Monday, March 23, 2020

Lastri 06

LASTRI  06
(Tien Kumalasari)
"Ya sudah, sana.. selamat makan ya, senang melihat majikan kamu sangat baik terhadap pembantunya," kata Timan yang kemudian melangkah kebelakang restoran. Lastri membalikkan tubuhnya, tapi bertabrakan dengan Sapto yang kemudian memeluknya tanpa sengaja. Lastri meronta dan menatap kesal pada Sapto, kemudian ia berjalan kedalam rumah makan itu lagi, lalu duduk dikursi, dihadapan Bayu yang menatapnya tanpa berkedip. Sapto mengikutinya. Ia ingin bertanya tapi diurungkannya. Jadi Bayu itu majikannya? Lastri bukan adiknya? Apakah karena wajahnya cantik, kemudian diakuinya sebagai adik? Lalu Sapto teringat cara Bayu memandang Lastri, terasa aneh, dan itu bukan pandangan seorang kakak. Apakah Bayu juga mencintai Lastri? Itu sebabnya dia selalu menghalanginya"
"Itu penjual buah yang tadi mengantar kamu pulang?" tanya Bayu dengan menatap tajam wajah Lastri.

 
"Iya mas, dia itu sering mengirim buah-buahan ke beberapa restoran dikota ini."
"Hm, banyak dong duitnya."
"Ya nggak tau mas, banyak atau tidak...Tapi sedikit atau banyak, yang namanya rejeki kan harus disyukuri. Banyak atau sedikit yang penting bekerja, bukan dari minta-minta. Ya kan?"
"Benar Lastri, pintar kamu."
"Lastri memang hebat."
Pesanan yang sudah disajikan, disantap ketiganya dengan nikmat. Sapto tak banyak bicara dan itu mengherankan Bayu.
"Kamu kekenyangan ya? Kok tiba-tiba jadi pendiam?"
"Bukan pendiam, lagi menikmati makanan enak, kalau banyak bicara nanti nikmatnya hilang dong," jawab Sapto sambil mengelap mulutnya. Lalu diteguknya jus yang dipesannya.
"Mas, habis ini kita pulang kan?" tanya Lastri tiba-tiba.
"Ya, tapi habiskan dulu makanan kamu, tuh masih belum habis."
"Iya, pasti nanti Lastri habiskan."
Bayu terus menatap Lastri, senang melihat Lastri makan dengan lahap.
"Kamu lapar ya? Tadi pagi belum sarapan?" tanya Bayu.
"Iya belum, habis bersih-bersih dapur terus ke pasar, terus mau ngebantuin ibu masak, diajak pergi."
"Mau nambah lagi?" Sapto menawarkan.
"Oh, ya enggak. Terimakasih, sudah kenyang nih," jawab Lastri sambil tersenyum, tapi tanpa memandang kearah Sapto. Lastri memasukkan suapan terakhir kemulutnya, lalu meneguk es kopyornya.
"Sapto, setelah ini aku sama Lastri nggak usah kamu antar pulang." kata Bayu.

 
"Lho, tadi aku yang nyamperin, masa nggak boleh ngantar pulang."
"Bukan begitu, aku sama Lastri mau mampir-mampir, sekalian belanja kebutuhan aku sendiri. Atau mungkin Lastri juga membutuhkan sesuatu."
"Gitu ya, tapi aku juga mau ngantar kok. Bagaimana?"
"Nggak usah, terimakasih, takutnya kami akan lama, kasihan kamu kan?"
"Lalu kalian mau naik apa?"
"Gampang, banyak taksi..  dan terimakasih telah diajak jalan-jalan ya."
"Kebetulan kita libur, dan lagi nggak ada acara." jawab Sapto datar. Sedikit mengherankan perubahan sikap Sapto ini, tapi Bayu dan Lastri tak memperdulikannya.
***
"Sebetulnya kita mau kemana?" tanya Lastri yang sedari tadi diajak jalan dan digandeng tangannya oleh Bayu.
"Jalan-jalan saja. Didepan itu ada mal, aku mau beli sabun dan apa ya yang habis dirumah?"
"Shampo mas juga tinggal sedikit."
"Oh ya, rupanya kamu juga memperhatikan keperluanku ya?"
"Kan baru pagi tadi mas berteriak dari kamar mandi, bilang bahwa shamponya hampir habis."
"Iya.. iya, pintar kamu. Itu benar."
Bayu mengajak Lastri mengitari mal itu, apa yang dibutuhkannya sudah dibelinya. Dan ketika masuk ke ruang tempat baju-baju dijual, Bayu menarik Lastri agar mendekat.
"Ada apa?" 
"Baju ini bagus ya, aku suka warnanya. Salem itu teduh untuk dipandang."
"Lho, mas itu laki-laki, mengapa mau beli gaun?" tanya Lastri sambil menutup mulutnya karena geli.
"Bukan buat aku.."
"O, buat pacar mas Bayu?"
"Hush! Pacar apa... ini buat kamu."
"Buat aku?" Lastri terkejut.Baju itu sangat mahal untuk ukurn dia. Harganya ratusan ribu. Lastri pergi menjauh dari tempat itu, melihat lihat baju-baju lain yang tergntung disana sini. Tapi tiba-tiba Bayu menariknya kembali ketempat baju yang tadi ditunjukkannya.
"Lastri... gimana sih?"
"Apa ta mas?"
"Ini, baju ini bagus bukan?"
"Ya bagus lah, harganya juga bagus."
"Kamu suka?"
"Nggak suka."
"Lastri, aku mau beli baju ini untuk kamu."
"Jangan mas, aku ini siapa, mana pantas memakai baju seindah itu?" Ayo kita pulang, kita perginya sudah lama."
"Lastri.. aku serius."
"Aku juga serius. Mas jangan begitu,saya jadi nggak enak. Saya tau saya ini siapa. Jadi jangan berlebihan," kata Lastri sambil menjauh.
"Tidak Lastri, kamu harus menerimanya. Menolak rejeki itu tidak baik."
"Rejeki yang berlebihan juga tidak baik."
Tapi Bayu nekat mengambilnya, dan membawanya ke kasir. Ukuran baju hanya dikira-kira saja, menurut Bayu pasti pas.
Mereka pulang dengan naik taksi. Bayu tersenyum-senyum melihat wajah Lastri yang cemberut. Pemberian itu justru membuat perasaan Lastri sangat tidak enak. Tapi melihat senyuman Bayu, Lastri jadi teringat ketika bertabrakan dipintu. Bayu memeluknya erat, tidak sengaja tapi depeluknya lama. Lastri jadi ketakutan akan perasaan hatinya. Senyuman Bayu kali ini persis seperti senyuman Bayu ketika dia meronta dari pelukannya, dan itu membuat jantungnya berdebar. Lastri bukan anak kecil. Ia merasa ini tidak wajar. Tapi bagaimana melepaskan diri dari perasaan aneh yang menyergapnya?
***
Sore hari itu, ketika sedang berdua menyiapkan makan malam, Lastri mendekati bu Marsudi dengan membawa bungkusan besar. Itu bungkusan baju yang dibelikan Bayu siang tadi.
"Bu.."
"Ada apa Tri? Apa ini?" tanya bu Marsudi karena Lastri mengangsurkan sebuah bungkusan.
"Bu, saya merasa tidak enak sekali. Siang tadi mas Bayu membelikan saya ini,"

 
Bu Marsudi membuka bungkusan itu, dan melihat sebuah gaun indah berwarna salem, dengan sulaman-sulaman cantik didadanya.
"Indah sekali."
"Ibu simpan saja, saya merasa tidak pantas bu.."
"Lho, Bayu membelikan baju ini untuk kamu, mengapa ibu yang harus menyimpannya? Sudak disimpan saja sana, bisa kamu pakai kalau kamu pergi kepesta.. " bu Marsudi memberikan bungkusan itu lagi kepada Lastri.
"Kepesta bu, Lastri kan tidak pernah ke pesta?"
"Ya siapa tau pada suatu hari nanti. Sudahlah Tri, simpan saja."
Lastri tak bisa menolak, ia masuk kekamarnya dan menyimpan gaun itu didalam almari. Senyuman Bayu kembali melintas dimatanya. Ya Tuhan, ini tidak boleh, aku ini siapa, tidaak, bisik batinnya. Kemudian ia kembali ke dapur untuk membantu bu Marsudi.
"Lastri, kamu kan mau ujian. Mulai besok jangan dulu bantu-bantu pekerjaan. Fokus pada pelajaran kamu, supaya hasil ujianmu bagus."
"Iya bu, tapi kan Lastri tidak harus terus-terusan memegangi buku. Kalau hanya ditinggal bantu-bantu ibu kan tidak apa-apa."
"Lastri, jangan bandel. Pokoknya mulai besok sampai ujian selesai kamu hanya boleh belajar dan bukan yang lainnya.
***
Tapi malam itu pak Marsudi marah sekali. Ketika sedang santai di teras rumah, bu Marsudi mengatakan bahwa Bayu membelikan baju untuk Lastri.
"Aku bilang apa, ini sebuah tanda-tanda yang tidak baik," katanya sengit.
"Tidak baik bagaimana ta pak?"
"Untuk apa Bayu membelikan baju untuk Lastri coba? Kalau dia tidak punya perasaan apa-apa, mana mungkin dia melakukannya?"
"Pak, Lastri itu ikut bersama kita sudah puluhan tahun, dan tak ada perilakunya yang mengecewakan kita. Apa salahnya Bayu memberikan hadiah?"
"Salah bu. Salah !!"
"Ya enggak pak, itu kan ungkapan terimakasih."
"Aku kan sudah bilang, aku melihat tanda-tanda yang tidak wajar pada Bayu. Dia mnyukai Lastri, dan itu tidak boleh terjadi."
"Pak, kok bapak bilang begitu?"
"Kita ini dari keluarga terpandang bu, masa akan mempunyai menantu seorang pembantu, yang tidak jelas siapa orang tuanya, asal usulnya.."
"Bapak bicara terlalu jauh, hanya karena baju, dan bapak memikirnya sudah kemana-mana."
"Seandainya itu terjadi, dan benar Bayu suka sama dia, apa ibu bisa menerimanya?"
"Kalau Lastri adalah seorang yatim piatu, berasal dari desa, apakah itu salahnya Lastri?"
"Apa maksud ibu ?"
"Yang ibu tau adalah, bahwa Lastri cantik, pintar, jujur, dan kelakuannya baik, tidak ada cacat celanya."
"Jadi ibu suka?"
"Jodoh itu bukan kita yang menentukannya."
"Waduh, ibu ini sangat keterlaluan. Pokoknya begini bu, kita harus berusaha supaya Bayu jauh dari dia."
"Bagaimana caranya?"
"Carikan jodoh untuk Lastri."
"Apa?"
"Nanti kalau Lastri sudah lulus, kita sudah harus menyiapkan jodoh untuk dia. Mungkin nak Sapto, karena bapak lihat dia itu suka, mungkin juga si tukang buah itu."
"Nggak tau lah pak, ibu nggak mau ikut-ikut.." kata bu Marsudi sambil berdiri, kemudian masuk kedalam rumah."

 
Pak Marsudi sangat kesal karena isternya tidak sependapat dengan dirinya. Ia ingin memarahi Bayu malam itu juga, tapi diurungkannya. Ia harus menemukan jalan untuk bicara sama Sapto, atau si tukang buah itu lebih dulu.
***
Hari-hari berjalan sangat cepat. Tak ada yang mengganggu Lastri sa'at Lastri ujian, sampai kemudian ada pengumuman tentang kelulusan.
Hari sudah siang tapi Bayu belum juga berangkat kerja.
"Ini sudah siang, mengapa kamu belum berangkat kerja Yu, padahal pakaian kerja sudah rapi begitu."
"Bayu mau mengantar Lastri dulu bu."
"Mengantar kemana? Hari ini Lastri akan melihat pengumuman ujian di sekolahnya."
"Iya, Bayu akan mengantar ke sekolahnya, nanti kalau Lastri lulus dengan nilai bagus, Bayu akan memberinya hadiah."
"Bayu, ibu hanya memperingatkan, jaga jarak antara kamu dan Lastri. Tampaknya bapak tidak suka."
"Ya, Bayu tau, tapi kan Lastri yang mau melihat pengumuman hasil ujian harus ada yang mendukungnya. Dia itu sebatang kara bu, Bayu hanya berusaha supaya dia tidak merasa sendiri."
Bu Marsudi setuju dengan alasan Bayu, sehingga dia tidak bisa melarangnya. Ketika dilihatnya Lastri sudah siap mau berangkat, Bayu menahannya.
"Ayo aku mau mengantar kamu."
"Lho, Lastri cuma mau ke sekolah, mengapa diantar ?"
"Iya, kamu kan mau melihat hasil ujian?"
"Iya."
"Itu sebabnya aku harus mengantar kamu."
"Kayak anak kecil saja, pake diantar segala. Nggak usah mas, Lastri biasanya juga sendiri kok."
"Tapi ini kan tidak biasa, kamu mau melihat pengumuman ujian kamu. Kalau kamu tiba-tiba pingsan siapa yang akan menolong kamu?"
"Mengapa saya pingsan?"
"Namanya melihat pegumuman, bisa saja pengumuman itu hasilnya bagus, kamu lulus. Lha kalau tidak, lalu kamu tiba-tiba pingsan?"
"Ah mas Bayu meng ada-ada, sudah, Lastri berangkat sendiri saja," kata Lastri sambil terus melangkah, tapi Bayu menahannya dengan memegang lengannya erat.
"Jangan begitu mas."
"Jangan bandel, ayo ikut aku." kata Bayu sambil menarik tangan Lastri kearah mobil, dan memaksanya naik. Bu Marsudi yang mengantar sampai ke pintu hanya geleng-geleng kepala. Sesungguhnya Lastri gadis yang baik. Tidak aneh kalau banyak yang menyukai dia, termasuk Bayu anaknya. Tapi bu Marsudi ketakutan sendiri. Kalau hal itu terjadi, maka pasti akan terjadi guncangan dirumah ini. 
***
Sorak gemuruh bagi yang berhasil masih terdengar, sayup semakin jauh, karena Lastri sudah berada dimobil Bayu dan dibawanya pergi. Pastilah Lastri lulus, karena dia anak pintar. Sejak SD dia selalu juara. Dan Lastri merasa puas karena tidak mengecewakan keluarga yang telah membeayainya. Wajah manisnya berbinar, senyumnya terus mengembang. Senyum itukah yang membuat Bayu tergila-gila? Entahlah, tapi mungkin witing tresna jalaran saka kulina itu yang membuatnya. Ia teringat sikap ayahnya, dan tentulah akan ada penolakan seandainya benar dia mencintai Lastri.
"Lho mas, kok kesini? Bukan kearah pulang?" kata Lastri ketika mobilnya berjalan kearah yang berlawanan dari rumah.
"Sebentar, aku mau mampir ke suatu tempat."
"Aduh mas, bukankah mas Bayu sudah harus pergi ke kantor?"
"Aku sudah ijin, sebentar saja. Hanya mencari tempat yang sepi."
"Apa ?"
Lastri berdebar-debar tidak karuan. Mencari tempat sepi untuk apa?
Tapi Bayu memang menghentikan mobilnya disebuah tempat sepi. Agak masuk kesebuah jalan kecil, yang kiri kanannya adalah persawahan. Bayu membuka kaca mobilnya. Semilir angin sejuk menerpa wajah-wajah mereka. Benar-benar angin segar, jauh dari polusi karena hiruk pikuknya kendaraan di jalan raya.
"Mau apa ta mas.."
"Ini... buat kamu."
"Ini apa? Aduuh mas, jangan begitu.. saya sudah cukup mendapat perhatian dari keluarga mas Bayu, itu lebih dari cukup, dan jangan memberi saya apapun lagi."
"Buka dulu, jangan cerewet," tegur Bayu sambil memencet hidung Lastri yang mancung ."

 
Lastri membukanya dengan gemetar. Bukan karena hadiah yang entah apa isinya, tapi karena sentuhan jari Bayu diwajahnya.
Bayu membantu membuka bungkusan itu, karena Lastri melakukannya lama sekali, kecuali itu Bayu ingin menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan Lastri.
"Haa.. ponsel," pekik Lastri.
"Kamu membutuhkannya. Supaya bisa berkomunikasi dengan siapapun dengan baik. Itu penting kamu miliki."
"Tt..tapi.. mengapa ini semua mas Bayu? Lastri benar-benar takut.."
"Jangan takut," jemari Bayu menyentuh pipi Lastri.
Tapi tiba-tiba didengarnya mobil berhenti dibelakang mereka, lalu klakson yang bertalu-talu terdengar memekakkan telinga.
***
Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER