Friday, December 26, 2014

Engkau Lebih Tahu Urusan Duniamu (1)

Suatu ketika Rasulullah mendapati penduduk
Madinah sedang mengawinkan benih kurma
dengan penyerbukan. Melihat ini Rasulullah lalu
mengomentari apa yang dilakukan oleh
penduduk Madinah tersebut dan bertanya
mengapa benih kurma itu mesti dikawinkan
segala. Mengapa tidak dibiarkan begitu saja
secara alamiah. Penduduk Madinah yang petani
kurma itu sangat menghormati Nabi Muhammad
sebagai pemimpin panutannya. Ia lalu
mengikuti saran Rasulullah dan berhenti
mengawinkan kurmanya. Kemudian ternyata
produksi kurmanya menurun karenanya.
Panennya berkurang karena mengikuti saran
Rasulullah. Para petani kurma kemudian
melaporkan panen kurma yang menurun itu
kepada Rasulullah. Rasulullah kemudian sadar
akan keterbatasan pengetahuannya tentang
menanam kurma. Maka keluarlah sabda
Rasulullah: Wa Antum A’lamu biAmri Dunya-
kum, kamu sekalian lebih mengetahui urusan
duniamu. http://www.mail-archive.com/
jamaah@arroyyan.com/msg00446.html
Apa artinya ini?
Ketika Nabi saw memberikan nasihat tentang
cara mengawinkan pohon kurma supaya
berbuah, ini bisa dianggap bahwa beliau sudah
memasukkan otoritas agama untuk urusan
duniawi yang di mana beliau tidak mendapatkan
wahyu atau kewenangan untuk itu. Untuk
manusia setingkat Nabi apa pun perkataannya,
sikapnya, dan bahkan diamnya pun bisa
dianggap sebagai hukum, aturan, dan
ketentuan. Tapi ternyata dalam masalah
menanam kurma ini pendapat beliau keliru.
Pohon kurma itu malah menjadi mandul. Maka
para petani kurma itu mengadu lagi kepada
Nabi saw, meminta pertanggungjawaban beliau.
Dan beliau menyadari kesalahan advisnya waktu
itu dan dengan rendah hati berkata, “Kalau itu
berkaitan dengan urusan agama ikutilah aku,
tapi kalau itu berkaitan dengan urusan dunia
kamu, maka “Antum a’lamu bi umuri
dunyaakum” kamu sekalian lebih mengetahui
urusan duniamu. Rasulullah mengakui
keterbatasannya. Rasulullah bukanlah penentu
untuk segala hal. Rasul bukanlah orang yang
paling tahu untuk segala hal. Bahkan untuk
urusan dunia di jaman beliau pun beliau
bukanlah orang yang paling tahu. Jadi tidak
mungkin jika kita menuntut Rasulullah untuk
mengetahui segala sesuatu hal tentang urusan
dunia. Apalagi kalau mengurusi urusan kita di
jaman modern ini…! Tentu tidak mungkin kita
harus mencari-cari semua aturan tetek-bengek
dalam hadist beliau. Itu namanya set-back. Lha
wong di jamannya saja Rasulullah menyatakan
bahwa ada hal-hal yang tidak beliau pahami
dan hendaknya tidak mengikuti pendapat beliau
dalam ‘urusan duniamu’ tersebut.
Mengapa saya mengungkapkan kembali kisah
ini? Karena ternyata masih saja banyak umat
Islam itu yang tidak paham soal ini. Mereka
menganggap bahwa Islam yang dibawa oleh
Rasulullah itu sudah mengatur segala
sesuatunya urusan dunia dan akhirat sampai
sedetil-detilnya mulai jaman dulu sampai nanti
pada waktu kiamat. Haah…?! Yang benar
sajalah…!
Seorang teman yang menjadi anggota organisasi
politik Islam transnasional selalu mengritik
demokrasi dan mengatakan bahwa demokrasi
itu ‘haram’ karena bertentangan dengan ajaran
Islam. Katanya dalam ajaran Islam semua
peraturan kehidupan di dunia HARUS berasal
dari Allah. Alasannya karena Allahlah yang
menciptakan manusia sehingga Allahlah yang
paling tahu bagaimana mengatur kehidupan di
dunia. Bahkan jika kita membuka-buka di
internet maka akan kita temukan indoktrinasi
mereka yang mengatakan bahwa demokrasi itu
sistem kufur. http://hizbut-
tahrir.or.id/2009/04/11/demokrasi-sistem-kufur-
cover/
Berikut ini saya kutipkan argument tentang
kekufuran system demokrasi.
Demokrasi Sistem Kufur
Demokrasi adalah suatu konsep tentang realita
kehidupan dimana manusia berkehendak untuk
membuat peraturan hidupnya (Demos: rakyat;
kratos: pemerintahan). Padahal, aturan hidup
itu sudah dibuat oleh Allah SWT dengan sangat
sempurna. Allah SWT sebagai pencipta alam
semesta, manusia dan kehidupan ini sudah
menyertakan tata cara “penggunaan” alam
semesta sebagaimana sebuah pabrik membuat
aturan pakai tentang suatu produk yang
dibuatnya. Jika Allah sudah menciptakan sebuah
aturan untuk hidup ini maka mengapa kita
sebagai manusia berani untuk membuat aturan
lain selain aturan Allah SWT yang Maha
Mengetahui kondisi alam semesta?
Perintah untuk memutuskan perkara kehidupan
menurut aturan Allah adalah wajib hukumnya,
maka apakah kita akan menginginkan aturan
manusia sebagai pengatur kehidupan ini.
Sebagai umat Islam, kita jangan sampai tertipu
oleh tipu daya orang-orang kafir bahwa
demokrasi merupakan sistem politik paling baik
yang bisa mengakomodir kepentingan seluruh
umat manusia. Anggapan sesat ini membuat
kaum Muslimin berpaling dari aturan Allah SWT
dan masuk ke dalam kubangan maksiat secara
berjamaah.” http://nchiedive.multiply.com/
journal/item/341?&show_interstitial=1&u=
%2Fjournal%2Fitem
Jika kita baca sekilas argumen ini nampak seolah
benar. Padahal argumen yang digunakan jelas
salah kaprah. Banyak umat Islam yang
menghantam demokrasi dengan mengatakan
bahwa demokrasi itu berarti tidak mengakui
aturan Tuhan. Tentu saja itu salah besar.
Apakah benar dalam ajaran agama Islam bahwa
untuk mengatur kehidupan di dunia Tuhan
harus selalu hadir…?! Tentu saja tidak. Agama
tidak diturunkan untuk itu. Contohnya ya soal
bagaimana menyerbukkan benih kurma
tersebut. Bahkan Rasulullah tidak memiliki
pengetahuan yang lebih baik ketimbang petani
kurma Madinah sehingga beliau menyatakan
bahwa “Antum a’lamu bi umuri dunyaakum”,
Engkau lebih tahu tentang urusan duniamu.
Apatah lagi soal urusan dunia ultra-modern
sekarang ini.
Sebagai contoh, untuk mengatur lalu-lintas
apakah Tuhan harus mengeluarkan aturan?
untuk urusan pertanian, perkebunan,
perkantoran, peraturan sekolah, dll apakah
harus diatur oleh Tuhan? Untuk pembagian shift
kerja apakah Tuhan juga harus turun tangan…?!
Itu kan juga peraturan…?!
Lha lantas apa gunanya Tuhan memberi kita
otak dan agama kalau semuanya masih harus
diurusi oleh Tuhan…?! Mbok ya bikin sendiri gitu
lho aturan untuk kehidupanmu. Ndak usah
sedikit-sedikit minta ‘fatwa’, sedikit-sedikit minta
Tuhan turun tangan, dlsb. Kayak binatang dan
tanam-tanaman aja…!
Mereka yang membenturkan demokrasi dengan
ajaran agama berkilah bahwa demokrasi itu
‘dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat’ lantas
di mana peran Tuhan kalau semuanya serba
rakyat? Katanya dalam demokrasi Tuhan tidak
punya peran karena sudah diambil alih semua
oleh rakyat. Makanya itu menjadi sistem yang
kufur. Masya Allah…! Kita memang tidak sedang
bicara tentang kekuasaan Tuhan (karena Tuhan
memang berkuasa atas segala sesuatu). Itu
domain yang berbeda.
Demokrasi itu lawannya adalah kesewenang-
wenangan dan totaliterisme. Jadi jika tidak
demokratis maka tentu totaliter. Mereka yang
menolak negara yang demokratis berarti ingin
negara yang totaliter yang pemimpinnya
memegang kekuasaan absolut di mana rakyat
tidak punya perwakilan atau suara. Hanya orang
yang tidak paham yang membenturkan antara
demokrasi dengan kekuasaan Tuhan.
Coba bayangkan bagaimana mungkin manusia
bisa hidup jika SEMUA aturan harus datang dari
Tuhan. Apakah peraturan lalu lintas juga harus
datang dari Tuhan? Apakah UU Tenaga Kerja
harus datang dari Tuhan? Peraturan dan
Undang-undang Pertambangan, Migas,
Kesehatan, KDRT, dll harus dari Tuhan…?! Lha
apa kerjanya manusia kalau minta semuanya
disediakan oleh Tuhan? Bukankah manusia itu
sudah dijadikan ‘khalifah’ oleh Tuhan agar bisa
mengurusi dirinya dan alam semesta ini…?! Lha
kok sekarang semua mau dikembalikan pada
Tuhan sih…?!
Mereka yang menghantam demokrasi dan
mempromosikan sistem yang katanya syar’i dan
berasal dari Al-Qur’an dan hadist MAU TIDAK
MAU pasti akan membuat aturan-aturan juga
untuk mengurusi segala sesuatunya. Dan apakah
mereka mau MENGAKU-NGAKU bahwa aturan
yang mereka buat itu sebagai ‘aturan Allah’…?!
Bagaimana organisasi politik tersebut bisa
menetapkan bahwa UU yang akan dihasilkan
oleh pemimpinnya nanti adalah benar-benar
‘aturan Allah’ padahal sepenuhnya merupakan
hasil pemikiran mereka sendiri…?! Bukankah
pada akhirnya nantinya mereka juga akan
menggunakan sistem demokrasi?
Bahkan Tuhan itu sangat demokratis meski pun
terhadap manusia ciptaanNya. Dalam beberapa
permasalahan di mana Rasulullah dan para
sahabatnya berbeda pendapat ternyata Tuhan
justru membenarkan sahabat (dalam hal ini
Umar). Contohnya adalah dalam hal penentuan
nasib tawanan Perang Badar. Ketika Perang
Badar Nabi saw mengajak sahabat-sahabatnya
membahas masalah tawanan perang Badar. Abu
Bakar mengusulkan agar umat islam meminta
tebusan atas tawanan tersebut. Sedangkan
Umar mengusulkan agar para tawanan tersebut
dibunuh karena kalau dibebaskan mereka akan
kembali lagi memusuhi umat Islam. Mereka
tidak akan jera karena toh bisa menebus diri
dengan harta. Dan itu tentu akan
menguntungkan kaum kafir karena mereka lebih
kaya daripada umat Islam. Umat Islam akan
terus menerus diperangi oleh orang-orang yang
sama. Tapi Nabi menyetujui pendapat Abu
Bakar yang mengusulkan mereka tidak dibunuh
tapi dijadikan tebusan.

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER