Tuesday, March 24, 2020

Lastri 12

LASTRI  12
(Tien Kumalasari)

 Bu Marsudi mengamati kacamata hitam itu dengan seksama.
"Ini kacamata mahal. Bagaimana kacamata nak Sapto bisa berada dalam tas belanjaan kamu?"
Lastri tidak menceritakan tentang Sapto yang memaksa mengantarnya kemarin, jadi agak sungkan dia menjawabnya.
"Ma'af bu, kemarin ketika keluar dari pasar, kebetulan mas Sapto mungkin melihat saya, lalu menghentikan mobilnya. Saya ingin berjalan kaki pulang, tapi dia memaksa mengantar bu. Ma'af kemarin Lastri nggak cerita so'al mas Sapto."
"O, mengkin tanpa sengaja kacamata yang dilepas ditaruh disampingnya, dan kebetulan ada bungkusan cabe disana."
"Mungkin bu, Lastri juga kurang memperhatikan."
"Baiklah, nanti biar Bayu yang mengabarinya, atau mengantarkannya ke nak Sapto."
"Ma'af kemarin saya lupa bilang bu."kata Lastri takut-takut.
"Nggak apa-apa Tri, kan cuma gara-gara kamu ketemu nak Sapto terus diantar. Sudah, ayo lanjutin masaknya," kata bu Marsudi yang kemudian meletakkan kacamata itu dimeja dapur, lalu melanjutkan kegiatan memsak mereka.
Tapi sebelum mereka selesai, tiba-tiba Bayu sudah muncul dan langsung menuju dapur.
"Belum selesai ya? "
"Sebentar lagi Yu, kamu datangnya kepagian, kan ibu bilang mau memasak dulu."
"Ya sudah, Bayu tungguin disini, biar semangat memasaknya," kata Bayu sambil diduk didepan meja dapur.  Tiba-tiba dilihatnya kacamata itu, lalu diamatinya.
"Ini kacamata siapa? Ibu beli? Atau Lastri?" tanyanya sambil tersenyum lucu.
"O, iya.. belum sempat ngomong. Itu kacamatanya nak Sapto."
"Sapto? Memangnya dia kemari?" tanya Bayu dengan wajah masam.
"Bukan, kemarin dia mengantar Lastri dari pasar. Mungkin kacamatanya masuk kedalam belanjaan Lastri dan dia maupun Lastri tidak merasa. Baru ketika ibu membuka bungkusan cabe, kacamata itu ada didalam tas kreseknya."
Wajah ganteng itu tiba-tiba keruh.
"Sapto mengantar Lastri pulang dari pasar? Bagaimana mungkin?" Apa Lastri nggak bisa cari becak?"
"Nanti dulu, ceritanya belum selesai. Kemarin Lastri lupa bilang. Ayo Tri, ceritakan sambil menumis bumbunya itu."
Lastri memasukkan bumbu kedalam wajan dan menumisnya. Harum bumbu tercium sedap, memenuhi ruangan dapur. Tapi Bayu yang biasanya berkomentar tak mengatakan apapun. Ia menunggu Lastri bicara, seperti seorang hakim menunggu alasan terdakwa ketika telah melakukan kejahatan.Lastri sedikit kecut melihat sorot mata tak bersahabat itu, tapi diberanikannya untuk bicara.
"Kemarin ketika saya keluar dari pasar, tiba-tiba mas Sapto lewat dan melihat saya membawa belanjaan yang agak berat. Sebetulnya bukan apa-apa, kan rumah kita tidak jauh, tapi mas Sapto tiba-tiba turun dan menarik salah satu tas belanjaan saya, dibawanya ke mobil, jadi saya terpaksa ngikut."
Bayu menatap Lastri tajam, ia tak melihat sesuatu yang harus membuatnya marah.Dia justru kasihan melihat Lastri bicara dengan suara agak takut.  Tapi dia kesal pada Sapto. Ia seperti memaksa Lastri untuk ikut bersamanya. Dalam hati dia berjanji akan menegurnya. Oh ya, kacamata ini akan menjadi alasan untuk memaki-makinya nanti.
"Sapto itu terkadang menjengkelkan, kamu harus hati-hati sama dia."
Lastri hanya mengangguk.
"Baunya harus sekali, masak apa bu?" Nah, Bayu baru berkomentar. Bu Marsudi tersenyum.
"Itu pesanan bapak tadi, sambel goreng ati."
"Jadi lapar bu."
"Mau makan dulu?  Ya harus menunggu, baru saja ditumis," kata bu Marsudi.
"Nggak, nanti aja sepulang dari bank.Masih lama kah?"
"Ya lumayan lah, setengah jaman lagi kurang lebih. Habisnya kamu pakai meninggalkan kantor segala. Ibu sama Lastri kan bisa sendiri."
"Nggak apa-apa, hari ini banyak waktu luang."
Dan Bayu bersandar di kursi itu, matanya terus menatapLastri yang sedang sibuk menyelesaikan masakannya. Lastri bukannya tak tau, agak gemetaran tangannya karena merasa terus diperhatikan.
"Kamu nungguinnya diruang tengah saja, kalau ditungguin malah nggak selesai-selesai jadinya."
"Nggak bu, disini juga nggak apa-apa, lebih dekat bau masakan kan lebih enak."
Tapi bu Marsudi tau Bayu terus memperhatikan Lastri. Bu Marsudi menghela nafas panjang, gundah  mengetahui kenekatan anaknya.
***
Sore itu juga sebelum selesai jam kantor Bayu sudah ada di kantor Sapto. Sapto sedang berkemas untuk pulang, tapi Bayu menahannya.
"Jangan pulang dulu, aku ingin bicara." kata Bayu.
"Serius amat, ada apa ?" 
"Ini, aku mau mengembalikan punya kamu. Ini punya kamu bukan?"Bayu meletakkan kacamata hitam didepan Sapto.
Sapto melihatnya dan terkejut.
"Lhah, kamu menemukannya dimana? Aku kehilangan sejak kemarin," kata Sapto sambil mengambil kacamata itu dan mengamatinya.
"Ya ampun, baru siang tadi aku beli lagi. Dimana kamu menemukannya Yu?"lanjutnya.
"Di tas belanjaan Lastri."
"Haa, di tas belanjaan Lastri? Aduuh... aku sama sekali lupa, bagaimana bisa masuk kesana?"
"Aku ingatkan kamu, jangan sekali-sekali kamu mengganggu adikku."
"Bayu..." dan Sapto tertawa keras.
"Aku tidak berjanda !!"
"Tunggu dulu. Kemarin itu aku mau ke bank, trus kebetulan lewat pasar dimana sa'at itu Lastri kebetulan juga baru keluar dari pasar itu. Karena kasihan dia membawa belanjaan berat, aku tawarkan untuk mengantarnya. Cuma itu kok."
"Sapto, sekali lagi aku ingatkan, jangan mengganggu adikku."
"Bayu, berkali-kali kamu bilang Lastri itu adik kamu, tapi kan sebetulnya bukan adikmu? Dia hanya seorang pembantu. Ya kan?"
Bayu marah sekali. Kata-kata Sapto membuat darahnya mendidih. Hanya pembantu, dan itu merendahkan Lastri, Bayu tak bisa terima.
"Lastri bukan hanya pembantu, Lastri sudah menjadi keluarga dirumahku Sapto, jangan merendahkan dia." tajam kata-kata Bayu, sambil berdiri dari hadapan Sapto.
"Baiklah, aku minta ma'af. Aku cuma bercanda. Aku tadinya mengira dia benar-benar adik kamu."
"Darimana kamu mengira dia itu pembantu?"
"Ayah kamu mengatakannya, dan aku juga pernah mendengar dari orang lain kok."
"Dari bapak? Kapan ketemu bapak?"
"Hanya kebetulan, ketika sama-sama mengisi bahan bakar. Kami ngobrol sebentar saja."
"Mengapa tiba-tiba membicarakan Lastri?" tanya Bayu masih dengan berdiri.
"Oh, itu, pak Marsudi mengira aku menyukai Lastri, aku bilang tidak, aku tidak selera dengan pembantu."
Bayu menggebrak meja Sapto kemudian pergi meninggalkan ruangan sahabatnya.
Sapto hanya tersenyum kecut.
"Jangan-jangan Bayu sendiri yang suka sama Lastri, lalu pak Marsudi ingin mencegahnya dengan mencarikan jodoh untuk Lastri," gumam Sapto sambil melanjutkan mengemasi alat-alat kerjanya.
"Hm, perempuan sombong, kemayu, cuma pembantu saja sok alim. Sok suci. Awas kamu ya.. pasti ada kesempatan untuk menghancurkan kesombongan kamu, dan aku hampir yakin pak Marsudi pasti akan membantu," gumamnya lagi dengan mata berkilat-kilat.
***
"Sudah kamu kembalikan kacamatanya Yu?" tanya bu Marsudi.
"Sudah tadi sepulang dari kantor."
"Memang punya dia kan?"
"Iya, dia malah nggak tau kalau kacamatanya hilang."
"Kacamata siapa?" tanya pak Marsudi yang kebetulan duduk bersama malam itu.
"Kacamatanya nak Sapto."
"Apa dia kemari?"
"Tidak, Kacamatanya tersangkut di tas belanjaan Lastri." kata bu Marsudi.
"Kok bisa?"
Bu Marsudi menceritakan dengan singkat tentang kacamata itu,tapi tiba-tiba ada harapan terbersit dikepala pak Marsudi. Tampaknya Sapto mau mendekati Lastri. Tak perduli untuk main-main, atau serius, pak Marsudi merasa bahwa keinginannya akan tercapai. Matanya menatap kearah televisi, tapi pikirannya melayang kemana-mana.
"Aku ingin kita liburan untuk beberapa hari," tiba-tiba kata pak Marsudi.
"Liburan kemana pak?" tanya bu Marsudi.
"Kita kan lama nggak rekreasi, mengendapkan pikiran, mencari ketenangan dan kesenangan. Mungkin ke pantai, atau ketempat yang sejuk, yang indah pemandangannya."
"Kelihatannya menyenangkan."
"Mana bisa pergi beberapa hari? Apa nggak kerja?"
"Ambil cuti lah, beberapa hari, gitu. Ayo Yu, kapan kamu bisa, aku ngikut aja waktunya."
"Kita ajak Lastri sekalian kan?" tanya Bayu.
"Lhah, mengapa mengajak Lastri segala? Biar Lastri jaga rumah, masa rumah dibiarkan kosong?"
Bayu terdiam. Jawaban ayahnya sudah diduganya. 
"Ikut ya nggak apa-apa ta pak, biar Lastri juga merasakan senang."sambung bu Marsudi.
"Nggak bisa bu, kita akan tidur di hotel, masa kita harus menyewakan hotel untuk Lastri. Lagi pula dia kan harus jaga rumah. Cuma satu dua hari saja, nanti Lastri kita bawakan oleh-oleh yang dia suka."
Tak ada yang meng iyakan diantara Bayu dan ibunya. Keduanya tidak setuju kalau Lastri dttinggal dirumah sendirian. 
"Aku tunggu kabar kamu Yu, kapan kamu bisa cuti sehari atau dua hari."
"Belum bisa pastikan pak, kepentingannya hanya rekreasi sih."
"Rekreasi kok hanya, itu penting tau.Masa sehari-hari hanya memikirkan pekerjaan saja."
"Ya coba nanti, tapi sa'at ini baru banyak pekerjaan dikantor."
"Makanya bapak tunggu, kapan kamu bisa. Bukan harus sekarang."
"Lha kalau bapak ingin, ya berdua saja sama ibu kan lebih bagus."
"Apa? Terus kamu dirumah hanya berdua saja sama Lastri, begitu? Ya mana pantas itu," kata pak Marsudi sengit.
"Bapak memikirnya yang enggak-enggak sih."
"Bukan yang enggak-enggak. Kita itu orang timur, jangan sampai melakukan hal-hal yang tidak pantas. Apa kata orang kalau kamu hanya berduaan sama pembantu. Pokoknya bapak tunggu kabar dari kamu, kapan kamu bisa cuti. Titik."
*** 
"Bu, bapak itu aneh bukan? Ingin mengajak rekreasi tapi kesannya maksa begitu. Kayak Bayu ini anak kecil saja,"keluh Bayu ketika hanya berdua dengan ibunya.
"Maksudnya supaya kamu juga bisa bersantai sejenak, nggak mikir pekerjaan terus," kata  bu Marsudi. 
"Tapi kan Bayu ini juga harus bertanggung jawab pada pekerjaan bu. Lagian mengapa kalau rekreasi kita dilarang mengajak Lastri?"
"Itu bisa dimengerti. Kan bapak nggak mau kamu dekat-dekat sama Lastri. Ketika kamu bilang nggak mau ikut saja bapak sudah  marah-marah. Nggak mungkin bapak mengijinkan."
"Bayu tidak suka itu. Lebih baik tidak usah rekreasi."
"Kalau itu kemauan bapakmu, apa bisa kita menolak."
"Bayu kan punya alasan tepat, nggak bisa meninggalkan p-ekerjaan. Itu cukup kan? Apa ibu ingin? Ibu saja pergi sama bapak."
"Lhah, kamu kan sudah bilang begitu, dan kamu juga sudah mendengar bagaimana jawaban bapak?"
"Bapak ketakutan kalau Bayu berduaan sama Lastri."
"Tuh kamu tau."
"Bu, sekerang so'al Lastri. Kalau Bayu tetap nggak diijinkan menikah sama Lastri, lalu bagaimana hidup Bayu ini?"
"Kamu sudah berfikir tentang nikah, mendekati saja dilarang."
"Kalau begitu Bayu akan membawa Lastri pergi dari sini."
"Bayu..." kata bu Marsudi khawatir.
"Bapak harus mengerti, cinta itu tak bisa dihalangi. Bayu akan memperjuangkan cinta itu bu. Kalau bisa bantulah Bayu."
Bu Marsudi mengelus kepala Bayu dengan penuh kasih sayang. 
***
Siang itu, setelah beberapa hari kemudian, dan pak Marsudi sedang makan bersama dirumah, pak Marsudi kembali bertanya pada Bayu tentang kapan bisanya cuti.
"Belum bisa pak, pekerjaan masih banyak," jawab Bayu singkat.
"Kalau cuma memikir pekerjaan saja kapan selesainya," gerutu pak Marsudi.
"Nanti pak, Bayu cari waktu yang baik." jawab Bayu, tapi Bayu akan terus mencari alasan agar tak bisa berangkat rekreasi bersama bapak ibunya.
Tiba-tiba dering bel tamu terdengar.
"Lastri, tolong lihat siapa yang datang," kata bu Marsudi agak keras. Lastri yang berada didapur segera lari keluar.
"Siapa tamunya, siang-siang begini." gumam pak Marsudi.
Tiba-tiba Lastri sudah kembali dengan membawa sepucuk surat.
"Apa itu?" tanya bu Marsudi.
"Cuma tukang pos mengantarkan ini," jawab Lastri yang kemudian segera berlalu kembali ke dapur. Bu Marsudi mengulurkan surat itu kepada pak Marsudi yang kemudian membukanya.
***

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER