.
BUAH HATIKU 04
By : Tien Kumalasari
"Surti, kamu kenal Lusi ?"
"Tidak sangat kenal, pernah bertemu, karena Ayah saya sering disuruh membersihkan rumah Mbak Susi.. eh.. Mbak Lusi."
"Ya sudah.. Itu apa?"
"Oh, ini oleh-oleh kiriman dari Bu Pras untuk Ibu, baru saya bongkar dari tas saya Bu. Sepertinya kurma muda, Bu Pras minta disimpan dalam freezer, tapi harus dimakan setiap hari tujuh butir."
"Ya sudah, letakkan disitu. Nanti saya simpan."
"Apa Pak Indra marah sama saya?"
"Tidak, mengapa marah?"
"Karena menyampaikan pesan itu."
"Tidak.. sudah, kamu istirahat saja dulu, tapi kalau kamu belum makan, makan saja, di almari ada lauk, nasinya masih di magicom."
"Terimakasih Bu."
Surti beranjak kebelakang, Seruni masuk ke kamar lalu mengetuk kamar mandi.
"Mas..."
"Hei.. apa? Aku lagi mandi, apa kamu mau ikut mandi?"
"Huhh, sebel deh. Kenapa kamu membanting pintu?"
Terdengar gemericik keras suara shower. Seruni menunggu sambil menyiapkan ganti untuk suaminya.
Begitu suaminya keluar, Seruni masih melihat wajah suaminya tampak kesal.
"Ada apa sih?"
"Mengapa tadi mengetuk kamar mandi, kirain mau ikut mandi."
"Kamu tidak ingat, tadi kamu membanting pintu kamar mandi sangat keras, sementara kamar terbuka, jadi semua orang bisa mendengar dentuman pintu terbanting itu."
"Ah, lebai," kata Indra seenaknya sambil mengenakan baju yang sudah disiapkan istrinya.
"Bener, keras sekali, kok dibilang lebay. Sampai-sampai Surti ketakutan."
"Kenapa dia ketakutan?"
"Dia pas lewat di depan kamar ketika Mas membanting pintu."
"Lalu dia ketakutan?"
"Takutnya Mas marah sama dia. Soalnya dia baru saja menyampaikan salam dari bekas pacar Mas."
"Itu yang membuat aku kesal. Kenapa sih Lusi selalu mengganggu hidupku?"
"Asalkan Mas tidak usah memperdulikannya kan cukup. Tidak usah marah-marah begitu."
"Kamu tidak cemburu? Berarti kamu tidak cinta sama aku."
"Aneh ! Mengapa harus cemburu sementara dia tidak lebih baik dari aku, dan Mas juga tidak memperdulikannya? Kalau Mas menanggapinya... yaah.. bisa ada palang pintu terbang."
Indra terbahak.
"Memangnya kamu punya palang pintu? Semua pintu di rumah ini tidak ada palangnya, tahu?!
"Ya aku pinjam sama tetangga," jawab Seruni sambil menumpuk baju kotor suaminya di keranjang."
"Mana ada jaman sekarang bikin rumah pakai palang?"
"Aku akan cari sampai dapat," kata Seruni seenaknya, sambil masuk ke kamar mandi.
"Hei... mau ngapain kamu?"
"Mau mandi lah, ke kamar mandi mau apa kalau tidak mandi? Mau tidur?"
"Ya sudah, cepetan, aku menunggu kamu di teras, sambil dibawain teh hangat."
*****
Pagi hari itu Seruni mengajarkan Surti tentang semua pekerjaan yang harus dijalaninya. Menanak nasi, membuat teh yang harus disiapkan di ruang tengah, lalu belanja di tukang sayur dan memasak seadanya.
Pada dasarnya Surti memang rajin. Sekali diberitahu, dia sudah mengerti apa yang harus dikerjakannya. Serunipun merasa senang.
Sebelum belanja, dia bersih-bersih rumah, dan memasukkan baju-baju kotor ke mesin cuci.
Tapi ketika Surti mau membersihkan kamar, Seruni melarangnya.
"Biarlah kamar ini aku sendiri yang membersihkannya Surti, tapi kamar tamu yang disebelah sana itu, boleh."
"Baik Bu."
Surti masih membersihkan rumah, mengelap meja ketika Seruni mandi. Ia melakukannya dengan hati-hati, karena dia tahu bahwa barang-barang penghias ruangan di rumah yang ditata apik itu kebanyakan terbuat dari kristal ataupun keramik yang pasti harganya tidak murah.
Saat dipandanginya foto Indra dan Seruni yang dipajang di ruangan itu, Surti berdecak kagum. Foto berukuran besar itu terpampang di pojok ruangan. Tampak serasi dan mesra.
"Alangkah gantengnya Pak Indra, alangkah cantiknya Bu Indra," lalu dia berlama-lama menatap foto itu.
Surti terkejut ketika tiba-tiba Seruni menegurnya.
"Sudah selesai Surti?"
"Oh, eh.. bel..eh.. sudah bersih-bersihnya Bu, saya akan mengentas pakaian di mesin cuci dan menjemurnya.
"Baiklah, sebentar lagi tukang sayur akan lewat, aku ajari kamu belanja."
"Baik Bu."
Surti beranjak ke belakang sambil terus berfikir tentang foto itu.
"Bagaimana ada orang seganteng itu dan secantik itu?"
Ketika memasuki kamarnya, Surti diam-diam berdiri di depan kaca, menatap wajahnya sendiri.
"Sebenarnya aku juga cantik, cuma saja aku tidak bisa berdandan cantik. Kulitku juga tidak seputih kulit Bu Indra. Dasar orang kampung aku ini, mana bisa punya kulit sebersih Bu Indra, lagi pula pakaian Bu Indra kan bagus-bagus, sedangkan aku, hanya pakaian butut saja yang aku punya." gumamnya sambil berputar di depan cermin.
"Besok kalau sudah punya uang, aku akan membeli alat-alat make up. Mm.. apa ya.. lipstik, pensil alis.. bedak.. oh kurang.. harus ada gincu supaya pipiku tampak merona.. lalu .. bagaimana ya supaya bulu mataku bisa tampak lentik?"
"Surtiii..." tiba-tiba terdengar teriakan Seruni.
Surti tergesa keluar dari kamar.
"Ya Bu.."
"Itu, tukang sayur sudah datang, yuk belanja, bawa keranjang yang ada di dapur itu."
"Baiklah."
***
Hari itu Surti memasak bersama Seruni. Cuma sayur biasa, sayur asem, ikan goreng, sambal, kerupuk karak, tahu sama tempe goreng tak pernah ketinggalan, karena itu kesukaan Seruni.
Seruni membiarkan Surti membumbui semua masakan, dan dia bisa, dan lumayan enak.
"Kalau di rumah, kamu selalu memasak ya Sur?"
"Iya bu, kalau tidak memasak sendiri Bapak sering nggak suka. Tapi ya cuma itu-itu saja Bu, sayur asem, sayur bening, gudeg, oseng, pokoknya yang murah-murah. Kalau ayam, ikan, tidak pernah Bu, kan mahal. Sesekali saja, kalau Bapak kebetulan ada yang minta tolong sampai berhari-hari, jadi uangnya agak banyak. Selebihnya cuma tahu tempe tahu tempe saja."
"Tahu tempe itu kan makanan sehat Sur."
"Iya Bu.."
"Oh ya Sur, di dekat rumah itu ada mini market. Nanti kamu aku beri uang, beli kebutuhan kamu sendiri. Sabun, odol, bedak, sesukamu lah. "
"Sabun sama odol sudah bawa sendiri Bu, Bapak yang membelikan."
"Beli lagi juga nggak apa-apa Sur, untuk persediaan."
"Baiklah Bu."
*****
"mBak, saya beli ini.. " kata Surti sambil menunjukkan yang sudah diambilnya kepada kasir di mini market itu. Ada sabun, odol, bedak, lipstik berwarna merah menyala, gincu, pensil alis, oh ya, ada yang terlupa, tapi dia tidak tahu namanya.
"mBak, kalau yang dipakai untuk membuat bulu mata bisa lentik itu apa?" tanya Surti malu-malu.
"O.. itu lashes curler.." jawab sang kasir.
"Apa itu Mbak?"
"Penjepit bulu mata, ada disebelah sana, coba Mbak tanya, ada yang jaga disana."
"Oh, ya.. jangan ditotal dulu Mbak, sebentar." kata Surti sambil berlari ke arah yang ditunjuk sang kasir, lalu setengah berlari pula ketika ia kembali sudah membawa benda yang dimaksud kasirnya tadi.
"Ini ya Mbak?"
"Ya, benar.."
"Bagaimana ini memakainya Mbak?"
Aduuh, untunglah saat itu mini market sedang sepi, sehingga kasir itu tidak keberatan memberitahu, ia melayaninya sambil menahan senyum melihat tingkah Surti yang dianggapnya kampungan.
***
Malam hari itu, ketika semua pekerjaan selesai, dia membuka bungkusan belanja yang sore tadi dibelinya. Sambil berdiri di cermin, dia menyapu wajahnya dengan bedak yang dianggapnya berbau wangi seperti wanginya mawar sekebun.
"Sebenarnya aku juga bisa kok secantik Bu Indra," gumamnya sambil senyum-senyum sendiri di depan cermin.
"Laluuuuuu... apa ya.. ah ini saja yang gampang, menyaput pipi dengan rona merah gincu.. aduuh.. terlalu merah.. malah seperti Limbuk di pewayangan.." Ia mengambil tissue dan menghapusnya sehingga warna merahnya sedikit suram.
"Begini saja, lumayan... lalu.. oh.. alisku kurang hitam ya.. baiklah," gumamnya lalu melukis alis kiri kanan yang beberapa saat lamanya tidak juga menjadi sempurnya. Kiri lebih tebal.. lalu kanan lebih melengkung... aduuh... Berjam-jam Surti mencoba menghias wajahnya. Begitu bernafsunya karena ia ingin secantik majikannya. Aduhai..
Namun ketika masih asyik memoles wajah, dan baru mengoleskan lipstik di separo bibir atas, didengarnya Seruni memanggil.
"Surtiiii..."
Surti kebingungan, mengambil tissue dan mengusap wajahnya sembarangan.
"Surtiiiii!"
"Ya Bu.. ya Bu... Surti setengah berlari ke luar dari kamar, menuju ke tempat dimana Seruni memanggilnya.
Begitu dekat, Seruni menatap wajah Surti dengan heran, mengamatinya, lalu tertawa terpingkal-pingkal.
"Surtiiiii.... kamu ini kenapa? Mau main jathilan?" kata Seruni masih dengan tertawa yang membuat perutnya terasa keras.
"Ya ampun Surti...."
Surti menunduk malu. Pasti wajahnya masih belepotan. Ia mengusapnya berkali-kali dengan tangan, tapi lipstik yang baru terpoles setengah bibir atasnya itu justru mewarnai hampir seluruh mukanya. Dan warna hitam yang memoles alisnya juga terburai kemana-mana. Seruni tak henti-hentinya tertawa.
"Ma'af Bu.." kata Surti. Kepalanya semakin menunduk.
"Hadeeewww... Surti, malam-malam perutku keras karena tertawa. Kamu ini kenapa? Malam-malam berdandan ?"
"Baru.. belajar.. dandan Bu.."
"Kamu tahu Surti, wajah kamu itu sudah cantik. Kalau ingin memoles wajah dengan bedak, ya tipis saja, rona merah tipis sekali, alis tidak usah dipoles tebal, kan alismu sudah bagus, tinggal ditambahi sedikit dikiri kanannya, agar lebih panjang, sedikit saja. Dan bibirmu.. aduuh.. ini warna terlalu merah.. kulit kamu itu maaf, agak kecoklatan, tipis saja dan jangan warna mencolok."
Surti bertambah menunduk.
Seruni masih menahan senyumnya.
"Basuh muka kamu sampai bersih, besok aku kasih tahu bagaimana cara berdandan," kata Seruni.
"Ya Bu."
"Oh ya, aku memanggil kamu ini tadi karena ada oleh-oleh dari Bapak, serabi, ini, ambillah," kata Seruni sambil memberikan sebungkus serabi.
"Terimakasih Bu,"
"Cepat basuh muka kamu."
Surti setengah berlari pergi ke belakang, masuk ke kamarnya dan menatap wajahnya di cermin.
Ya ampuun.. dia benar-benar seperti badut, pantaslah apabila majikannya tertawa tak henti-hentinya.
***
"Ada apa sih, kamu tertawa tak habis-habis, sampai terpingkal-pingkal begitu?" tanya Indra yang sudah berbaring di atas ranjang.
Seruni kembali tertawa, sambil menghempaskan tubuhnya di samping suaminya.
"Eeh, ditanya kok malah ngelanjutin tertawa sih?"
"Aduh Mas, perutku sampai keras karena tertawa."
"Iya, kenapa?"
"Surti Mas... aduh.... anak itu.. "
"Kenapaaaaa....?" tanya Indra tak sabar sambil mencubit pipi istrinya.
"Surti kan aku panggil, mau aku kasih serabi oleh-oleh Mas tadi, ee.. ketika ke luar.. mukanya minta ampuuun.... Rupanya waktu itu dia lagi belajar dandan.. memoles alisnya tebal.. membedaki wajah dan menyapunya dengan gincu merah, memoles bibirnya dengan lipstik yang merahnya minta ampuun. Nah, ketika aku panggil itu rupanya dia mengusap semua dandanannya dengan tergesa-gesa dan tidak lagi melihat wajah nya di cermin, langsung mendekati aku, ya aku tertawa lah melihatnya.
Mukanya merah bercoreng moreng, bercampur hitam dari pinsil alisnya," lalu Seruni tertawa lagi.
"Aduuh, tahu begitu aku ke luar tadi."
"Sudah aku suruh dia mencuci mukanya."
"Hm, istriku tidak pernah berdandan.. cantiknya sudah nggak ketulungan..."
"Hm, gombal..."
"Bener.. aku nggak bohong sayang," katanya sambil memeluk istrinya, lalu dengan manja Seruni meletakkan kepalanya di dada bidang lelaki yang sangat dicintainya. Alangkah indah hidup ini, seandainya _'ganjalan'_ itu tak ada.
"Mas, kapan kita ketemu Bapak sama Ibu ?"
"Mm.. kapan nya, bagaimana kalau hari Sabtu, menginap semalam, lalu Minggunya kita pulang."
"Ya nggak apa-apa, Mas pesen dulu tiketnya untuk sekalian pulang pergi."
"Baiklah, besok aku pesen."
***
Pak Pras dan istrinya sangat senang menerima kedatangan anak dan menantunya. Pak Mul yang sedang bekerja di kebun, buru-buru mendekat dan menyapa Indra.
"Mas Indra.."
"Eeh, Pak Mul ya, apa kabar Pak Mul?"
"Baik Mas, ya begini ini, sudah semakin tua."
"Tapi Pak Mul masih kelihatan seger kok."
"Masa sih Mas. Saya ingat dulu waktu masih suka menggendong-gendong Mas Indra, sekarang mana bisa saya menggendong Mas Indra? Badannya tinggi besar dan gagah seperti ini."
"Iya ya Pak, kalau sekarang Indra yang seharusnya menggendong Pak Mul."
Lalu keduanya tertawa rengah bersama.
"Surti bagaimana? Pastinya dia belum bisa bekerja dengan baik, maklum masih baru."
"Baik kok, Seruni senang. Ya kan sayang?"
"Iya Pak Mul, Surti pintar, saya suka," sambung Seruni yang kemudian ikut menyalami Pak Mul.
"Terimakasih Bu Indra, saya titip anak saya, kalau ada yang keliru ya mohon dibenarkan. Maklum orang kampung, terkadang kurang pantas dalam bersikap."
"Iya Pak Mul, nggak apa-apa kok. Semuanya baik. Kapan-kapan Pak Mul boleh main ke Solo."
"Terimakasih Bu Indra."
"Ayo duduklah, ini Simbok sudah membuatkan kopi untuk kalian," kata Bu Pras.
Keduanya kemudian masuk ke rumah, menikmati kopi yang dihidangkan Simbok dan cemilan yang sudah ditata di meja.
"Kangen kopinya Simbok."
"Kalau pulang boleh membawa nanti," kata Bu Pras.
"Tumben kamu datang tanpa memberitahu Ndra..?" tanya Pak Pras.
"Bagaimana Seruni, sudah ada tanda-tanda belum? Kemarin ada kurma muda Ibu titipkan Surti. Itu membuat kamu segera bisa mengandung. Sudah kamu makan kan? Kalau habis bilang, nanti Ibu belikan lagi." kata Bu Pras.
"Terimakasih banyak Ibu," hanya itu yang diucapkan Seruni, selebihnya dia menunduk, berdebar menunggu reaksi kedua mertuanya ketika Indra mengatakan keadaannya.
"Bapak, Ibu.. sebelumnya kami minta maaf. "
Pak Prastowo dan istrinya tampak menatap Indra, melihat kegelisahan di wajahnya, dan sikap Indra dan istrinya tampak tidak seperti biasanya
"Kami tahu, Bapak dan Ibu sangat menginginkan cucu."
"Ndra, anakku itu hanya kamu seorang, ya pastilah aku mengharapkan cucu darimu segera, jangan ditunda-tunda lagi. Kamu menikah sudah dua tahun, mau menunggu apa lagi?"
"Bapak dan Ibu, kami minta maaf, mungkin kami tidak bisa memenuhi keinginan Bapak dan Ibu."
"Apa maksudmu Ndra?" tanya Pak Prastowo dan istrinya hampir bersama-sama.
"Seruni dinyatakan mandul."
Pak Prastowo dan istrinya terbelalak, dan Seruni menangkap aroma gusar di wajah kedua mertuanya.
Bersambung
mari gabung bersama kami di Aj0QQ*deV
ReplyDeleteBONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
BONUS REFERAL 20% seumur hidup.