Monday, March 16, 2020

365 hari (4)

365 Hari

Part 4


"Apa kamu tidak bosan begini terus?" 

"Maksudnya?" 

"Yaa... Membohongi banyak orang dengan pernikahan pura-pura," jelasku ketus. 

Hendra menarik napas berat, "yang penting aku tidak merugikan mereka dengan kebohongan ini," sahutnya kemudian. 

Aku menatap lelaki itu, tepat di kedua bola matanya. "tapi karena ulahmu dengan Shiren ini merugikan aku," ujarku kesal kemudian beralih menatap langit-langit kamar. "Apa kah tidak pernah terbayangkan oleh kalian efek dari perbuatan ini kedepannya. Luna bercerai dengan suaminya, status janda akan kusandang dan mungkin akan membebaniku mencari pasangan hidup yang sebenarnya," 

Suasana hening. Sebisa mungkin aku tahan untuk tidak mengeluarkan airmata dihadapan lelaki itu. Lama tak ada suara,  aku kembali menatap lelaki yang saat ini harus rela tidur di lantai demi menjaga kebohongannya di depan Umi. 

"Kamu menangis?" tanyaku heran melihat mata pria itu basah. Aku yang dirugikan mengapa dia yang menangis? Aneh. 

"Maafkan aku,  tidak ada cara lain untuk aku bisa bersama orang yang paling aku sayangi," 

Aku menelan ludah. Sial, mengapa dia menyayangi Shiren tapi tega membuat aku menderita. Cinta memang buta. 

"Kamu tidak akan tahu karena memang tidak pernah merasakan atau bahkan memiliki cinta, cinta sejati," 

"Cinta sejati bukan berarti harus menghancurkan hidup oranglain kan?" protesku tegas dan airmata yang semenjak tadi kutahan keluar dengan sendirinya. 

"Maafkan aku Luna." Hendra bangkit dari tidurnya dan kemudian duduk di sampingku. "Kamu menangis. Maaf... "  lelaki itu mengambil tisue yang ada di meja rias dan membantu menyeka airmata yang terus keluar. 

"Kalian jahat... Kalian jahat," teriakku sambil memukul tubuh Hendra, tanpa sadar suara itu keluar begitu saja dengan kencang dan sedetik kemudian terdengar suara pintu di ketuk. Umi?  Aku lupa kalau ada Umi di rumah ini dan dia tidur di kamar sebelah. 

Hendra langsung menuju pintu kamar dan membukakan pintu.

"Ada apa Hendra,  kok Umi dengar suara jeritan Luna?" terdengar lapat-lapat suara Umi. 

"Oh itu Umi... Luna mengigau. Mungkin efek film yang dia tonton sampai terbawa mimpi," gantian terdengar suara Hendra menjelaskan. 

Aku sengaja menutup wajah dengan bantal.

"Owh ya udah kalau begitu. Umi kira ada apa," 

Terdengar suara pintu di tutup kembali,  mungkin Umi sudah kembali ke kamarnya lagi. Hendra pun sudah kembali ke tempatnya semula,  di kasur lantai. 

***

Di meja makan,  aku tidak banyak bicara dengan Hendra walaupun dia sepertinya beberapa kali membuka obrolan. Aku sudah bertekad untuk diam, sebagai bentuk protes atas ketidak setujuan Hendra mengizinkan aku bekerja kembali serta protes terhadap apa yang dilakukan kedua pasangan gila tersebut. 

Umi pun jadi terlihat salah tingkah berada diantara kami,  terlihat dari gesture dan raut wajahnya yang menunjukan kesedihan. 

Seperginya Hendra, aku masuk ke kamar tamu di lantai dasar. Dia memintaku mengosongkan lemari di kamar tersebut dari baju-baju milik Shiren. 

[Umi mau tidur di kamar bawah saja katanya,  dia gak enak tidur diatas. Mungkin semalam dia mengira kita ribut]

Pesan itu kuterima sebelum sarapan tadi pagi. Bodoh, mungkin siapapun yang mengetahui sandiwara ini akan berkata begitu. Hidup bersama dua orang gila dalam satu rumah dan harus menjadi tameng untuk menutupi perselingkuhan keduanya adalah hal yang sangat menjijikan. 

"Maaf ya... Pasti kalian ribut semalam karena Umi," 

Tanganku berhenti mengambil pakaian-pakaian Shiren dari dalam lemari. Menghampiri Umi yang terduduk di sisi tempat tidur dan duduk di sampingnya. 

"Umi kenapa bicara begitu? Saya dan Mas Hendra baik-baik saja," 

Umi menarik napas berat dan sedetik kemudian menghembuskannya keluar. "Umi memang belum mengenal kamu lebih dalam lagi. Tapi,  Umi yakin kamu adalah yang terbaik untuk Hendra. Bisa jadi jawaban dari do'a-do'a yang selalu Umi panjatkan pada Allah," senyum tipis teebentuk di bibirnya. "Kamu bisa menutupi dengan mengatakan tidak ada yang terjadi diantara kalian. Tapi,  seorang ibu bisa merasakan apa yang tengah terjadi pada anak-anaknya,"

Haruskah aku cerita mengenai masalah ini? Kulempar pandangan kearah dimana tanaman-tanaman mawar mulai berbunga.

" Tak apa jika memang berat untuk menceritakan masalah kalian pada Umi saat ini, umi akan selalu siap mendengarkannya kapan pun kamu datang," 

Aku memeluk tubuh perempuan itu. Dia terlalu baik,  rasanya tidak tega melukai perasaan seorang ibu dengan hati selembut beliau. "Do'akan saja yang terbaik untuk kami Umi," bisikku pelan di telinga wanita itu dan satu hadiah kecupan kuberikan untuknya. 

Umi memelukku erat, ada damai yang tidak bisa kujelaskan ketika kusandarkan kepala ini di pundaknya. Padahal kami baru saja berkenalan beberapa bulan saja tapi rasanya seperti aku sudah sangat lama mengenal dia. 

*** 

"Ohhh jadi karena jenuh di rumah kamu berniat kerja lagi?" tanya Umi sambil menyesap teh hangat yang dipesannya. 

Setelah selesai merapihkan dan memindahkan baju-baju Shiren ke kamar atas aku sengaja mengajak Umi makan di luar. Kebetulan wanita itu sedang memginginkan makan soto. 

"Tapi,  apakah boleh seorang wanita bekerja Umi?"

"Selama itu mendapat ijin dari suami,  mengapa tidak. Yang terpenting istri bisa tetap menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga,"

Aku menghela napas. 

"Kenapa?  Hendra tidak mengijinkan?" tanya Umi kemudian,  aku mengangguk pelan. 

"Mungkin maksud Hendra baik Luna, bisa jadi karena dia sangat menyayangi kamu dan tidak ingin kamu capek karena harus mengurus rumah dan bekerja di kantor," 

Andaikan itu yang sungguh-sungguh terjadi… tapi sepertinya tidak akan mungkin.  Aku berharap tidak akan berjodoh dengan Hendra, mengingat skandalnya bersama Shiren yang sangat menjijikan.

Puas menikmati hidangan di kedai soto kami pun berjalan menyusuri koridor mall yang boleh di bilang cukup ramai. Ketika masih bekerja aku sesekali berkunjung ke tempat ini bersama Tania. Di jam-jam istirahat tempat ini selalu ramai karena memang posisinya yang strategis dekat dengan perkantoran. 

"Luna. Itu bukannya Hendara ya?" tiba-tiba Umi menepuk pundakku dan menunjuk kearah sebuah restoran yang menghidangkan masakan Jepang. Umi tidak salah,  itu memang Hendra sedang bersama Shiren. 

"Umi mau kemana?" tanganku reflek menarik tangan Umi yang sudah bersiap hendak mendatangi mereka. 

"Umi mau tegur wanita itu. Jangan sampai dia jadi duri dalam pernikahan kalian." 

Gemeretek suara gigi Umi yang saling berbenturan terdengar hingga telingaku. 

"Umi jangan, dia atasan Mas Hendra. Mungkin mereka sedang menunggu klien dan hendak meeting," aku menahan Umi agar tidak menghampiri mereka berdua. 

"Kenapa mereka hanya berdua," 

"Ya, mungkin karena hanya mereka yang berkepentingan Umi," aku coba terus mengurangi kecurigaan Umi terhadap mereka berdua. 

Terlihat amarah Umi sudah mulai reda. Wanita itu menghentikan langkahnya menuju restoran dimana Shiren dan Hendra berada. Aku meggandeng tangannya menuju tempat dimana taksi online yang tadi kupesan menunggu. 

"Alamat apakah sesuai dengan pesanan Bu?" tanya sopir ketika kami berdua sudah duduk di kursi belakang sopir. Aku mengiyakan. Mobil keluar dari area parkir. 

"Lun... Atasannya Hendra kok masih muda banget ya. Seperti masih seumuran?" 

"Dia gadis yang cerdas Umi,  wajar kalau posisinya sekarang melebihi Mas Hendra,"

"Siapa nama atasannya itu?"

Aku berpikir sebentar,  tak mungkin memberikan jawaban yang jujur. "Bu Tania Umi," jawabku asal. Kenapa harus Tania?  Itu kan nama sahabatku! Sudah dong Umi jangan tanya lagi... Pintaku dalam hati. Suasana hening sebentar. 

"Lun..." tangan Umi menepuk bahuku. 

"Ya Umi,"

"Setelah melihat kejadian ini,  Umi rasa kamu memang harus bekerja kembali,"

"Maksud Umi?" 

"Ya kamu harus menjaga Hendra supaya tidak sampai diambil sama Tania itu. Karena dari gerak-gerik mereka sepertinya ada sesuatu diantara keduanya!"

Aku bersandar lemas pada kursi taksi. Ya Allah,  ternyata feeling seorang ibu itu memang sangat kuat sekali. Taksi terus berjalan diantara mobil-mobil yang juga berlomba saling mendahului. 

bersambung....

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER