SETANGKAI MAWAR BUAT IBU 33
(Tien Kumalasari)
Namun beberapa kali Arum menelpone tetap tak ada jawaban.
"Apakah mas Aryo masih sibuk? Ingin rasanya Arum menelphone kekantor Aryo, tapi agak sungkan. Selama menjadi isterinya ia tak pernah mengganggu pekerjaan suaminya.
"Adakah telephone kantornya?" tanya bu Martono.
"Ada sih bu, tapi sungkan, kalau mas Aryo masih sibuk nanti mengganggu."
"Tapi kan ini penting, Saya kira tidak apa-apa kalau kamu mau menelpone."
"Gitu ya bu?"
"Iya, kalau memang lagi sibuk kan pasti dijawab sibuk, gitu."
Arum menelpone ke nomor kantor, tapi yang menjawab sekretarisnya.
"Ma'af bu, pak Aryo sudah pulang dari tadi."
"Sudah pulang?"
"Iya, so'alnya beliau kebingungan mencari ponselnya tadi."
"Oh, jadi... pak Aryo nggak bawa ponsel?"
"Saya lihat seharian pak Aryo tidak mempergunakan ponselnya, baru sore ini tadi kebingungan karena ternyata ponselnya nggak ada."
"Oh ya mbak, terimakasih banyak."
"Ini siapa kalau boleh tau, supaya saya besok bisa melapor pada pak Aryo."
"Saya Arum."
"Oh, bu Arum? Isterinya pak Aryo? Ma'af bu, saya tidak tau."
"Nggak apa-apa, terimakasih mbak."
Arum mengeluh.
"Bagaimana Rum?"
"Mas Aryo sudah pulang, tampaknya dia kehilangan ponselnya."
"Waduh, pantesan dia tidak membaca pesan kamu, tidak menerima panggilan telephone kamu."
Arum tampak gelisah. Ia menyesal tadi tidak menerima tawaran Ratih untuk menelponenya, kalau tadi Ratih menelponnya pasti sudah sejak awal dia tau bahwa Aryo tidak bisa dihubungi, dan mungkin di kantor masih bisa. Sekarang Aryo sudah pulang, tapi bagaimana menghubunginya? Arum tak bisa berbuat lain kecuali menelpone dokter Bram. Barangkali dia bisa menolongnya.
"Apa aku pulang saja kerumah? Tapi tidak, banyak hal yang harus diselesaikannya, nanti Angga akan bingung dan bertanya-tanya," pikir Arum.
Lalu ditelponenya dr Bram.
"Ya bu Arum?"
"Mas Bram sudah dirumah?"
"Sudah dari tadi, bagaimana? Bu Arum dimana?"
"Saya dirumah ibu dari tadi siang."
"Ibu.....
"Ibu saya sendiri...bu Martono.. bukan bu Suryo.."
"Oh, berarti bisa ketemuan sama pak Aryo? Atau bu Arum mau pulang kerumah?"
"Tidak mas Bram, belum waktunya, saya tidak mau Angga bingung. Saya harus bicara pelan-pelan sama bu Suryo."
"Lalu bu Arum mau minta agar pak Aryo datang kemari?
"Itulah, saya ingin menemuinya, berkali-kali saya hubunginya tidak bisa, setelah saya menelpone ke kantor dia sudah nggak ada dikantornya. Kata sekretarisnya hp nya hilang."
"Waduh... tapi kalau tidak bisa ketemu sayang sekali, bu Arum sudah kesini. Tunggu sebentar, saya akan mencarinya."
"Mencari kemana mas, aduh.. jangan merepotkan lho."
"Tidak, tenang saja, yang penting hari ini bu Arum harus ketemu pak Aryo."
"Terimakasih banyak mas Bram."
"Bagaimana?" tanya bu Martono setelah telephone ditutup.
"Mas Bram mau mencari mas Aryo. Nggak enak sebenarnya, bikin repot. Tapi dia sangat bersungguh-sungguh membantu Arum."
"Dia sangat baik, itu sebabnya ibu angkatmu ingin dia menjadi isterinya."
Arum menghela nafas.
"Tidak mudah bagi dia untuk memilih isteri, apalagi dia tau kalau Arum masih punya suami."
***
Dokter Bram meluncur kearah rumah Aryo. Ketika bertemu Aryo sudah mengatakan dimana alamatnya. Kasihan Arum kalau sampai tidak bisa bertemu suaminya.
Didepan sebuah rumah yang dikatakan Aryo, Bramasto berhenti. Ia melihat seorang anak kecil berlarian dibawah pohon mangga, seorang gadis mengejarnya. Bram tau, dia adalah Ratih, dan Angga.
Bramasto turun dari mobil, perlahan memasuki halaman.
"Selamat sore.." sapa Bramasto.
Ratih berhenti mengejar Angga. Melihat siapa yang datang, Ratih terkejut.
"Pak Bram?"
"Ya bu Ratih, terimakasih masih mengingat saya."
"Ah, sudah diantar sampai kerumah, masa saya bisa lupa? Silahkan masuk."
"Pak Aryo ada?"
"Oh, pak Aryo belum pulang. "
Angga mendekati Ratih. Menatap laki-laki asing didepannya.
"Angga, ayo kasih salam sama om dokter."
"Dokter? Siapa yang sakit?" tanya Angga lugu.
Ratih tertawa
"Tidak ada yang sakit, pak dokter ini temannya bapak, ayo kasih salam."
Angga mengulurkan tangannya dan disambut dokter Bram dengan senyum ramah. Senang rasanya ketika Bram mencium tangannya.
"Anak baik, anak ganteng," kata dokter Bram.
"Mau menunggu?"
"Tidak, saya sedang ter-buru-buru."
"Oh.."
"Jam berapa biasanya pak Aryo pulang?"
"Biasanya juga sudah pulang, atau terkadang juga agak malam. Sebaiknya pak Bram menelpon dulu."
"Itulah bu Ratih, saya tidak akan bisa menelpone nya karena ponselnya hilang."
"Oh iya, saya lupa, tadi ibu bilang pak Aryo sedang mencari ponselnya, tapi dirumah tidak ada."
"Aduh, lalu kemana dia? Sa'at ini bu Arum ada dirumah ibunya."
"Iya, tadi ketemu di toko."
"Tadi ketemu?"
"Iya, katanya mau menelpone pak Aryo ketika sudah dirumah bu Martono, saya pikir sudah ketemu."
"Belum ketemu bu, karena tidak bisa berhubungan dengan adanya ponsel hilang itu."
"Bagaimana ya, kasihan bu Arum menunggu."
"Begini saja, saya pulang dulu, nanti kalau pak Aryo datang, tolong bilang kalau ditunggu bu Arum dirumah ibunya."
"Baiklah. Tidak duduk dulu?"
"Saya harus segera mengabari bu Arum."
"Baiklah, semoga bu Arum segera bisa ketemu pak Aryo."
Bram mengangguk dan berpamitan. Sekilas ditatapnya wajah cantik yang sedikit berkeringat itu dengan debar yang aneh. Biar wajah berkeringat, tapi tidak hilang kecantikannya. Ia mengangguk tersipu ketika Ratih juga sedang menatapnya. Saling tatap yang hanya sekilas itu memercikkan nyala api yang tidak diketahui dari mana asalnya. Aduhai..
***
Aryo ternyata pergi kerumah Bramasto. Dilihatnya pagar tidak terkunci, tapi tak ada mobil dihalaman. Rumah juga tampak tertutup rapat. Tapi Aryo mencoba masuk dan mengetuk pintunya.
Tak ada jawaban, tentu saja karena Bram justru pergi kerumahnya. Aryo bingung, ia ingin menghubungi Arum dengan meminjam ponselnya Bramasto, karena ponselnya belum ketemu. Lamakah Bramasto pergi, atau belum pulang dari rumah sakit? Aryo masuk kedalam mobilnya, menunggu.
Tanpa ponsel seakan tak bisa melakukan apa-apa. Ia harus membelinya lagi, tapi mungkin nanti, atau besok, sedangkan ia tak hafal semua nomor kontak yang tercatat disana,.Hanya Bramasto yang bisa menolongnya..
Aryo menghela nafas kesal. Kesal kepada dirinya mengapa begitu ceroboh. Jatuh dimana ponselku? Itu terus yang dipikirkannya.
Ketika Aryo menstarter mobilnya karena lelah menunggu, tiba-tiba dilihatnya mobil Bramasto. Aryo mematikan mesinnya. Bersamaan turun dari mobil masing-masing, keduanya merasa lega.
"Pak Aryo, saya dari rumah pak Aryo, katanya ponsel pak Aryo hilang?"
"Itulah sebabnya saya kemari, saya ingin menghubungi Arum. Hanya pak Bram yang bisa menolong saya.
"Pak Aryo, saya mencari pak Aryo karena saya tau ponsel pak Aryo hilang, sehingga tak bisa dihubungi. Bu Arum ada dirumah ibunya, pak Aryo ditunggu. disana."
"Benarkah?"
"Dari siang bu Arum menghubungi pak Aryo."
"Aduh, ma'af, apa dia masih disana?"
"Dia menunggu sampai pak Aryo datang."
"Aku kesana sekarang."
"Hati-hati pak Aryo, saya akan menelpon bu Arum dan mengatakan bahwa pak Aryo sedang menuju kesitu."
"Terimakasih pak Bram."
Tanpa basa basi Aryo masuk kemobilnya dan memacunya kerumah mertuanya.
Bram menggeleng-gelengkan kepalanya. Begitu ya kekuatan cinta?
"Semoga segera bisa bersatu kembali," bisik Bram penuh harap. Pelan ia memasukkan mobilnya ke halaman.
***
"Pono, ini jam berapa?" tanya bu Suryo ketika sudah selesai dengan urusannya.
"Jam setengah lima kurang bu."
"Bu Arum belum menghubungi kamu?"
"Belum bu, mungkin masih kerasan dirumah ibunya."
"Bagaimana kalau kita menyusulnya? Jangan-jangan dia mau menghubungi kamu, tapi sungkan karena tadi aku bilang memerlukan kamu."
"Mungkin juga bu."
"Ya sudah kita kesana saja No, sekalian ingin berkenalan sama ibunya Arum."
"Ya bu.."
"Bagaimana ibunya Arum? Apa dia baik?"
"Baik sekali bu, baik dan ramah."
"Syukurlah, ayo kita kesana."
"Baiklah bu, tapi isi bensin dulu ya bu."
"O iya, aku lupa, baiklah, isi bensin dulu saja. Atau nanti saja pulangnya No, masih cukup kan?"
"Ya masih bu, cuma agak mepet."
"Ya sudah nanti saja, sekalian mengajak Arum belanja nanti."
Pono menjalankan mobilnya kearah rumah bu Martono.
***
Arum gelisah menunggu, ia berjalan mondar mandir keluar masuk rumah, membuat bu Martono ikut gelisah.
"Duduklah dulu disini dan bersabar nduk, nanti juga dia pasti datang kemari."
"Iya bu, so'alnya Arum khawatir bu Suryo menunggu, lalu curiga saya menghubungi mas Aryo. Dia kan tidak suka bu."
"Kamu itu aneh, disini rumah ibumu, Aryo itu suami kamu, mengapa kamu seperti orang ketakutan begitu?"
"Arum hanya sungkan bu. Arum tau bu Suryo tidak suka sama mas Aryo."
"Dia tidak bisa begitu Rum, ini hidup kamu. Biar dia sudah menanam kebaikan yang tak terhingga sama kamu, tapi kamu berhak menentukan hidup kamu. Tidak harus selalu patuh lalu ketakutan seperti ini,"omel bu Martono kesal.
"Nanti setelah ketemu mas Aryo, Arum akan bicara sama bu Suryo."
Ponsel Arum berdering, Arum segera membukanya. Berdebar diangkatnya, telephone dari Bramasto.
"Ya mas."
"Bu Arum, saya sudah ketemu pak Aryo dirumah saya."
"Oh ya, dia mau kemari?"
"Iya, jangan pulang dulu, pak Aryo mau kesini."
"Saya menunggunya mas Bram, terimakasih banyak, saya selalu merepotkan."
"Tidak bu Arum, saya berharap semua nya segera menjadi baik.. Selamat bertemu pak Aryo ya."
"Sekali lagi terimakasih mas Bram."
Arum menutup ponselnya dengan wajah berseri.
"Siapa? Nak Aryo ?"
"Bukan bu, mas Bram, katanya mas Aryo sedang menuju kesini... Arum kebelakang dulu menyiapkan teh panas untuk mas Aryo ya bu."
Bu Martono mengangguk. Senang melihat anaknya begitu gembira menyambut suaminya.
"Bu, gulanya dimana?" Teriak Arum dari arah dapur.
Bu Martono berdiri menyusul kebelakang.
"Kamu ini gimana, lama tidak kemari lalu lupa dimana ibu meletakkan gula," gerutu bu Martono, tapi sambil mengunggah senyuman.
"Iya bu, biasanya disini."
"Ini, didekat wadah teh kan, "
"Lho, tempat gulanya ganti, pantesan Arum tidak menemukannya."
Bu Martono membiarkan Arum sibuk melayani suaminya. Ia kembali kearah depan, menunggu menantunya datang. Ada harapan yang hampir menjadi kenyataan, kembalinya sang anak ke pangkuan suaminya. Ini sangat membahagiakan.
***
"Lha ini apa, jatuh dibawah meja.." bu Nastiti berteriak dari dalam rumah. Ratih yang mendengarnya segera mendekat.
"Apa yang jatuh bu?"
"Ini, ponselnya Aryo."
"Waduh, bagaimana cara memberitau ya, supaya pak Aryo tidak bingung mencari?"
"Ya sudah biarkan saja, nanti kan dia pasti pulang. Mungkin juga sudah membeli yang baru."
"Sepertinya bu Arum sedang menunggu, tapi pak Aryo tidak tau ketika bu Arum mengirimkan pesan, lalu menelpon."
"Iya benar nak, ini.. ada beberapa pesan masuk, dan telephone yang tidak terjawab. Hm, Aryo kadang-kadang begitu. Suka ter buru-buru, dan sedikit teledor."
"Apakah disitu ada nomor kontaknya dokter Bram?"
"Nggak tau deh, coba nak Ratih lihat."
"Kalau ada, biar saya menelpon dokter Bram, barangkali saja pak Aryo ketemu dia."
"Coba deh."
"Ada bu, biar saya menelpone ya?"
"Iya nak, coba saja, kasihan Aryo kalau tidak bisa ketemu isterinya."
Ada nama Bramasto disitu, Ratih memutarnya.
"Hallo. .."
"Selamat sore, pak Bram?"
"Lho, ini siapa? Ini nomornya pak Aryo kan.?"
"Iya, saya Ratih."
"Haa.. bu Ratih," suara Bramasto mendadak terdengar sumringah renyah seperti kerupuk baru digoreng.
"Ini ponselnya pak Aryo sudah ketemu, apa pak Bram ketemu pak Aryo?"
"Oh iya, tadi pak Aryo kesini, sekarang sudah pergi."
"Aduh, menuju pulang?"
"Tidak, kerumah ibunya bu Arum."
"Oh, syukurlah, maksud saya mau memberi tau pak Aryo bahwa ponselnya sudah ketemu."
"Ketemu dimana bu?"
Ratih ingin segera menutup ponselnya tapi Bram seperti ingin bicara panjang. Ehem..
"Dikolong kursi ruang tengah."
"Siapa yang menemukannya?"
"Ibu.."
"Oh.. ibu.. mm.." aduh Bram mau ngomong apa lagi ya..
"Ya sudah pak Bram, nanti kalau bisa nyambung pak Aryo, pak Bram bilang saja kalau ponselnya sudah ketemu."
"Baik, nanti saya sampaikan bu.."
Bram masih ingin bicara tapi Ratih sudah menutup pembicaraan itu.
"Aduuh.. mengapa sih bu Ratih terburu-buru.." gumamnya pelan, tapi dia segera tertawa sendiri memikirkan perasaannya.
"Ada apa aku ini?"
Lalu dia menghubungi Arum lagi.
"Bu Arum, pak Aryo sudah sampai?"
"Belum mas, saya sedang menunggu."
"Baiklah, saya hanya ingin memberi tau, bahwa ponselnya pak Aryo sudah ketemu, nanti tolong disampaikan ya?"
"Oh, ketemu dimana mas?"
"Kata bu Ratih, terjatuh dibawah meja diruang tengah."
"Baiklah, terimakasih mas, nanti saya sampaikan. Oh itu tampaknya dia datang, ada mobil berhenti disana." kata Arum yang segera menutup pembicaraan itu.
Bergegas ia turun ke halaman, menunggu, tapi mobil itu tidak masuk. Ketika seseorang turun, Arum merasa kecewa. Bu Suryo melenggang masuk memasuki halaman.
Bersambung
No comments:
Post a Comment