Friday, August 21, 2020

Buah Hati 05

BUAH  HATIKU 05
Oleh : (Tien Kumalasari
  

"Jadi selamanya kami tidak akan punya cucu?" kata Pak Prasowo.

Seruni menunduk, setitik demi setitik air mata menetes dan membasahi pipinya.

Indra mengambil tissue dan mengusap air mata itu.

"Kalian benar-benar mengecewakan kami." ucap Bu Prastowo yang terdengar sangat  mengiris.

Indra memegang tangan Seruni yang duduk disebelahnya, seakan memberi kekuatan pada Seruni atas gelombang kemarahan yang telah mulai menerjang.

"Ibu, mohon jangan menyalahkan kami. Ini adalah takdir, tidak sengaja kami buat."

Pak Prastowo diam terpaku, tapi Bu Prastowo tampak marah. Wajahnya merah padam.

"Harusnya kamu tidak menikahi dia Indra." hardik Bu Prastowo.

Indra mengangkat kepalanya, menatap Ibunya dengan wajah kesal, sementara air mata Seruni semkin deras mengalir. Indra mempererat pegangannya, meremas tangan Seruni, seakan berkata bahwa dia ikut terluka oleh ucapan Ibunya.

"Mengapa Ibu berkata begitu?"

"Dulu aku sudah menolak kan ketika kamu memilih dia? Tapi Bapakmu memaksa. Barangkali ketika itu  jauh didasar hatiku sudah merasa bahwa Seruni bukan istri yang cocok buat kamu."

"Tapi Indra sangat mencintai dia Bu, dia segalanya buat Indra. Apapun kelebihan dan kekurangannya, Indra akan tetap mencintainya."

"Bodoh !" hardik Ibunya.

"Menurut Bapak, ceraikan saja dia, atau menikahlah lagi dengan gadis lain yang bisa melahirkan anak buat kamu," tiba-tiba Pak Prastowo berkata sambil menatap tajam anaknya.

"Tidak Bapak, dua-duanya Indra tidak bisa melakukannya. Indra hanya mau memiliki istri Seruni, tidak yang lain."

"Tapi kamu membuat terhentinya anak keturunan kami Indra!"

"Apakah artinya  itu Bapak? "

"Kalau kamu, satu-satunya anakku tidak lagi bisa menurunkan anak, maka keturunan kami hanya akan berhenti di kamu! Mengerti kamu Indra!" suara Pak Prastowo semakin meninggi.

Seruni tak tahan lagi, dia berdiri dan setengah berlari ke luar dari ruangan itu, melangkah kehalaman, menuju kejalan.

Indra berdiri.

"Ma'af, Bapak.. Ibu, kami mohon diri."

Lalu Indra bergegas ke luar memburu istrinya, sambil membawa kopor kecil yang dibawanya dari rumah, dan yang masih terletak di depan pintu.

"Serunii! Tungguuu!!"
***

Seruni terus melangkah sambil sesekali mengusap pipinya yang basah oleh air mata. Ia tak tahu harus kemana, ia lari menghindari derai amarah dan kecewa yang diungkapkan oleh kedua mertuanya. Hatinya tercabik-cabik, Kalau boleh ia ingin menjerit, mengadu kepada langit, mengapa nasibnya seburuk ini. Tapi langitpun diam membisu, tak ada warna biru karena semua terasa kelabu.

"Seruniii... sayang... tunggu.."

Suara Indra semakin mendekat, langkah-langkah kakinya berpacu dengan detak nadinya yang mengalir lebih cepat.

"Seruniii.."

Seruni terus melangkah, lalu Indra sudah sampai disisinya, merangkul pinggangnya, merapatkan tubuh mereka.

"Kamu harus menunggu aku, mau kemana?"

"Mas Indra.." bisiknya letih. Seruni ingin merangkul suaminya, tapi jalanan sangatlah ramai.

"Kita pulang."

Seruni mengangguk. Tak banyak yang bisa dikatakannya. Terik kota Surabaya membuat peluh mereka meleleh, seperti hati-hati yang terlukai, basah oleh duka..

Sepasang mata melihatnya dari dalam mobil, ia melihat ketika Indra mengusap air mata Seruni dengan jari tangannya. Rasa keingintahuan memenuhi dadanya. Tapi dia yakin tak akan mendapat jawaban dari keduanya.

"Pasti Indra dari rumah orangtuanya. Apa yang terjadi? Sebaiknya aku kesana, pasti aku bisa menemukan jawabnya."

Mobilnya berbalik arah, tak jadi mengejar laki-laki yang digilainya, yang sedang berjalan membawa duka entah karena apa.
***

"Seruni telah memelet Indra, sehingga anak itu tergila-gila," keluh Bu Prastowo.

"Sebenarnya usulku kan tidak buruk, menikah lagi tanpa meninggalkan Seruni, atau menceraikannya kalau Seruni tidak mau dimadu. Tapi Indra seakan tak perduli."

"Kita harus menemuinya, dan mengajaknya bicara lagi. Tadi mungkin hatinya belum terbuka, karena istrinya menangis terus."

"Selamat siang..."

Tiba-tiba suara itu mengejutkan mereka yang sedang berbincang. Pak Prastowo keluar, diikuti istrinya, dan melihat Lusi berdiri ditangga teras.

"Oh, Lusi ?"

"Iya Bu.."

Dan sebelum dipersilakan Lusi sudah duduk di kursi teras sambil mengipas-kipas wajahnya dengan tangan.

"Udara panas sekali ya Pak."

"Masuklah kalau mau dingin," kata Pak Pras..

"Sudah, disini saja Pak."

Pak Prastowo duduk diikuti istrinya.

"Darimana, kok tumben siang-siang mampir kemari?" tanya Bu Prastowo.

"Saya tadi melihat Indra dan istrinya yang menangis disepanjang jalan."

Pak Prastowo saling pandang dengan istrinya.

"Sedang kecewa sama mereka aku Lus, " tanpa sadar Bu Pras berkeluh, karena hatinya sedang kesal.

"Memangnya ada apa Bu?"

"Lha ternyata Seruni itu mandul.. Kecewa aku."

Lusi terbelalak.

"Wouwww... ternyata Seruni mandul? Aduuh Ibu.. mengapa dulu tidak mengambil saya sebagai menantu? Anak saya sudah dua, ikut neneknya di Solo."

"Kalau tahu begini Lus." Pak Pras ikutan berkeluh.

Tapi dalam hati Lusi bersorak. Seruni bakal disisihkan dari keluarga Pastowo. Bolehkah nanti dirinya mendapat kesempatan untuk  mendampingi Indra . Batinnya bersorak, ada senyuman yang disembunyikannya, takut kelihatan rasa gembiranya.
***

"Seruni, sudah ya.. jangan menangis lagi. Aku tak akan meninggalkan kamu, aku hanya mencintai kamu Seruni." kata Indra ketika mereka sudah sampai di rumah kembali.

"Mas, barangkali benar kata Bapak, Mas ceraikan aku, atau Mas mencari istri ke dua yang bisa melahirkan anak."

"Tidak Seruni, omong apa kamu itu. Ini rumah tangga kita, biarpun Bapak atau Ibu tak bisa mengatur hidup kita."

"Mas, bukankah berbakti itu kewajiban seorang anak ?"

"Tapi merusak sebuah rumah tangga itu juga bukan perbuatan baik."

"Mereka hanya ingin cucu."

Indra mendesah perlahan. Seruni merasakan hembusan nafas suaminya, ia tahu, suaminyapun gelisah.

"Seandainya Mas ingin, carilah istri lagi, atau Mas ceraikan aku, aku ikhlas," ucap Seruni dalam isak tertahan.

"Tidak mungkin Seruni, sudah, jangan hiraukan."

"Mas.. tapi.."

"Hentikan Seruni, besok kita akan ke dokter yang lain, mohon saran, benarkah sudah tak ada jalan lain untuk itu. Kamu hanya mendengar vonis, tidak menanyakan apakah ada upaya untuk itu."

"Iya benar. Aku langsung panik ketika itu. Lalu apa?"

"Kita akan terus berusaha, tidak dengan saling menyakiti. Baru kepikiran untuk kembali ke dokter. Ma'af, karena kesibukan aku. Tapi mulai sekarang aku akan lebih memperhatikan. Harus ada sebuah upaya, walau semuanya Tuhan yang menentukan."

Seruni seperti baru saja terbangun dari mimpi. Ia teringat dokter itu mengatakan bahwa ia harus berusaha. Mengapa yang ditanamkan dikepalanya hanya vonis itu. Benarkah dulu dokternya bilang bahwa dia mandul?

"Maukah ke dokter? Aku tidak akan ke kantor besok."

Seruni mengangguk lemah, tapi tiba-tiba harapan itu kemudian muncul kembali.
***

Surti sudah selesai memasak, hari belum siang benar, kedua majikannya sedang pergi. Surti masuk ke kamar, mengambil alat makeup nya. Beberapa hari yang lalu Bu Indranya baru memberitahu secara teori, tapi belum sempat melakukan cara-cara yang sebenarnya. Tapi sungguh besar keinginan Seruni agar bisa secantik majikannya.

"Bedak harus tipis...hm... nih.. tipis... lalu apa... alis hanya disambung saja dikiri kanan... uuppps... yang kiri kepanjangan... gimana sih... " gumamnya.

Surti mengusap alis yang kepanjangan itu dengan tissue, tapi malah jadi belepotan. Surti lari ke kamar mandi, membasuhnya sampai bersih, lalu kembali ke kamar. 

Sekarang dia mengambil bajunya yang kotor, dibasahi ujungnya dengan sedikit air, biar kalau belum benar lagi,  lebih gampang menghapusnya.

Surti kembali mengulang kelakuan konyolnya, berbedak tipis, membubuhkan gincu, awas jangan ketebalan... lalu..menggambar alis dengan hati-hati, nah yang sebelah kiri sudah sempurna.. sekarang tinggal yang kanan. Harus hati-hati supaya bisa sama di kiri dan kanannya..

Tapi tiba-tiba terdengar bel tamu berdering. Surti bergegas ke depan, lupa menggambar alisnya baru separo.

Ia terkejut ketia membuka pintu, dilihatnya Lusi berdiri sambil memandangnya terbelalak.

"mBak Susi...."

"Lusi, kamu selalu salah sih Sur..."

"Iya, Mbak Lusi..."

Tapi kemudian Lusi tertawa keras.

"Kamu lagi ngapain Sur ?"

"Nggak ngapa-ngapain Mbak, pekerjaan sudah selesai.." jawab Surti tanpa sadar wajahnya membuat tertawa orang.

"Itu... wajahmu.. lagi mau main badut apa?"

Lalu Surti teringat bahwa ia membuat alis baru separo.

"Surti... !" Lusi masih tetap tertawa. Surti teringat ketika majikannya juga mentertawakannya.

"Iya.. maaf Mbak, tadi.. belajar dandan.." katanya sambil mengusap-usap wajahnya.

Bukannya terhapus malah mencoreng seluruh muka, membuat Lusi tertawa lebih keras.

"Sana Sur, cuci mukamu saja, lalu kembalilah kemari. Seruni ada ?"

"Tidak ada  Mbak, pergi bersama Pak Indra, sebentar ya Mbak," surti lari kebelakang, lalu mencuci mukanya di kamar mandi.

"Kok Mbak Lusi ada disini? Memang rumahnya disini apa Surabaya?" tanya Surti ketika kembali ke depan, menemani Lusi yang sudah duduk tanpa dipersilakan.

"Aku tuh sering ke Solo, karena dua anakku ada di Solo, ikut mertuaku."

"Oh, gitu ya. Lalu mencari Bu Indra apa ada perlu? Soalnya pergi berdua dari tadi."

"Kemana? Apa Indra tidak ke kantor?"

"Saya nggak tahu Mbak, nggak berani saya tanya-tanya."

"Ya sudah, saya tunggu sebentar disini. Pastinya Indra langsung ke kantor kan?"

"Sepertinya tadi bilang tidak akan ke kantor Mbak, mau kemana.. gitu, saya nggak tahu."

"Oh, ya sudah, aku pamit saja kalau begitu."

"Lha Mbak Susi mau pesen apa?"

"Lu...sii!" dengan kesal Lusi membetulkan.

"Iya, eh.. mulutku nih...Mbak Lusi mau pesen apa?"

"Tidak pesen apapun, dan kamu nggak usah bilang kalau aku kesini. Tapi ngomong-ngomoong aku pesen sama kamu saja Sur.. majikan kamu itu sebenarnya mandul."

"Apa?" Surti terkejut.

"Iya bener, godain saja suaminya, kamu kan cantik, siapa tahu dia tertarik sama kamu."

"Aap...paa..? Surti bertambah terkejut.

"Siapa tahu kamu bisa melahirkan anak dari Indra. Bahagia kan? Kamu suka nggak punya suami ganteng kayak Indra?"

"Aap..pa?" Surti masih tertegun dengan mulut ternganga, ketika Lusi sudah pergi meninggalkannya.

Sambil melangkah mendekati mobil, Lusi masih tersenyum-senyum. Ia puas memanasi Surti dan berharap itu akan kejadian.

"Kalau aku tak bisa memiliki Indra, maka Serunipun juga tidak. Akan aku hancurkan rumah tangga kalian," gumam Lusi dengan tersenyum, senyuman iblis, karena niatnya juga dipenuhi oleh bujukan iblis.

Surti akhirnya sadar akan dirinya, ketika dilihatnya Lusi tak ada lagi didepannya. Ucapan-ucapan Lusi  sangat mengganggunya.

"Iya, memang Pak Indra guanteng banget, tapi masa ya mau sama aku, seorang pembantu. Biar Bu Indra tidak bisa melahirkan anakpun, apa aku bisa menggantikannya? mBak Susi  itu kok bisa-bisanya ngomong seperti itu."

Tapi sambil masuk ke dalam kamarnya karena ingin melanjutkan belajar bersoleknya, terbayang olehnya wajah ganteng majikannya, dan Dada Surti berdebar.

"Seneng sih kalau bisa punya suami ganteng seperti Pak Indra."

Lalu diambilnya bedak, mencoba lagi mendandani wajahnya. Menatap wajahnya sendiri di cermin, Surti merasa memang dirinya cantik.

***

Melalui serangkaian pemeriksaan lagi, dokter itu mengatakan bahwa sesungguhnya Seruni bukannya mandul.

"Salah kalau ibu mengartikannya mandul. Ibu hanya tidak subur."

"Berbedakah mandul atau tidak subur?" tanya Indra.

"Sangat berbeda, tidak subur itu masih memiliki kemungkinan untuk hamil, sedangkan mandul tidak sama sekali."

"Jadi istri saya mungkin masih bisa hamil ?"

"Sangat mungkin, tapi harus dengan pengobatan yang harus dijalani dengan tertib."

"Apa penyebab ketidak suburan bagi istri saya?"

"Ini masalah hormon. Nanti saya akan memberikan resepnya."

Melangkah pulang berdua setelah hampir seharian menunggu di rumah sakit, Indra dan Seruni bisa bernafas lega. Walau susah, kemungkinan itu masih ada. Lalu setitik harapan memercik dalam benak mereka.

Turun dari mobil Seruni melangkah ke dalam rumah sambil bergayut dilengan suaminya. Sedikit berkurang beban yang menghimpitnya, namun masih ada rasa was-was. Dokter mengatakan bahwa memang tidak mudah.

"Apakah Mas akan mengatakan ini semua pada Bapak sama Ibu ?"

"Biar saja dulu. Nanti kalau sudah tampak hasilnya baru aku akan memberitahu."

Surti tergopoh menyambut ketika kedua majikannya pulang. Hari menjelang sore, dan Surti sudah menyiapkan teh hangat di meja ruang tengah.

"Tadi ada tamu Sur?" tanya Seruni.

"Adaa...itu... mm.. eh.. tidak.." tiba-tiba Surti ingat bahwa Lusi minta agar kedatangannya dirahasiakan.

"Gimana kamu itu," tegur Seruni.

"Mulut saya sering salah mengucap Bu, maaf," kata Surti sambil kembali ke belakang.

Seruni geleng-geleng kepala. Gadis itu begitu lugu, tapi dia sangat rajin dan mengerti akan semua tugasnya, cuma kepolosannya saja terkadang membuat dia melakukan hal-hal konyol yang terkadang membuatnya tertawa.

Ketika sore itu Indra dan Seruni duduk di ruang tengah sambil menikmati teh hangat, Seruni teringat pada kurma muda yang pernah diberikan mertuanya, dan tak pernah dijamahnya karena ketika itu dia sudah putus harapan.

"Surti..."

"Ya bu.."

"Tolong ambilkan kurma muda yang ada di freezer ya.."

"Baik Bu.." tapi sebelum Surti menuju ke kulkas, didengarnya sebuah dering telephon.

"Surti, tolong ambilkan ponsel itu dulu," kata Indra kepada Surti.

Surti mengambil ponsel itu dan memberikannya kepada Indra.

"Dari Bapak," kata Indra yang kemudian mengangkat panggilan masuk itu.

"Ya, Bapak.."

"Indra, kamu sudah memikirkan apa yang Bapak pernah katakan itu?"

"Tentang apa Bapak?" tanya Indra pura-pura tak tahu, padahal dia sudah tahu kemana arah pembicaraan Ayahnya.

"Dengar Indra, Bapak sama Ibu harus bisa punya cucu. Camkan itu."

"Ya Bapak, Indra tahu."

"Jadi tunggu apa lagi? Cari istri lagi atau kamu ceraikan istri kamu!"

Indra tak menjawab, atau belum sempat menjawab ketika Pak Prastowo menutup ponselnya.

Indra menghela nafas kesal.

"Apa kata Bapak?" tanya Seruni.

"Sudah, tak usah difikirkan.."

"Ibu, ini kurma muda.." kata Surti sambil menyerahkan kurma muda yang sudah dialasinya dengan piring.

"Oh, ya Surti, taruh di meja."

"Apakah kurma muda bisa menyembuhkan sakit mandul?" tiba-tiba Surti tak tahan untuk menanyakan karena teringat ucapan Lusi bahwa majikannya mandul, tanpa sadar bahwa ucapan itu terdengar sangat lancang.

Bersambung 

1 comment:

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ajoqq^^cc
    mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
    mari segera bergabung dengan kami.....
    di ajopk.biz...^_~
    segera di add Whatshapp : +855969190856

    ReplyDelete

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER