Sunday, July 26, 2020

SETANGKAI MAWAR BUAT IBU 40

SETANGKAI MAWAR BUAT IBU  40
(Tien Kumalasari)

Bram sangat terkejut. Wajah bu Siti pucat pasi, matanya terpejam.
"Ada apa yu Siti?" teriak bu Suryo.
Bram mengangkatnya dan membawanya kedalam. 
"tidurkan di sofa saja dulu. Aduh.. badannya dingin sekali. Beberapa hari yang lalu juga begini. Biar nggak sampai pingsan, tapi badannya dingin seperti es."
"Biar saya ambilkan teh hangat bu," Arum berlari kedalam.
Semua orang bingung. Aryo menggendong Angga dan diajaknya keluar, karena Angga tampak ketakutan.
Ratih mendekati dimana yu Siti dibaringkan. Ia membawa minyak gosok, kemudian digosokkannya keseluruh tubuh. 
"Entah mengapa, dia seperti tertekan, atau apa. Kalau tidak sadar juga biar saya membawanya kerumah sakit."
Tapi tiba-tiba yu Siti membuka matanya. 
Ratih menggosok gosok telapak tangan yu Siti yang sudah tidak sedingin tadi.
"Ya Tuhan.. ya Tuhan... itu kamu....," bisiknya lirih sambil menggenggam tangan Ratih yang masih menggosok telapak tangannya.
"Bu, minum teh hangatnya dulu ya," kata Arum sambil mengangkat kepala yu Siti. 
Namun tiba-tiba kepala itu terkulai, lalu mata itu kembali terpejam.
"Bu.. bu...bu Siti...bu Siti..." Arum memanggil manggil namanya, Ratih mengguncang tubuhnya pelan.
Bu Suryo mendekat, rasa khawatir mulai merayapinya.
"Nak dokter... ini bagaimana?"
"Biar kita bawa saja ke rumah sakit," kata Bram yang kemudian mengangkat tubuh bu Siti.
"Tolong bukakan pintu mobil," katanya lagi kepada Ratih yang kemudian mengambil kunci dan membukakan mobilnya.
***

Bu Suryo duduk menunggu.diruang tunggu. Berpuluh tahun bersama yu Siti membuatnya merasa bahwa yu siti adalah keluarganya.. Ia tidak mengerti, beberapa hari terakhir ini yu Siti berperangai agak aneh. Suka gugup, suka bingung.. lalu melamun.. apakah karena Arum sudah pulang kerumah suaminya maka dia begitu?
"Ibu, jangan sedih.. bu Siti tidak apa-apa," kata Arum yang mendekati bu Suryo diruang tunggu, diikuti Ratih dibelakangnya.
 
"Hanya dia temanku.. teman berbagi suka dan duka.. "
"Iya bu, Arum mengerti."
"Apa dia sering begitu bu?" tanya Ratih sambil duduk disamping bu Suryo.
"Tidak, hanya beberapa hari terakhir ini. Mungkin dia sedih karena Arum pulang kerumah suaminya."
"O, dia sangat sayang pada bu Arum rupanya.. "
"Arum kami sayangi bersama. Tapi kan Arum tidak pergi jauh? Setiap sa'at dia bisa datang kerumah saya. Beberapa hari yang lalu dia sangat ingin bertemu Ratih."
"Bertemu saya?"
"Iya. Ketika saya cerita bahwa ada gadis berwajah seperti Arum   dia selalu bilang penasaran dan ingin melihatnya. Itu sebabnya mengapa saya suruh Arum mengajak Ratih untuk datang. Tapi begitu menyambut kedatangan Ratih kok dia malah pingsan."
"Iya, apa karena saya ? Saya kenapa ya?" tanya Ratih bingung.
"Bukan karena bu Ratih, bu Siti sudah beberapa hari yang lalu tampak seperti sakit. Ya kan bu? Cuma saja tidak sampai pingsan."
"Coba nanti kalau nak Bram datang, kita tanya dia sebenarnya sakit apa, sedih aku.. kalau tidak ada yu Siti aku sama siapa?" kata bu Suryo pilu.
"Ibu jangan begitu, bu Siti tidak apa-apa."
***
 
Sementara itu, bu Nastiti dan bu Martono yang duduk diruang tunggu agak jauh dari bu Suryo, juga merasa gelisah. Bu Nastiti merasa, apakah karena kedatangan mereka lalu bu Siti terjatuh dan pingsan?
"Apa dia kecapean masak buat kita ya?" gumam bu Nastiti, tapi bu Martono tampak tak mendengar perkataannya. Bu Martono seperti memikirkan sesuatu.
"Dari tadi jeng Martono melamun ya?"
Bu Martono menatap besannya.
"Saya seperti pernah melihat bu Siti. Wajah itu seperti tak asing bagi saya."
"Benarkah?"
"Saya sedang mengingat-ingat, kapan bertemu dia."
"Mungkin ketika bersama bu Suryo?"
"Tidak .. ketika bu Suryo kerumah, dia tidak bersama bu Siti."
"Menurut saya, wajah bu Siti itu bukan wajah seorang pembantu. Dia cantik, dan berpakaian sangat pantas."
"Itu karena bu Suryo tidak menganggapnya sebagai pembantu. Lihat saja, bu Suryo tampak sedih disana."
"Jeng, menurut saya, wajah bu Siti itu kok ada miripnya sama Arum ya?"
Bu Martono terkejut. Iya benar, ada miripnya, terutama bibirnya itu. Lalu tiba-tiba peristiwa itu terlintas kembali. Seorang wanita menggendong bayi, duduk ditepi  jalan, sedih karena tak bisa membayar beaya persalinan. 
"Itu diaaa!!" kata bu Martono setengah berteriak, membuat bu Nastiti kaget.
"Ada apa??"
"Dia... saya ingat dia... "
"Dia siapa?" tanya bu Nastiti keheranan.
"Mungkin itu sebabnya dia sayang sekali sama Arum?"
Bu Nastiti menatap besannya dengan heran. Bicaranya seperti celetukan-celetukan yang tak dimengertinya, membuatnya bertanya-tanya.
 
"Ya Tuhan.. ini memang sudah diatur olehNya" kata bu Martono yang kemudian berdiri menuju kearah ruang ICU.
Ketika itulah dia bertemu dengan dokter Bram.
"Ibu mau kemana?"
"Saya mau melihat bu Siti."
"Sebentar ya bu, bu Siti sedang dirawat. Ibu tunggu dulu, kalau sudah bisa ditemui saya akan mengabari semuanya," kata Bram dengan sabar.
"Dia tidak apa-apa?" tanya bu Suryo yang juga mendekati Bramasto.
"Tidak, ibu jangan khawatir. Bu Siti sudah sadar."
"Oh, syukurlah," bu Suryo bernafas lega.
"Ibu tunggu dulu sebentar ya, mungkin tak lama lagi dia akan dipindah ke kamar inap."
"Harus opname ?"
"Mungkin sehari atau dua hari, untuk memeriksa barangkali ada yang salah dengan kesehatannya. Tapi menurut saya, bu Siti baik-baik saja."
"Syukurlah, pilihkan kamar terbaik untuk dia nak.."
"Baik bu, cuma untuk sementara waktu jangan dulu membebaninya dengan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin membuatnya shock, atau tertekan, atau apa. Tampaknya bu Siti memikirkan sesuatu yang memberati pikirannya."
"Ya, ya.. baiklah.. saya mengerti nak."
"Tapi bu Martono tampak ingin segera ketemu yu Siti. Ia mondar mandir didepan pintu ICU, mengherankan Arum juga.
"Ibu, duduklah dulu. Mengapa ibu tampak gelisah?"
"Ada sesuatu yang ingin ibu katakan sama dia."
"Ibu pernah mengenalnya?"
"Ya, sangat mengenalnya. Nanti ibu akan ceritakan semuanya. Sudah sa'atnya kamu mengetahui  Arum.."
Arum tak mengatakan apapun. Ia tak mengerti dan tampaknya bu Martono belum ingin mengatakannya sekarang.
***

Ketika yu Siti dipindahkan ke ruang inap, bu Suryo melarang mereka masuk ber-ramai-ramai. Dokter Bram sudah mengatakan bahwa yu Siti tampaknya sedang tertekan.  Yang pertama kali masuk adalah bu Suryo dan Arum.
"Bagaimana yu, sudah lebih enak?" tanya bu Suryo.
"Sudah bu, mengapa saya disini? Saya ingin pulang saja, ini menyusahkan banyak orang."
"Tidak, kamu harus menurut. Sehari atau dua hari kamu akan disini, agar kesehatanmu diperiksa lebih lanjut."
"Tapi saya tidak merasa sakit apapun bu."
"Sudah, jangan banyak protes. Kamu disini dan menurut apa kata dokter."
"Mana dia?"
"Siapa ?"
"Yang wajahnya seperti nak Arum."
"Masih diluar yu, kalau kamu mau dia masuk, biar aku keluar dulu," kata bu Suryo sambil beranjak keluar, lalu meminta Ratih segera masuk.
"Tolong beri saya minum," kata yu Siti.
Arum memberikan segelas air yang ada dimeja didekat bu Siti, dan membantunya minum dengan mengangkat kepalanya.
Sementara itu Ratih sudah masuk, diiringi bu Martono yang memaksa ikut masuk.

Yu Siti meneguknya, air matanya berlinang. Begitu Arum  meletakkan cangkir dimeja, yu Siti merengkuh kedua tangan Ratih dan Arum diletakkannya didadanya. Ratih dan Arum kebingungan.
"Benarkah kalian anak-anakku?"
Ratih dan Arum berpandangan dengan tatapan tak mengerti. 
Bu Martono tiba-tiba mendekat. Dipandanginya wajah yu Siti lekat-lekat. 
"Aku mengenalnya," bisik bu Martono sambil berdiri mendekat.
Yu Siti juga menatapnya, lalu berurailah air matanya.
"Ibu... ini.. ibu...ibu itu.. saya lupa namanya.. ibu.. masih mengingat saya? Si miskin yang terlunta membawa bayi untuk ditukar dengan beaya persalinan...?" katanya sambil menangis.
Ratih dan Arum kembali berpandangan. Arum heran karena ibunya seperti mengenal yu Siti.
"Ibu.. mengenal bu Siti?"
Tiba-tiba bu Martono merangkul Arum.
"Kamu anaknya dia.. dia ibu kandungmu, Arum.."
Arum terkejut, didorongnya tubuh ibunya pelan, ditatapnya matanya, untuk mencari kesungguhan dimata setengah tua itu.
Gemetar tangan Arum. Ia ingat yu Siti pernah bercerita tentang anaknya, yang kembar, dan diberikannya kepada dua orang yang berbeda. Apa salah satu wanita penerima bayi itu adalah ibunya? Diakah bayi itu?
"Sayakah bayi itu bu?" tanya Arum kepada bu Siti.
"Ibu itu...ibu itu.. " yu Siti menunjuk kearah bu Martono yang juga berlinang air mata.
"Saya bu Martono, yang menerima bayi itu.. dia inilah anakmu bu.." kata bu Martono sambil menunjuk kearah Arum .
Arum menjatuhkan tubuhnya kedada yu Siti, tenggelam dalam tangisan yang menyayat.Ia ingat yu Siti pernah bercerita tentang anak yu Siti yang kembar. Ia tak menyangka, dirinyalah salah satu bayi itu. Lalu tentang kemiripan wajahnya dengan Ratih, Ratihkah saudara kembarnya?  Ratih masih terpana, bingung atas kejadian itu.
"Apakah Ratih adalah saudara kembarku?" kata Arum sambil menarik tangan Ratih. 
"Aku pernah bilang, satu lagi anakku entah aku berikan kepada siapa, karena aku sedang sakit parah. Dia seorang wanita yang tidak punya anak... entah siapa... tapi aku mengenali kedua anakku. Yang satu punya tahi lalat didekat pusar, satunya diatas bibir sebelah kiri.. apa itu kamu?"
Ratih masih bingung. Bapaknya tak pernah mengatakan dia anak siapa. Menurutnya dia juga anak pak Kardi dan bu Kardi yang telah meninggal beberapa tahun lalu.
"Apakah aku anak angkat?"
"Tanyakan kepada bapak ibumu... anak angkat atau anak kandung kamu sebenarnya," bisik yu Siti yang tak lagi memanggil nak kepada mereka. Ia hampir yakin Ratih dan Arum adalah anak-anaknya.
Bu Suryo yang tiba-tiba masuk untuk melerai bu Martono agar tak terlalu banyak orang diruangan itu,  terkejut mendengarnya. Ia mendekati yu Siti.
"Jadi Arum ini anakmu? Lalu anakmu sebenarnya adalah dua yu?"
"Iya bu, ma'af saya tak berterus terang pada ibu."
"Ya Tuhan, begini caraNya untuk mempertemukanmu dengan anak-anak kamu Yu. Aku ikut senang." kata bu Suryo penuh haru.
"Tapi mengapa kamu tidak bilang bahwa anakmu kembar?"
"Saya takut ibu marah. Saya baru bilang menyerahkan satu anak saja ibu memarahi saya, apalagi kalau saya bilang anak saya ada dua."
"Yu, aku bukan marah, aku hanya merasa sayang. Sedangkan aku saja tak punya anak, mengapa kamu berikan anakmu kepada orang lain. Tapi ya sudahlah, memang harus seperti ini jalannya."
Ratih tiba-tiba pergi keluar dan mencari  Bramasto.
"Mas, maukah mengantarkan aku pulang?"
"Pulang?"
"Ada yang ingin aku tanyakan pada bapak.. sangat penting."
"Baiklah, saya antar sekarang saja."
Tapi tiba-tiba bu Suryo menyusul keluar dan mendengar bahwa Ratih ingin menemui bapaknya.
"Begini saja. Bagaimana kalau ayahnya Ratih kita jemput kemari?Tampaknya keadaan ini harus dituntaskan hari ini. Aku kira ini menyangkut kesehatan yu Siti juga. Tak apa-apa ayahnya Ratih dijemput kemari.
Bramasto mengangguk.
"Bu Suryo benar, saya akan menjemput pak Kardi sekarang. Ratih disini saja."
***

Wajah yu Siti tidak sepucat tadi. Ia senang bertemu bu Martono yang  masih ingat semuanya sehingga meyakinkan Arum. Beruntung yu Siti pernah bercerita kepada Arum tentang kejadian puluhan tahun lalu setelah dia melahirkan, sehingga ia tak perlu bicara banyak pada Arum.
"Tidak disangka ya bu, ternyata Arumlah bayi ibu. Dan Ratih adalah kembaranku. Apa kamu belum yakin kalau kita saudara kembar? Jangan panggil aku bu Arum. Kamu adalah Ratih, dan panggil aku Arum."
"Aku hampir yakin kalau melihat keadaan fisik aku ini, tapi bukankah bapak juga harus memberikan keterangannya sehingga semuanya menjadi lebih jelas?"
"Iya, kamu benar. Tapi aku bahagia kita bertemu, semula kita hanya mengira bahwa kemiripan wajah ini adalah kebetulan."
"Aku juga bahagia menjadi saudara kembarmu, dan bahagia memiliki bu Siti sebagai ibu kandungku..." kata Ratih sambil menciumi pipi yu Siti.
Selangkah lagi bahagia itu akan sempurna, tinggal menunggu kedatangan pak Kardi.
Namun pak Kardi yang kemudian datang justru bingung mendapat pertanyaan Ratih tentang siapa dirinya.
"Aku menikahi ibumu ketika dia sudah menjadi janda, membawa anak satu, ya kamu itu. Ibumu mengatakan bahwa kamu adalah anak satu-satunya," kata pak Kardi bingung.
"Jadi bapak tidak tau Ratih ini anak siapa?"
"Menurut bapak, kamu adalah anak tiri bapak, karena ketika bapak menikahi ibumu, kamu sudah ada."
***

Bersambung

No comments:

Post a Comment

JUDUL NOVEL

KISAH PEREMPUAN BAU LAWEYAN # 1

Kisah Perempuan Bahu Laweyan Yang Menikahi 9 Laki-laki  #01 WAJAHNYA tampak segar. Dia baru mandi dibawah pancuran air gunung Penanggungan. ...

POSTING POPULER