Saturday, March 21, 2020

Lastri 03

LASTRI  03

(Tien Kumalasari)

Diseberang, Sapto yang biasanya bicara penuh canda, kali ini tidak. Tak ada tawa.

"Aku serius bro !!"

"Sudah, aku mau tidur nih." kata Bayu yang kemudian menutup telephonenya.

tapi tak lama kemudian telephone berdering kembali. Dari Sapto lagi, bayu tak mau mengangkatnya.

"Bayu, kenapa nggak diangkat?"

"Nggak apa-apa bapak, dari Sapto, cuma ngajakin bercanda." jawab Bayu sambil melangkah masuk kedalam.

"Sudah malam, sebaiknya bapak tidur."

"Ya baiklah, tapi ingat kata-kata bapak tadi."

"Yang mana pak? Witing trisna jalaran saka kulina?" lalu Bayu tertawa dan menghilang dibalik pintu.

"Hm, anak itu, diajak serius malah bercanda,"gumam pak Marsudi sambil mengikuti masuk kedalam. Ditengah pintu pak Marsudi bertemu Lastri yang membawa nampan berisi dua cangkir kopi.

"Lho, kamu kok bawa-bawa kopi?"

"Saya kira bapak sama mas Bayu masih duduk-duduk diteras, ibu menyuruh membuatkan kopi."

"Bayu sudah masuk kekamarnya. Mana yang buat aku saja," kata pak Marsudi sambil meraih satu cangkir dan duduk diruang tengah sambil menikmati kopinya. Tapi tiba-tiba Bayu muncul dari dalam kamarnya.

"Aku mencium aroma kopi.. haa.. itu dia," kata Bayu sambil mengambil cngkir  yang satunya lagi, yang masih dibawa Lastri, lalu duduk dihadapan ayahnya. Lastri tersenyum.

"Lastri, kamu nggak mau minum kopi bersama kami?" tanya Bayu sambil menatap Lastri.

Lastri menggeleng lalu berlalu kedalam. Pak Marsudi memelototi anaknya, tapi Bayu tak memperhatikannya. Dihirupnya kopi itu sampai habis, kemudian berdiri dan berlalu.

"Bapak segera tidur ya, sudah malam."

***

Tapi ternyata Bayu tak bsa segera memejamkan matanya. Karena secawan kopi, atau karena kata-kata bapaknya tentang 'witing trisna jalaran saka kulina' itu? Dia sayang sama Lastri, tapi karena sejak umur belasan tahun Lastri ada dalam keluarga itu, dan itu membuat adanya sebuah ikatan, yang mungkin juga dirasakan oleh ayah ibunya. Itu sebabnya Lastri dianggap seperti keluarga. Tapi tentang wiiting trisna itu tadi... ah.. bapak pasti meng ada-ada. Kata Bayu dalam hati, lalu dipejamkannya matanya. Tapi susah benar kantuk menghinggapinya. Justru wajah Lastri tiba-tiba membayang dibenaknya. Gelung rambut yang manis, lesung pipit yang menawan. Ya Tuhan, apakah aku sudah gila? Ini salah bapak, tadinya aku merasa bahwa Lastri adalah keluarga, tapi kemudian ada kata-kata melarang untuk terlalu dekat, lhah.. mengapa itu justru membuat aku berfikir untuk....oh.. tidak.. jangan Bayu.. jangan Bayu...Dan kata-kata itu terus dibisikkannya sampai kemudian matanya terpejam, sa'at hari menjelang pagi.

"Ini jam berapa Lastri?" tanya bu Marsudi ketika memasuki dapur, dan dilihatnya Lastri sudah memasak nasi goreng untuk sarapan.

"Jam setengah tujuh, bu," jawab Lastri sambil membawa basi berisi nasi goreng keruang makan. Bu Marsudi mengikutinya.

"Harum sekali nasi goreng masakanmu, pasti bapak sama Bayu suka sekali."

"Semoga bu, ini kan ibu yang mengajari juga," jawab Lastri lagi sambil membereskan meja makan, menata yang belum sempurna, lalu menyiapkan jus jeruk keatas meja makan itu juga.

"Bapak sudah selesai mandi,  tapi kok Bayu belum kelihatan ya. Coba Tri, kamu bangunin."

"Baiklah bu..." jawab Lastri sambil melangkah kearah kamar Bayu. Pelan Lastri mengetuk pintunya.

"Mas, mas Bayu... (ketuk pintu) mas Bayu... sudah bangunkah?"

"Hmmm... masuk..." jawab Bayu.

"Bangun mas, ditunggu ibu diruang makan,"

Lalu Lastri kembali ke ruang makan, mengatur kembali tatanan meja yang tadi belum diselesaikannya.

"Sudah kamu bangunkan?" tanya bu Marsudi sambil duduk dikursi makan, disusul pak Marsudi yang sudah rapi dan siap berangkat kerja.

"Saya sudah ketuk pintunya dan sudah dijawab bu, mungkin sebentar lagi," jawab Lastri kemudian melangkah kebelakang.

""Kamu nggak makan sekalian disini Tri?"

"Nggak bu, nanti saja didapur, saya masih belum selesai beres-beres."

"Sarapan dulu kan nggak apa-apa ta Tri."

"Ya sudah ta bu, kalau nggak mau jangan dipaksa, mana nih Bayu?"

"Nggak tau tuh, kok tumben bangun kesiangan.."

Bu Marsudi bangkit lalu menuju kekamar Bayu. 

Perlahan diketuknya pintu.

"Masuklah Tri.."

Bu Marsudi membuka pintu yang ternyata tidak dikunci.

"Ini ibu, bukan Lastri," tegur bu Marsudi yang merasa heran karena dilihatnya Bayu masih terbaring diranjang.

"Oh, kirain... Tadi Bayu minta supaya Lastri ngerokin Bayu."

"Kamu sakit?"

"Nggak tau bu, lemas rasanya, dan sedikit pusing. Mungkin dengan dikerokin akan terasa lebih enak."

Bu Marsudi memegang kening Bayu.

"Baiklah, kamu berbaring saja dulu. Ibu melayani bapak makan, kemudian baru ngerokin kamu," kata bu Marsudi sambil melangkah keluar kamar.

Bayu menarik selimutnya sampai ke dada. Ia merasa sedikit menggigil.

"Mana Bayu?" tanya pak Marsudi.

"Kayaknya masuk angin, minta dikerokin," kata bu Marsudi sambil duduk, lalu melayani pak Marsudi makan pagi.

"Kenapa nggak minum obat saja, sukanya kok kerokan," gumam pak Marsudi sambil menyendok nasi gorengnya.

"Hm, enak nih, ibu yang masak?"

"Bukan, sekarang ibu tuh jarang masak. Siapa lagi kalau bukan Lastri."

"Pinter masak dia, boleh nambah?"

"Nambah aja ta pak, ibu makan nanti saja, kalau sudah selesai ngerokin Bayu. Tadi tuh minta Lastri yang ngerokin."

"Jangan bu, nggak pantas itu. Lastri kan sudah remaja, dan seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim itu kan nggak pantes berduaan dikamar. Nanti kalau ada setan lewat bagaimana?"

"Bapak ki mikirnya jauh banget, Lastri sama Bayu itu kan sudah seperti saudara, bergaul sudah ber tahun-tahun.. mBok ya jangan mikir yang aneh-aneh."

"Aku ini hanya mengingatkan lho bu, biar seperti saudara kan nyatanya bukan saudara beneran, bukan muhrim?"

 "Iya.. iya. ibu tau."

Tapi tanpa diduga Lastri mendengar pembicaraan itu. Perasaan tak enak segera menyelimuti perasaannya. Sejak dulu kan aku tau diri, mas Bayu saja yang bersikap seakan saya ini adiknya. kata Lastri dalam hati. 

***

"Aduh bu, jangan keras-keras.. sakit.." keluh Bayu sambil menggoyangkan punggungnya yang terasa sakit.

"Memang orang dikerokin itu sakit, salahnya kamu minta dikerokin," kata bu Marsudi sambil mengerok lebih pelan.

Bayu kemudian bersin-bersin.

"Tuh, kena flu kamu."

"Kalau Lastri kok nggak sakit?"

"Iya, Lastri kan takut kalau mau mengerok keras-keras. Tapi kalau nggak keras ya nggak sembuh. Lagian bapak melarang Lastri ngerokin kamu."

"Memangnya kenapa?"

"Bukan muhrim, nggak pantas berduaan dikamar, nanti kalau ada setan lewat bagaimana?"

Bayu terbahak. Ia membalikkan tubuhnya.

"Lhoh, gimana nih, belum selesai kok."

"Sudah bu, digosok saja sama minyak gosonya."

"Ya sudah, tengkurap lagi, biar ibu ratain minyaknya. Habis ini kamu harus minum obat. Biar Lastri mengambilkan obatnya."

"Nah, agak hangat, dan rasa dinginnya sedikit berkurang," kata Bayu sambil mengenakan lagi baju kaosnya.

"Lastriii !"teriak bu Marsudi. 

Lastri muncul dibalik pintu, dan berdiri saja ditengah-tengahnya.

"Tolong ambilkan obat untuk mas Bayu."

"Obat apa bu?"

"Obat pusing atau obat flu saja , paling-paling tidur kemalaman lalu masuk angin, tadi bersin-bersin juga tuh."

Lastri menghilang dibalik pintu. Bayu kembali bersin.

Sudah, tungguin Lastri, dia akan membawakan obat kamu kemari. Tapi bagusnya sarapan dulu, nasi goreng masih anget tuh."

"Kalau begitu Bayu keluar saja, mau makan dimeja makan."

"Ya nggak apa-apa kalau kamu bisa berjalan. Tapi nanti nggak usah mandi. Pokoknya makan, minum obat dan tidur lagi saja. Istirahat barang sehari atau dua hari." pesan bu Marsudi sambil keluar dari kamar anaknya.

Bayu bangkit,membenahi pakaiannya, mencuci mukanya, lalu keluar dari kamar. Tapi ketika dia keluar, bertepatan dengan masuknya Lastri  untuk mengantarkan obatnya sehingga mereka bertabrakan. Tak ayal Lastri jatuh kepelukan Bayu dan gelas minum yang dibawanya jatuh pecah, dan obatnya terlempar entah kemana.

"Oh..eh.. ma'af.. ma'af.." Lastri meronta tapi Bayu enggan melepaskannya. Ada rasa aneh ketika Lastri berada didalam pelukannya dan ada getaran yang membuatnya berdebar. Ini nikmat, dan memang Bayu menikmatinya.

"Mas, aduh.. ma'af, lepaskan.. pecahan gelas.. pecah.. mas.." Lastri gugup dan meronta. Ketika pelukan itu terlepas, Lastri terhuyung kebelakang dan kakinya menginjak pecahan gelas.

"Auuww..." Lastri menjerit, kemudian duduk dan memijit kakinya yang berdarah. Bayu terkejut, ia berjongkok dan memegang kaki Lastri. Ada pecahan gelas masih tertancap didekat tumitnya. Lastri meringis ketika Bayu mencabut pecahan gelas itu. Darahpun terburai, bagai perasaan Lastri yang terburai ketika Bayu memeluknya. 

"Ada apa ini ?" pekik bu Marsudi yang datang lalu melihat darah membasahi lantai.

"Lastri menginjak pecahan gelas, sebentar, aku ambilkan kapas dan obat merah."

"Jangan Yu, kamu disitu saja. Pecahan gelas masih berserakan, ibu saja yang mengambilkan obat dan kapasnya," kata bu Marsudi ysetengah berlari menuju almari obat.

"Sakit ?"

"Ya sakit lah, mas Bayu keluar nggak bilang-bilang," keluh Lastri sambil tangannya memungut pecahan gelas yang terserak.

"Diamlah, nanti tanganmu terluka juga. Biar aku saja."

Bu Marsudi  datang membawakan sekotak PPPK yang berisi segala macam obat dan perlengkapan luka. Bayu menerimanya. Dia mengusap luka Lastri dengan kapas, membersihkannya dari pecahan kaca, lalu memberinya obat dan menutupnya dengan plester. Bu Maarsudi membawa sapu dan menyapu pecahan gelas dan  dikumpulkannya dengan pengki.

"Biar saya saja bu. Ini sudah selesai."

"Ini, aku sudah kumpulkan, tapi hati-hati barangkali ada pecahan kecil yang bisa melukai kamu lagi."

 Bayu berdiri mengambil kain pel. Lastri memintanya tapi Bayu melarangnya.

Kamu duduk saja disitu, biar aku yang membersihkan.

"Tapi kan mas Bayu lagi sakit, biar saya saja, lukanya kan sudah diobati," kata Lastri sambil mengambil kain pel yang dibawa Bayu.

"Sudah Lastri, benar kata Bayu, kamu duduk saja dikursi itu."

Lastri menyerah, karena bu Marsudi dan Bayu sudah menyelesaikan semuanya. 

"Ma'af bu, saya tidak sengaja," kata Lastri sedih.

"Bayu yang menabraknya ketika Lastri membawakan obat untuk Bayu."

"Ya sudah, sekarang kamu makan saja dulu, lalu minum obatnya."

"Itu bu, obatnya terlempar kebawah meja," kata Lastr yang kemudian dengan terpincang-pincang memungut obat yang tadi dibawanya, lalu menyerahkannya pada Bayu.

"Iya, terimakasih, aku makan nanti setelah sarapan," kata Bayu yang kemudian berjalan keruang makan.

"Sakitkah lukanya Tri?" tanya bu Marsudi khawatir.

"Nggak bu, tadi sedikit perih, tapi sekarang tidak lagi," jawab Lastri yang dengan terpincang-pincang juga berjalan kearah dapur.

"Mau kemana kamu Tri?"

"Tadi Lastri belum selesai mencuci piring bu."

"Aduuh, biar aku saja."

"Nggak bu, Lastri kan hanya luka di kaki, tangan Lastri masih bisa mengerjakan apa saja."

Bu Marsudi geleng-geleng kepala.

***

Tapi sore itu bel tamu berdering. Lastri ingin membukanya tapi Bu Marsudi melarangnya.

"Biar aku saja," kata bu Marsudi sambil berjalan kedepan. Ia terkejut ketika membuka pintu, Sapto membungkuk dan mencium tangannya dengan penuh hormat.

"Ini kan nak Sapto?"

"Iya bu, syukurlah ibu masih ingat saya."

"Bayu agak masuk angin, ayo masuk, biar aku panggil dia."

"Tapi Sapto mau ketemu Lastri bu."

Bu Marsudi tertegun.

***

Bersambung


No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER