Wednesday, January 31, 2018

Wujud Syukur

*WUJUD SYUKUR*

IMAM Al-Ghazali menjelaskan bahwa cara bersyukur kepada Allah SWT terdiri dari empat komponen, yaitu:

*1. Syukur dengan Hati*

Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang kita peroleh, baik besar, kecil, banyak maupun sedikit semata-mata karena anugerah dan kemurahan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Segala nikmat yang ada pada kamu (berasal) dari Allah,” (QS. An-Nahl: 53)
Syukur dengan hati dapat mengantar seseorang untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan, betapa pun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini akan melahirkan betapa besarnya kemurahan dan kasih sayang Allah sehingga terucap kalimat tsana’ (pujian) kepada-Nya.

*2. Syukur dengan Lisan*

Ketika hati seseorang sangat yakin bahwa segala nikmat yang ia peroleh bersumber dari Allah, maka spontan ia akan mengucapkan “Alhamdulillah” (segala puji bagi Allah). Karenanya, apabila ia memperoleh nikmat dari seseorang, lisannya tetap memuji Allah. Sebab ia yakin dan sadar bahwa orang tersebut hanyalah perantara yang Allah kehendaki untuk “menyampaikan” nikmat itu kepadanya.
“Al” pada kalimat “Alhamdulillah” berfungsi sebagi “istighraq” yang mengandung arti keseluruhan. Sehingga kata alhamdulillah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah S.W.T, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya. Oleh karena itu, kita harus mengembalikan segala pujian kepada Allah.
Pada saat kita memuji seseorang karena kebaikannya, hakikat pujian tersebut harus ditujukan kepada Allah S.W.T.
Sebab, Allah adalah Pemilik Segala Kebaikan.

*3. Syukur dengan Perbuatan*

Syukur dengan perbuatan mengandung arti bahwa segala nikmat dan kebaikan yang kita terima harus dipergunakan di jalan yang diridhoi-Nya. Misalnya untuk beribadah kepada Allah, membantu orang lain dari kesulitan, dan perbuatan baik lainnya. Nikmat Allah harus kita pergunakan secara proporsional dan tidak berlebihan untuk berbuat kebaikan.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa Allah sangat senang melihat nikmat yang diberikan kepada hamba-Nya itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah senang melihat atsar (bekas/wujud) nikmat-Nya pada hamba-Nya,” (HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Amr).
Maksud dari hadits diatas adalah bahwa Allah menyukai hamba yang menampakkan dan mengakui segala nikmat yang dianugerahkan kepadanya. Misalnya: Orang yang kaya hendaknya membagi hartanya untuk zakat, sedekah dan sejenisnya. Orang yang berilmu membagi ilmunya dengan mengajarkannya kepada sesama manusia, memberi nasihat, dsb.
Maksud membagi diatas bukanlah untuk pamer, namun sebagai wujud syukur yang didasari karena-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur),” (QS. Adh-Dhuha: 11).

*4. Menjaga Nikmat dari Kerusakan*

Ketika nikmat dan karunia didapatkan, cobalah untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Setelah itu, usahakan untuk menjaga nikmat itu dari kerusakan. Misalnya: Ketika kita dianugerahi nikmat kesehatan, kewajiban kita adalah menjaga tubuh untuk tetap sehat dan bugar agar terhindar dari sakit. Demikian pula dengan halnya dengan nikmat iman dan Islam, kita wajib menjaganya dari “kepunahan” yang disebabkan pengingkaran, pemurtadan dan lemahnya iman.
Untuk itu, kita harus senantiasa memupuk iman dan Islam kita dengan shalat, membaca Al-Qur’an, menghadiri majelis-majelis taklim, berdzikir dan berdoa. Kita pun harus membentengi diri dari perbuatan yang merusak iman seperti munafik, ingkar dan kemungkaran.
Intinya setiap nikmat yang Allah berikan harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Allah S.W.T menjanjikan akan menambah nikmat jika kita pandai bersyukur, seperti pada firmannya: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-KU), sungguh adzab-Ku sangat pedih,” (QS. Ibrahim: 7).

Monday, January 29, 2018

Krisis Akhlak Benih Kehancuran


*Krisis Akhlak Benih Kehancuran*

Gempa mengguncang Banten dengan kekuatan 6,1 skala richter pada Selasa (23/1). Getarannya terasa di sebagian wilayah Jawa Barat dan Jakarta. Masyarakat yang terdampak gempa sedih, karena sebagian dari mereka mengalami kerugian materil.

Yang menyakitkan hati adalah kesedihan mereka tidak ditenangkan dengan bantuan atau setidaknya dukungan psikologis. Sebagian orang mengolok-olok bencana itu dengan berita dusta bahwa akan ada gempa susulan beberapa jam kemudian. Bahkan ada yang mengejek gempa dengan membuat gambar patung Pancoran bergeser seakan terbang.

Bukan pertama kali akhlak tercela semacam itu terjadi. Saya masih ingat saat bencana kabut asap terjadi di sebagian wilayah, seperti Sumatra dan Kalimantan pada 2015. Ketika itu ada yang menyalahkan warga di sana yang kerap membakar lahan. Ada juga yang mengejek bahwa kabut asap terjadi karena akan ada pertarungan monster. Imajinasi liar semacam itu sungguh memperkeruh suasana duka yang sedang menyelimuti puluhan juta saudara setanah air yang terdampak bencana.

Dua contoh di atas menggambarkan betapa rendahnya akhlak sebagian orang, sehingga ke- sulitan untuk setidaknya menunjukkan keprihatinan. Atau kalau tidak bisa berkata prihatin, letakkan tangan kanan di dada sebelah kiri sambil menundukkan kepala untuk menunjukkan diri ikut merasakan penderitaan mereka yang berkabung.

Bangsa ini dikenal sebagai bagian dari `Timur' yang khas dengan keanekaragaman budaya dan spiritualitas yang kuat: saling menghormati, tak segan membantu sesama, bertegur sapa, dan berjuta tradisi terpuji lainnya. Namun sangat memprihatinkan, berjuta-juta budaya mulia itu tak terlihat di saat saudara sebangsa menjadi korban bencana. tragis!

Hilangnya budaya berempati ini menandakan krisis akhlak yang terjadi saat ini. Egoisme diagung-agungkan. Rasa percaya diri diperkuat dengan menganggap kehidupan yang mereka jalani saat ini adalah segalanya, sehingga tak perlu belajar dari para pendahulu yang mengajarkan akhlak mulia dan berbagai budaya ketimuran.

Rasa rendah hati semakin berkurang, bahkan hampir punah, tergerus dengan pola kehidupan serba materi. Dunia pekerjaan hanya di fokuskan untuk meraih keuntungan, tanpa memedulikan kehidupan masyarakat dan alam sekitar.

Pemikiran menjadi serba dikotomis. Selalu memisah-misahkan berbagai aspek kehidupan.Agama hanya diletakkan di bagian paling dalam, sehingga tak perlu tampil, seperti halnya letak mushala di berbagai pusat perbelanjaan. Politik dielu-elukan tampil sebagai dewa seakan mampu menghadirkan kekuasaan yang menyetabilkan, bahkan menyejahterakan kehidupan, tapi kenyataannya, hanya berupa pencitraan, kebusukan, kebohongan, penipuan, kemunafikan, dan berbagai perilaku tercela.

Situasi ini diperparah dengan kondisi pen- didikan yang hanya fokus penambahan pengetahuan.

Sekolah membebani siswa dengan berbagai kompetensi pengetahuan yang belum tentu berdampak pada akhlak mulia. Kejenuhan datang, sehingga mereka mencari pelampiasan biadab: tawuran, geng motor, penyalahgunaan narkoba, miras, perzinahan, dan banyak lagi.

Pendidikan tak lagi berarti memberikan ragam pengaruh baik untuk bekal masa depan (Mahmud Yunus)atau pun penanaman adab melalui ilmu yang tertanam di hati sehingga membentuk perangai mulia (Syed Naquib al-Attas). Pendidikan menjadi hampa, sebatas menambah wawasan, membuat anak kaya pengetahuan, tapi miskin perkembangan kepribadian.

Lingkungan tempat generasi bangsa tumbuh mencerminkan individualitas sehingga tak adalagi kebersamaan, persaudaraan, bahkan kekeluargaan. Semua itu seakan pergi meninggalkan kita yang dikenal sebagai bagian dari budaya timur, sehingga terjebak pada krisis akhlak yang memprihatinkan.

Mengolok-olok bencana alam menggambarkan keegoisan dan merasa unggul, yang merupakan embrio berbagai sifat tercela di atas. Si pembuat mememungkin saja tidak mengalami gempa dan merasa hidup di zona aman bencana. Dia mengekspresikan kebahagiaannya dengan karya-karya ceria di atas penderitaan orang lain.

Bisa jadi inilah kehidupan masyarakat saat ini. Yang kaya merasa sudah nyaman dengan ke- hidupannya, sehingga enggan meneteskan air mata ketika melihat manusia gerobak menggendong anak-anaknya sambil memungut barang bekas untuk didaur ulang. Pemangku kebijakan tak perlu memikirkan rakyatnya yang baru panen beras, sehingga kebijakan impor beras sah-sah saja dengan berbagai pembenaran yang menjengkelkan.

Sikap seperti itu tak jauh berbeda dengan penjajah biadab Israel yang tega membantai jutaan warga Palestina, karena keegoisan mereka:merasa unggul dibandingkan bangsa lain, dan mengklaim lahan yang kini diduduki adalah tanah warisan leluhur mereka.

*Membangun akhlak* 

Membangun akhlak bangsa ini tak bisa dengan semangat bekerja. Bukan pula dengan sikap ngotot, merasa benar sendiri, sehingga membuat hati kecil tertutup.Mulailah dari kerendahan hati (tawadhu), merasa sejajar dengan masyarakat dari berbagai latar belakang.

Sebuah petuah bijak mengatakan, janganlah Anda menatap seseorang dengan pandangan merendahkan dan meremehkan, meskipun dia seorang musyrik. Siapa tahu Anda tak pernah meraih ma'rifat, sementara orang itu justru dianugerahi ma'rifat oleh Allah (Syekh Nawawi al- Bantani).

Rendah hati bukan milik agama semata yang dijabarkan panjang lebar dalam tasawuf, tapi juga manajemen organisasi terkini, seperti Un- bossyang ditulis oleh Lars Kolind dan Jacob Botler (2011).Sudah bukan zamannya merasa hebat sendiri, membuat takut orang lain, membangun persaingan sehingga merasa lebih unggul, dan yang paling zalim adalah mengurangi atau bahkan memotong hak orang lain untuk ambisi egois: merasa membuat inovasi konstruktif.

Yang harus dibangun saat ini adalah kekeluargaan, saling merangkul, berdiri sejajar tanpa memikirkan jabatan, harta, keturunan, dan berbagai latar belakang yang membuat kehidupan manusia terpisah-pisah. Semua itu harus mulai ditanamkan sejak dini, sehingga anak ketika beranjak dewasa menyadari hakikat dirinya sebagai makhluk sosial yang tak bisa hidup dengan mengolok-olok, menyingkirkan, dan bahkan membinasakan orang lain.

Manajemen kesetaraan akan membangun kebersamaan dengan kerja cerdas menghasilkan. Targetnya bukan sekadar produktivitas, tapi hal-hal abstrak, idealisme yang jauh dari materialistis: perubahan kehidupan, menginspirasi, mengapresiasi, mencerdaskan masyarakat, dan banyak lagi. Tujuan mulia itu adalah yang dicari kebanyakan orang, sehingga mereka tercer- ahkan, menyadarkan mereka harus berbuat apa untuk menggapai hal besar.

Oleh: Erdy Nasrul/Wartawan

http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/18/01/29/p3aopg313-krisis-akhlak-benih-kehancuran

Sunday, January 28, 2018

Berdosakah Bila tak Menjalankan Hukum Waris Islam?

*Berdosakah Bila tak Menjalankan Hukum Waris Islam?*

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kakek nenek saya mempunyai dua anak, yaitu ayah saya dan adiknya (perempuan). Kakek nenek sudah meninggal 7 tahun yang lalu. Mereka mewariskan rumah dan tanah yang luas sekitar 800 m2 di tengah kota. 

Adik ayah saya itu sebenarnya sudah naik haji. Saat pembagian warisan, adik ayah saya minta bagian lebih besar dari 50% dan ayah saya menolak. Kalau sesuai hukum waris dalam Islam, malah seharusnya ayah saya 2/3 dan adiknya 1/3.

Sebenarnya maunya ayah saya, tidak usah ke pengadilan, dibagi 50% saja. Tapi adiknya tidak mau cuma 50%, dan membawa masalah ke pengadilan. Alasan minta lebih banyak karena dia janda dan menurut dia ekonominya tidak lebih baik daripada ayah saya. 

Oleh hakim diputuskan dibagi 2 atau masing-masing 50% sesuai aturan negara. Ayah saya tidak mempermasalahkan hal itu dan menerima saja, meski tidak sesuai hukum waris Islam. Tapi sampai sekarang, adiknya dan keluarganya masih tidak terima. Suka menyebar fitnah, menjelek-jelekkan dan memusuhi ayah saya. Pertanyaannya:

1. Sebenarnya hukum waris secara Islam yang benar bagaimana?

2. Apakah bila hukum waris Islam tidak dijalankan tidak mengapa atau berdosa?

3. Dalam hal ini, apakah ayah saya berdosa?

4. Apakah sudah benar ayah saya dengan diam saja menyikapi hal itu?

5. Saya sebagai anaknya apakah cukup hanya diam saja?

Terima kasih atas perhatian dan jawabannya. Sekian dan terima kasih.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Reva
============

Jawaban:

Wa'alaikumussalam Wr. Wb.

Saudara Reva yang dirahmati Allah. Pembagian waris menurut Islam ketika orang tua meninggal dunia dan memiliki dua orang anak, dengan ahli waris satu perempuan dan yang satunya laki-laki, maka bagian laki-laki adalah dua kali bagian perempuan, sesuai dengan Q.S. An-Nisa’ ayat 11: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan...”. Berdasarkan ayat ini bahwa anak laki-laki mendapatkan 2/3 dan anak perempuan mendapatkan 1/3 dari harta warisan.

Apabila seseorang tidak menjalankan perintah Allah, maka dia telah berbuat dosa, sebagaimana firman Allah SWT Q.S. An-Nisa’ ayat 13: “(Hukum-hukum waris tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar”. 

Pembagian harta waris secara Islam itu wajib, namun harta warisan itu hak, dan hak itu harus diminta dan boleh untuk tidak diminta atau tidak diambil. Jika ayah Anda mengikhlaskan sebagian hartanya untuk adiknya, maka itu adalah pemberian yang sah. Namun, jika ayah Anda tidak ikhlas bisa menempuh jalur hukum Islam lewat pengadilan agama, dan tidak boleh menggunakan cara yang tidak dianjurkan oleh Islam. 

Namun rupanya, saudaranya sudah terlebih dahulu menempuh jalur pengadilan negeri. Allah mengecam hal ini dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 188: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim (pengadilan), supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.

Dalam hal ini, ayah Anda tidak mau ribut dengan saudara sedarahnya, dan ingin menjaga tali persaudaraan yang ada. Maka sebagai anak, Anda harus menghormati keputusan ayah Anda, dan yang berbuat dosa bukan Anda maupun ayah Anda. Karena telah berusaha sebaik mungkin mencari jalan tengah dan menghindari persengketaan. Orang yang serakahlah dan ingin menguasai hak orang lainlah yang berdosa. Mudah-mudahan Allah SWT membuka hatinya untuk kembali ke jalan yang benar. Sebagai muslim yang baik, kejahatan dan permusuhan jangan dibalas dengan hal yang sama.

Wassalaamu'alaikum Wr. W

Saturday, January 27, 2018

Tasbih, Tahmid, Tabir

Tasbih, Tahmid, Tabir

Setiap selesai shalat kita disunahkan berzikir. Salah satu amalan yang biasa kita lakukan adalah dengan _*membaca tasbih, tahmid dan takbir, masing-masing tiga puluh tiga kali.*_

Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa bertasbih sebanyak tiga puluh tiga kali, bertakbir tiga puluh tiga kali, dan bertahmid tiga puluh tiga kali, kemudian mengucapkan: Laa ilaaha illa Allah wahdahu laa syarikalah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ’ala kulli sya’in qadir, setiap selesai shalat, maka akan diampuni dosanya meski sebanyak buih di lautan.”(HR Imam Ahmad, Darimi, Malik)

Tasbih berarti mensucikan Allah dari sifat-sifat makhluk-Nya. Sementara tahmid yaitu memuji Allah, Tuhan semesta alam. Dan takbir adalah mengagungkan kebesaran Allah SWT. Allah berfirman dalam al-Quran: ”Hai orang-orang yang beriman! berzikirlah (mengingat) kepada Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (al-Ahzaab: 41-42).

Tasbih: SubhanAllah= Maha suci Allah.

Tahmid: Alhamdulillah= Segala puji bagi Allah

Takbir: Allahu Akbar= Allah Maha Besar

Tahlil: Laa illaaha illalloh= Tidak tuhan selain Allah

Istiqfar: Astaqfirullahal adzim= Aku mohon ampun kepada Allah yang maha agung.

Pribadi Sukses

*Pribadi Sukses*

Oleh: Imam Nawawi  

Suatu waktu, saat mengendarai ojek ke suatu tempat, tiba-tiba sang tukang ojek bertanya dengan kalimat singkat, "Apakah seorang tukang ojek seperti saya bisa sukses, Bang?" Boleh jadi tukang ojek itu berpikir realistis, usia tidak lagi muda, skill pas-pasan, dan yang bisa dilakukan untuk bisa bertahan dan menafkahi keluarga adalah dengan menjadi tukang ojek. Ia juga mungkin sudah menyimpulkan, dirinya tak mungkn dapat menghimpun kekayaan sebagaimana orang lain yang masih muda telah hidup dengan kekayaan dari hasil kerjanya.

Jika memang cara berpikir seperti itu yang digunakan, sukses yang diharapkan boleh jadi tinggal angan-angan. Bekerja bating tulang pun belum tentu bisa menjadi orang kaya. Meneruskan cara berpikir seperti ini tentu sangat berbahaya sebab bisa mematahkan optimisme, padahal hidup bahagia dan diridhai Allah SWT, tidak selalu berurusan dengan kekayaan.

Tetapi, jika kembali pada nilai-nilai keimanan, setiap jiwa sesungguhnya sangat berpeluang menjadi pribadi sukses yang sesungguhnya. Tentu saja sukses dalam 'kacamata' Allah, bukan sebatas pandangan manusia pada umumnya.

Di dalam Alquran, orang sukses adalah pribadi yang senantiasa mendapatkan solusi dari Allah Ta'ala. _"Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangkasangkanya. Dan Barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)- nya."_ (QS ath-Tholaq [65]: 2-3).

Lihatlah pada masa Nabi, seorang lelaki yang beliau cium tangannya bukanlah seorang alim, seorang mujtahid ataupun ahli ibadah, apalagi sekadar orang yang hidup dengan limpahan harta. Yang beliau cium tangannya adalah lelaki pemecah batu yang dengan profesi itu, ia selamatkan dirinya dari meminta-minta dan tetap memberikan nafkah halal kepada keluarganya.

Dengan kata lain, profesi apa pun yang kita geluti asalkan dijalani dengan dasar iman dan takwa, maka itu adalah jalan terbaik menuju kesuksesan. Sebaliknya, sebagus apa pun profesi dalam pandangan manusia jika dijalani tidak dengan dasar iman dan takwa, akan menjatuhkan harkat dan martabat dirinya, baik di hadapan manusia, lebih-lebih di hadapan Allah.

Selama diri masih mau bekerja, menyelamatkan diri dari meminta-minta, apalagi mencuri (korupsi) maka selama itulah jalan sukses masih terbuka lebar. Kemudian penting dicatat bahwa kemuliaan (kesuksesan) seseorang sama sekali tidak berkorelasi dengan kekayaan yang dimilikinya. Jadi, jangan minder hanya karena profesi diri yang dipandang rendah. Selama itu halal, kerjakanlah sepenuh hati dengan prinsip ownership.

_"Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku'. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: 'Tuhanku menghinakanku'."_ (QS al-Fajr [89] :15-16).

Terakhir, _"khusyuklah dalam shalat, jauhi hal yang sia-sia, tunaikan zakat, jaga kemaluan, jaga amanah. Itulah jalan menjadi pribadi sukses yang sesungguhnya"_. (QS al-Mukminun: 1 – 11). 

Wallahu a'lam bishawab.

Friday, January 26, 2018

Trauma masa lalu

Banyak diantara kita yang mengalami hal ini. Takut mengendarai mobil karena pernah kecelakaan, takut membangun bisnis karena pernah bangkrut, dll. Jika dibiarkan, trauma masa lalu itu bisa membuat kamu sulit berkembang.

Misalkan saja, kamu memiliki ide bisnis tapi kamu takut untuk bertindak karena pernah bangkrut. Padahal ide bisnis yang seharusnya dapat membawa kamu menjadi orang sukses dimasa depan, tapi membuat kamu diam di tempat karena takut melangkah.

Keputusan dan tindakan kita dimasa lalu menentukan bagaimana kita hari ini, bukan bagaimana kita dimasa depan. Sebaliknya, bagaimana dan siapa kita dimasa depan, ditentukan oleh keputusan dan tindakan kita hari ini.

Wallahualam bissowab.

Hidupmu bergantung pada apa yg kau pikirkan

Pernahkah kamu mengalami, apa yang terjadi dalam kehidupan kita dan apa yang kita katakan itu bisa benar-benar terjadi dan benar-benar terwujud? Itulah hasil dari kekuatan pikiran kita.

Setiap orang memiliki kekuatan pikiran bawah sadar yang tidak dimanfaatkan secara optimal untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya.

Menurut para ahli di bidang neurosains, sekitar 85% hidup kita dikendalikan oleh pikiran bawah sadar, sedangkan 15% sisanya dikendalikan oleh pikiran sadar. Artinya, sebagian besar apa yang terjadi dalam hidup kita dikendalikan oleh pikiran bawah sadar.

_“Pada saat keluar rumah di pagi hari, kita sendirilah yang menentukan apakah hari itu akan jadi baik atau buruk, karena tergantung bagaimana kita menjalankan pikiran kita. Dapat tidaknya kita menikmati hari itu sangat tergantung pada cara kita berpikir” (Stanley R. Welty, Presiden Wooster Brush Company)_

Pikiran bawah sadar ini sangat berpengaruh pada kehidupan kita. Ketika kita berpikir positif, maka kita telah menarik ha-hal positif dalam kehidupan kita. Seperti halnya ketika kita berpikir “Saya bisa”, maka pikiran bawah sadar akan memaksimalkan kekuatan terbesarnya untuk mengkondisikan tubuh menjadi “Bisa”. Jadi, kesuksesan dan kegagalan yang terjadi dalam hidup kita itu karena pikiran kita sendiri.

Ada beberapa kebiasaan kita sehari-hari yang telah membentuk kita hari ini.

Wallahualam bissowab

 

Bergantung pikiran kita

*Berpikir Positip*

Bagaikan komputer, jika terkena virus, kinerjanya akan melambat bahkan sampai menyebabkan error. Begitu juga dengan pikiran kita, jika pagi-pagi kita sudah mengeluh, maka seharian kita akan terus mengeluh.

Karena pikiran negatif akan mempengaruhi mood kita sepanjang hari. Sehingga kinerja kita tidak berjalan secara optimal. Namun jika kita selalu berpikir positif, maka kita telah mentransmisikan kekuatan untuk membawa hal-hal positif dalam hidup kita.

Seperti apa kita yang sesungguhnya, ditentukan oleh apa yang kita pikirkan. pernah menemukan ungkapan seperti ini? "You are waht you think. If you think you can, you can". sikap dan kondisi kita mencerminankan apa yang kita pikirkan.

Jika kita berpikir, kita bisa, maka kita pasti bisa. seperti kata Warren Buffet, “Saya selalu berpikir saya akan kaya. Dan tidak semenit pun meragukannya.”Dan keyakinannya telah membentuk realitasnya saat ini.

So, jika kamu ingin sukses dan bahagia, mulailah berpikir positif

============

Pengendalian hawa nafsu

*Pengendalian hawa nafsu*

Nafsu itu adalah keinginan manusia yang tersirat dalam akal pikirannya.

Nafsu ada yang baik, yaitu nafsu yang tidak bertentangan dengan hati nurani serta perintah-perintah dan larangan-larangan yang Allah tetapkan.

Namun ada pula nafsu yang buruk, yaitu nafsu yang hanya untuk memenuhi keinginan pikirannya saja, tanpa melibatkan hati nurani dan ketetapan Allah.

_"Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi.” [QS Al-Maidah : 30]_

*Penyebab hawa nafsu semakin liar, buas & sangat sulit dikendalikan* :

1. Lemahnya Iman kepada ALLAH, padahal ALLAH selalu MEMPERHATIKAN nya & lemahnya iman akan HARI PEMBALASAN di AKHIRAT kelak,Jahil, kurangnya pemahaman ILMU ALQUR’AN & AS SUNNAH,

2. Mind Set nya, *“aku tidak bisa tenang kecuali terpuaskan seleraku”*,

3. Menyia-nyiakan Kesempatan, “Kalaupun gue berdosa kan masih ada waktu untuk bertaubat”,

4. Terus MEMPERTURUTKANNYA, maka nafsunyapun semakin jadi,

5. Pergaulannya sesama hedonis pengumbar nafsu juga, “all free and be free”,

6. Makan Minum dari yang haram, baik zatnya maupun cara mencarinya, masuk ke tubuh menjadi energi nafsu lagi,

7. Menjauh dari Ulama, orang sholeh & majlis kebaikan,Tak ada Keinginan Kuat untuk Hijrah, maka jadilah seperti Hewan,

Wallahualam bissowab.

Ucapan Bela Sungkawa

Laki:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
_Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un. Allahummaghfirlahu warhamhu wa 'aafihi wa fu'anhu...semoga akhir yg husnul khotimah..._

Perempuan:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
_Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un. Allahummaghfirlaha warhamha wa 'aafihi wa fu'anha...semoga akhir yg husnul khotimah..._

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER