, aku nggak bawa, dan juga nggak kebawa.. orang kunci sebanyak itu, kan terasa kalau terbawa."
"Ya sudah mas, terimakasih."
"Lastri... tunggu.."
"Ya mas."
"Ibu sama kamu mau keluar?"
"Ya mas, saya mau ngantar ibu belanja."
"Belanja kemana ?"
"Nggak tau mas."
Lastri buru-buru menutup ponselnya, takut Bayu akan berbicara lebih banyak.
"Nggak Tri?"
"Nggak tuh bu, mas Bayu nggak membawa."
"Ya sudah, ini, kunci duplikatnya ketemu, aduh, sudah karatan begini. Lama nggak pernah dipakai, malah lupa kalau ada duplikatnya. Ayo Tri, dikunci pakai ini saja, kasih minyak sedikit kalau susah."
"Baiklah."
"Ma'af ya pak, agak lama nunggunya, habis kunci rumah nggak ketemu, tapi ini sudah," kata bu Marsudi kepada pengemudi taaksi.
"Ya bu, nggak apa-apa."
"Nanti saya tambahin ongkosnya pak," janji bu Marsudi.
"Terimakaih bu."
Akhirnya walau dengan susah payah Lastri bisa mengunci pintu-pintu rumah.
***
Tapi ditengah perjalanan Bayu menelpone Lastri. Lastri tak ingin mengangkatnya.
"Dari siapa Tri, diangkat saja, siapa tau penting."
"Dari mas Bayu."
"Angkat saja, mungkin penting, tapi jangan bilang kita kemana, nanti dia nyusul trus meninggalkan pekerjaan."
"Hallo mas," sapa Lastri.
"Kamu dimana?" tanya Bayu dari seberang.
"Lagi jalan sama ibu."
"Lho, kunci sudah ketemu?"
"Belum mas, ibu menemukan kunci duplikat, sehingga kita bisa pergi."
"Oh, syukurlah, tapi siapa ya yang membawa kunci rumah? Apa bapak?"
"Ya enggak mas, masa bapak membawa kunci rumah. Ya sudah mas, ini hampir sampai, ibu mau belanja dulu."
"Belanja? Kemana ?"
"Belum tau mas, nggak tau nanti kemana, so'alnya yang mau dibeli macam-macam. Dan tempatnya juga berbeda-beda."
"Nanti sampai jam berapa?"
"Kata ibu, pas sa'atnya makan siang sudah ada dirumah."
"Ya sudah, aku pulang nanti sa'at makan siang. Kalau sudah sampai rumah aku dikabari ya?"
"Baik mas."
"Bagus Tri, kalau dikasih tau pasti nanti dia nyusul kita. Kalau itu terjadi, bisa-bisa malah kita lupa apa yang harus kita beli."
Lastri menganggk dan tersenyum. Ia juga tau, maunya Bayu mengikuti kemanapun ibunya pergi, atau tepatnya dirinya. Benarkah majikan gantengnya itu tertarik pada dirinya? O.. tidak.. aku selalu bermimpi, bisik batinnya, dan beruntung bisikan itu tidak sampai tercetus dari bibirnya. 
"Lastri, nanti kita belanja keperluan dapur dulu, setelah itu baru mencari alat-alat dapur yang harus sudah kita ganti."
"Baik, terserah ibu saja."
***
Ketika mau pulang untuk makan siang, Bayu melihat mobil ayahnya diparkir ditepi sebuah jalan. Bayu kemudan menghentikan juga mobilnya tak jauh dari sana. Ia turun dan mencari-cari, apakah ayahnya sedang membeli sesuatu? Tapi disitu tak ada pertokoan tempat belanja belanja. Adanya toko besi, penjual ikan hias, atau... haa... itu dia.. Bayu melihat ayahnya sedang duduk disebuah bangku dibawah pohon waru. Bayu mempercepat langkahnya. Apa yang dilakukan ayahnya ditempat itu.
"Bapak," sapa Bayu setelah dekat. Pak Marsudi tampak terkejut.
"Ngapain bapak disini?"
Bayu melihat kekiri dan kekanan. Hanya ada tukang kunci disebelah ayahnya duduk. 
"Bapak," 
"Itu lho, baru membuat kunci duplikat. Sudah kamu pulang dulu sana," kata pak Marsudi setengah mengusir anaknya.
"Mengapa bapak membuat kunci duplikat?"
"Kita kan mau pergi. Sedangkan kunci rumah itu nggak ada kunci serepnya, bapak sudah mencarinya nggak ketemu."
"Apa hubungannya kita pergi dan kunci serep?"
"Gimana to kamu itu Yu, Lastri kan kita tinggal sendirian dirumah. Nanti kalau kita pulang dari Surabaya, dan waktunya malam, kasihan kalau harus membangunkan Lastri. Dengan kunci serep atau duplikat itu nanti, kita bisa membuka pintu tanpa mengganggu waktu tidur Lastri." kata pak Marsudi panjang lebar.
"Ooh, jadi ibu bingung mencari kunci rumah, ternyata bapak bawa?"
"Bapak kan nggak tau kalau ibumu mau pergi."
"Ibu pergi belanja tadi, sama Lastri. Bingung nggak bisa mengunci rumah."
"Terus... nggak jadi belanja ?"
"Kunci duplikat sudah ketemu, jadi ibu bisa pergi."
"Oh, ketemu? Dimana? Bapak tadi nyari-nyari nggak ketemu. Kalau ketemu kan nggak usah suruh bikin kunci duplikat."
"Bapak nggak nanya atau nggak bilang siapa-siapa kalau mau bikin kunci duplikat sih."
"Nggak, habis ibumu kalau pagi sibuk dengan urusannnya sendiri," pak Marsudi memberi alasan.
"Ya sudah pak, dibatalin saja bikin kunci duplikatnya."
"Dibatalin bagaimana? Sudah terlanjur nyuruh bikin, dan sudah terlanjur bapak bayar kok dibatalin. Sudah, kamu pulang saja sana, nanti ibu menunggu."
"Bapak nggak usah ditemenin?"
"Kayak anak kecil saja. Sudah, pulang sana."
"Atau biar Bayu saja yang nungguin, bapak yang pulang. Kan tinggal menunggu jadi?"
"Eee... nggak, kamu pulang saja sana. "
"Bapak nggak capek?"
"Nggak, Bayu, sudahlah, pulang sana. Paling-paling sebentar lagi juga sudah selesai."
Bayu terpaksa pulang dan meninggalkan pak Marsudi menunggu jadinya kunci duplikat. Agak heran juga Bayu, mengapa bapaknya memaksa menunggu dan nggak mau pulang lebih dulu.
Sepeninggal Bayu, pak Marsudi mendekati tukang kunci itu.
"Pak, buatkan satu lagi ya."
"Satu lagi? Jadi bapak minta dibuatkan dua kunci duplikat?"
"Ya, benar, buruan, saya tunggu disitu."
*** 
Tapi sampai acara makan siang dirumah itu selesai, pak Marsudi belum juga sampai ke rumah.
"Sebetulnya kemana bapakmu itu tadi Yu?"
"Tadi masih menunggu jadinya kunci duplikat itu bu, katanya sebentar lagi selesai."
"Nyatanya sampai sekarang belum balik juga. Ada-ada saja, pakai bikin kunci duplikat segala. Padahal kunci duplikat dirumah sudah ketemu."
"Tadi Bayu minta dibatalin saja, bapak nggak mau, katanya sudah terlanjur dibuat dan dibayar. Ya sudah, mau bagaimana lagi. Sekarang Bayu mau balik ke kantor bu."
"Ya sudah. Oh ya, baju yang mau kamu bawa ke Surabaya yang mana, biar nanti ibu menatanya di kopor. "
"Terserah ibu sajalah, mana yang baik menurut ibu."
"Kamu itu selalu bilang begtu, tapi kalau sudah kejadian bilang.. kok ini bu.. repot kan?"
"Nggak bu, kali ini terserah ibu saja."
"Jas yang abu-abu atau biru, atau hitam?"
"Aduh ibu, ya sudah yang hitam saja."
"Baiklah, baju yang mau dipakai?"
"Terserah ibu saja, atau biar Lastri yang memilihkannya, pasti Bayu suka," katanya sambil meliirik kearah Lastri yang sedang mengambil piring-piring kotor diatas meja. Lastri pura-pura tak melihatnya, juga pura-pura tak mendengar. Dia terus saja membawa piring kotor itu kebelakang.
"Hm, awas ya kalau nanti mengeluh tidak cocog."
"Cocog bu, sudah, Bayu mau kembali ke kantor." katanya sambil melangkah ke mobil..tapi sebelum masuk kemobil tba-tiba Bayu berteriak.
"Lastriiii!"
Tapi bu Marsudi lah yang mendekat.
"Ada apa ta Yu, tdi didalam diam saja, setelah keluar teriak-teriak."
"Tas Bayu ketinggalan di kamar bu, biar Lastri saja yang ambilkan."
"Lastri baru nyuci piring, biar ibu saja yang mengambil, kata bu Marsudi sambil memelototi Bayu dengan pandangan lucu.
Bayu tersipu.
"Ah, ibu..."
Tapi bu Marsudi terus masuk kedalam lalu tak lama kemudian keluar dengan membawa tas kerja Bayu.
"Hmh, sengaja kamu taruh dikamar, supaya nanti bisa panggil-panggil Lastri .. pura-pura lupa kan?"
"Bayu tertawa sambil menerima tas kerjanya.
"Ibu tau aja.."
Bu Marsudi melambaikan tangannya ketika mobil Bayu berjalan keluar dari halaman.  Ia hanya bisa menghela nafas. Entah bagaimana nanti kelanjutan perasaan Bayu kepada Lastri. Bu Marsudi pusing memikirkannya.
***
Pak Marsudi sampai dirumah menjelang maghrib. Ini tak biasa, padahal tadi nggak sempat makan siang. Dan ketika bu Marsudi menelpone kantor katanya pak Marsudi sudah pulang.
"Bapak kemana saja? Tadi nggak pulang makan, trus jam segini baru pulang."
"Tadi menemui... eh.. maksud bapak ada yang menemui bapak dikantor. Rekanan kerja, lalu omong-omong sampai lupa waktu."
"Tapi tadi bapak kan ke tukang bikin kunci?"
"Iya, bapak nggak tau kalau ibu mau pergi belanja, jadi kuncinya bapak bawa. Ini, sama duplikatnya nanti kita bawa saja. Soalnya bapak nggak tau kalau duplikat yang dirumah sudah ketemu, bapak tadi sudah mencari tapi nggak ketemu."
"Nyari nggak bilang-bilang, mana bisa ketemu?"
"Iya, ibu sibuk dibelakang so'alnya. Ya sudah, ini disimpan ibu, supaya nanti kalau kita pulangnya malam nggak usah ngebangunin Lastri."
Bu Marsudi menerima kunci dan ditaruhnya di gantungan seperti biasa.
"Lamakah membuat kunci duplikat?"
"Nggak lama, so'alnya bapak pesen dua."
"Pesen dua?" tanya bu Marsudi heran, sementara pak Marsudi terkejut karena terlanjur mengucapkan hal yang seharusnya menjadi rahasia.
"Itu, aduh, bapak salah ngomong, ada orang yang pesen dua, sehingga bapak nunggunya lama."
Harusnya tadi biar Bayu saja yang menunggu."
"Nggak apa-apa. Dan karena kelamaan di tukang kunci, bapak nggak sempat pulang, lalu kembali ke kantor."
"Bapak makan dimana?"
"Suruhan OB .. beli gado-gado."
"Ya sudah, bapak istirahat dulu."
"Tiga hari lagi kita pergi, apa  ibu sudah selesai mempersiapkan semuanya?"
"Sudah."
"Jangan lipa baju-baju Bayu juga."
"Sudah, bapak nggak usah khawatir."
***
Pagi itu Bayu menatap Lastri tanpa berkedip. Walau hanya dua hari meninggalkan, tapi rasanya berat. Entah mengapa Bayu ingin sekali tinggal. Ia dandan seenaknya, dan makan cuma sedikit.
"Lastri, mana minumku?"tanya Bayu.
"Sudah saya siapkan mas."
"Bawakan juga obat pusing untuk aku, ambilkan sekarang Lastri.""
Lastri berlari ke almari obat, lalu memberikan obat pusing seperti yang diminta Bayu."
"Lastri, bawakan juga buah, eh.. jeruk.. aku sedang sakit perut,, takutnya mual dijalan."
Lastri mengambil beberapa buah jeruk yang kemudian diberikannya pada Bayu. Bayu menerimanya, sambil menggenggam tangan Lastri. Lastri berusaha melepaskan, tapi Bayu menggenggamnya terlalu kuat.
"Jaga diri baik-baik ya," bisiknya.
Lastri hanya mengangguk, lalu terdengar pak Marsudi keluar. Ia membiarkan saja Bayu minta dilayani Lastri. Ini hari terakhir Bayu minta dilayani Lastri, ketika pulang nanti semuanya akan berbeda. Kata hati pak Marsudi.
"Lepas mas, ada bapak, Lastri takut," bisik Lastri. Bayu melihat ada telaga bening dipelupuk mata indah itu. Bayu jug menangkap bahwa cintanya pasti bersambut.
"Lastri, aku cinta sama kamu," bisiknya sebelum ia melepaskan genggaman Lastri lalu masuk kedalam mobil. Ia duduk disamping kemudi. Ada sopir kantor yang disuruh pak Marsudi untuk mengantarnya.
"Hati-hati dirumah ya Tri, kalau ada apa-apa, tilpun aku, atau mas Bayu," pesan bu Marsudi.
Lastri hanya mengangguk. Kalau ia mengeluarkan suara, pasti akan terdengar isak tertahan dalam suara itu.
Seperti mimpi ketika ia mendengar Bayu membisikkan sebuah kata cinta.
"Ya Tuhan... ya Tuhan.. apakah aku bermimpi lagi? Mas Bayu cinta sama aku? Ini tidak mungkin. Tdak mungkin," bisiknya pelan. Kali ini tak ada yang mendengar bisikan yang keluar dari bibir itu. Ia hanya sendirian, sepi dan dibayangi kata-kata indah yang baru saja didengarnya. Mengalun seperti kidung dari surga.
Ia hanya melambaikan tangan ketika mobil majikannya menjauh, membawa serta hati dan cintanya.
Tiba-tiba ponsel Lastri berdering dari dalam rumah. Lastri berlari menghampiri.
***

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER